Chapter 8

Riza terbangun pagi itu. Ia berada di atas ranjang yang empuk. Gadis itu memandang sekelilingnya. Ia baru sadar kalau ia tertidur di apartemen Roy hari itu. Ia melihat ke samping kanan kirinya, tapi tidak menemukan siapa pun. Riza segera turun dari ranjangnya berjalan ke luar. Di luar, ia melihat Roy dengan lelapnya sedang tertidur di atas sofa. Riza tersenyum kecil melihat pemandangan ini.

Ia berjalan lagi ke arah dapur, dan memutuskan untuk membuat sarapan pagi bagi mereka.

Roy terbangun, saat bau wangi makanan menusuk hidungnya. Walau masih setengah mengantuk, ia berjalan ke arah wangi berasal yaitu dari dapur.

"pagi…" sapanya.

"roy ! sudah bangun ?"

"yup !" lalu ia menyalakan Tv, pas ketika saat itu beritanya tentang anak fuhrer yang kabur entah keman sudah 1 hari. "wow…. Rupanya bru 1 hari kabur saja sudah jadi sorotan media masa, ya ?"

Riza hanya tersenyum. "yang pasti kau tidak akan memberitahukan mereka aku ada di sini, kan !"

"untuk apa ? oh ya hari ini aku akan segera kembali ke East city. Ikut ?"

"kalau sudah tahu jawabannya tidak perlu bertanya !"

Keduanya segera menghabiskan sarapan pagi mereka, lalu Riza membantu Roy mengepak barang.

"GUK !"

"Black Hayate ! Selama ini kau bersembunyi dalam tasku, rupanya !" tanya riza sambil membelai bulunya yang lembut itu.

"Guk !" ia menggonggong bahagia.

"dia mau ikut ?"

"GUK !"

"roy, boleh kuajak ?"

"asal tidak mengganggu sih silahkan saja…" roy membuka jam alchemistnya. "ayo, keretanya sebentar lagi berangkat, tapi sebelum itu…." ia menyeringai. "aku perlu mengadakan sedikit perubahan…"

-------

Perjalanan kereta selama 5 jam itu membuat keduanya kelelahan. Kereta itu ditunda keberangkatannya selama 1 jam untuk memeriksa semua penumpang, atas perintah fuhrer untuk mencari putrinya yang kabur itu. Jantung riza berdebar berkali-kali saat petugas tersebut mendatanginya dan memeriksanya. Rambutnya telah diwarnai hitam oleh alchemy roy, lalu ia juga mengikat rambutnya jadi seperti buntut kuda kebelakang. Setelah petugas itu lewat, dan memeriksa lainnya, riza baru bisa menarik nafas lega.

-------

Ternyata rumah yang ditinggal oleh Roy itu, tidak bisa dikatakan sebuah rumah. Dari luar, terlihat umurnya sudah beratus-ratus tahun, berdiri besar, kokoh, dan tegap. Bangunan, yang lebih tepat di katakan sebuah mansion itu terbuat dari dinding-dinding bata berwarna merah tua dan disekelilingnya terdapat taman besar yang kurang terawat. Walau tidak sebesar rumah fuhrer King Hawkeye, tapi tetap saja sudah membuat roy terpana.

"roy… kau tinggal sendiri ?"

"ya.." katanya sambil memasukkan barangnya yang hanya terdiri dari dua buah koper kecil. "mansion ini diturunkan dari generasi ke generasi. Dulu ayahku dan aku tinggal di sini… tapi sekarang, ia lebih memilih untuk balik ke desa karena alasannya sendiri. Ayo, masuk."

Riza menatap ke dalam mansion itu. Sepertinya ia bisa hilang arah kalau sendirian di sini…

"di sini ada ruang tamu satu, dan di sebelahnya lagi ada ruang tamu dua. Lalu lurus dari sini, ada ruang makan. Dapur ada di sebelah kanannya. di sini ada beberapa ruangan lagi, misalnya perpustakaan yang juga terhubung ke lantai dua, ada ruang dokumen, dan lain-lain." Roy menarik nafas panjang, sebelum memulai penjelasannya yang panjang lagi. "di lantai dua ada kamarku, lalu juga ada beberapa kamar kosong. Lalu dari tangga ke sebelah kiri ada ruang besar kosong, dulu dipakai untuk ruang pertemuan…-"

"sebentar, roy. Kau benar-benar tinggal sendirian di rumah ini !"

Ia mengangguk.

"Lalu siapa yang mengepel, menyapu rumah ini ?"

"seminggu sekali, ada pelayan yang datang membersihkan rumah. Jadi, aku tidak perlu pusing lagi.."

Riza membunyikan nafas lega. Kalau tidak ia bisa gempor membersihkan rumah sebesar ini… seorang diri !

"kalau begitu, langsung ke kamar utama ?" tawarnya sambil mengajak black hayate dari tangan riza. Wanita itu mengangguk.

Kamar utama yang dipakai roy itu bernuansa kayu dan kelihatannya klasik. Tempat yang pertama kali dikunjungi riza di kamar itu ialah balkon, dimana saat itu terlihat matahari hampir tenggelam. Dari tempat itu, langit yang berwarna kemerahan dan orange itu terlihat indah sekali.

"mau makan apa buat nanti malam, riza ?"

"hm… di kulkas ada apa, roy ?"

Roy tidak yakin mengatakannya, dan ia terdiam sebentar untuk mencari alasan. "eeh… hm.. a..ada beberapa botol susu, dan berbagai botol champagne, lalu ada…. Makanan cepat jadi yang tinggal dipanaskan…. Beberapa butir telur…"

"HANYA ITU ?" Riza terperanjat, lalu turun ke dapur untuk memastikannya, dan hampir tepat semua yang dikatakan roy.

"kurasa begitu… setiap hari aku tinggal memesan makanan jadi.." ia tahu sebentar lagi rizanya akan memberi khotbah yang panjang mengenai makanan tidak sehat yang dimakannya setiap hari.

"kalau begini… hal pertama yang akan kulakukan besok ialah berbelanja ke pasar. Mengerti !"

"iya…iya…." Ia menekan nomor restauran yang biasa ia pesan untuk makan malam. "pizza buat makan malam, bagaimana ?"

"boleh…"

dan roy tahu, mungkin itu saat terakhirnya menikmati hidup dengan berbagai makanan instant dan segala yang serba cepat…

----------------

Selesai makan malam, Riza membantu roy membereskan piring dan meja. Setelah itu mereka ke ruang keluarga, sambil bersantai-santai menikmati malam dingin itu. Riza sebelumnya telah pergi ke perpustakaan dan menemukan beberapa buku yang sepertinya menarik perhatiannya. Ia mulai membaca, sedangkan roy mengambil dua buah gelas kristal dan sebotol anggur dari tempat barnya.

"kau yakin aku aman di sini, roy ?"

roy mengangguk. "Kau meragukanku huh?" ia berjalan dan duduk di sebelah riza, lalu membelai rambutnya dengan lembut. "jangan takut… kalaupun mereka menemukanmu, aku akan melindungimu…"

"ya… terima kasih…"

---------------

Pagi itu, sudah terjadi keributan yang tidak biasa di mansion Mustang yang biasanya tenang bagaikan kuburan itu.

"Roy ! Kemejamu belum dicuci tahu !" teriak Riza kelabakan. "seragammu belum digosok rapih !"

"biarkan saja ! Pakai yang kemarin juga tidak apa-apa… kusut sedikit tidak ada yang memperhatikan kok !"

"tidak bisa begitu !" riza menggambil seragamnya dan dengan segera menggosoknya dengan rapih. "roy..roy… dulu hidupmu ini kayak bagaimana sih !"

Lelaki itu hanya tersenyum. Benar perkiraannya, bagaimana bedanya hidup sebagai bujangan dengan sebagai seorang couple.

Riza telah selesai memakaikan seragam biru roy yang telah rapih ia gosok, lalu roy memberikan kecupan cepat di dahi riza. "sori, riza… aku enggak punya waktu banyak untukmu… tapi sepulang kerja aku pasti secepatnya langsung pulang dan menemuimu, oke ?"

"iya… ada Buruha kok.."

"bye hun !"

Setelah itu, roy segera berlari keluar, dan mengendarai mobilnya, sambil berkomen seperti "gawat.. telat !" Riza tersenyum. Sepertinya kehidupan yang berbeda kali ini akan jadi menarik…