Chapter : Alphonse Mustang

Cuaca berubah cepat sekali, dan pada malam itu, hujan besar turun mengguyur seluruh Liesenburgh. Petir silih berganti menyambar-nyambar, seolah hendak menerkam mangsanya di bawah sana. Keluarga Elric dan Mustang baru saja menyelesaikan makan malam mereka hari itu. riza dan Trisha keduanya sedang membereskan dapur, sedangkan dua orang bapak, Hohenheim dengan Roy, masih bercakap-cakap sendiri dengan topic mereka.

PRANGG !

Sebuah bunyi keras mengaggetkan mereka semua dari kegiatan yang sedang dilakukan.

"Ada apa !" kedua pria tersebut bergegas ke dapur, di mana suara tersebut berasal.

"RIZA ! Bertahanlah !"

"hey…kenapa?"

"sepertinya….sudah waktunya…." Trisha menjawab, sambil berusaha menyembunyikan tampang panic yang tergambar di wajahnya.

"APA !"

"Jangan hanya bengong di situ saja ! Cepat, cari dokter !"

Hohenheim dan Roy bergegas ke luar mencari bantuan dalam hujan deras. Namun, 15 belas menit kemudian, mereka kembali dengan hasil yang hampa… jembatan penghubung satu-satunya telah putus….

"ba..bagaimana ini !" Roy sudah berteriak-teriak seperti orang gila. "Dia bisa lewat kalau dibiarkan begini terus !"

"Pinako ! Suamiku, coba kalian ke sebelah. Minta bantuan nenek pinako. Aku akan mengurus Riza di sini…"

Nenek pinako, di sebelah rumah mereka, sedang asik-asiknya menikmati secangkir kopi, ketika ketenangannya itu diganggu oleh dua orang pria yang basah kuyup menggedor-gedor pintu rumahnya.

"Pinako ! Cepat kemari ! Darurat !"

Nenek pendek itu segera membukakan pintu untuk mereka, lalu mengiyakan permintaan mereka. Ketiga orang tersebut datang, tepat ketika Trisha sudah tidak lagi dapat mengurus Riza yang semakin kesakitan itu.

Pinako masuk ke kamar dimana Riza sedang berbaring, dan Trisha di sebelahnya, memegang tangannya. Hohenheim dan Roy, kedua pria itu hanya terdiam, stress, takut, cemas, diluar. Edward kecil mereka sudah tertidur, dan tidak terbangun. Itu satu hal yang disyukuri roy, sebab, ia tidak tahu harus menjelaskan apa tentang keadaannya yang seperti ini.

Dari dalam, terdengar teriakan-teriakan Riza, yang menambah kecut di hati roy. Padahal sebelumnya jauh lebih smooth dari kali ini. Jauh. Justru, di pengalamannya yang pertama, ia tidak sebingung sekarang.

"… aku takut… cemas sekali…" bisik roy sambil duduk di depan pintu dan mencondongkan badannya ke arah kakinya yang terlipat.

"tidak beda jauh dari yang di sini…."

Kira-kira jam 2 subuh, teriakan-teriakan tersebut berhenti. Kemudian, sebuah tangisan keras mengaung dan melegakan hati roy. Cowok itu segera berlari masuk ke kamar, dan menemui Riza-nya sedang berbaring, dan didalam dekapannya, ada seorang bayi kecil yang sedang menangis.

Roy mengecup kening Riza, kemudian matanya menatap bayi yang baru lahir tersebut.

"Laki-laki. Namanya siapa, roy ?"

"Alphonse. Alphonse Mustang." Ia menamakannya dengan bangga.