Epilogue 1

(Riza's narrator)

Sudah 12 tahun sejak saat terakhir aku menatap senyumannya. Pria yang selalu melindungiku itu… yang selalu ada di sisiku setiap kali aku menangis… semua sudah lewat…dan aku mulai belajar untuk perlahan-lahan maju menghadapi hidup ini. Bersama-sama dengan mama dan papa, juga bantuan Gracia dan kawan-kawan lainnya, aku membesarkan Junior(17) dan Maes(16), hingga sekarang kedua anak itu malah mengikuti jejak ayahnya… Dasar…memang mereka adalah anak orang itu…

Segala sesuatunya pun terus berjalan sesuai apa yang seharusnya. Seperti yang dulu kukatakan pada Junior, setiap manusia memilik akhir dari kehidupan mereka masing-masing… dan...kembali aku kehilangan lagi sahabat terbaikku yang selalu menolongku di saat-saat aku merasa jatuh. Gracia Hughes… 6 tahun yang lalu meninggal karena sakitnya… dan mulai saat itu, aku mengasuh Elycia bersama-sama kedua anakku dan menganggap mereka sama.

Banyak yang telah berlalu…namun perasaan ini tetap belum hilang. Namun di setiap paginya aku bangun dan menghirup wangi dirinya yang selalu masih tersisa di sebelah bantal tidurku, aku merasakan siraman cintanya tetap ada di setiap hariku.. dari jauh terus menguatkanku…

(normal POV)

"pagi mama.." sapa Maes sambil mengaduk kopinya, duduk manis di meja makan dan mulai melahap roti panggang dan telur gorengnya. "Hari yang indah ?"

Riza mengangguk dan tersenyum. Maes juga sudah tumbuh menjadi besar. Tumbuh tanpa mengenal ayahnya sama sekali, anak itu tetap saja membanggakan ayahnya. Walau memang harus diakui, sifat Maes lebih mirip dengan dirinya dibandingkan dengan Junior. Dengan rambut berponi seperti Roy (namun jauh lebih rapih) yang di belah kiri dan kaca mata persegi panjang tipis yang menambah aksen perfeksionis dan rajin dalam dirinya. (mirip tezuka, POT dengan rambut hitam…atau..kalau membayangkan hiwatarinya DN Angel yang sudah besar juga bisa…)

"hm.." Riza ikut duduk di meja di seberangnya. "Kakakmu sudah bangun ?"

"sepertinya… Tadi terakhir kali aku mau turun, aku mendengar bunyi shower dari kamarnya.."

"oh...Aku perlu bicara penting padanya…." Maes menunduk kembali dan melanjutkan santap paginya. Riza mengamati Maes yang sedang makan itu. Dari atas sampai bawah. Tiba-tiba, satu pertanyaan muncul dari benaknya. "Kau tidak bekerja hari ini, Lieutenant Colonel ?"

"UHUK !" makanannya terasa hendak keluar dari kerongkongannya dan menyembur keluar. Riza tersenyum-senyum melihatnya. Lalu segera menyodorkan minum dan menepuk-nepuk pelan punggungnya. "mama…" ujarnya lirih. "Jangan panggil seperti itu di rumah !"

"iya…iya… lalu ?"

Belum pertanyaannya di jawab, terdengar suara detapan kaki menuruni tangga. Roy Mustang II dengan seragam rapihnya, beserta Elycia di belakangnya, baru turun dari kamar hendak sarapan.

"Pagi semuanya !" sapanya ceria seperti biasanya. Cepat-cepat ia berlari ketika menuruni anak-anak tangga terakhir dan menghampir kulkas, serta mengeluarkan sekotak jus jeruk dingin dan meneguknya cepat. "huahh…segarnya !"

"tsk…kau memang kekanak-kanakkan, kakak.." ujar Maes tanpa memalingkan mukanya.

"huh…dasar…kau saja yang terlalu serius…" balasnya sambil mengambil tempat duduk di sebelah Elycia, kacak satu bangku dengannya. "hari ini tidak kerja?"

"kau lupa ?" balasnya justru bertanya dengan santai, lalu mengambil serbet dan mengelap mulutnya. "Jangan bilang memang kau lupa…"

Tiba-tiba garpunya terjatuh menghantam piring, dan ia tersentak. "AKKHHH !"

"kau lupa, rupanya…" Maes menghela nafasnya.

Elycia tersenyum kecil melihat keadaan seperti ini setiap harinya. Sudah biasa. Kekocakan Roy…versus Maes yang cool yang selalu memojokkan Roy. Maes memandang Elycia yang sedang tertawa manis itu. tiba-tiba mukanya memerah dan ia segera memalingkan pandangannya.

"ah..ya…Junior… mama mau bicara…"

Kali ini Junior yang terbatuk-batuk, menepuk-nepuk dadanya setelah tersedak. "Mamaa… jangan panggil Junior ! Roy !"

Riza kembali tersenyum, terhibur dengan tingkah-tingkah remaja dewasa ini. Namun, setelah itu, wajahnya kembali tegas seperti semula lagi. "oke…Roy… Tadi malam apa yang kau lakukan malam-malam di kamar Elycia, huh ! Pintu dibiarkan terbuka begitu…"

Semua tersedak. Elycia, Junior dan Maes. "Benarkah itu, Roy ?" tanyanya sambil mengangkat satu alis setelah membersihkan mulutnya dari tumpahan kopi yang telah tersembur.

Muka Elycia dan Junior tiba-tiba memerah. "Eh..eh..bu..bukan ! Bukan begitu !"

"Be..benar ! Mama salah ! Ta..tadi malam ketika geledek dan petir menyambar, uh..eh..Elycia ketakutan…jadi aku kebetulan ke sana dan menenangkannya...lalu..uh..um.. ya.. aku terpeleset ketika hendak keluar lalu mendarat di atasnya… Sumpah ! Kami tidak melakukan apa-apa sekalipun ! Betul !" katanya cepat-cepat dengan gugup sambil menahan wajahnya yang lebih parah dari kepiting rebus.

"Kau benar-benar tidak melakukan itu dengannya, kan !" tanya Maes curiga lagi. "aku yakin kau perlu berpikir-pikir dulu, kan ?" Nada pembicaraannya amat menyeramkan. Si jenius yang sedang menahan marahnya itu.

"tidak ! tidak ! aku tidak akan melakukan hal itu ! er…setidaknya tidak dengan Elycia…yah…lain halnya dengan Patricia, Rui, Hana, Denenise, Luna, Cassandra, Vernica...ugh…siapa lagi….yah….begitulah…tidak mungkin !"

Maes memberinya tatapan curiga lagi sebelum ia mengalihkannya pada kopinya itu. "baiklah…aku percaya..."

Baru saja Junio- (ahem !) maksudnya Roy hendak bernafas lega setelah lepas dari cengkraman tatapan maut Maes, gantian mamanya yang melemparkan tatapan serupa. "bisa jelaskan tentang deretan wanita yang kau katakan ?"

"ugh…" Roy mulai keringat dingin. Reputasinya sebagai playboy masih ia sembunyikan dari mamanya. Tapi sekarang tidak lagi. Ia sudah keceplosan. "yah.. me..mereka yang mengaggumiku dan….eh…aku tidak bisa membiarkan begitu saja, kan ?"

Riza menarik nafas panjangnya. "benar-benar seperti ayahmu…tukang TePe dan playboy…sampai nama pun sama….heran…"

Mereka hanya tertawa.

Elycia telah menyelesaikan makanannya lalu mengambil piring-piring kotor mereka dan menawarkan untuk mencuci piring kotor. Maes memberikan senyuman tipis sewaktu Elycia sedang membelakangi dirinya sambil berjalan ke arah dapur. Roy menyeringai melihat tingkah adiknya yang…kurang cocok untuk image si perfeksionis dan jenius itu.

"Hey, Letkol…Ada debaran di hati apa kau menatapnya seperti itu ?" ia tertawa terkekeh-kekeh melihat Maes yang tiba-tiba langsung salah tingkah dengan hampir menjatuhkan cangkir kopinya.

"ahem ! siapa yang menatap siapa dan siapa yang ditatap siapa ?" tanyanya berpura-pura sambil membohongi perasaan kagum pada gadis itu. " dan..harusnya kutanya siapa pula yang lupa kalau hari ini libur dan akan pergi ke tempat siapa ?"

Raut wajah Roy berubah. Sial lelaki itu selalu saja pandai membalikkan keadaan. Ia mengedumel sendiri dengan kesal di pojok meja.

"sudah..sebaiknya kau cepat ganti baju dan kita akan segera pergi….bunganya sudah, kan, ma ?" Pertanyaannya disambut dengan anggukan dari Riza. Maes kembali menyengir. "dan…sebaiknya kau cepat… kalau tidak mau ditinggal…"

"enak saja ! Tidak mungkin aku absent ! selama ini aku selalu full hadir !" katanya membela diri. "biarlah ! biar dia tahu kalau aku telah menjadi Colonel ! Biar saja… tidak perlu ganti baju.."

Maes menarik nafas panjang, lalu berbisik pelan di bawah nafasnya. "dasar kakak, colonel pervert, playboy, tukang pamer lagi…"

"HUH !"

---

Mobil sport itu melaju cepat diantara genangan air bekas hujan semalam. Sesekali Riza melempar pandangannya keluar, hanya untuk mendapatkan pandangan akan anak-anak yang sedang berlari-lari di jalan… orang lalu lalang yang hendak bekerja…. Pasangan yang sedang bergandengan tangan… Ia mulai membayangkan kalau Roy masih ada… Mungkin mereka juga sedang jalan berdua sambil bergandengan tangan seperti itu.. dan Roy akan membelai rambutnya pelan dengan lembut, sambil meluncurkan kata cinta manisnya di telinganya, yang terkadang membuatnya tergelitik.

Ah…ya. Kenangan lama… Sekarang ia tidak menyesalinya lagi…namun menanggapnya sebagai hadiah terindah yang pernah ia dapatkan...

Perlahan, pandangannya yang menangkap gerak-gerik orang-orang itu mulai berganti dengan bentangan tanah yang luas dan hijau… Damai rasanya melihatnya.

Riza merasakan mobil mereka mulai mengalami pengurangan percepatan dan perlahan mulai berhenti. Sudah sampai. Ia melepaskan sabuk pengamannya lalu melangkah keluar dari mobil sambil membawa bunganya.

Mereka berjalan ke arah tempat yang 12 tahun lalu, Junior melakukan sumpah untuk terus melindungi mamanya selalu, dalam segala keadaan. Elycia juga membawa beberapa buket bunga untuk kedua orang tuanya. Sedih, memang..tapi ia sudah bisa kuat melaluinya… ada dua orang yang amat disayanginya yang selalu membuatnya ceria kembali.

Riza berhenti ketika melihat nama yang terukir yang juga terus terukir dalam hatinya. Roy Mustang…. "Roy… sudah 12 tahun, ya…. Waktu yang cukup lama…bahkan jauh lebih lama dari waktu kita bersama….Kami semua di sini baik-baik saja….dan buktinya, lihat. Kedua anakmu sudah besar….dan satunya itu….benar-benar mirip denganmu !" Riza berjalan berlutut di depan nisannya, sambil membersihkan batu itu dengan jarinya. "aku sayang padamu…"

Ketika hendak menaruh bunganya, Ia tersentak melihat sebuah bunga putih lainnya yang telah diletakkan di atas makamnya.

"sepertinya…. Para bawahannya yang dulu pun tidak melupakan hari di mana atasan mereka meninggal…" kata Maes melihat bunga itu. "mereka tetap mengingatnya…. Namanya tidak lekang termakan oleh waktu…selalu saja hangat…dan hidup.."

"ya…." Jawabnya datar. "kau berbicara seolah kau tahu tentangnya saja ?"

Maes memejamkan matanya. "aku memang belum pernah melihat tampangnya… tapi hatiku ini mengatakan kalau dia ayah yang luar biasa…" ia menggenggamkan tangannya dan menaruhnya di atas jantungnya. "aku merasa… setiap hari ia mengatakan bahwa ia sayang padaku... yah...sejenis feeling seperti itu…"

Riza mengangguk. "ya…dia memang ayah dan suami yang luar biasa…"

"Roy ? tumben kau diam saja ?"

Ia terbatuk-batuk. "uh..yah… aku mau bicara sendiri pada papa…"

Maes menepuk punggung kakaknya, lalu berjalan menjauh dari makam papanya. Ia berjalan lebih jauh…ke arah utara di mana dia melihat seorang gadis dengan rambut panjangnya yang berkibar tertiup angin. Ia berlari kecil menghampirinya.

Papa…. bisik Roy Jr. pelan. Waktu itu kau berjanji untuk mengajariku alchemy ketika kau kembali dari perang….tapi buktinya kau malah gugur… sekarang, roy sudah menjadi Alchemist. Flame Alchemist kedua, menerusi gelar papa…dan tebak. Kemarin Roy sudah dipromosikan menjadi Colonel di tempat papa dulu memulai karir papa.. East City ! Banyak orang yang menganggapku sebagai pengganti papa…tapi aku tidak pernah merasa demikian… aku tidak akan pernah bisa menyaingi papa yang begitu hebat… Hm…papa..sudah lama sekali Roy tidak melihat papa… Roy kangen… memang kedengarannya kecewek-cewekan…tapi begitulah… Papa, Roy sayang…sama papa, oke ! baik-baik di sana sama oom Maes dan tante Gracia, ya….nanti kalau ke sini lagi, Roy pasti sudah menjadi lebih hebat dari yang sekarang…Bye papa….

---

"…mengunjungi mama papamu ?" tanya Maes pelan sambil berdiri di sebelah Elycia. Itu pertanyaan bodoh, karena namanya sudah jelas-jelas terukir di situ.

"ya…. sudah selesai, kok…"

"oh…"

keheningan terjadi di antara mereka berdua. Sebenarnya Maes sedari tadi sedang sibuk mengagumi diri gadis itu yang… begitu luar biasa dalam benaknya. Dari atas sampai ke bawah…. Dia begitu cantik…

"Sir ?" panggilnya pelan mengagetkannya.

"jangan memanggilku pangkat militer di saat-saat seperti ini !" Elycia tertawa. "mau di sini terus ? Ayo, kembali…"

Lelaki itu berjalan pelan di sampingnya, mengikuti langkah elycia. Tangannya, entah bergerak sendiri, sekarang telah menggenggam erat tangan milik gadis itu.

"hey…tadi malam… apa yang sebenarnya terjadi di antara kalian ?"

Mukanya memerah. Maes merasa kecewa. "ti…tidak ! Ia menenangkanku ketika aku takut…seperti adik perempuannya…. Tidak ada hubungan apa-apa diantara kami…"

"begitu…"

"untuk apa kau tanyakan, huh ?"

"bukan hal yang penting…"

"mukamu memerah, tuh… cemburu, ya…?"

Maes menaikan kaca matanya sambil melemparkan pandangannya ke tempat lain. "ti..tidak…"

Elycia tertawa-tertawa kecil selama mereka berjalan menyusuri lapangan nisan-nisan itu. Hanya gadis itu, dan mamanya, satu-satunya orang yang dapat memojokkannya seperti tadi. Hebat, ya… bahkan si Flame Alchemist II saja tidak dapat membalas kata-katanya… namun gadis si admin dan pustakawan militer ini… Salah tingkah ia di depannya..

"itu Roy…ayo, ke sana !"

--

Apa aku salah lihat karena mataku lelah menyetir atau memang mataku ini sudah rabun, sih ? Maes Mustang adikku si jenius itu…menggandeng tangan ELYCIA ! apa yang terjadi diantara mereka ! Berani-beraninya dia menyerobot ketika aku tidak ada ? Huh ! Tahu rasa dia nanti !

"Maes… kali ini giliranmu menyetir, oke ? Badanku sudah pegal…" ia menyeringai lebar. "…sepertinya kau sehat-sehat saja, kan !"

"cih…"

--

"mama.. makanannya sudah siap ?" teriak Roy dari atas tangga sambil menuruninya cepat dan membuat bunyi-bunyian yang menghancurkan nasib tangga itu. "Laper nih !"

"belum ! sudah, tunggu saja sana !"

Lelaki itu berjalan dengan gontai keluar dapur ke arah ruang keluarga, di mana Maes dengan kacamatanya sedang melihat deretan daftar nama angka dan sejenisnya yang menurutnya amat menjijikkan, sedangkan Elycia duduk di atas sofa sambil membolak-balikkan halaman majalahnya. Daripada mengganggu Maes yang sepertinya sedang bermeditasi itu, Junior memutuskan untuk bergabung dengan Elycia dan mengganggu gadis itu.

"hey..kalau penasaran, aku Taurus."

"Hm ?" tanyanya melempar pandangan bingung.

"Ah… tidak perlu basa basi… hal yang biasa seorang gadis lakukan ketika membuka majalah ialah mencari ramalan bintang antara dia dan gebetannya, kan ?"

"iih ! Kegeeran aja !" ujarnya sambil memukul-mukul pelang punggungnya dengan majalah. "aku sedang membaca tentang mode tau…!"

"mode ?" ia menggeleng-gelengkan kepalanya beberapa kali. "rasanya tidak cocok dengan imagemu ! oh…ralat. Memang perlu kau baca tentang mode… " Tentunya ia berbicara berlawanan dengan faktanya. Mungkinkah itu salah satu rahasia ia selalu tampil menawan ?...atau setidaknya di depan matanya ?

"ya…ya…benaar…sekali…" ujarnya datar, sebal menanggapi ejekan-ejekannya. Memang heran. Kadang orang itu bisa bersikap..romantis. Kadang pula rasanya kekanak-kanakan…seolah benar ia adalah adik perempuannya…Elycia sedikit merasa kecewa.

Ting…tong…

"Roy… Maes..buka pintunya sana ! Sepertinya itu Winry yang katanya mau menitipkan Edwin kecilnya di sini…" teriak Riza dari dapur. Satu jam yang lalu memang, ia sudah menelepon untuk meminta tolong hal tersebut karena Edward dan dirinya akan keluar kota untuk beberapa hari.

"males, ah…sana, Maes !" bodoh sekali ia berkata seperti itu karena Maes tak mungkin terganggu dalam semedinya untuk hanya membuka pintu. Pikirannya sudah terfokus untuk data-data yang pada data-data bertumpuk yang membuat tebal saja minus kacamatanya (yang dalam kenyataannya, minusnya ternyata tetap konstan saja…heran.)

Seperti sebuah keajaiban, lelaki itu melepas kacamatanya dan menaruh tumpukan kertas itu di atas meja, lalu berdiri keluar dari ruang keluarga dan berjalan ke ruang tengah.

"Ngapain ?" tanya Junior penasaran, sekaligus memastikan kalau memang bukan dia yang sudah gila.

"SUdah jelas,kan ! aku mau buka pintu…" Hampir Junior pingsan di tempat dengan sukes mendengar adiknya yang bisa melepaskan kecintaannya pada data pekerjaan hanya untuk membuka pintu. Setidaknya ia tidak jadi setelah mendengar sambungannya, "ketukan yang menyebalkan…aku tidak bisa konsentrasi…"

Yah..yah..yah… itu memang Maes yang ia kenal….

Dasar…. Apakah dia pikir aku ini terlalu freak untuk tidak melepaskan konsentrasiku dari data-data itu ? Bagaimana pun juga, mataku mulai pegal…aku juga butuh refreshing, kan ?

Ia mengambil kunci yang ditaruh di atas meja kaca di ruang tengah itu, lalu membukakan pintu untuk seseorang yang melepaskan perhatiannya dari data-data itu.

"Maaf… ini…kediaman Mustang ?" tanya lelaki itu.

Maes tidak mengenalinya sama sekali. Lelaki tinggi degan jubah panjang cokelat yang mulai kusam, rambut panjang berantakan, kumis dan janggut yang tidak tercukur…Namun yang paling jelas ialah tutup mata hitam yang menghalangi setengah dari mukanya untuk diperlihatkan.

"ya ?" Maes berhati-hati. Dilihat dari cirinya orang ini kelihatannya berasal dari jauh dan…sedikit berbahaya. "ada apa ?"

"bisa…kubertemu dengan Riza Mustang ?"

"anda siapa, ya ?"

"katakan saja seperti itu."

Maes menatap matanya dengan tajam. Orang ini mau bermain-main dengan dirinya. Tidak mau menyebutkan identitas dan ingin bertemu dengan mamanya…. Kalau dia mau macam-macam, awas saja dia ! dan..tidak mungkin pula ia beri orang ini kesempatan untuk bertemu dengan mamanya…terlalu berbahaya.

"Maes ? Siapa ?" terdengar suara Riza yang mulai mendekat, seolah sedang berjalan ke sana menemui mereka.

akh ! celaka ! Baru kubilang tidak akan membuatnya bertemu dengan orang ini..

"Siapa Ma-" Riza menghentikan kata-katanya, menatap dari atas hingga ke bawah lelaki setengah baya yang seolah dari jaman batu itu. "anda…."

TBC

a/n : ya ! walau epilog masih ada TBC-nya ! Hm… Maes kelihatannya cool banget, ya…. Hayo…lebih seneng mana, Maes atau Junior (Roy Jr : BUKAN JUNIOOR ! ROY !) hehe.. yeah. A cliff hanger… I love it ! epilogue 2…minggu depan…(moga-moga selesai… ulangan sudah berjibun…Minggu ini terakhir aku bisa santai-santai, dikurangi dengan bloody Thursday waktu itu…) Ayo, Reviews ! Kasih komentar !