Bet

Default chapter : Bet

Semua orang hari itu telah meninggalkan eastern city HQ kecuali colonel Roy mustang, yang ditemani dengan setia oleh lieutenantnya, Riza Hawkeye. Roy menarik nafas panjangnya sebentar.

"sir, mohon anda kembali bekerja." Pinta Lt. Hawkeye.

"Iya..iya…" Jawab roy sambil berputar-putar dibangku putarnya.

Ia kembali menyelesaikan paperworknya. Sesekali ia mencuri-curi pandang pada Lt. nya itu. Terkadang, ia memang bisa menjadi seorang wanita yang amat garang. Tapi, disaat seperti ini ketika ia tenang, Riza kelihatan manis sekali baginya.

Blush ! Mukanya memerah, menyadari, ia telah menatap lieutenantnya itu sekian lama untuk kesekian kalinya. Hey, what'z up with u, Roy ! Apa yang sedang kau pikirkan tentangnya ? Dia itu bawahanmu, dan kau superior officernya. Jangan berpikir yang macam-macam, deh… tegur hatiinya sendiri.

"Sir !" panggil Riza menyadarkannya. "apa anda sakit ?" tanyanya cemas.

"Heh ! Ke..kenapa ?" jawabnya gugup, takut ia ketahuan menatapnya berkali-kali.

"Tidak.. hanya mukamu sedikit memerah. Kupikir anda sakit flu, atau sebagainya. Belakangan ini memang sedang wabah flu di east HQ." jelasnya.

"Tidak…tidak.." sanggahnya.

"Mari saya cek, sir." Katanya lalu menaruh telapak tangannya di dahi Roy, dan satunya lagi di dahinya. Muka roy kembali Blushed ketika Riza menaruh telapak tangannya di dahinya.

"Yap. Tidak apa-apa. Mohon anda kembali mengerjakan paperwork anda."

"Terima kasih, Riza." Katanya sambil tersenyum, lalu tersadar ia salah memanggil nama lieutenantnya itu. "Ah..maksudku Hawkeye."

Riza sedikit blushed mendengar namanya keluar dari mulut Roy. "Ti..tidak apa-apa sir" jawabnya sedikit malu-malu, namun ia dapat mengontrolnya, dan kemudian kembali lagi ke caranya yang seperti tentara itu. " semua orang dapat melakukan kesalahan dan saya memakluminya, sir"

Roy tercengang dengan kemampuan Riza berubah situasi secepat itu. Ia tersenyum nakal. "orang yang tidak sempurnya…. , ya !"

Kemudian ia berdiri, menghampiri Riza, dan dari belakang, pelan-pelan ia memeluknya.

"Riza... aku menyayangimu…" bisiknya pelan di telinganya.

DEG ! Riza gugup. Ba..bagaimana ini…? Ini superior officernya. Ia tidak mungkin melakukan fraternization, karena itu akan menghalangi Roy dalam menggapai mimpinya menjadi fuhrer. Ia tidak mungkin mau melakukannya, karena ia ingin selalu berada di sisinya menggantikan tugas maes mendorongnya maju ke atas hingga berada di puncak.

"Ma..maaf, sir. Apa anda sedang mengigau ?"

"Tidak, Riza…"

Ba..bagaimana ini…?

"Ma..maaf, sir. Tapi anda atasan saya, dan saya tidak berhak melakukan hal itu." katanya sedikit ragu, apakah itu akan menyakiti perasaannya.

Roy kemudian melepaskannya. "Maafkan aku, Riza…aku telah berbuat hal yang bodoh…" katanya sedikit menyesal.

"Ti..tidak..apa-apa. Justru saya yang harus meminta maaf, sir."

Roy tidak menjawab, tetapi berjalan ke depannya, lalu menatapnya lekat…mata bertemu mata. "tidak apa-apa… Aku mengerti perasaanmu, lieutenant." Balasnya ringan. "Namun, aku yakin dalam waktu 1 minggu ini, perasaan auto-soldiermu akan kukikis." Katanya sungguh-sungguh.

"Apa maksud anda, colonel ?"

Roy tersenyum jahil. "1 minggu. Beri aku waktu 1 minggu untuk mengubah perasaanmu padaku."

Riza tidak menjawab, tetapi tersenyum. Ia tidak tahu, ide gila apa yang sedang dipikirkan colonelnya saat itu, tapi ia yakin, 1 minggu bukanlah waktu yang panjang untuk mengubah sikapnya itu. "Silahkan kembali untuk menyelesaikan tugas anda, colonel, sir." Perintahnya.