Chapter 15

"Riza… aku harus pergi…." Riza tergeletak di lantai, meraung-raung tak berdaya. Ia harus menghentikan hal ini ! tidak ! tidak mungkin terjadi ! kehidupan mereka bersama baru sebentar saja… Masih banyak hal lain yang harus mereka bagi bersama…

"Roy ! ROY !" tanggannya berusaha menggapai lelaki itu… namun tidak sampai. Rasanya ia berada semakin jauh darinya.

"selamat tinggal…." Lelaki itu membalikkan badannya dan perlahan-lahan memudar dan menghilang dari pandangannya….

"ROOOYYY !"

riza terbangun dari tidurnya. Keringat bercucuran dari wajahnya. Ditatapnya di sebelahnya, Roy sedang lelapnya tertidur. Mimpi yang aneh yang ia alami sejak belakangan ini. Selalu mimpinya berakhir dengan kepergian Roy dari sisinya. Dibelainya rambut roy perlahan, lalu ia memberikan kecupan singkat di dahinya. Roy… jangan tinggalkan aku, ya… gumamnya pelan, sambil masuk ke dalam selimutnya lagi, berusaha untuk tidur.

Siang itu, seperti biasanya, ia melakukan check up ke dokter untuk anak mereka yang kedua ini. Setelah itu, ia menjemput junior dari pre-schoolnya, dan mengajak anak kecil itu ikut berbelanja dengannya.

"aku pulang !" teriak roy membuka pintu dari depan. Apa pun bebannya hari itu, ketika ia masuk ke rumah dan melihat Riza yang menyambutnya berdiri di tangga, dengan Roy Jr. yang berlarian menyambutnya, bebannya terangkat bersih darinya. Tapi sekarang, justru melihat mereka, membuatnya semakin berat… sedih sekali. "hi honey…." Bisiknya sambil mengecup cepat bibir Riza. "hi pumkin…." Junior diangkatnya tinggi ke atas dan dilemparnya. Si kecil itu tertawa lepas dan mulai manja pada ayahnya.

"sini, pekerjaanmu. Tuh, air hangatnya sudah kubuatkan. Kau mandi saja."

Roy melambaikan tangannya, lalu naik ke atas sambil memberikan tas kerja hitamnya pada Riza. Langkahnya terasa berat sekali. Sebentar lagi ia harus kehilangan kehangatan seperti ini. Ia pasti akan sangat merindukannya….

"Riza…" panggilnya saat mereka sedang makan malam. Junior makan sendiri dengan lahapnya. Saus merah bercelemotan di pipinya, ia tidak perduli.

"ya ?"

"eh…" sulit bagi Roy untuk mengatakan ini. Ditatapinya lagi junior yang sekarang sedang dimarahi Riza karena makan berantakan. Ia tidak sanggup… Akhirnya ia memutuskan nanti saja. Ia tersenyum padanya. "terima kasih untuk makanan malam ini yang enak…"

"hm ? tentu saja, roy." Riza memberikan senyuman lebar padanya. Roy tidak sampai hati memberitahukan beritanya pada wanita itu….apa… ia harus berbohong saja, ya ?

Setelah selesai makan malam, Roy duduk di depan perapian sambil membacakan buku alchemy dasar pada Junior. Si kecil itu sepertinya amat tertarik melihat bentuk-bentuk yang ada, walau tidak mengeri sepenuhnya apa yang dibacakan Roy. Riza di atas, sedang menyiapkan tempat tidur junior. Roy mini itu sempat menolak tidur karena masih ingin mendengar lanjutannya… tapi karena besok ia harus bersekolah, Riza memaksanya untuk tidur.

Roy terdiam sebentar sementara ia masih duduk di depan perapian, memandang api yang menari-nari di hadapannya.

….aku harus memberitahukannya… Riza akan marah kalau aku pergi begitu saja… ini kesempatan terakhirku…

AKhirnya, mau tidak mau, ia harus tetap jujur. Ketika Junior sudah tidur, dan mereka sedang bersiap-siap untuk tidur, Roy memutuskan untuk memberitahu hal yang sebenarnya menjadi beban baginya belakangan ini.

"ri..riza… ada hal penting yang harus kuberitahukan padamu…"

"hm ?"

"ma..maaf, riz… mu..mulai senin ini aku harus ke front line… aku harus ikut perang creta-amestris yang belakangan ini terjadi…Gran yang membuatku pergi…"

Riza menatap suaminya, tidak percaya. SEnin ini… berarti besok…."ta..tapi, roy… bagaimana kalau dia lahir dan kau tidak ada…. Aku…aku…"

Roy mendekatkan kepalanya dengan Riza, menatap matanya lekat yang berair basah. Dengan lembut ia mengecup ujung hidung Riza. "jangan menangis… aku berjanji akan kembali secepat mungkin.. kalau bisa, sebelum dia lahir aku sudah kembali…"

"tapi, roy… ini perang, dan…kalau..kalau…" riza tak berani meneruskan kalimatnya. Ia sendiri tidak berani menatap hal itu jika memang terjadi pada dirinya dan roy.

"shh..jangan berpikir negative…… aku janji, aku akan kembali dengan selamat…"

"roy…bisakah kau tidak pergi ?" Riza menangis terisak dalam dekapan Roy. Ia tidak ingin Roy pergi…

"maaf, riza… "

sebilas cahaya masuk dari luar menerangi kamar itu. Terlihat sesosok Junior kecil menarik boneka teddy bearnya, setengah menangis. "papa…jangan pergi..."

Roy menatap anak kecil itu, lalu mengangkatnya dan memeluknya. "maaf, junior… Papa harus pergi… nanti tolong kau jaga mama sebentar untuk papa, ya…sekarang sudah malam…ayo, tidur…sini.. malam ini kita tidur bersama-sama."

Junior segera naik ke tempat tidur Roy dan Riza. Si kecil itu tertidur dengan lelap, sementara Riza, di tengah tidurnya pun masih sesekali terisak. Roy membelai rambutnya perlahan, dan mengecup dahinya sehingga wanita itu menjadi lebih tenang. Lelaki itu berpikir. Ia merasa bersalah karena harus pergi. Kalau ia tidak ada, siapa nanti yang akan menenangkan Riza jika ia menangis tengah malam seperti ini ? ia tahu, beberapa malam ini Riza bermimpi buruk dan selalu terbangun sambil memandang wajahnya. Hanya saja ia berpura-pura tidur dengan wajah innocent untuk membuat Riza tenang.

Hingga pagi Roy tidak tidur. Ia hanya menatapi kedua malaikatnya yang tertidur lelap itu. Pertarungannya sebentar lagi akan tiba…. Hal yang ia beri tahukan pada Riza sebenarnya hanyalah suatu gambaran kasar dari perang yang sebenarnya. Ia sendiri meragukan dirinya dapat kembali dengan selamat seperti janjinya. Perang creta- Amestris ini sudah menelan banyak korban jiwa… bahkan Major Armstrong dan Major Kimbley pun gugur. Ia tidak tahu lagi… yang bisa ia lakukan sekarang hanyalah memandangi mereka untuk terakhir kalinya.

---

"roy… janji, kembali dengan selamat, ya…" bisik Riza sambil mengecup pipinya, mengantar Roy ke medan perang. Ia menyelipkan cincin kawin mereka di jari manis Roy sebelum ia mengenakan sarung tangan putihnya. "bawa itu… aku akan terus bersama kamu…"

"iya, riz… janji… Jaga kesehatan, ya…. Junior juga, tolong jaga mamamu…" ia berjongkok, mengusap-usap rambut anak itu dan mengecup dahinya.

"papa ! nanti pulang ajari Roy main api ! papa sudah janji !"

"iya..iya.. Papa janji. Pasti nanti ketika papa pulang, papa akan mengajarimu mengeluarkan api.. tapi selama papa pergi, tolong jaga mamamu, ya…."

"baik !"

"Riz…aku pergi dulu…."

Roy pun bergabung dengan kumpulan tentara-tentara berbaju biru itu. Ia tidak berani menoleh ke arah Riza dan Junior lagi. Ia tidak ingin melihat wajah Riza yang menangis kehilangan dirinya, seolah ia tak akan kembali lagi. Tidak. Ia harus dapat bertahan dalam perang ini. Ada keluarga yang menantinya di rumah.

Beberapa saat kemudian, kereta itu mengepulkan asapnya, mengeluarkan suara yang keras. Satu persatu tentara berbaju biru masuk ke dalam kereta, berdiri memandangi Amestris ini untuk terakhir kalinya, sebelum mereka menghadapi perang yang sesungguhnya…. Terakhir kalinya…mungkin.

Riza tak tahan menangis ketika melihat kereta besar itu perlahan-lahan mulai berjalan, meninggalkan Amestris. Pelan, namun pasti. Sedikit demi sedikit kereta itu mulai menambah kecepatannya, dan akhirnya hilang sama sekali dari pandangannya. Riza jatuh terkulai. Roy sudah pergi….

Ia sudah tidak dapat menangis lagi. Air mata yang dituangkannya sudah melebihi cadangan maksimumnya. Karena itu ia hanya terdiam, mengusap-usap kepala junior, terus berharap agar Roy dapat kembali dengan selamat.

"mama….papa ke mana?" tanya seorang anak perempuan kecil pada ibunya. Junior menoleh dan melihat Elycia dan mamanya yang juga sedang menangis.

"Gr..gracia ?" tanya Riza sambil bangun dan mendekat ke arahnya. "Maes…juga ikut ?"

"ya… Mereka….akan baik-baik saja,kan ?" Gracia masih menangis. Riza meremas kedua tangannya, merasakan ketakutan yang luar biasa.

Mereka…akan baik-baik saja…

"Elycia…"bisik Junior pelan. "Jangan menangis. Papaku juga pergi, dan papa janji akan kembali lagi mengajariku mengeluarkan api… papamu juga pasti akan bersama-sama kembali dengan papaku…"

"tapi….tapi…" ia terisak kembali. "Semalam aku dengar papa bilang pada mama kalau ia tidak jamin dirinya bisa kembali dengan selamat…. Aku…takut.."

"tidak…papaku kalau sudah janji tidak akan dilanggar…. Lagipula papaku pasti akan menolong papamu kalau ada bahaya…dia kan bisa mengeluarkan api…Dia papa yang hebat !"

"…iya…"

Keempat orang itu akhirnya pulang ke rumah mereka masing-masing. Tidak dapat membayangkan bagaimana sulitnya suami dan papa mereka di medan perang….

TBC