Chapter 4
Hehe… kembali untuk chapter ini sebelumnya mau dikasih warning dulu buat adanya lemon, walau hanya sedikit dan tidak terlalu eksplisit…
Riza tidak dapat membayangkan, tidak pernah memimpikan, tidak pernah menyangka…. Sekarang dirinya telah berada di sebuah ruangan pertemuan yang amat besar, dengan banyak orang di sana. Di luar, wartawan bertubi-tubi telah siap meliput dirinya. Hatinya berdebar-debar, menanyakan apakah ini keputusan yang tepat…
"riza.." ibunya menaruh tangannya di atas pundaknya. "jangan gugup..relax aja…"
Riza berusaha tersenyum. Tapi ia sulit. Ia tidak suka pada orang ini… semua ini ia lakukan hanya untuk nama Amestris, hanya untuk nama ayahnya, nama keluarganya… kalau tidak untuk itu, dari tadi pun ia telah pergi meninggalkan tempat ini.
Tidak bisa begini….
Riza minta permisi sebentar pada ayahnya, sebelum upacara tersebut dimulai. Ia mengajak Roy keluar dan mereka berdua berjalan ke tempat yang sepi. Tak ada satu pun dari mereka yang membuka mulut, entah menanyakan soal pertunangan Riza kali ini. Riza mengentikan langkahnya.
"roy, bantu aku…"
"bantu apa, riza ?"
"… aku ti..tidak bisa ikut…. A..aku..aku tidak mau…a..aku tidak bisa…." Ia terbata-bata mengatakannya, kepalanya tertunduk, menghindari bertatapan mata dengan Roy.
"kenapa ? Ini seharusnya jadi hari bahagia untukmu… ! Bayangkan, kau dan putra negara Xing… pasangan terhebat di abad ini!" roy berusaha menghibur.
"tapi kau tidak mengerti perasaanku ! Kukira aku dapat mengajakmu ke sini, untuk bicara, karena kau mengerti perasaanku ! ternyata aku salah !" akhirnya Riza hampir berteriak. Dalam hatinya tergores kesedihan yang mendalam.
Riza akhirnya menangis, dan membenturkan dirinya ke arah roy.
"ri..riza…." matanya yang sipit itu terbelalak. Tangannya membelai rambutnya sambil menenangkan gadis itu. "begini… menurutku.. kalau kau memang tidak suka.. katakan tidak… jangan lakukan hal itu karena terpaksa.. hanya untuk orang lain saja… kau juga manusia. Kau juga punya kepentingan untuk dirimu sendiri. Sebaliknya… kalau kau suka.. katakan suka.. jangan pula kau mengelak… ini pilihan dirimu… jangan pilih dengan otakmu… pilihah dengan hatimu.. apa pun, itu jadi keputusanmu… (wow, kupikir roy kali ini OOC banget, ya….)"
"a..aku tidak bisa, roy ! Aku tidak mau bertunangan dengannya…."
Roy tersenyum. Riza telah mengatakan apa yang ada dari dasar hatinya.
"a..aku tidak bisa bertunangan dengannya…. Karena…." Ia menarik nafas sebentar, membiarkan isakan-isakan yang masih tersisa itu. "karena…. Aku..a…aku suka pada orang yang ada dihadapanku…"
AKhirnya kelepasan juga. Hatinya tergerak untuk mengatakan itu, sebab tadi roy telah bilang, kalau kita suka… katakan.. dan tanpa perintah dari otaknya, semua itu terkatakan langsung… Riza tak dapat mengelak lagi dari mukanya yang merah total itu.
Roy pun tercengang mendengar pernyataan riza yang terakhir. Ia tidak menyangka bahwa hal ini akan berujung ke sini pula.
"ri…riza !" ia melepaskan gadis itu dari dekapannya. Riza masih tetap tertunduk ke lantai, malu akan hal yang telah dikatakannya.
Belum sempat satu dari mereka mengatakan apa-apa lagi, beberapa orang telah datang mengahampiri mereka.
"ah ! itu dia nona Hawkeye ! NONA ! Kami telah mencarimu kemana-mana !" kedua orang itu berlari menghampiri mereka.
ah… holy --- ! pengganggu suasana… pikir roy kesal. Ia baru sadar, kalau riza kembali ke sana, dan mengatakan ketidak sediaannya, maka apa kata media masa ? apa kata orang tuanya ? Amestris ? xing ? Keadaan akan lebih ruwet ! Lebih baik….
Roy mendorong riza hingga membentur tembok, lalu menekan bibirnya bersama, hingga wajah riza tertutup wajahnya.
"Nona Hawk-… " pengawal itu sedikit tertahan dan mukanya memerah melihat kedua orang yang sedang bermesraan. "uh.. maaf mengganggu !"
Lalu ia berlari lagi ke tempat lain. "nona Hawkeye ! di mana anda ?"
"lho ? Aneh tadi sepertinya aku melihat dia, ya…!"
roy tidak melepaskan riza,hingga akhirnya dua penggangu itu pergi meninggalkan mereka.
"ah.. sori…"
Muka riza yang memerah itu, hanya menggeleng. "ti..tidak apa-apa…umm.. roy, bagaimana dengan hubungan Amestris-Xing kalau aku menolak ? Pasti suasananya tidak enak lagi…"
"nah.. itu yang sedang kupikirkan…" ia mengacak-acak rambutnya. "…kau kabur saja…"
Riza tampak bingung atas tawaran ini. "mau kemana ?"
"tidak perlu jauh-jauh… yang penting kita harus keluar dari gedung ini…"
Riza mengangguk. "Kalau begitu, pertama-tama hal yang perlu dilakukan ialah mengubah penampilanmu…" Roy mengeluarkan kacamata hitam dan memakaikannya pada Riza, lalu ia mengeluarkan topinya, dan memasukkan rambut riza kedalam topi, sehingga ia terlihat berambut pendek.
"oke ! sip! Tidak ada lagi yang akan mengenalmu." Roy mengancungkan jempolnya pada penampilan riza yang diubah olehnya. "sekarang, yang penting kau Pd aja jalan melewati mereka, oke !"
Roy dan Riza berjalan keluar dari tempat persembunyian mereka, ke arah pers berada. Dengan cukup susah payah mereka menembus dinding wartawan gesit yang banyak, ingin meliput kejadian ini. Akhirnya mereka telah sampai di tempat parkir dan roy segera mencari mobil hitam yang tadi dikendarai mereka ke sini. Sopir yang membawa mobil itu telah roy pukul dari belakang, sehingga mereka mendapatkan kunci mobilnya.
"bagus.. nyala ! Kalau begitu, ayo jalan !"
Mesin mobil mengaum dan beberapa detik kemudian telah meninggalkan gedung pertemuan yang sekarang sedang ramai mencari putri fuhrer itu. Tidak ada satu pun yang memperhatikan kalau Roy juga menghilang dari tempat itu. Tapi biarlah mereka dipusingkan dulu, sementara kedua orang ini kabur.
"ke mana kita ? Kalau balik ke rumah… berarti sama aja…." Tanya riza cemas sambil meremas-remas tangannya.
"ke hotel Amestris. Kau bisa tinggal dulu di sana untuk beberapa waktu." Katanya cepat sambil memperhatikan jalan.
--------
Hotel Amestris… sama seperti namanya… besar, gagah, dan lebih khasnya lagi, semua pegawainya menggunakan seragam biru, mirip dengan seragam militer Amestris. Roy segera ke reception desk dan memesan sebuah kamar.
"atas nama siapa, pak kalau saya boleh tahu ?"
"Leroy Mustang."
"ya.. tunggu sebentar…. Ini kunci kamar anda. Have a nice day.."
Roy segera mengambil kunci yang diserahkan oleh pegawai itu.
"jadi, roy…." Tanya riza. "nama panjangmu Leroy Mustang ?"
Roy menggeleng, sambil mengambil minuman yang ada di mini bar. "nama ayahku. Kalau aku memakai namaku di sini, kalau kita dicari akan mudah ketahuan." Lalu ia berjalan ke arah pintu dan menguncinya.
Riza menarik nafas panjang, sambil bermain-main dengan bantal yang ada. "aku tidak tahu harus bilang apa kalau nanti kalau harus balik ke rumah…."
"riza… riza… katakan saja apa yang keluar dari hatimu.. jangan dipikirkan ! Kan aku sudah bilang berkali-kali…"
"tapi.." riza menengok ke arahnya, namun kaget dan sedikit memerah ketika melihat roy nya yang tanpa berkaus dan hanya dengan boxernya saja. "uum…."
"riza…. Aku ingin tahu.. apa yang tadi kau katakan…" bisiknya dengan seduktif. "kau ingin jawabanku ?"
Riza yang total blushed itu mengangguk. Roy berjalan ke arahnya, mengangkatnya dengan gaya pengantin dan menyatukan bibir mereka. lidahnya beradu dengan lidah riza, namun akhirnya ia menang. Lidahnya menjilati seluruh langit-langit mulut riza. Hm.. ada roti bakar tadi paginya pun masih terasa,… pikir Roy.
Selama mulut mereka sibuk, tangan Roy pun sibut meluncurkan dress hijau riza darinya. Setelah selesai, mereka berdua kembali hanyut dalam tatapan mata yang penuh nafsu untuk satu sama lain tersebut. Dengan susah payah akhirnya Roy berhasil melepas dress Riza dan melemparnya ke sofa.
Ia membawa Riza hingga akhirnya mereka jatuh di atas ranjang.
"r..roy…."
"kau sudah siap, riza ?"
Ia bingung harus menjawab apa. Orang ini betul-betul mencintainya. Dan ia juga sayang padanya….tapi mengapa mereka mencapai tahap ini secepat ini ? Bagaimana kalau ia menolak dan membuat roy kecewa… tapi.. ia juga sedikit ragu.. kalau terjadi apa-apa pada dirinya, yang akan menjadi sorotan adalah nama Amestris. Andaikan ia hanya anak orang biasa, maka apa pun yang terjadi padanya tidak akan menjadi berita untuk orang bnyak...
Namun Riza belum memutuskan, ketika roy sudah melepaskan baju dalamnya. Sekarang mereka dalam keadaan tanpa apa-apa, sendirian dalam kamar yang terkunci… tak ada seorang pun yang tahu….
"ro..roy…tu…tunggu…seben-" namun roy mengacuhkan kata-katanya, dan meneruskan permainannya.
Jika ada yang melewati kamar itu, pasti terdengar dari dalam rintihan-rintihan seperti "ahhh…" atau "tunggu sebentar, roy…." Yah.. dan lain-lain.. (contoh dalam anime aja ketika riza tidur dan mimpi, ketika episode warehouse 13)
Malam itu, setelah keduanya kelelahan, akhirnya mereka tertidur bersama….
-----
Riza terbangun, dan melihat Roy sudah rapih, sambil bersiap-siap memakai sepatunya. Riza terdiam dan mengambil bajunya, lalu memakainya tanpa bicara sepatah kata apa pun.
"bagaimana semalam ?"
Riza tersenyum. "luar biasa…."
"aku senang, kau menikmatinya…" ia terdiam menatap karpet dibawahnya. "selamat tinggal, riza…"
