Chapter 7

"Lalu apa urusannya denganku ?" tanyanya dingin.

"Roy ! di..dia anakmu! Kau ayahnya ! apa urusannya ? kau malah bertanya seperti itu ?" riza mulai kesal, sementara air matanya kembali mengalir.

"Riza, semua itu kulakukan… karena itu sudah menjadi tugasku ! Sekarang organisasi dibelakangku sedang mengadakan pesta atas tercorengnya nama keluarga Hawkeye. Kau mengerti ?"

TIdak….tidak mungkin.. hatinya terus berbisik. Roy telah melakukan hal keji padanya… dan sekarang, ia tidak mau bertanggung jawab… bagaimana dengannya nanti ? Haruskah ia berterus terang lagi pada orang tuanya ? jangan ! kalau nanti berita ini menyebar ke public bagaimana ? Apa kata mama papanya ? apa kata orang soal negara ini, bagaimana fuhrer Hawkeye bisa memimpin negara ? menjaga anaknya saja tidak bisa….

"roy… aku percaya… kau bukan orang sekeras ini….aku yakin…"

"bodoh ! Kalau selama ini hanya aktingku saja, kau mau bagaimana !"

riza terdiam. Perlahan ia menghapus air matanya, dan mengambil tasnya. Lalu gadis itu berbalik dan mengarah ke pintu.

"apa yang akan kau lakukan sekarang ?"

"pulang… dan menjadi single parent buat anak ini… dia juga makhluk hidup… punya hak untuk hidup…aku tidak akan seperti kau yang tidak mau bertanggung jawab…" Riza kali ini lebih tegar dan lebih pasti dari sebelumnya.

Kata-kata Riza sekarang justru mengiang-ngiang di telinga roy.. terulang-ulang terus di otaknya. Tiba-tiba roy melihat tampak dirinya yang masih kecil.. sendirian… mama dan papanya harus berpisah… sudah cukup sakit dulu ia dibesarkan hanya oleh papanya.

"tunggu sebentar !" Roy berlari ke arahnya dan meraih lengannya. "jangan…jangan… jangan biarkan anak itu tumbuh tanpa ayah… jangan….tolong…"

"lalu sekarang bagaimana ?" lagi-lagi suara riza bergetar. "apa yang harus kulakukan ? jawab roy ! jawab ! Jangan hanya menghalangiku di setiap keputusan yang kuambil ! Beri solusi, roy !"

Ia terdiam. Tak tersadar, dirinya hanyut dalam perkataan gadis itu. Dari pertama kali ia bertemu dengannya, ia sadar, walau kelihatannya hanya sepotong kue, tugas ini berat… lebih berat dari kelihatanya… walau orang melihatnya ia telah menyelesaikannya dengan mudah, tapi tetap saja berat baginya. Ia harus berjuang melawan perasaan yang ada dalam dirinya. Ia harus membiarkan hatinya membeku seperti es, tidak membiarkan kehangatan gadis ini masuk kedalamnya… dan sekarang… ia tak dapat berbuat apa-apa… di setiap titik air yang jatuh dari matanya, membuat ia semakin sadar… bahwa ia melakukan kesalahan besar…

Roy tetap terdiam, bergumul dalam batinnya. Ia mengajak Riza masuk kembali, lalu memeluknya dengan erat.. ia tidak akan melakukan kesalahan yang sama lagi.. "maaf….maafkan aku, riza…"

Sebuah perasaan tenang tiba-tiba meliputi keduanya. Berbeda sekali rasanya ketika mereka masih sendiri-sendiri. Berbagai perasaan takut… bingung… bersalah… semua berputar-putar membawa diri mereka dalam telaga yang kelam. Tapi ketika mereka bersama, … semua itu hilang. Dalam kehangatan satu sama lain, tidak ada lagi yang perlu mereka bimbangkan.

"duduklah, riza… aku buatkan kopi hangat." Katanya lembut sambil berjalan ke dapur.

"terima kasih…"

roy datang kembali dengan dua buah cangkir kopi yang hangat. Ia menaruh kedua cangkir itu di atas meja, lalu duduk di sebelah sofa.

"katakan, roy…"perintahnya, tanpa menatapnya. Matanya tertuju pada pantulan wajah yang terpantul dari permukaan kopi. "mengapa kau menghalangiku tadi ?"

"aku hanya.. tidak ingin anakku tumbuh sepertiku…" lalu ia menyeruput kopinya sedikit dan menaruhnya kembali di atas meja. "ayahku dan ibuku dulu keduanya bekerja di military… dan kau tahulah… aku ini… juga adalah anak dari sebuah kecelakaan."

"impossible !" Riza terperanjat. Kopi yang ada di tangannya hampir tumpah. "mereka tidak akan memperbolehkan hal itu terjadi di military. Kan ada peraturan, bahwa tidak boleh ada hubungan persahabatan antar anggota militer ?"

" ya.. kan sudah kubilang, aku lahir karena kecelakaan… dan.. mereka memisahkan ayahku dan ibuku… akhirnya aku ikut ayahku…"

"kejamnya…."

"ya… herannya.. aku hampir melakukan kesalahan yang sama dengan ayah dan ibuku.. ironi, eh ?" lalu ia kali ini menatap Riza dengan tajam. "sekarang,… apakah kau sudah siap ?"

Riza mengerutkan keningnya, bertanya-tanya apa maksud roy kali ini. Tawa roy menggelegar. "bodoh… maksudku, apa kau sudah siap untuk kabur ?"

"maksudnya ?"

"kalau tidak ingin menjelek-jelekan nama military, lebih baik kau kabur saja. Kebetulan, kantorku ada di East City… jadi kalau misalnya kau mau ikut aku ke East, di sana kau lebih tidak dikenali…"

"terserah keputusanmulah… aku percaya padamu sepenuhnya.." Riza yang lelah itu menyandarkan kepalanya ke pundak roy dan beberapa kemudian jatuh tertidur. Seulas senyum tersungging di bibir Roy. Semakin dilihat, gadis ini terlihat semakin manis.

"baiklah… berarti tugasku kali ini gagal, huh !" ia menganggkat Riza dari sofa dan membawanya ke ranjang. "biarkan saja… aku juga sudah tidak akan berhubungan dengan mereka lagi…" Ia menyelimuti riza dan memberi kecupan selamat tidur di dahinya.

Roy mengambil bantal lagi, dan berjalan ke sofa. Malam itu ia akan tidur di sana. Dalam benaknya, terputar-putar banyak hal. Ia tahu, kalau ia memutuskan hubungan dengan organisasi yang membackingnya selama ini, berarti dirinya, dan keluarganya berada dalam masalah besar. Tapi ia berjanji… pasti akan melindungi Riza… juga anak mereka.