Chapter 10
"sedikit lagi, riza ! ayo !"
Lalu setelah itu terdengar tangisan keras di ruangan itu. Riza terlihat kelelahan sambil dalam dekapannya ada seorang bayi laki-laki dengan rambut hitam kelam seperti roy. Matanya, juga hitam, sipit seperti ayahnya.
"Lihat, roy… dia mirip sekali denganmu…." Ia tersenyum bangga. Namun bayangannya tertuju pada keluarganya… sebenarnya dia juga ingin ayahnya tahu bahwa sekarang ia telah mempunyai seorang cucu yang manis… tapi.. demi menjaga nama Amestris, ia tidak bisa memberitahukannya.. "mau dinamakan siapa, roy ? mau dinamakan setelahmu ?"
Roy mengangguk. "Roy Mustang II" ia mengelus wajah bayi itu.. tak disangka akhirnya ia menjadi seorang ayah juga. Sekarang ia punya tanggung jawab yang lebih berat dari pada hanya bekerja dan bersenang-senang. Ia harus mendidik anaknya, menjadi Flame Alchemist yang selanjutnya. Tentu saja… ia tidak mungkin menamatkan nama Flame Alchemist sampai di dirinya saja, kan ?
Tanpa tersadar, air mata menetes dari matanya. Bahagia… bangga…
---------
Setelah kelahiran Mustang Junior, Riza terlihat lebih sibuk dari biasanya. Sekarang, ia sudah full time menjadi seorang ibu rumah tangga. Roy kecilnya cepat sekali belajar merangkak, dan sekarang ia sudah mulai bisa berdiri, walau terkadang masih sering jatuh pula.
"buka mulutnya, junior…" perintah Riza sambil menyiapkan sesendok bubur ditangannya. "ayo !"
Junior tetap mengatupkan mulutnya. Ia menggelengkan kepalanya, dan mengatupkan mulutnya. Malah ia mengembungkan kedua pipinya, pertanda bahwa ia tidak mau makan sama sekali.
"ayoo ! kau belum makan dari tadi pagi… ayo coba.. anak manis…aaa.."
Junior tidak mengindahkan Riza, justru pandangannya tertuju pada perapian yang ada di mansion itu. Ia senang sekali melihat api berwarna kuning, orange kemerahan itu menari-nari diatas bara api dan kayu bakar. Sepertinya memang ada darah dari Roy yang membuatnya dari kecil telah tertarik pada api.
"ayo, Junior… " Riza mendesaknya lagi. "nanti pulang papamu marah kalau kau tidak lihat… ini pesawat terbang.. mau mendarat di lapangan Junior…" Riza mengoyang-goyangkan sendoknya seperti pesawat yang sedang terbang. "ngeengg…..ayo buka mulutnya… pesawat akan segera mendarat…"
Junior tertipu omongan Riza. Ia pun membuka mulutnya lebar-lebar. "bagus sekali… pendaratan sempurna…." Ia mengambil lagi sesendok bubur dari mangkoknya. "pesawat lain lagi akan mendarat… ayo buka pintu lapangannya…."
Roy mini itu membuka mulutnya, namun bukan untuk menampung makanan lagi, tapi untuk membuangnya. Ia mulai menangis dan meronta-ronta. "shh… jangan nangis…kau harus makan, roy…" Riza pergi ke dapur lalu mengambil lap dan membersihkan kursi makan Junior yang berantakan terkena muntahan buburnya. Sulit juga baginya untuk mengasuh anak bayi seperti Roy yang keras kepala itu. Biasanya memang Junior tidak sekeras ini…
Akhirnya setelah menangis sekian lama, Roy Junior tertidur lelap dalam dekapan Riza. Wanita itu hanya tersenyum melihat wajah pulas bayi itu yang sedang asyik tidur.
-- keesokan harinya –
"Riza, hari ini aku libur. Kita mau jalan-jalan ke mana ?" tanya Roy sambil mengunyah toastnya untuk makan pagi hari itu.
"entah…" Riza sambil menyuapi Junior yang tidak mau makan itu. Hatinya mulai curiga pada anaknya yang bersikap aneh kali ini. Ia menaruh tangannya di dahi junior dan kaget ketika mendapati bahwa ia sakit panas. "Roy… junior panas…"
"ya sudah.. kalau begitu kubawa dia ke klinik di headquarter…. Mumpung aku libur hari ini." Riza hendak bangkit untuk mengatakan bahwa ia ikut ketika roy memotongnya lagi. "Jangan… kau dirumah saja. Kalau kau ikut ke HQ, pasti banyak yang mengenalmu…"
Riza terdiam, lalu duduk kembali. Dalam hatinya ia mengiyakan maksud roy… tapi sebagai seorang ibu, ia cemas akan keadaan junior. "baiklah… jangan lama-lama, ya.."
Belum beberapa lama setelah Roy dan Junior pergi, bel rumah mereka berbunyi. Riza segera keluar untuk membukakan pintu, namun ia terdiam di tempatnya, ketika melihat siapa yang datang. Seseorang dengan perawakan tinggi besar, dengan menggenakan baju biru military. Ia kenal betul orang ini.. apalagi dengan kumisnya yang khas dan pangkatnya yang membuat ia sering diajak ikut makan bersama dengan keluarga Fuhrer. General Basque Gran.
Gran juga kaget, ketika melihat Riza yang membukakan pintu untuknya. Setelah terjadi beberapa lama keheningan, akhirnya Riza memutuskan untuk berbicara. "selamat siang… ada perlu apa, sir ?"
Lelaki itu menyerahkan sebuah amplop cokelat besar padanya. "tolong serahkan amplop ini pada Mustang. Bilang itu ada misi penting yang mendesak…dan… sepertinya sudah tidak diperlukan lagi…."
Riza mengerutkan keningnya ketika mencerna perkataan Gran yang kuat dan dalam itu. "ada.. perlu apa lagi, sir ?"
"Riza… Hawkeye, kan ?" ia balas bertanya.
Oke.. jangan katakan bahwa kau adalah riza mustang… ingat itu, riza… jangan katakan kalau kau adalah riza mustang. "ya.. benar…Anda.. General Basque Gran, kan ?"
"hohoho… ternyata setelah 2 tahun tidak bertemu kau masih ingat padaku juga…" ia melayangkan pandangan kotornya pada riza dari atas sampai ke ujung kaki. ".. sepertinya kau semakin cantik saja dari terakhir aku ikut jamuan makan keluargamu…."
Oke.. to the point saja… lebih baik kau segera tinggalkan tempat ini ! hati Riza mengutuk diam-diam, namun sebagai seorang yang dari kecil terdidik untuk sopan, mau tidak mau ia harus berbasa basi menawarkan gran untuk masuk sebentar… dan sialnya, orang itu mengiyakan.
"riza, bagaimana kau bisa ada di rumah Mustang, huh ?" tanyanya sambil melihat ke sekeliling ruangan itu.
mati kau Riza… apa yang harus kau jawab… karena kau adalah istrinya… ! jangan ! Ia memberikan tampang dingin pada gran lalu menjawab. "bukan urusan anda, sir…"
Kelihatannya Gran mati gondok karena jawabannya yang ketus, tepat tertusuk menuju sasaran. Namun, orang itu mencoba mengontrol emosinya. "baiklah kalau bukan urusanku…." Ia melintir-lintirkan kumisnya itu. "kau… tidak menawarkan aku minum ?"
"ah.. iya… mau minum apa, sir ?"
"secangkir kopi saja sudah cukup…"
"baik…" Riza berjalan ke dapur untuk membuat kopi untuk Gran. Sebenarnya ia sedikit kesal dan dari dulu juga memang ia tidak menyukai orang ini. Ia terlihat kasar, dan menghalalkan segara cara untuk memiliki apa pun yang dia inginkan, termasuk posisinya yang sekarang.
"sudah ?" tanyanya sambil ikut berjalan ke dapur. "tunggu sebentar, sir.. saya akan segera membuat kopi anda…" jawabnya tanpa melihat ke arahnya. Namun secepat kilat Gran yang besar itu memeluknya dari belakang. " tidak, riza… aku tidak menginginkan kopiku… tapi aku menginginkan kau..."
"ap..apa-apaan ini, sir ! Lepaskan aku !" Riza meronta-ronta dalam cengkraman Gran yang begitu kuat.
"ah.. ya.. teruslah berteriak… suaramu yang bening semakin menambah hasratku memilikimu…." Ia tidak memperdulikan Riza yang berusaha melepaskan diri. Dijeratnya Riza kuat-kuat, lalu ia menyatukan bibirnya dengan Riza yang berusaha melepaskan ciuman itu bagaimana pun juga.
Orang ini sudah gila ! apa yang ia rencanakan padaku?
Riza terus meronta-ronta, namun rumah yang besar itu kosong… tidak ada siapa pun. Tetangga merek pun berada jauh dari tempat itu. Taman mereka terlalu besar, dan menghalangi suara riza sampai pada mereka.
Gran yang terlihat puas, dengan senyuman yang menjijikkan di wajahnya, membawa Riza hingga ke ruang tamu. Ia melempar wanita itu ke atas sofa. Saat itu juga, Riza tiba-tiba dipenuhi oleh rasa trauma… ia takut kejadian seperti di hotel Amestris itu akan terulang kembali…. Tidak! Tidak ! kalau Roy mungkin ia masih bisa terima… perlakuannya tidak sekasar orang ini… ia sudah gila ! tidak melihat sama sekali di sekelilingnya… dalam matanya hanya ada cara untuk memuaskan nafsunya saja….
ROYYY ! cepat pulang !
Gran menaruh kedua tangannya di samping kepala Riza, sedangkan ia berada di atasnya, tertelungkup. Tangan kanannya sudah siap untuk melepaskan baju Riza, ketika saat itu pintu rumah terbuka, dan Roy masuk. Ia terdiam kaget melihat pemandangan pertama kali saat ia masuk.
"GRAN ! APA YANG SEDANG KAU LAKUKAN !" Ia berlari ke arah mereka dan hendak melayangkan tinjunya pada atasannya, namun ditahan oleh tangan kiri Gran. Orang itu segera bangkit dan meninggalkan Riza di sofa, dengan bajunya yang setengah terbuka. Tubuhnya tergetar, nafasnya tidak stabil dan ia menangis perlahan. Amarah Roy kontan naik sampai ke ubun-ubun melihat Rizanya dipermainkan seenak itu oleh Gran… tidak perduli dia atasannya atau apa pun.
"sedang apa kau berani berteriak pada superior offiicermu ?" tanyanya dingin sambil mengancingkan kembali kemeja militernya.
"APA YANG KAU PIKIR HUH !" teriaknya. "jangan kira kau bisa mendapatkan semua yang kau inginkan dengan segala cara… Dia punya perasaan ! kau pikir dia apa ? ANJING ?"
"JAGA MULUTMU, MUSTANG !" Ia balas berteriak sambil lalu menampar pipi Roy dengan keras, hingga roy jatuh tersungkur ke lantai. Lalu dengan tanpa beban ia berjalan keluar dan pergi dari rumah itu.
"BRENGSEK !" roy berteriak sambil memukul-mukulkan kepalan tangannya ke lantai. Namun ia sadar, rizanya masih menangis di sana. Ia segera menghampiri wanita itu, memeluknya, dan menenangkannya.
"psst.. riza… tenang… dia sudah pergi….aku di sini kok…. jangan takut…" ia merapatkan tubuh riza ke arahnya, lalu membelai rambutnya itu. Riza terlihat benar-benar shock, dan trauma. "pssstt…. Sudah riza… sudah aman… tidak apa-apa… "
Akhirnya setengah jam kemudian Riza mulai tenang. "untung aku kembali lagi… tadi aku ketinggalan kartu pegawai militerku… sehingga junior kutitip pada Gracia yang kebetulan bertemu denganku."
"roy… aku tidak tahu… bagaimana jadinya kalau kau tidak ada…."
"tenang, riza….aku janji… kalau dia berani macam-macam…" matanya bersinarkan kepastian dan kemarahan yang berapi-api. "kubunuh dia…"
ya… aku yang dulu, aku yang sekarang, aku akan tetap jadi bodyguard Riza… aku ingin melindunginya… aku harus meilndunginya…
TBC
a/n : Lagi-lagi membicarakan soal nama, kalau ada yang sadar, aku memakai nama Roy junior, mungkin karena kebanyakan baca Heir to the Flame, mungkin…. Tapi aku memang suka banget dengan nama Roy Junior… imut kedengarannya….hehehe… aku sudah merencanakan cerita ini sampai endingnya… dan soal Gran. Dia bakal muncul lagi di chapter berikutnya… kalau ada yang sebal.. aku juga sebal padanya..yah.. mau bagaimana lagi. Dia juga punya peran buat aksi roy kok…
