Chapter 12
Roy melajukan mobilnya diantara tengah-tengah kerumunan orang sibuk lalu lalang. Untunglah jalan tidak terlalu macet. Belum banyak orang yang sanggup membeli sebuah mobil. Roy kembali menancap gasnya, dan dengan kecepatan penuh melaju ke arah central city.
Butuh waktu 5 jam dengan kereta untuk sampai ke central. Memang, kecepatan mobilnya tidak dapat melampaui kecepatan kereta, namun saat ini baginya akan lebih aman mengendarai mobil pribadi dibandingkan naik kereta. Jika Riza sudah sampai ke kediaman fuhrer, dan dikeluarkan pengumuman untuk menangkapnya, dari tiket kereta, akan mudah untuk mengetahui di mana keadaannya saat itu, dan tentu saja Roy tidak mau ambil resiko- apalagi dengan membawa Junior ikut serta dengannya.
Hatinya tidak tega meninggalkan anak kecil itu sendirian. Sebelumnya juga ia hendak meminta bantuan gracia, namun ternyata mereka sedang pergi acara keluarga. Apalah daya, Junior mau tidak mau harus ia bawa.
-03.00 a.m. Local Time
Fuhrer's Resident-
Riza mendengar suara bising deru kendaraan di luar. Ia menggeliat di dalam selimutnya. Terlalu banyak kejadian yang barusan ia alami hari ini. Dari diculiknya ia oleh Gran, namun si jahat itu malah membawanya kembali ke rumahnya. Beruntung ia tidak berani menyentuhnya sama sekali. Namun Ia sudah berfeeling, pasti dibalik ini semua telah ia susun rencana.
Tidak banyak yang dikatakan orang tuanya, selain menyuruhnya ke kamar dan tidur, berhubung ia kembali ke sana kira-kira jam 11 malam.
Riza tidak bisa tidur. Bayangannya hanya tertuju pada Roy dan Junior. Mama papanya belum tahu akan kehadiran junior…. Dan disinilah ia. Riza punya kesempatan memberitahu mereka… tapi mungkinkah hal itu ia kemukakan ? Bagaimana kalau jadi bahan omongan di media paparazzi ?
Ditatapnya seluruh ruangan. Kira-kira hampir 2 tahun ia tidak menempati ranjangnya, dan kamarnya tidak diubah sama sekali tata letaknya. Masih teringat jelas dalam angannya, ketika roy yang masih menyamar sebagai bodyguard, memberitahukan bahwa ia care padanya.. Mungkin itu salah satu dari aktingnya… tapi entah dari tatapan matanya, ia merasa ada kehangatan…. Sesuatu yang bukan hasil rekayasa, suatu yang keluar dari dasar hatinya, dan entah hal itu yang selalu teringat dalam bayangnya.
Bunyi bising itu semakin menusuk telinganya, akhirnya ia memutuskan untuk bangun dan keluar dari kamarnya, memeriksa apakah semua keadaanya baik-baik saja.
------------
Ide bagus menggunakan mobil untuk sampai ke central, sebab ia sampai kira-kira hampir 10 jam setelahnya. Bagus sekali. Roy ingin mengutuk ide benaknya yang menyuruhnya menggunakan mobil sebagai media yang mengantarnya. Namun bagus betulannya dari hal ini adalah lemahnya penjagaan di malam hari, membuatnya mudah menerobos kedalam rumah fuhrer.
Beberapa penjaga di depan telah ia lawan dengan satu pukulan yang membuat mereka pingsan sementara, sedangkan yang ada di dalam, mau tidak mau ia lakukan pertarungan kecil, yaitu dengan menjentikkan jarinya, dan mau tidak mau, menarik perhatian penjaga lain karena apinya.
Untung otaknya yang pandai itu tidak terbuang sia-sia. Diambilnya satu walkie-talkie milik penjaga, lalu diteriakkanya perintah bagi seluruh penjaga untuk keluar, ada penyusup dari luar.
Benar dugaannya. Seluruh penjaga di dalam keluar mencari dirinya yang telah menyamar manjadi salah satu dari mereka dan masuk ke dalam dengan tenangnya. Satu-satunya tempat yang pertama kali ia cari ialah tempat dimana ia pertama kali bertemu dengan riza- di depan kamarnya.
"ROY !" teriak Riza melihat orang itu menyamar dengan jas hitam yang mirip seorang yakuza. "kenapa ada di sini ?'
"sst…. " ia mengisyaratkan Riza untuk mengecilkan volume suaranya. "aku di sini untuk mengembalikanmu.."
"aku tahu… tapi barusan saja aku membuat keputusan." Riza menatapnya dengan tatapan yang pasti. Matanya memancarkan keyakinan yang tak dapat dipatahkan lagi. "aku akan memberitahu papaku sekarang juga. Apa pun resiko yang kutanggung, aku tidak mau lari lagi."
Roy tersenyum mendengarnya. "yah..kalau itu maumu… ngomong-ngomong, aku juga bawa junior ke sini kok…"
------------------
Fuhrer Hawkeye belum tertidur malam itu. Hingga subuh ia masih mengurusi dokumennya di kantor pribadi yang ada di rumahnya. Seperti biasanya, ia di atas mejanya ada secangkir kopi dengan sebuah pigura. Di sana tergambar tampang istrinya dan dirinya, sedangkan diantara mereka yang sedang memegangi salah satu sisi tali ayunan, ada anak perempuan mereka yang sedang tersenyum dan duduk bermain ayunan.
Ia selalu tersenyum melihat foto itu. Rizanya sekarang sudah bertambah besar. Hampir 2 tahun ia tidak melihat tampangnya, dan sekarang, ketika ia kembali, kelihatannya ia lebih dewasa dan mandiri dibandingkan sebelumnya.
Sepertinya ia harus banyak berterima kasih pada Gran yang telah mengembalikan putrinya, walau ia belum bertanya detail tentang dimana Riza berada sebelumnya. Itu urusan besok.
Walau pendengarnnya sudah tidak sebaik dulu, tetap saja ia tidak tuli, dan ia mendengar ketukan di pintunya. Siapa gerangan yang mau mengunjungi kantorku subuh-subuh begini ? Dibukakannya pintu itu, dan ia tersenyum, mempersilahkan orang itu masuk.
Riza berdiri, di depan meja ayahnya, sedangkan king hawkeye kembali ke posisinya yang semula.
"ada apa,riza ?"
"be..begini… aku harap papa mau memaafkan Riza yang sudah berbuat begini… tapi, ini juga demi nama baik Amestris..."
"alasan kepergianmu selama ini, begitu yang mau kau kemukakan ?" ia menaikan bola matanya dibalik kacamata yang menggantung di hidungnya. "silahkan…"
"begini… alasan aku kabur selama ini…." Riza berjalan ke arah pintu dan membukakannya. Beberapa saat kemudian, masuk salah satu tentara favorit ayahnya.
"mustang ? sedang apa kau di sini ?" Riza mengambil Junior yang sudah terbangun itu dari tangan roy dan menggendong dalam dekapannya.
"pa… ini cucumu…"
Saat itu juga, King Hawkeye hampir mendapatkan serangan jantung mendadak, kalau selama ini ia tidak menjaga pola makan sehatnya. Anak berumur kira-kira hampir 1 tahun itu…. rambutnya hitam, matanya juga hitam, sipit… dan siapa pun pernah mengatakan bahwa buah jatuh tak jauh dari pohonnya… anak selalu mirip ayahnya….
"A…aku sudah menikah dengan roy…." Riza merasa tidak enak memberitahukannya. Ia takut mendapat reaksi negative dari ayahnya. Ia tahu betapa durhakanya anak yang tidak mengundang orang tuanya di pesta pernikahannya…
Walau masih terkejut, King Hawkeye berdiri, tanpa mengucapkan sepatah kata pun lalu tangannya dengan cepat menampar pipi kiri Roy. Kemudian, orang itu tersenyum padanya.
"sakit, bukan ? namun belum sebanding rasanya tahu putrinya telah mempunyai anak dan tidak memberitahu ayahnya…." Roy tahu, kali ini fuhrer King Hawkeye serius. Tatapannya mengancam, seolah hendak membunuhnya, walau setelah itu ia tersenyum kembali. "kalau kau membuat riza tidak bahagia.. akan kubuat kau jauh lebih menderita dari sakitnya itu. beribu-ribu lipat ganda… mengerti ?"
"ba..baik, sir. Saya minta maaf atas kelancangan saya…."
"tidak apa-apa.." Ia berjalan ke arah riza, lalu menatap wajah junior. Anak kecil itu hanya menjulur-julurkan tangannya, hendak mengambil kacamatanya. "aku tidak perlu khawatir lagi… aku percaya kau seorang tentara yang rajin dan teladan, mustang… hanya saja tabiat burukmu atas ribuan cewek itu…."
"tidak… sudah lama saya meninggalkan hobi itu semenjak saya berkeluarga."
"ka…kek ?" tanya Junior kecil. King Hawkeye tertawa terbahak-bahak, setelah itu air mata perlahan berjalan menetes dari matanya.
"bagus sekali ! ugh… mungkin aku iri pada keluarga kalian yang bahagia itu ?'" diambilnya Junior dan digendongnya dalam dekapannya. Anak kecil itu pertama kali sedikit merengek, tapi akhirnya ia terbiasa juga digendong oleh kakeknya. "tahu namaku dari mana, mustang mini ?"
"aku… memperlihatkan fotomu padanya. Yah… dia sedikit cepat sih mengingat hal yang diberitahu…"
"tidak apa-apa… sekarang, kalian berdua, aku berharap kalian bisa memberitahu kejadian sebenarnya yang terjadi sejak kalian kabur waktu itu….keberatan ?"
Keduanya menggeleng dan mulai memberitahu segala kebenarannya. Pertamanya King Hawkeye cukup tidak menerima perlakuan roy pada Riza yang hanya sebatas tugas saja. Sempat ia berikan tamparan lagi di pipi kanannya, dengan alasan ganti penderitaan yang Riza alami. Tapi akhirnya orang itu sadar… Keduanya memang telah bersalah… tapi setidaknya sekarang mereka telah menjadi sebuah keluarga yang bahagia, dan itu bukanlah suatu masalah baginya.
"sudah jam setengah lima pagi…. Kalian mau tidur dulu ?"
"ya…" katanya sambil membelai rambut Junior yang sudah tertidur lagi di atas pahanya. "sepertinya roy pasti kelelahan mengemudi 10 jam east-central."
"ah… anak muda zaman sekarang… masak kalah sama kami kaum tua ?" Roy tersipu sedikit. "mau bermain catur denganku lagi ?"
"ah… kuharap kita bisa menunda permainan kita besok pagi, sir ?"
"hahaha… tidak apa-apa.. aku tahu kau lelah.. sudah, tidurlah bersama Riza di kamarnya.. Aku juga perlu istirahat.." roy berjalan beberapa langkah, namun sempat menghentikannya sebentar dan mengangguk ketika mendengarnya berkata, "kupastikan kau bisa menjadi Fuher selanjutnya yang jauh lebih berhasil dari padaku…"
"aku juga berharap demikian…."
