"Andai aku seorang wanita..."
"Hoi Ginji, belum tidur?"
Suara Ban-chan di sebelahku membuyarkan lamunanku. Aku hanya menggelengkan kepala menjawab pertanyaannya.
"Kalau begitu keluarlah dahulu, dinginkan kepalamu. Aku tahu VW-ku ini kecil dan sempit", ucapnya lagi. Aku mengangguk dan keluar dari mobil. Dan aku pun tak heran, ketika kutolehkan kepalaku ke belakang, Ban-chan sudah kembali terlelap.
Di luar sungguh dingin. Angin yang menerpaku terasa seperti jarum es saja. Namun rasanya aku tak pernah sesedih ini. Sepertinya aku...
"Ginji, kalau boleh kukatakan, mungkin Ban akan lebih bahagia jika kau adalah seorang wanita."
Kata-kata Himiko-chan kembali terngiang di telingaku. Memang, mungkin Himiko-chan punya suatu masalah dengan Ban-chan, tapi aku juga tahu Himiko-chan menyukainya. Namun aku tak tahu apa yang akan dikatakan Ban-chan padanya sehingga ia mengatakan hal seperti itu padaku.
Aku berpikir, mungkin Himiko-chan benar. Dan aku pun tak menyangkal bahwa aku menyukai Ban-chan, perasaan yang lebih dari sekedar sahabat biasa. Namun kupikir, ini bukanlah suatu jalan yang benar. Aku tahu bahwa aku tak pantas menyukainya, entah karena kami sama-sama laki-laki, atau mungkin hal lain. Tapi perasaan ini...
Sungguh, perasaanku bercampur aduk, antara rasa sukaku pada Ban-chan dan logika yang mengatakan kebenaran. Kupandangi langit malam yang penuh bintang seolah mencari jawaban, atau malah menanyakan jawaban. Apa yang harus kulakukan?
"Hei!"
Lagi-lagi suara itu memecahkan keheningan malam. Ban-chan kini sudah berada di luar VW-nya. Ia juga menatap langit, dengan wajahnya yang nampak kelelahan.
"Kau masih memikirkan apa yang dikatakan Himiko tadi siang?"
Apa? Apakah ia tahu semua yang kupikirkan?
"Kalau kau diam berarti iya", ucapnya seraya menghela napas panjang. "Kau ini, sudah berapa kali kukatakan, jika kau terus berpikiran seperti itu sama saja kau menentang takdir hidupmu yang tak bisa kau ubah. Sudahlah, toh aku lebih suka kau apa adanya", lanjutnya lagi. Ia memandangku dan tersenyum, lalu kembali masuk ke dalam mobil.
Mendengar kata-katanya, juga menatap sinar matanya, seolah hati dan pikiranku terbuka. Sekarang aku tahu apa yang harus kulakukan. Aku akan selalu berada di sisinya, membantunya, mendukungnya, dan melewati semuanya bersama sebagai seorang sahabat, tidak lebih. Meskipun aku harus menangis dan tertawa bersamanya, aku rela. Karena hanya itulah yang dapat kulakukan untuk bisa selalu bersama orang yang paling kusayangi di dunia ini.
Aku kembali masuk ke dalam mobil. Perasaanku kini terasa lega. Aku memandangnya, entah ia yang sudah tertidur menyadarinya atau tidak, tapi...
"Arigatou, Ban-chan..."
