Chapter 11

Roy's POV

Aku pulang dari kantor lebih pagi dari biasanya. Ingin sekali segera bertemu dengan Riza & Roy kecilku. Walau Havoc sempat memarahiku gara-gara pekerjaanku yang belum selesai, namun telah kutinggalkan begitu saja… Namun, aku menjanjikannya seorang wanita yang dulu jadi bekas pacarku untuk kukenalkan padanya. Tentu saja si bodoh itu mau, dan melepaskanku dari jerat mautnya.

Pemandangan di East City terlihat lebih indah hari itu. Karena moodku sedang bagus, aku mampir sebentar ke sebuah toko bunga dan mencarikan bunga yang indah untuk Riza. Tertangkap sekilas di pandanganku, Lili kuning yang indah, dan sesuai untuknya. Pemilik toko segera membungkusnya dan akupun segera melajukan mobilku pulang ke rumah.

Sesampai di pintu gerbang, berbagai perasaan tidak enak datang menghantuiku. Pintu gerbang dan pintu rumah terbuka. Setelah memarkirkan mobilku di garasi, aku segera berlari ke dalam rumah, dan meneriakkan nama Riza. Namun aku sama sekali tidak mendengar jawaban balik. Kucari di seluruh lantai satu, namun hasilnya nihil. Mungkin ia ada di lantai dua.. begitu benakku menyuarakan pikirannya.

Lantai tangga terasa lebih panjang dan langkahku terasa lebih berat, sejalan aku berlari dan buru-buru mencarinya di kamar kami. Tidak ada… Ia tidak di situ pula. Beberapa saat kemudian, aku menyadari adanya tangisan, yang kukira itu adalah tangisan junior. Dikamarnya kulihat Junior di lantai menangis mencari mamanya.

Matanya masih basah dan merah dengan air mata. Ia tertelungkup, hendak berjalan mencari mamanya, yang entah ada di mana sekarang. Aku menggendong Junior dan menenangkannya, lalu naik ke lantai tiga mencari Riza. IA tidak ada….

Hatiku mulai merasa bimbang. Apa sebenarnya yang terjadi pada Riza ? Jangan-jangan organisasi yang membackingnya dulu itu yang menangkap Riza ? atau… jangan-jangan Gran yang melakukan hal ini… atau juga mungkin… Fuhrer King Hawkeye telah menemukan Riza dan membawanya kembali ?

Aku tidak tahu… ku tatap sekeliling kamarku yang berantakan itu… tidak salah lagi. Riza pasti dibawa paksa… Sepintas benda tertangkap dalam penglihatanku. Sebuah medali emas yang tidak lain adalah medali milik Gran yang selalu tercantum rapih di bawah color barnya.… tidak salah lagi… itu pasti punya gran. Aku kenal betul dengan atasan yang menyebalkan itu.

GRAN ? apa lagi yang ia rencanakan pada Riza ? Masi tidak puaskah dia dengan gertakkan ku yang kemarin ?

Tangisan keras dari Junior menyentakku dari seluruh pikiran-pikiran yang ada. Kubelai rambutnya dan kutenangkan anak itu. Aku berharap semoga tidak terjadi apa-apa dengan Riza… jangan sampai….

Riza's POV

Siang itu aku dengan tenangnya sedang duduk di kamar, sambil membaca sebuah novel yang kuambil dari perpustakaan dibawah. Sudah beberapa hari kubaca buku itu namun tidak selesai juga. Sekarang, mumpung Junior sedang lelapnya tidur siang, kuselesaikan buku itu.

Tiba-tiba ditelingaku terdengar bunyi berisik dari lantai bawah, dan baru ketika aku hendak berdiri mengecek apa yang terjadi, ketika General Basque Gran telah berada di dalam kamar kami. Aku tidak tahu apa yang hendak ia lakukan, yang pasti segala hal kotor yang ada di benaknya itu tidak mungkin terlaksana, sebab dibelakangnya, telah siap beberapa tentara dengan senjata mereka, seolah hendak meringkusku.

Dengan senyumannya yang membuatku jijik, ia berjalan kehadapanku dan mulai mengutarakan maksudnya.

"riza…riza…riza… rupanya benar kau tinggal serumah dengan Mustang ?"

Aku tidak menjawab. Ia menjulurkan tangannya, hendak menyentuh tubuhku, namun aku segera menarik badanku menjauh darinya secepat mungkin. "jangan pernah berpikiran untuk itu lagi, sir." Sahutku ketus.

"ah.. aku ke sini bukan untuk itu.. itu urusan nanti…" lalu ia memelintirkan kumisnya itu dan mulai lagi maju kearahku. "sekarang yang kuperlukan adalah… kau."

Dengan begitu, ia merampas tanganku dan menarikku turun dari ranjang. Aku bersikeras dan melawannya. Namun kurasakan kekuatannya yang begitu besar. Aku baru sadar… sepertinya ia mau membawaku kembali ke Central, ke rumah mama dan papaku…. Tapi aku tidak tahu maksud lainnya… aku takut. Ini masih siang, dan roy tidak mungkin pulang ke rumah.

Ketika ia menarikku lebih kuat lagi, dan aku tak sanggup mengelak dari paksaannya, sempat kutarik bajunya, hingga medalinya jatuh. Kuharap roy melihatnya dan dapat menemukanku. Aku tahu, aku tidak bisa melawannya lagi.

Sepintas aku baru tersadar, kalau Junior masih tertidur lelap di kamarnya. Jantungku berdebar amat cepat. Aku takut, kalau tentara-tentara itu menemukannya dan berbuat sesuatu padanya…

Walau aku terus melawan, namun seorang tentara menembakkan senjatanya padaku, dan mengenai lengan kananku. Seketika itu juga, mataku mulai terasa lebih berat. Aku merasa lelah sekali, dan tiba-tiba pandanganku hitam.

Gran's POV :

Setelah kulihat Riza terjatuh karena tembakan obat bius dari salah satu bawahanku, kubopong dia masuk ke dalam mobilku. Aku tahu, aku betul-betul menginginkannya. Melihat wajahnya saja yang kian hari makin cantik, membuatku tergoda untuk menyentuhnya. Tapi otakku juga tidak bodoh. Aku bukan hanya ingin gadis itu.. aku juga ingin kedudukan, harta, kekayaan. Segalanya !

Semua rencana telah tersusun rapih dalam benakku. Aku sudah berjanji akan menyerahkan Riza kembali pada Fuhrer Hawkeye, sebagai imbalan, tentu saja ia akan memberiku penghargaan, mengingat kedudukanku sudah berada di atas, dan aku tidak akan dapat naik lagi sebelum si tua bangka hawkeye itu modar. Dan dengan begitu, aku akan dapat perhatian dari masyarakat. Bukan hanya itu, aku juga pasti akan mendapat perhatian lebih dari keluarga Hawkeye.

Ya… setelah itu, yang perlu aku lakukan hanyalah sebatas surat keterangan penyerahan putrinya padaku, yang telah berjasa menyelamatkannya dari mustang, dan melenyapkan si bodoh tua itu dari muka bumi ini. Setelah itu, bersama masyarakat yang sudah memperhatikanku, aku akan segera menduduki kedudukan fuhrer, mendapatkan Riza, mendapatkan uang, mendapatkan kekayaan, harta, jabatan, kekuasaan, segalanya.

Rencanaku telah kususun rapih dibenakku jauh setelah aku bertemu Riza di rumah mustang. Dari tadi hatiku perlu berkali-kali memerintah untuk tidak berbuat kotor padanya. Sama saja. Aku bukan orang yang bodoh. Kalau misalkan aku bermain-main dengan Riza dulu sebelum aku menyerahkannya pada fuhrer, gadis itu pasti akan memberitahukanku pada ayahnya. Dan kalau memang itu terjadi, kandas semua rencana yang kubuat.

Aku menatap Riza sekali lagi, tak tahu apakah aku dapat menahan nafsu yang besar ini….

FMAFMAFMAFMAFMAFMAFMAFMAFMAFMAFMAFMAFMA

a/n

Di chapter ini aku cuma mau nampilin sudut pandang2, aja. Pengen coba gaya baru. Soalnya dari dulu belom pernah pake cara begini. Hah ! 0 reviews ? (hiks…) kasih komentar dong… sekalian bantu aku improve nulis..(udah bersembah sujud nih..)