A/n : untuk chapter ini, bakal dipecah jadi dua. Sebab, akhirnya aku memutuskan untuk membuat dua versi. Yang satu yang lebih aman dan yang satu lagi mungkin nanti mau di kasih rating M. Ending ceritanya pun bakal beda jauh, dan yang satu lagi bakal di kolab sama cerita yang udah aku pikirin, tapi belom sempet dibuat.

Chapter 6 (a) ini lebih ke drama (walau ada gituan-nya juga) sedangkan yang (b) bakal rada parah dan lebih parah dari yang (a)…Makanya, sebelom itu aku sudah peringatin dulu, ya…. Yang enggak suka, yah enggak usah baca dan langsung klik tombol Back. Hohoho..Oke.. Enjoy ! R&R !

Last chapter

"Riza…. " bisik Roy perlahan. "aku sayang kamu….lebih dari perasaan antar kakak-beradik"

APAA ! ba…bagaimana mungkin ? Kami cuma bersaudara… ! Tidak mungkin boleh ada hubungan yang lebih ! Ba..bagaimana ini ? batin Riza ragu. Hatinya terus berdebar, sedangkan Roy, juga tetap tidak melepaskannya, malah justru ia memeluknya lebih erat lagi.

Chapter 6 (a) : how things became worst

"r..roy…" katanya mencoba untuk berbicara. "ki..kita tidak mungkin.. bisa… bagaimana reaksi mama dan papa jika tahu hal ini ?"

"Biarkanlah… riza…" bisiknya perlahan sambil terus menghujani lehernya dengan beribu kecupan lembut. "kita sudah besar dan dapat menentukan jalan kita sendiri…."

"ta..tapi ini bukan jalan yang benar…" ia menyanggah. "..dan.. "

"dan apa ? kamu tidak suka ?"

Gadis itu menggelengkan kepalanya. "bu..bukan begitu… tapi.. kita ini bersaudara…roy… tidak mungkin…."

Roy tidak menjawab. Riza berpikir bahwa kakaknya itu sudah menyerah. Namun ia salah total. Sebuah tangan mendarat di dagunya, dan menariknya ke arah bibir Roy, dan menguncinya dalam sebuah kiss yang penuh passion.

Riza tidak mengerti, dan sama sekali belum pernah berpengalaman dalam acara kissing, kecuali ketika insiden malam itu. Ia bisa merasakan Roy mendorong lidahnya masuk ke dalam mulutnya, dan menjilati bekas makanan yang mungkin masih menempel dalam mulutnya.

Riza berharap hal ini akan segera Selesai, begitu mereka menarik diri mereka masing-masing, mengakhiri kiss mereka yang tabu itu. Namun, justru Roy mendorongnya hingga mereka berdua jatuh di atas ranjang. Riza jatuh dengan punggungnya diatas ranjang, sedangkan Roy, jatuh tepat diatasnya.

Tidak boleh…tidak boleh…tidak boleh… hatinya terus berbisik. Namun kerongkongannya tercekat, sehingga tidak satu kata pun yang keluar dari mulutnya. Perlahan Roy membuka kancing kemejanya dan melemparnya ke atas ranjang. Jaraknya dengan muka kakaknya itu tinggal kira-kira 10 cm.

"ti..tidak boleh…roy…" bisiknya perlahan. "i..ini.." kalimatnya belum Selesai, namun telah dipotong oleh bibir Roy yang kembali bertemu dengan miliknya. Setelah ia melepaskannya, roy menaruh jarinya di bibir riza yang empuk itu.

"psst… tidak apa-apa, kok….." bisiknya sambil perlahan mulai melepaskan satu persatu kancing baju Riza, sedangkan satu tangannya lagi ia selipkan melingkar di sekitar pinggangnya. "riza…. Aku sayang kamu….lebih dari apa pun di dunia ini…."

Tidak boleh….ini tidak benar… kita sudah terlalu jauh… hatinya terus berbisik. Ia takut sekali. Hatinya kecut. Jangan… nanti kau menyesal…

Ketika Roy baru hendak melepaskan semua bajunya, ia mendorong kakaknya itu kebelakang.

"kenapa, riza ?"

"bukan, Roy ! Bukan ini yang aku inginkan ! Walau memang aku juga menyimpan perasaan untukmu…..tapi bukan seperti ini !" teriaknya. Perlahan, air matanya mengucur dengan lebat, menutupi mukanya yang manis itu. "kalau begini, sama saja kau anggap aku seperti gadis-gadis lainnya….yang cuma kau buat sebagai alat pelampiasan lust-mu !" teriaknya lagi lalu segera mengambil kemejanya itu dan menutupi dirinya.

"Ri..riza… " roy menunduk. Kata-kata adiknya itu tepat mengenai sasaran, sekaligus menyadarkannya dari kekhilafannya. "sorry….bener-bener sory…" bisiknya lalu segera pergi keluar dari apartment mereka.

Riza yang ditinggal di situ hanya bisa menangis perlahan. Ia tidak mengerti, mengapa segalanya harus berakhir buruk seperti ini ? Ia sudah tidak punya siapa-siapa lagi yang ia percaya, selain kakaknya… roy… Dan sekarang… ia telah dikecewakan olehnya. Ia tidak lagi percaya sepenuhnya.. justru ia takut…

Roy…. Katakan…mengapa ? Mengapa kau lakukan seperti ini ? Tangisnya perlahan sambil memeluk erat boneka beruang besar yang dulu pernah diberikan sebagai hadiah ulang tahunnya. Kenapa ? Kenapa ? Apa ini karena kesalahanku, menaruh perasaan pada orang yang seharusnya tidak boleh ?

XXxxxxXXXXXXXXXXXXXXx

Riza… maafkan aku…aku bodoh…bodoh… kenapa saat itu aku bisa tidak mengontrol diriku sendiri ? bisik roy dalam hatinya. "sialan…." Teriaknya lalu memukul meja yang ada di depannya.

"maaf… mau minum apa ?" tanya seorang bar tender di sana.

"apa saja…." Teriaknya kesal.

XXxxXXXXXxxXX

Roy pulang dalam keadaan mabuk berat, tapi itu tidak dilarang. Toh ia sudah berumur 18 tahun. Minum minuman keras, bukanlah sesuatu yang asing untuknya. Dengan kunci yang ia punya, ia membuka pintu apartemen mereka.

Walau ia sudah mabuk, tetap saja pikirannya bertanya-tanya tentang hal yang harus ia katakan pertama kali ketika bertemu dengan adiknya.

"Riza…" panggilnya sambil mengetuk kamar adiknya. "maafkan aku…."

…. Tidak ada jawaban.

"Riza….."

Kembali tidak ada jawaban. Hati roy tiba-tiba berdebar keras. Ia takut terjadi sesuatu yang buruk terhadap adiknya. Dengan segera, cowok itu mendobrak pintu kamarnya dan ternyata ia pun tidak mendapati siapa-siapa di sana.

Di atas mejanya tergeletak selembar kertas. Roy membacanya.

Roy…

Maafkan aku… aku takut. Aku tidak mengerti… aku bingung…aku pergi… jangan cari aku…tolong…

Riza

"RIZA !" Roy segera bergegas keluar dari apartemen mereka dan mencari riza di jalan.

TBC

FMAFMAFMAFMAFMAFMAFMAFMAFMAFMAFMAFMA

A/n

Maaf…maaf… kalau ada yang berpikiran chapter ini terlalu gelap. Jujur… aku lagi males bikin cerita yang terlalu bahagia. Sekali-sekali kita melihat sisi gelap manusia, kan enggak apa-apa…