Chapter 1: Part time job
"Teman-teman, aku pulang dulu, ya !" pamit riza pada teman-temannya.
"Ya ! Mau kerja sambilan, ya ? Hati-hati ya !"
(Burger Time Restaurant)
"Selamat datang !" sapa Riza pada tamu-tamu yang ada. "ada berapa orang? Nanti akan saya tunjukan mejanya."
Ya ! pekerjaannya sebagai waiter di sebuah restoran fast food. Kadang ia bisa bekerja hingga malam kalau tam uterus berdatangan. Capek, memang. Tapi hanya ini lah yang bisa ia lakukan.
Riza memandang ke arah jam tangannya. Sudah jam setengah sepuluh malam. Jalanan sudah gelap. Seperti biasanya, ia pulang jalan kaki sendirian menuju ke apartemennya.
"Halo, gadis manis !" sapa seseorang mengagetkannya. "Pulang sendirian ?"
Riza tidak menjawab. Ingat, Riza, jangan berbicara dengan orang yang tidak kau kenal ! Ucapan orang tuanya selalu terngian-ngiang di benaknya walau sekarang ia bukan gadis kecil lagi.
"dasar, nih cewek. Jual mahal juga, ya ! Ayo, main bareng kita !" ajak pemuda lainnya yang berada satu geng dengan orang tadi, sambil menarik tangannya.
"HEY ! LEPASKAN AKU !" teriaknya sambil menendang mereka.
(beralih ke Roy)
"Jam segini…riza belum pulang ? Ke mana sih dia ? Dasar…" ujar Roy sambil mengambil mantelnya, lalu keluar mencari Riza.
(Kembali ke Riza dan geng anak nakal itu)
"Wowowow….manis juga, ya…Slurp…" katanya sambil menjilati bibirnya sendiri, lalu mereka memojokkan Riza. "Bagaimana kalau kali ini dia buatku ? boleh ?"
"Ambil deh… aku kurang tertarik sama yang rada tomboy !"
"Ho…Lucky !" teriaknya lalu meletakkan tangannya di wajah Riza dan hendak menciumnya saat itu.
Sial ! Orang ini tidak bisa diajak ngomong…mana senapanku ? mana senapanku ? pikir Riza geram sambil menggunakan satu tangannya mengobrak-abrik tasnya. Sementara, orang itu semakin mendekat.
"JANGAN BERGERAK !" teriak Riza sambil mengarahkan senapannya pada bajingan itu. "AKu tak segan-segan menembak kakakku sendiri yang malas bangun. Apalagi kalian yang dilihat saja sudah mau bikin muntah !" hardiknya kesal.
"ho..ho..ho…cewek…rupanya kau punya senjata juga, ya…. Saaayang sekale." Ia berjalan mendekat Riza lalu memukul tangan kananya yang memegang senapan itu dengan keras hingga senapannya terjatuh. "Kalau benda itu di tangan cewek, tidak akan mempan buatku !" katanya semakin mendekat lalu memaksa menciumnya.
Riza kesal. Ia tak bisa berbuat apa-apa lagi. Ia ingin menangis saat itu juga. Kesal… selama ini ia tidak pernah memiliki seseorang yang melindunginya.
BRAK ! Setelah mencuri First kiss-nya, cowok itu menendang Riza. Ia jatuh tersungkur.
"Heh…itu balasannya tadi kau berani melawan…" katanya dengan pandangan meremehkan sambil berjongkok, menarik wajahnya, lalu menjilati kembali bibir Riza.
"Hoy..hoy…apa kau tidak terlalu sadis ? Habis manis, sepah dibuang…"
"Habis manis ? Aku kan tidak ngapa-ngapain dia ?" sindirnya dengan nada tak bersalah.
"Sialan…" bisik Riza yang tak berdaya. Dengan susah payah ia hendak mengambil kembali senapannya yang berada kira-kira 1 meter darinya.
"Jangan berani memegang senjata itu lagi, gadis manis. Kalau tidak…." Matanya berkilatan, tidak main-main. "akan kuhabisi kau…" katanya mengancam.
Sialan…sialan.. ! Riza benar-benar marah. Namun ia tak berdaya.
"FREEZE !" teriak seseorang sambil membawa sejenis lilin ditangannya. "Enggak jantan banget, ya, kalau cowok bergerombol memukul seorang cewek…!"
"KAKAK !" teriak Riza.
"Riza ! Ngapain kamu tersungkur di situ ?" Ia berlari ke arah Riza lalu membantunya berdiri.
"Ho…pertemuan kakak adik yang mengharukan…Hiks.. ada tissue ? Ah…air mataku tak bisa berhenti mengalir.." ejek pemuda itu lagi. "Bagimana kalau yang ini kita keroyok habis saja ? Sudah lama aku tidak berolahraga…mumpung aku sudah sedikit mengotak-atik adiknya…"
"Kau apakan Riza ?"
"hanya memberinya sebuah ciuman hangat… hal yang wajar, kan ?" katanya sambil tertawa.
Roy geram. Benar..benar…mereka kurang ajar sekali…. CLIK ! Ia sudah tak tahan lagi menyentikkan jarinya. Sekonyong-konyong, api keluar dari sarung tangannya dan membakar ke lima orang itu.
"ke..kekuatan a…apa ini ?"
"Hari ini aku cuma asal aja sama kalian. Tapi…." Mata Roy geram menatap mereka semua dengan pandangan yang penuh amarah. "kalau sekali lagi kalian berani menyentuh adikku seujung kaki pun….. kubakar kalian hingga jadi abu tanpa main-main."
"…i..iya…ma…maafkan…k..kami.." sahut mereka lemah sambil tersungkur amat ketakutan.
"Sudah, ayo, Riza kita pulang !" katanya sambil menggandeng tangannya.
--apartemen Riza dan Roy—
"Riza…" panggil Roy pada adiknya setelah mengobati tangan kanan Riza yang memar dan pipinya yang berdarah.
Riza terdiam sebentar. Ingin menangis, namun ditahan. "AKu kesal…kenapa disaat genting seperti itu aku tak bisa apa-apa. Malah senapanku dengan sekali pukul, langsung jatuh. A..aku kesal, Roy !" teriaknya di kamar Roy.
"Riza…" ia menatap Riza. "Sini…" ia membuka kedua tangannya. "Kalau kau mau menangis, silahkan… "
"Tidak…anak lelaki tidak boleh menangis.." katanya kesal.
"Tidak, Riza… kau itu adik perempuanku. Bukan adik laki-laki. Kalau kau kesal, menangis saja. Aku yakin seorang gadis pasti sangat marah jika first kiss-nya dicuri oleh orang yang bukan disayanginya, apa lagi dengan cara pemaksaan seperti itu. Menangislah..."
Riza tak kuasa lagi menahan tangisnya. Benar kata Roy, ia kesal. Amat kesal. Riza melompat ke arah dekapan Roy sambil menangis.
"a..aku kesal, Roy….Sebel ! Kenapa ? KEnapa ? Padahal itu benar-benar ciuman pertamaku ! Kesal….Aku tidak bisa berbuat apa-apa.. kesal….aku..aku…" tangisnya dalam dekapan kakaknya.
"ya…Riza…menangislah...dengan begitu, hatimu pasti tenang." Lalu ia membelai rambut pirang panjang riza dengan lembut. Ia terus bersamanya, hingga Riza tenang.
Bodoh… Kau sudah membuat adikmu yang paling kau sayangi menangis. Kau pikir kejadian ini juga gara-gara siapa ? Kau kan, yang tidak ada di sampingnya ? hardik hatinya pada Roy.
Ya…aku memang salah…bego…aku memang kakak yang amat bego…. Batin roy kesal.
"Sudah tenang ?"
Riza terdiam, tanda bahwa ia memang sudah tenang.
"Kau boleh tidur di kamarku. Seperti yang biasa kau lakukan ketika mereka pergi. Aku akan tidur dibawah, deh…" tawarnya pada Riza.
Riza mengangguk, lalu mengambil bantalnya dan tidur di kamar Roy, sedangkan Roy tidur di lantai, menemaninya.
"Roy… kau boleh naik, deh…" katanya pelan.
"Kenapa? Aku enggak apa-apa di sini kok…"
"Temani aku… Aku enggak mau sendirian seperti tadi. Aku juga ingin merasakan namanya dilindungi oleh seseorang yang..…" Riza tidak melanjukan perkataannya.
Secara tidak sadar, mukanya memerah. Sebenarnya ia hendak bilang "seseorang yang aku sayangi.." tapi, menyadari fakta bahwa mereka bersaudara dan ia tidak ingin merusak hubungan mereka, Riza tidak mengucapkannya.
Roy segera naik ke ranjangnya, dan menemani Riza tidur. Ia menyilangkan lengannya di punggung Riza sehingga Riza berada dalam dekapannya.
" Tadi yang apa ?" tanyanya sambil tersenyum nakal.
"Enggak….Ra-Ha-Si-A !" Riza terdiam. "Dulu waktu kecil kita juga sering tidur bersama seperti ini, kan ?"
Roy mengangguk. "Biasanya setelah baikan sehabis bertengkar." Mereka memandang ke langit-langit, mengingat-ingat masa lalu. "Riza…maafkan aku.."
"Ke..kenapa ? Aku kan yang salah, kurang berhati-hati."
"Tidak..coba kalau aku melarangmu tadi pergi kerja kalau aku menjemputmu kalau.." kata-katanya dipotong oleh kedua jari lembut Riza yang berada di bibirnya.
"Jangan menyalahkan diri sendiri…" Ia tersenyum. "Ayo, tidur…" katanya sambil memejamkan mata.
Roy mengecup dahi Riza, tak lama setelah gadis itu tertidur.
