Chapter 1 : Everyone had gone

"Gracia ! Gracia !" Riza terus berteriak di telepon. Hatinya berdegup kencang, seolah sebuah suara berteriak pergi ! Pergi ! Temui dia !

Riza tak dapat menolak. Diambilnya jas hujan panjangnya, dan segera berjalan ke rumah kediaman Hughes.

"Gracia ! Kau di dalam ?" teriaknya dari luar pintu sembari beberapa kali mengetuk. "Gracia ! aku masuk, ya…"

Pintu besar tersebut berdecit pelan. Riza masuk ke dalam rumah tersebut. Ia sudah hafal betul tata letak ruang di rumah itu.

Angin malam bertiup perlahan, menaikan bulu kuduknya. Riza mempercepat langkahnya ke kamar utama keluarga itu, yang sekarang tinggal menjadi kamar gracia sendiri.

Kosong

Hanya itu yang dapat ia temui di sana. Memang, tidak dapat dikatakan kosong.. namun tepatnya tidak ada siapa-siapa.

Riza bergegas lagi menuju ke ruang kerja Hughes. Ia berharap dapat segera menemuinya.

Pintu ruang kerja Hughes tidak tertutup. Seolah memang tadi sudah ada orang yang mampir ke sana. Riza menghampiri ruangan itu. Ia menatap sekilas ke seluruh ruangan. Tiba-tiba, sesosok bayangan mengagetkannya dan hampir membuatnya berteriak sekeras-kerasnya.

Sesosok tubuh terkapar di lantai…. Berdarah… riza membungkukkan badannya untuk memeriknsa nadinya, yang sudah lama menghilang sejak tadi. Benar… Gracia Hughes telah meninggal. Ia ditembak di dekat telepon… kejadian yang serupa dengan Maes.

Riza berusaha sekuatnya untuk tetap tenang. Ia menggunakan telepon di ruang depan untuk menghubungi kolonelnya agar segera datang ke lokasi kejadian.

"sir… gracia Hughes…." Riza tertahan, tidak sanggup mengatakannya.

"Apa ! Katakan dengan jelas. Di sini berisik sekali.."

"Gracia Hughes… meninggal, sir…"

"Apa ! Riza.. coba cek jam berapa sekarang. Cuci mukamu, lalu kembali lagi ke telepon." Ujarnya sambil bercanda.

"Saya tidak bercanda, sir… dia… telah meninggal…"

…hening.

Tidak ada jawaban dari roy.

"Sir ! Apa anda masih ada di situ ?"

"eeh… iya..iya.. aku akan segera ke sana."

Riza menutup telepon. Ia tidak menyangka segalanya akan berlalu secepat ini. Ya… terlalu cepat. Kemudian, sesosok bayangan muncul di hadapannya. Bayangan seorang yang tidak berdosa… ditinggal sendirian…

"Mama…" panggil Elycia sambil berjalan perlahan ke tempat Riza. "mama…. Mau minum…"

Elycia…ya.. gadis itu. Riza tersentak melihat gadis kecil itu berjalan ke arahnya. Kerongkongannya terasa tercekat. Ia ingin bicara, menjelaskan segalanya pada gadis kecil itu. Namun tidak bisa.

"Ms. Riza… kenapa ada di sini ?" tanyanya sambil mengucak matanya yang masih mengantuk itu. "mama mana ?"

Mungkin saat ini, perbuatan yang lebih dapat diandalkan dari kata-kata. Riza kehabisan kata-kata. Ia berjalan ke arah gadis kecil itu, berlutut dan memeluknya. Seiring dengan itu, tetesan air mata jatuh dari pelupuknya. Riza tidak mengerti, mengapa…. Namun saat ini, ia kira itulah yang terbaik.

Pagi itu, aura kelam menutupi lapangan luas dengan tonjolan batu-batu setengah oval teratur membentang di tempat itu. Di satu tempat, sekumpulan orang banyak berpakaian biru-biru dan ada beberapa dari mereka dengan hitam-hitam berkumpul di sana.

Colonel roy mustang merupakan salah satu dari mereka. Ia berdiri di tempat paling depan, sedangkan di sampingnya, ada lieutenant Riza Hawkeye yang sedang menggandeng elycia bersamanya.

Ini merupakan kedua kalinya elycia menghadiri upacara pemakaman, dan keduanya merupakan pemakaman orang tuanya. Gadis itu tidak mengerti, apa yang sebenarnya terjadi. Satu hal yang ia mengerti hanyalah papa dan mamanya sedang pergi… dan ia tidak akan menemui mereka dalam jangka waktu yang cukup lama.

"Ms. Riza… mengapa mama juga pergi ? Mengapa aku tidak boleh ikut ? Mengapa ?" ia merengek sambil menarik baju riza. "apa mama dan papa sudah tidak sayang lagi padaku ? Mama masih menjanjikan boneka di toko seberang jika aku jadi anak baik… jadi mama tidak boleh pergi… mama…mama…"

Riza menggendong Elycia naik. Sedangkan anggota Mustang lainnya tidak tahan menahan air mata mereka.

Tok…Tok…Tok….

Pintu kantor Kolonel Mustang berbunyi. Seseorang dari luar mengetuknya perlahan.

"Ya.. masuk…" perintahnya dari dalam. "…winry ? Sedang apa di sini ? Masuk…masuk…"

"terima kasih, Mustang-san." Jawabnya perlahan. Tiba-tiba matanya tertuju pada seorang gadis cilik yang ia kenal, sedang bermain dengan bonekanya di lantai. "Elycia ? Mengapa dia ada di sini ?"

Suasana tiba-tiba menjadi semakin tidak enak. Dengna sungkan Riza membuka mulutnya. "Gracia….. kemarin meninggal…"

BRAK! Tas yang ia pegang terjatuh. Ia terlalu shok untuk mendengar berita itu. "ti..tidak… Mrs… Hughes… juga… me…meninggal ?"

Riza mengangguk perlahan, lalu mempersilahkan winry duduk. Dengan cekatan, wanita itu menghidangkan secangkir kopi dihadapannya.

"Sekarang…bagaimana dengan nasib Elycia ?" tanyanya masih bersedih.

"Hawkeye yang menjaganya. Lagipula, dari dulu juga memang, Elycia sering dititipkan di tempatnya." Lalu Roy tak tahan untuk mengejeknya. "kurasa kau juga bisa jadi istri yang baik seperti Gracia, Lieutenant !"

"Terima kasih, sir.." jawabnya singkat seperti biasanya.

"Oh, ya.. Winry.. ada apa datang ke East ? Mencari kedua Elric-kyoudai ?"

"….pinako obaa-san…. Sudah….meninggal…"