Chapter : Can we call you mom ? dad ?

Lieutenant Riza Hawkeye sudah merasakan berbagai firasat buruk, ketika roy menyuruhnya untuk datang ke apartemennya sore itu. Bukan hanya dia, tapi juga Alphonse dan Edward Elric. Tidak biasanya ia bersikap seperti itu. Tapi, sebagai seorang bawahan, ia mematuhi apa yang disuruh oleh atasannya. Sepulang dari headquarter, ia langsung menuju ke apartemen roy yang letaknya juga tidak begitu jauh dari East City HQ.

"Riza Mustang, kau adalah ibu dari kedua anak ini… benar ?" tanya roy tiba-tiba setelah keheningan terjadi begitu lama setelah Riza sampai ke apartemennya.

"apa yang anda katakan, sir ?" Riza menyanggah. Bodoh sekali orang ini..pikirnya.bukankah kita sudah berjanji untuk tidak lagi mengorek masa lalu kita sebelum ia menjadi fuhrer ? apa yang ingin ia katakan di depan Ed & Al ? Kami adalah orang tuanya ? nonsense !

"sudahlah Riza.. tidak ada yang perlu kita sembunyikan lagi…" sambung Roy. " mereka sudah mengetahui segalanya.."

Riza menghela nafasnya lalu menangguk. Matanya menatap Ed & Al yang juga ada di ruangan itu, duduk diseberangnya. Ia masih ingat benar.. saat dimana ia menemani roy menjemput pemberontak di stasiun kereta api itu, ketika ia tahu, Ed hendak mengambil tes menjadi seorang alchemist kenegaraan.

Jauh sebelum itu pula, hatinya sempat hancur mendengar berita Roy ketika ia berkunjung ke Liesenburgh, diundang oleh sebuah surat dari anak bernama Ed & Al. Saat itu malam-malam, hujan deras, roy datang ke apartemennya. Ia terlihat basah kuyup, dan riza pun segera mengajaknya masuk.

"Lieutenant.. kau tahu aku baru saja berkunjung ke Liesenburgh… dan aku menemui mereka…" ia membuka percakapan sambil membungkus dirinya dengan selimut tebal yang baru diberi Riza untuk menghangatkan dirinya. "dan.. yang kulihat… ialah… Edward… terbaring diatas ranjang… tanpa tangan kanan dan kaki kiri… lalu alphonse… dengan tubuh zirah…."

"Apa yang terjadi pada mereka, Roy !" Riza mendesak. Dadanya terasa sesak mendengar berita itu. Bagaimana… setelah ditinggal dirinya.. kedua anaknya mengalami kehidupan semacam itu… Ia merasa dirinya gagal…gagal total..

"mereka… melakukan transmutasi manusia… untuk mengembalikan Trisha yang meninggal beberapa tahun yang lalu…"

Dan hingga sekarang, melihat wujud Al yang masih dalam zirah itu membuat hatinya semakin teriris-iris.

"Edward mustang… Alphonse Mustang… dengarkan.. mungkin kalian tidak percaya… tapi jangan beritahu pihak luar… sebab ini juga akan membahayakan posisi kami… juga kalian.." Roy memejamkan matanya sebentar, mengingat-ingat kejadian lama itu. Ia menceritakan segalanya… Ed dan Al tampat tidak percaya… kehidupan yang mereka alami selama ini… ia tidak tahu lagi, perlu berpihak yang mana.

"semua itu terserah kalian… mau percaya atau tidak…."

Ed terdiam. Ia tidak dapat membayangkan….Mereka telah mengorbankan banyak hal untuk membangkitkan kembali ibu mereka… ibu yang mereka anggap orang yang melahirkan mereka… dan sekarang.. setelah melakukan segala kesalahan itu, tiba-tiba ada orang yang memberitahu bahwa segala masa lalu mereka itu palsu… walau tidak dengan cara sekasar itu.. tapi bisa ditarik kesimpulan, mustang sedang memberitahukan mereka seperti itu….

Lelaki itu segera bangkit lalu berlari keluar.

"bohong !" teriaknya sambil menerobos pintu apartemen roy, lalu membanting pintu itu. "al ! Ayo pergi !"

"ta..tapi…kakak…" al merasa ragu. Memang, ia pernah merasakan bagaimana perhatian roy dan riza pada mereka… seperti perhatian sepasang orang tua pada mereka. colonel selalu memberi mereka misi yang mudah, dengan alasan untuk melindungi mereka… ia tahu persis hal itu. Namun masalahnya ialah kakaknya yang keras kepala.. "ma..maaf…aku akan segera kembali setelah mengejarnya…" ia pamit dengan sopan lalu mengikuti Ed pergi keluar.

Riza dan Roy duduk terdiam di sana, melihat kedua orang itu pergi begitu saja.

"…. Bodoh… tak kusangka ini akan berakhir seperti ini…" teriaknya kesal sambil membanting tangannya keatas meja. "riza ! aku… aku gagal…selama ini aku berusaha menjadi seorang figure ayah yang baik bagi mereka… dari jauh aku berusaha melindungi mereka… tapi tapi…aku gagal !"

"sudahlah roy…" Riza berjalan ke arahnya, dan menenangkannya. "ka..kau.. tidak tahu.. bagaimana rasanya aku…jadi.. biarkan saja… oke ?"

roy terdiam. Riza pun berjalan menjauhinya. Ia permisi pergi ke kamar mandi. Di sana, ia menangis perlahan lahan. Ia tidak ingin air matanya dilihat oleh roy. Sudah cukup roy terlihat sengsara oleh karena kesalahan mereka berdua di masa lalu.. dan sekarang ia harus mengungkitnya kembali… dan ditolak oleh masa ini…

Tapi hatinya pun sakit… sakit… tidak diakui sebagai ibu yang telah susah payah melahirkan mereka… sakit rasanya… Bukan hanya itu, berbagai suara dalam hatinya berbisik, akan kegagalannya… setiap bayangan ed dan al dalam zirah dan automail itu.. semakin lagi ia merasa sakit… sedih rasanya.

Setelah ia tenang dan air matanya telah kering. Ia kembali memasang tampang tidak terjadi apa-apa lalu keluar lagi dengan wajah tenang. Seketika itu juga telepon di rumah roy berdering.

"halo ?"

"hey roy ! kau ada di rumah kan ? jangan kemana-mana, ya ! dengar-dengar ada issue scar sedang ada di jalan… targetnya… ya kau tahu lah.. tentu saja orang-orang dengan pangkat state alchemist…jangan kemana-mana, oke !" terdengar suara Hughes dengan santainya menelpon dia.

"scar? Di jalan ?"

"yup ! Makanya, di rumah aja, ya.. ngomong-ngomong soal itu.. Elyiciaku…" langsung diputuskan dengan cepat oleh roy yang di apartemennya saat itu segera mengambil jas hitamnya dan mengenakan boot militarynya. "perintahkan semua orang di headquarter untuk turun mengamankan jalan."

"ada apa, sir ?" tanya riza kembali normal padanya.

"siap-siap, lieutenant. Scar sedang ada di jalan, dan targetnya ialah state alchemist…"

--------------------

Mereka berlari hingga sampai ke taman. Awan gelap mulai menutupi kota. Tak dapat disangkal, hujan pun turun dengan derasnya.

"sial ! sial ! sial !" ed berkali-kali menghantamkan kepalan tangannya ke batu yang sedang ia duduki. "ti..tidak mungkin… mama ialah mama kita, kan ? ki..kita sudah berkorban banyak seperti ini.. untuk membangkitkan mama kita, kan… mama yang dari dulu menyanyangi kita… mama yang memang sebenarnya mama kita kan !"

"kakak…." Al menatap kakaknya yang sedang bergejolak itu. Ia juga sebenarnya cukup kaget menerima kenyataan itu.. Tapi ia tahu, kakaknya akan lebih berat mengetahui hal ini… dialah yang pertama kali mengusulkan untuk mengadakan transmutasi mamanya… dia pula yang menanggung beban sebagai state alchemist untuk mengembalikan badan mereka kembali, karena proses transmutasi itu… ia pula yang pertama kali menemukan data kalau colonel & Lieutenant ialah orang tua mereka…. Al sadar… Ed pasti down sekali…

"bodoh…kukira dengan adanya setiap butir air hujan ini.. maka keresahanku akan hilang bersama hujan… tapi justru malah menambah rasa bimbangku…." Ia merapatkan dirinya ke lututnya. "kau benar, al.. kurasa aku masih kekanak-kanakan sekali…."

"Mr. Edward Elric ! Edward Elric !" seorang pegawai military berteriak mencari dirinya. "ah… itu dia..!"

seorang bertato di tangannya, yang juga mempunyai goresan besar di matanya dengan kulit cokelat, itu menengok. "Edward Elric ? state alchemist ?"

Orang yang dikenal sebagai scar itu segera berjalan ke arah pegawai military itu. Tangannya meremukkan kepalanya lalu menghancurkannya dari dalam.

TENG…..TENG….TENG….. Jam di taman berdentang 6 kali.

Gawat…gawat… lari ! lari ! hati Ed memerintahkan seperti itu. Tapi kakinya tidak dapat bergerak. Ia tetap terdiam disana dalam kengeriannya.

"kakak ! Apa yang kau lakukan ? ayo cepat !" teriak Al sambil menarik lengannya lalu berlari bersama. Mereka berlari ke arah lorong, lalu al segera membuat dinding menutupi mereka.

"Semua alchemist kenegaraan harus dimusnahkan!" scar menaruh tangannya di dinding itu, dan dalam sekejab, semua dinding-dinding tersebut roboh.

"tidak ada pilihan lain selain melawan…" Ed melihat disampingnya ada sebuah besi tua. Ia mentransmutasikannya bersama dengan automailnya menjadi sebuah blade panjang yang tajam. Scar kembali menyerangnya, dan menghancurkan automailnya. Ed jatuh diatas kedua lututnya.

"Kuberikau waktu untuk bertobat.." ujarnya sambil mendekati Ed, bersiap-siap untuk menghancurkannya.

"… bunuh aku… tapi jangan kau sentuh adikku !" Tiba-tiba dalam benak Ed, tergambar suatu ingatan…. Api… dalam kebakaran… ia takut… ia ingat.. waktu itu ia masih kecil… sama seperti sekarang… terjepit dalam keadaan hidup atau mati….

Ingatan itu terasa samar-samar dalam benaknya… sejak kapan pula rumah mereka sempat terbakar… bukan..itu bukan rumah mereka.. Ya.. saat itu, ia penasaran… sebuah tungku api yang ada… ia tau ia pernah terambar api dari tungku itu… tapi ia penasaran dan bermain dengannya lagi….dan seketika itu juga tiba-tiba ia berada di sekitar api… ia masih kecil… yang hanya bisa ia lakukan ialah menangis sekencang-kencangnya… takut… ia berpikir sebentar lagi ia akan mati… tapi sesosok bayangan… menerobos api… mukanya lembut…

Papa ? Hohenheim ? bukan… ia tidak terlalu jelas memang mukanya… tetapi ia merasa bahwa orang itu amat menyayanginya…. Sangat… setelah menemukannya.. ia tersenyum padanya dan memberitahukan bahwa ia senang, ia selamat… padahal api sudah berkali-kali melahap dirinya dan meninggalkan bekas di punggungnya. Dan perlahan-lahan bayangan orang itu semakin jelas… jelas… dan tiba-tiba ia terhenyak kembali pada kenyataan… Scar berada hanya beberapa meter didepannya.

"baik !"

"KAKAK !" Al berusaha berlari ke arahnya namun tidak bisa karena setengah zirahnya sudah dihancurkan sebelumnya oleh scar.

DOR !

Roy menodongkan senapannya ke langit. "Freeze !"

Sekelompok orang dari military datang mengelilingi mereka.

"rupanya datang lagi yang lain, ya.."

"Kolonel Roy Mustang ! anda serius mau melawannya ?" tanya Havoc khawatir.

"Roy Mustang ? Alchemist kenegaraan ?" Scar bersiap-siap dalam posisinya. "menarik sekali."

Roy geram. Ia melempar senapannya pada Riza, lalu mengenakan sarung tangannya. "sudah tahu alchemist kenegaraan masih berani menyerang !"

Roy dan scar keduanya maju, namun riza menyengkat kaki roy sehingga ia terjatuh. "Sir, ini sedang hujan.. anda tidak bisa mengeluarkan api…"

"ti..ti..tidak berguna……"

Beberapa kali Riza mengarahkan tembakannya, dan mengenainya di dekat mata scar. Berkulit cokelat dan matanya merah… suku Ishbar ? Ia hendak menyerang lagi, ketika kemudian tentara militer datang semakin banyak, dan akhirnya orang itu kabur melalui jalan bawah tanah.

"BODOH !" teriak al pada kakaknya sendiri.

"Hey.. mana boleh mengejek kakakmu bodoh ?"

"bodoh ! bodoh ! Bodoh ! Malah aku mau mengatakannya berkali-kali !" Dengan satu lengannya, ia menarik kerah baju Ed dan mengangkatnya. "kalau kau masih hidup, kita masih ada kemungkinan untuk kembali ke wujud semula, kan! Mungkin… kita juga masih bisa menolong Nina. Lagipula kalau kau mati, semua orang akan sedih ! Semuanya ! termasuk aku !"

BRAK ! Lengan AL putus. "aah.. ! Ini gara-gara kau kakak bodoh ! lenganku putus deh !"

Ed tertawa. "Rupanya kali ini kita sama-sama berantakan, ya…."

Riza berjalan menghampiri mereka, lalu membuka jaket militari birunya dan melingkarkannya dipunggung Ed. Ia tidak banyak bicara. Diujung sana, Roy sedang sibuk mengatur para military officer mengamankan tempat itu. Palang kuning telah direntangkan di sekitar daerah kejadian, sehinga itu akan memudahkan mereka membetulkan tubuh Al lagi.

--- Eastern Headquarter ---

Ed duduk di sofa kantor Roy, dengan sebuah handuk di punggungnya. Riza datang dan membawakannya secangkir kopi hangat dan menyuruhnya minum untuk menenangkan dirinya.

"sekarang, apa rencana kalian ?"

"hm.. mungkin membetulkan tubuh kami dulu…." Ia melirik ke arah Al. "tapi untuk membetulkan tubuh al… dengan satu tangan aku tidak bisa menggunakan Alchemy…"

Semua yang ada di ruangan itu tersentak.

"benar juga.. Edward yang tidak bisa menggunakan alkimia…."

"cuma anak kecil yang omong saja…"

"tidak berguna…tidak berguna sama sekali !" roy menggeleng-gelengkan kepalanya.

"HEyy ! kalian ! Al katakan sesuatu !"

"maaf kakak… kali ini aku tidak bisa membelamu…."

Edward menghela nafasnya. "ah… mau tidak mau aku harus kembali ke winry lagi…"

"ya sudah colonel… kami tinggal dulu…" Havoc, Fuerry dan Brenda pamit padanya.

Brruuukk ! Pintu ditutup. Sekarang yang tinggal ada di ruangan itu hanya mereka berempat kembali… Ed, Al, Riza, Roy. Kembali mereka diperhadapkan pada suatu suasana yang tidak enak. Semuanya hening, tidak ada yang membuka mulut sama sekali.

"…. Colonel…." Ed memecah kesunyian itu. Ia berbicara sambil menunduk. "maaf….. uh.. tadi.. aku sedikit shock.. jadi…"

Roy tersenyum padanya. Ia mengerti maksud Edward. "tidak apa-apa…. Aku tahu."

"maafkan aku… " mukanya sedikit memerah meminta maaf, dan ia mengecilkan volume suaranya. "…papa"

Roy terkejut, melihat Ed mengakuinya sebagai ayahnya.

"aku ingat.. aku ingat jelas.. waktu aku masih kecil… saat aku bermain di pemanas ruangan… dan tiba-tiba api menjalar membakar seluruh ruangan… aku ingat jelas waktu itu aku diselamatkan seseorang…"

"kakak…."

"dan dia… ialah kau…." Ia tertahan sebentar sebelum melanjutkannya lagi. "dan… aku sadar… sepertinya… memang benar…apalagi… dengan adanya bekas api di punggung itu… semuanya salahku.. "

rizalah yang pertama kali mengambil inisiatif, merangkul kedua anak itu. "sudahlah… hal yang lama biarkan saja… tidak perlu diingat… Kami juga bersalah…. Membiarkan kalian hidup seperti ini… berpura-pura bersikap dingin…tapi.. setidaknya kalian masih hidup hingga sekarang…..Sejak terakhir kali aku memberikan selamat tinggal pada kalian…" Air matanya tiba-tiba terjatuh. "Ed…Al…. kalian sudah besar….dan kalian rukun satu sama lain…. Terimakasih…."

Ed dan al saling berpandangan… lalu memeluk Riza kembali. Aneh… mereka merasakan perasaan tenang… dan hangat.. yang dulu mereka rasakan bersama Trisha… perasaan yang selama ini mereka cari… mereka korbankan segalanya untuk mendapatkan perasaan ini…. Dan… tiba-tiba… semua itu datag pada mereka….

"mama…" bisik mereka perlahan.