Chapter 17
Bunyi derap langkah tentara. Pelan-pelan satu dua tembakan dilepaskan. Suara orang berteriak minta tolong. Meringgis kesakitan, hingga lama kelamaan suara teriaknnya itu hilang. Pelan-pelan…. Tembakan itu mulai cepat. Dari kanan, atas, bawah, kiri, samping, serong. Semua arah, tidak ada yang dapat memprediksi. Tentara-tentara biasa sepertinya sudah tidak dapat menahan gempuran lawan. Mulailah perang yang bukan lagi dilakukan oleh manusia ini berjalan. Para alchemist turun tangan. Memberikan kerusakan vital pada lawan. Namun lawan menekan. Entah itu alchemy atau apa. Mereka sendiri pun tidak tahu. Rupanya kekuatan mereka sekarang seimbang…
Ronde pertempuran baru saja dimulai.
---
Gracia sedang membersihkan rumah mereka. Terlihat kantung mata hitam besar, walau sudah ia tutupi dengan kosmetik. Selama 2 minggu ini ia tidak bisa tidur. Selalu saja bermimpi yang buruk tentang Maes. Ia takut sekali. Hanya celotehan Elycia yang membuatnya tersadar dari perasaan tidak enaknya.
Maes… tolong. Pulang dengan selamat, ya…
Rumah mereka terasa amat sepi, walau biasanya seperti ini pula. Tapi, rasanya kali ini seperti ada hantu-hantu kegelapan yang mendiami rumah itu. Berat. Rasanya ia tertekan.
PRAANG !
Foto Roy dan maes ketika mereka lulus dari akademi militer jatuh menimpa foto pernikahan mereka. Pecahan beling jatuh dan tersebar di mana-mana. Gracia segera tersadar dan mengambil sapu, membereskan pecahan yang berantakan itu
Apakah ini tanda tidak baik ? Maes..Roy…kalian baik-baik saja, kan ? bisiknya sambil perlahan menggigiti bibir bawahnya. (a/n: maaappp ! kalo kayak sinetron2 gitu !- ini pengganggu cerita, ya…)
---
CLETAK ! DUARRR !
Medan pertempuran sekarang telah menjadi lautan api. Memang ini menghambat gerakan musuh. Tapi ini juga menghambat gerakan tentara mereka sendiri. Salah-salah, malah mereka yang terbakar.
"Maes ! Cover me !" teriak Roy sambil maju terus. Ribuan tentara Creta dalam satu detik sudah habis, gosong bagaikan sate manusia. Makanan empuk bagi binatang-binatang buas. "Grup A ! grup A !" panggilnya. "serang, maju ke arah timur ! sisanya, kepung dari tenggara dan dari depan!"
"Siap !"
Begitulah seterusnya. Kadang pula, tidak kenal yang mana kawan, ataupun lawan. Semua dibunuh. Ironi sekali bukan. Kawan yang tadi malam minum-minum, sekarang malah berlumuran darah di tangan seorang kawan. Lucu. Namun itulah perang. Bukan hanya mati karena lawan, namun kebodohan dan kepanikan itu yang menggerogoti Amestris dari dalam.
Roy kelelahan. Ia berhenti sebentar di balik batu-batu pilar besar. Mereka telah memasuki perkotaan. Kota Dert, kota di pinggir creta sudah 80 persen hancur. Tidak ada warga sipi, tidak seperti di Ishvar yang bisa dibilang lebih panic, orang Creta telah bersiap-siap sebelumnnya. Istri dan anak-anak sudah diungsikan, dan bapak-bapak ikut berpartisipasi dalam menyerang. Kombinasi warga dan pemerintah yang amat baik.
"mungkin nanti Amestris harus kubuat begitu…" gumamnya kencang tanpa tersadar. Rupanya ia masih ingin mengubah negara ini juga…
Roy melihat ke kanan dan kirinya. Ia sendirian. Si bodoh itu ke mana ? Tanyanya dalam hati. Harusnya dia yang membacking diriku ! Sekarang orang itu malah menghilang entah kemana…. Sudah seluruh grupnya terpencar-pencar kemana, lagi…(atau mungkin dirinya yang sudah terpencar dari grupnya…itu lebih tepat)
Setelah meneguk air dari botol minum yang ada di ban pinggangnya, ia bangki berdiri, mencari musuh atau mungkin teman yang bisa ditolong. Ia berjalan diantara puing-puing bangunan yang sudah runtuh dan hancur, tetap awas di sekelilingnya, siapa tahu ada peluru nyasar atau malah memang ditujukan untuknya.
Suara teriakan manusia dan dentuman peluru tertangkap di telinganya. Pelan-pelan dengan mengendap-endap ia berjalan ke arah sumber suara. Pelan-pelan…tetap ia perhatikan langkah di depannya yang kotor penuh abu itu, Roy membungkukkan sedikit badannya dan bersembunyi di balik tumpukan puing bangunan. Matanya terbelalak melihat siapa dan siapa yang ada di depannya, dan ia tidak tahan lagi untuk diam.
"MAES !" teriaknya sambil menemui sahabatnya. "Ngapain kau-"
Tidak ia teruskan kata-katanya. Maes Hughes, sahabat terbaiknya yang ia percayai sedang dengan susah payah melawan Krag, si alchemist dari Creta itu. Nafasnya putus-putus. Bajunya kotor bernoda merah darah yang berasal dari lambungnya. Lelaki itu memegangi perutnya, kesakitan dan berniat untuk menghentikan darah keluar lebih banyak lagi.
"Maes ! Duduk saja !" Kata Roy cepat-cepat tanpa memperdulikan Krag. Ia tahu lelaki itu pasti punya harga diri untuk bertarung dengannya, setidaknya bukan menembaknya disaat ia lengah atau membantu sahabatnya. "Aku pasti akan menolongmu !"
"R..ro…roy…"
Roy mengisitirahatkan maes di dekat tempatnya bersembunyi tadi, lalu kembali lagi pada Alchemist arogan itu, yang menunggunya sambil menyapu senjata automailnya hingga mengkilat.
"sudah selesai opera sabunnya ?" tanyanya masih sombong sambil terus membersihkan senjatanya tanpa melihat lawan bicaranya. "masih perlu waktu lagi untuk…setidaknya katakan selamat tinggal ? Aku punya persediaan tissue jika sekiranya persahabatan indahmu itu membuatku terharu…"
Roy membuang ludahnya. Ia tidak tahan mendengar ejekan lelaki ini soal kawannya. "ah… ya. Simpan saja air matamu untuk orang yang nanti akan menguburmu…itu pun kalau ada…." Balasnya mengejek. "yaah… jadi setidaknya ada orang yang mengeluarkan air mata waau itu milikmu,kalau kau sudah di dalam liang tanah itu…" Roy menatap Krag dengan tatapan penuh ambisi membunuhnya. Ya. Hanya itu yang ada dalam pikirannya. Bunuh orang itu, sembunyi dan tolong Maes. Sudah.
Krag mengambil kerikil, lalu melemparnya ke atas dan berkata, "flame alchemist yang ternama yang telah membunuh cukup banyak tentara Creta, perlu kuberi tahu, saat batu ini menyentuh tanah, kau pula sudah berada dalam liang itu…"
"menarik…"
"boleh kukatakan kalau meskipun aku kalah, kau tetap akan kuhantui seumur hidup. Kau tetap akan mati ditanganku.."
Pelan-pelan kerikil itu naik dan hingga di titik maksimumnya, ia mulai turun. Semakin lama semakin cepat.
Sepermultimilisekon (ada?) setelah Krag selesai bicara, keduanya segera melompat ke arah satu sama lain, memberi serangan yang paling mematikan. Roy sudah siap. Jarang ia mau menggunakan ini, tapi ini darurat. Ia mengganti sarung tangannya dengan lainnya yang digambari lingkaran yang lebih kompleks. Ini adalah hasil belajarnya selama 20 tahun lebih di bidang alchemy, yang ia gabungkan dengan hasil milik kakek buyutnya dan buyutnya lagi.
Krag pun sudah siap. Tangan kanan automail yang penuh senjata mematikan. Ribuan pisau dan peluru ditembakkan secara bersamaan.
Roy menjentikkan jarinya dan api besar berwarna biru kejinggaan muncul disekitar Krag, sambil dia sendirinya, menghindari pisau dan peluru yang lolos dari kobaran apinya.
DUUUUUARRRR !
Bunyi keras yang menggelegar. Dua kekuatan seimbang yang bertarung. Di saat yang sama, seluruh tentara, baik Amestris maupun Kreta sedang berduel, satu lawan satu dan rata-rata mereka berkekuatan sama. Semua terhenti sejenak lalu kembali lagi menyelesaikan apa yang tadi mereka mulai.
Asap tebal menyelimuti sekitar arena pertandingan itu. Roy menghembuskan nafasnya dengan berat. Ia terjatuh. Kakinya terasa perih sekali. Di kaki kanannya, pisau kecil dengan kecepatan tinggi menghantam sekitar 10 cm diatas pergelangan tapak kakinya hingga putus terpental 1 meter dibelakangnya. Ia sedikit batuk-batuk sambil menunggu asap itu hilang dan melihat keadaan Krag. Pelan-pelan asap itu mulai memudar. Bayangan hitam manusia terlihat.
Krag, terkapar di atas tanah. Badannya hancur tidak berbentuk. Roy menang. Diseretnya tubuhnya yang rasanya sudah tidak kuat berjalan itu ke dekat Maes. Lelaki itu sedang menghembuskan nafasnya dengan cepat. Sepertinya tubuhnya mulai kehabisan darah dan keadaannya sudah kritis.
"Maes !" teriaknya tidak memperdulikan kakinya yang putus atau apa, ia berlari tertatih-tatih ke arah sahabatnya. "Maes ! Kau tidak apa-apa, kan ?"
"r..roy.." bisiknya pelan. "tolong…sampaikan..pada Elycia….kalau aku….baik-baik saja.."
"Maes ! bukan waktunya untuk bicara membanggakan keluargamu !" roy memaksakan tawanya. "Ayolah ! kau nanti yang akan memberikan hadiahmu sendiri, kan ! Ayolah.. ! Kita kan sudah janji !" Ia meremas tangan Maes dengan erat.
"r..roy…" pintanya pelan lagi. "…bunuh aku.."
"maes ?"
"r…roy… a…aku tidak akan bisa bertahan…..a..aku…tahu….ini…saatnya…setidaknya daripada mati karena lawan…aku lebih suka mati ditanganmu.." Ia terbatuk-batuk lagi dan menyemburkan darah dari mulutnya. "ayo…roy….lakukan…."
"Maes !" pandangnya tak percaya pada sahabatnya itu. Ia menatap wajah sahabatnya yang mengangguk memberikan kepastian akan keputusannya. "ha…haruskah aku ?"
Tangannya yang lemah dan penuh darah itu menepuk pelan punggungnya, seperti apa yang biasa ia lakukan. Menyuportnya selalu sebagai kawan. Dengan gemetar Roy berjalan sedikit jauh. Maes tersenyum padanya. "te…ri.ma…kasih….r..roy.."
"Maes… jangan hantui aku karena ini… Kita akan terus bersahabat, ya…"
Ia tersenyum, dan..
CLETAK !
Seperti apa yang biasa ia lakukan. Api mulai membakar lelaki itu yang kemudian tertidur nyenyak dalam mimpi yang panjang. Roy tidak tahan selain berteriak kencang dan menangis. Sekarang tinggal dirinya sendiri diantara mereka. Krag dan Maes telah ia bunuh. Ia bunuh dengan tangannya sendiri.
Apa yang ia miliki, sekarang ? Mungkin setelah ini ia bisa pulang ke rumah dengan tenang, merasakan kedamaian setelah perang ? Namun ia tidak tahu apa yang harus ia katakan pada Gracia atau Elycia…bahkan pada Riza… Ia Telah Membunuh Sahabatnya. Ia membunuh Maes. Membunuh ! Membunuh !
Pergumulan besar justru baru dimulai di dalam hati roy. Ada sesuatu yang berkecamuk dalam batinnya. Antara perasaan puas telah menang, sedih ditinggal Maes, merasa bersalah, dan yang lebih parah tuduhannya sebagai pembunuh.
Dengan gontai ia berjalan, melewati jasad Krag yang hancur itu sekali lagi. Sesuatu tiba-tiba menangkap matanya. Kotak hitam kecil yang tidak ikut hangus. Menyala tombol kecil berwarna merah, disampingnya ada angka berwarna putih yang menghitung mundur.
30…..29….28…
roy tersentak. Benaknya melayang pada kata-kata Krag tadi
"boleh kukatakan kalau meskipun aku kalah, kau tetap akan kuhantui seumur hidup. Kau tetap akan mati ditanganku.."
apakah….
Sial ! ini dia sudah punya rencana back up kalau ia gagal !
10…9…..8..
Aku tidak tahu dimana bom itu berada ! Apakah…. Di dekat dirinya ?
Tidak ! Bagaimana kalau aku sudah pergi….
4…3…
otakku ! Ayo ! berpikir !
2…
AKu tidak tahu….Maes…maaf. Pesanmu tidak kukatakan…. Baru berpisah kita bertemu lagi. Takdir apa sih yang diikat diantara kita ?
1
Riza…junior...Aku sayang kalian….
DUAAAAAAAAAAAAAAAAARRRRRRRRRRR !
Ledakan terbesar sepanjang sejarah. Belum pernah sebelumnya terlihat ada ledakan seperti itu. bom yang dipasang dibawah tanah itu menggetarkan seluruh kota Dert. Semua tentara yang sedang berperang seolah terangkat, lalu terbanting dan disusul dengan batu-batu besar lainnya yang menghujam. Jauh dari sana, di Amestris pun dapat terlihat sinar ledakan besar selama 1 menit yang membuat orang bertanya-tanya ada apa.
Semuanya sudah berakhir.
Perang ini telah selesai, tidak ada pemenang. Mungkin bisa dibilang Amestris menang. Dua per tiga Kreta hancur total. Tentara yang dikirim hampir tidak ada yang selamat karena ledakan terakhir tersebut. Ada yang terkena bongkahan batu besar, ada yang terkena serpihan tajam dari bom itu sendiri, ada pula yang memanfaatka kebingungan sementara itu untuk membunuh, namun akhirnya ia sendiri pun ikut tewas.
Ledakan terparah berada di pusat bom dekat kontrolnya. Lubang dengan diameter 10 meter tercipta. Segala disekelilingnya hangus.
Beberapa mayat…namun tidak dapat teridentifikasi lagi jumlahnya atau siapa karena saking parahnya, terlihat hangus terbakar. Di dekat situ, satu benda yang masih utuh, tidak hancur seluruhnya.
Sebuah sarung tangan pyro dan pendant silver berukiran api dengan goresan RR 070621 dibelakangnya…..
Semua telah berakhir.
TBC
a/n : tidak terasa….sudah hampir ada di penghujung cerita…bentar lagi bakal tamat sesuai rencanaku (kalau tidak ada karakter yang jalan sendiri jadinya keluar dari cerita). Ini kira-kira chapter2 selanjutnya, dan walau ditulis Coming Soon ! tapi soon-nya itu…ehehehe…tidak dapat diprediksi…tergantung tugas dan ulangan, oke !
Chapter preview : (sebenarnya ini gak penting2 amat..)
Chapter 18 –bad news- Coming soon !
Chapter 19 – Woman in Labour-
Chapter 20 – Funeral – (a/n : gak tau siapa yang mati juga, ya…;p)
Epilogue 1
Epilogue 2
Kalo ada yang nanya kenapa Epilognya ada dua…soalnya epilog 1 bakal kutinggalin cliff hanger ! pasti. Dan kalau gak ada epilog 2 sih enggak apa-apa….tapi rasanya bakal…ehm.. gak lengkap gimana…gitu..Mungkin malah ada epilog 3nya ! Gak tau juga… tapi mungkin cuma sampai 2.
-sigh- rasanya semua yang aku bicarain gak penting banget…. Biarin deh…seneng aja kok..hehehe..REVIEW, ya ! Mumpung ada waktu karena udah mau tamat nih !
