SAY SOMETHING ∞

Timeline:

Tahun ke-7 setelah perang usai.

Warning : Newbie Author, Sebagian OOC, Typo(s), Absurd, Whatever (-_-)

Disclaimer : J.K Rowling

The Story Owned By Me

-o0o-

"Kau bersinar terang seperti bintang tapi lalu kau menghilang. Jangan berharap terlalu tinggi. Kau merasa begitu percaya diri, merasa hebat lalu kau akan benar-benar dihancur-leburkan oleh sesuatu yang teramat bodoh."

Jatuh cinta?

Berharap?

Berharap apa?

Hancur-lebur?

Merlin!

Kelas macam apa ini?!

-o0o-

Save your advice cause I won't hear
You might be right, but I don't care…

There's a million reasons
Why I should give you up…

-Selena Gomez: The Heart Wants What It Wants-

Chapter 02 : Disgusting Behavior

Rasanya aku ingin menangis saja.

Tapi itu bukan diriku sekali. Maksudku, aku bukan ingin menangis. Aku hanya kesal. Dan aku juga menyesal kenapa aku harus mengikuti kelas ramalan itu lagi setelah insiden di tahun ke-3 ku.

Sepertinya guru ramalan satu itu memang selalu berniat mempermalukanku.

Arrghh!

Aku membenamkan wajahku diantara tumpukan bantal-bantalku, berusaha menahan amarah dan rasa malu yang terus mengerubungi pikiranku. Kenapa ia harus mengatakan hal memalukan seperti itu di depan seluruh murid? Dan kenapa harus aku? Untuk kedua kalinya, aku, Hermione Granger.

"Granger?"

Aku tersentak.

"Kau didalam?"

Malfoy kah? Mau apa si pirang itu? Mau ikut berpartisipasi mengolok-olok ku seperti murid-murid lainnya? Seperti ia mengolok-olok ku dulu? Dulu…

Ya, seorang Hermione Granger kembali di olok-olok setelah aku menyelamatkan dunia sihir mereka.

Sebelum aku mengurung diri dikamarku, setelah kelas ramalan berakhir semua murid berkumpul di Aula Besar. Aku yang sebelumnya sudah keluar kelas terlebih dahulu ikut bergabung dengan teman-teman seasrama ku, untuk makan siang tentunya. Tapi kuping ku terasa panas saat aku mendengar beberapa obrolan yang melibatkan namaku. Seakan-akan jatuh cinta itu adalah hal yang tabu bagi seorang Hermione Granger. Tatapan para penggosip itu seolah mencibirku.

"Mana mungkin ada yang mau padanya kecuali si rambut merah idiot Weasley itu."

Begitulah kira-kira beberapa potongan kicauan makhluk-makhluk penggunjing yang ku dengar tadi siang. Dan kenapa harus nama Ron saja yang disebut? Bukan aku berharap dipasangkan dengan Harry sahabatku atau Cedric yang sudah tiada, tapi setidaknya mereka ingat kalau jagoan Durmstrang idola para gadis-gadis itu sempat berkencan denganku. Dan aku juga cukup populer dikalangan para pria bukan karena aku telah menyelamatkan dunia sihir (Harry lebih berjasa dibandingkan ku) tapi aku—

"Granger, buka pintunya!"

Malfoy.

Masih seperti yang dulu. Selalu saja mengganggu ku-walaupun sudah tidak menghinaku dengan sebutan Mudblood lagi. Aku bangkit dengan malas dari ranjangku dan beringsut ke pintu yang sedari tadi digedor-gedor itu.

Aku membuka pintunya malas dengan tatapan 'Ada apa?' padanya. Pada Malfoy.

Tapi orang yang sedang berdiri dengan sombongnya didepanku ini bukannya menjawab tatapanku ia malah menyodorkan nampan yang setelah kusadari isinya tak jauh berbeda dengan sarapanku tadi pagi dan makanan yang ku temukan di meja ruang rekreasi ketua murid kemarin sore.

"Apa ini?" Tanya ku bingung menerima nampan yang diberikannya padaku itu.

"Makanan."

Aku mendengus mendengar jawabannya, tentu saja ini makanan. Aku pun tahu itu. Maksudku untuk apa ia menyerahkan senampan makanan ini padaku?

"Kau belum ada makan dari siang, jadi aku memutuskan untuk membawakanmu beberapa makanan dari aula besar." Aku sedikit membelalakkan mataku. Apa aku sempat tertidur dan sekarang aku sedang bermimpi? Atau mungkin aku memiliki masalah dengan pendengaran ku setelah mendengarkan gosip-gosip tak bermutu tadi siang? Apa ini efek dari menguping pembicaraan penggosip? Aku menggelengkan kepalaku pelan. Itu tidak mungkin.

Kenapa tiba-tiba Malfoy menjadi baik seperti ini padaku? Ku kira ia ingin memarahiku atau mengolok-olokku seperti sebelum-sebelumnya.

"Aku tidak mau berpatroli sendiri karena rekanku mati kelaparan." Lanjutnya.

Oh.

OH.

OOH.

Rasa haru yang sebelumnya sempat kurasakan sepertinya harus ku Reducto. Aku tahu kalau ia belum berubah. Masih Malfoy yang angkuh dan ya begitulah.

Aku ragu sejenak untuk mengucapkan terima kasih atau tidak padanya. Padahal kalau ia masih bersikap baik seperti sebelum kalimat lanjutannya itu aku benar-benar ingin berterima kasih padanya. Akhirnya aku mencolos begitu saja dan menutup pintu kamarku. Tak ada omelan atau lemparan mantra yang keluar dari mulutnya saat aku menutup pintu kamarku begitu saja tanpa mengucapkan terima kasih. Mungkin ia sadar kalau ia salah berbuat baik padaku seperti itu tadi. Ralat. Bukan berbuat baik, tapi Ia Sedang Kerasukan Arwah Toilet Sehingga Tanpa Sadar Ia Membawakan Senampan Makanan Kepada Seorang Hermione Granger Yang Notabene Nya Adalah Gadis Yang Paling Dibencinya. Well, cukup panjang.

Selama beberapa menit aku memandang nampan yang penuh makanan dan cokelat hangat itu, cukup lama sampai asap yang mengepul dari cangkir silver itu menghilang. Aku membaca memo yang tertempel di cangkir minuman itu.

"Jangan dipandangi saja. Makan, atau aku harus mengajukan 'Pergantian Rekan Ketua Murid' kepada McGonagall karena rekanku yang sekarang tidak kompeten dan sering absen berpatroli karena lebih memilih nangis kelaparan saja."

Kembali aku mendengus kesal membaca memo itu.

Ternyata itu dia.

Isi nampan yang sama. Cokelat hangat. Memo singkat. Dan tulisan tangan yang rapi namun menyakitkan. Itu semua kerjaannya.

Draco Malfoy.

-o0o-

"Kenapa mate?"

"Tidak ada, aku hanya merasa merinding saja."

-o0o-

"Kau melihat Hermione?"

"Ada apa, Ron?" Aku muncul disela-sela pembicaraan mereka di Aula Besar. Ron tampak lega melihat ku datang. Bahkan kelewat lega. Sementara Harry dan Ginny tersenyum melihat kedatanganku dengan ekspresi masam seperti ini.

"Kau masih memikirkan perkataan Profesor Trelawney?" Tanya Harry.

"Oh, yang benar saja. Aku tidak pernah memikirkan perkataan guru nan eksentrik itu, Harry…" dusta ku. "Aku hanya sedang berusaha memikirkan nilai pelajaran ramalanku. Sepertinya aku benar-benar harus mengambil mata pelajaran ini di NEWT dan memperbaiki nilai ku agar aku bisa benar-benar bekerja di Kementerian." Mereka bertiga menertawai kesedihanku.

See, inilah sahabat-sahabatku.

Aku mengambil beberapa buah-buahan segar yang tersedia dimeja panjang didepan ku ini.

"Kau tidak makan?" Tanya Ron masih dengan kebiasaan berbicara sambil mengunyahnya.

"Aku sudah kenyang." Jawabku singkat sambil memotong buah apel segar yang tampaknya sangat menggiurkan ini.

"Bukannya kau tidak menyentuh makan siang mu tadi?" Oh, blessed Ginny Weasley dengan segala kecurigaannya. "Atau kau sedang diet?"

Diet?

"Diet karena kau memang sedang dekat dengan seseorang?! Jatuh cinta?!"

What?!

Hampir saja aku tersedak apel yang awalnya ku kira sangat enak ini. Memang enak sih, tapi setelah mendengar pertanyaan-pertanyaan aneh Ginny rasanya aku ingin menarik perkataan ku sebelumnya. Tentang apel yang begitu menggiurkan.

"Ginny, aku hanya sudah kenyang. Oh, kumohon hentikan asumsi anehmu itu. Kau sudah seperti Trelawney juga." Harry dan Ron terkekeh cukup kuat hingga membuatku mendengus kesal. Sepertinya akhir-akhir ini aku terlalu banyak mendengus. Ginny hanya mengangkat bahunya santai seolah-olah ia tidak berkata apapun sebelumnya.

"Granger."

Aku kembali tersedak apel ku.

Sial.

Malfoy.

Ada apa lagi ini? Aku menoleh kearah suara yang memanggil namaku itu dan benar dugaanku kalau itu adalah Malfoy.

"Ada apa lagi?" Tanyaku dengan nada seperti orang yang sedang ditagih hutang. Pasrah, kesal, dan memohon untuk dikasihani.

Malfoy menatapku bingung karena nada pertanyaanku tadi. "Kita dipanggil Kepala Sekolah." Lanjutnya. Membuatku benar-benar ingin menenggelamkan kepala ku ke tumpukkan buah-buahan segar ini. Aku pun bangkit dengan malasnya dari bangku ku dan melambai lesu kearah sahabat-sahabatku.

"Kalian lihat ekspresi Hermione? Sepertinya ia tertekan dengan rekan ketua muridnya."

"Oh, Ron. Makan saja makanan mu itu dan jangan selalu berpikiran buruk tentang Malfoy." Ginny menatap malas kakak nya itu.

"Sekarang kau pun membelanya? Ingat Gin, kami pernah ditawan di Manornya dan Hermione sempat disiksa oleh bibinya yang mencoba membunuhmu juga kalau saja Mom tidak turun tangan."

"Hei, itu sudah berlalu, Ron. Lagi pula Malfoy sudah tidak pernah mencoba mencari masalah lagi dengan kita." Sanggah Harry dan Ginny pun mengangguk.

"Hanya kau saja yang selalu mencoba menumbuhkan kembali rasa permusuhan kepada Malfoy." Tambah Ginny lagi yang sukses membuat Ron tak bisa membalas perkataan adik perempuan satu-satunya itu.

-o0o-

"Silahkan masuk."

Setelah mendengar perintah dari dalam ruangan kepala sekolah kami pun memasuki ruangan itu. Aku masih mengikuti Malfoy dalam diam. Saat aku mendongakkan kepalaku dan menatap seluruh ruangan, entah mengapa aku kembali teringat dengan sosok kepala sekolah sebelum Profesor McGonagall.

Profesor Albus Dumbledore.

Dan aku kembali teringat usaha Malfoy membunuh Dumbledore di menara Astronomi yang selanjutnya diselesaikan oleh Snape. Aku tahu bahwa semua itu adalah salah satu trik Dumbledore untuk mengelabui Voldemort, tapi hanya saja aku masih belum bisa menerima kenyataan kalau mereka harus mati dengan cara yang salah dan mengenaskan.

"Silahkan duduk, Ms. Granger." Aku tersadar dari lamunanku saat Profesor McGonagall memerintahkanku untuk duduk. Aku melihat Malfoy sudah duduk dengan tenangnya terlebih dahulu. Aku pun menarik kursi dan duduk disebelahnya. Disebelah Malfoy. Menunggu apa yang akan disampaikan Kepala Sekolah Hogwarts.

"Apa kalian ada masalah selama menjadi rekanan?" Aku sedikit membelalakkan mataku. Apa Malfoy benar-benar melaporkan masalah tentang 'Rekannya Yang Sekarang Tidak Kompeten Dan Sering Absen Berpatroli Karena Lebih Memilih Nangis Kelaparan Saja'?

Aku berusaha untuk menutupi rasa kesalku terhadap Malfoy saat ia berkata…

"Tidak ada sama sekali, Profesor." Aku mengerjapkan mataku. 2 kali. Menatap Malfoy bingung.

"Well, kalau begitu bagus sekali." Profesor McGonagall tampak girang dan sepertinya ia tidak menyesal telah membuat Gadis Gryffindor sepertiku dan Pangeran Slytherin Pirang itu menjadi rekan ketua murid.

Pada kenyataannya kami tidak baik-baik saja. Maksudku selama kami menjadi rekan ketua murid. "Bertengkar dan Berteriak" seperti tidak jauh-jauh dari kami berdua (ah aku sedikit geli saat mengatakan Kami Berdua), tapi kenapa ia berkata seperti itu seolah-olah kami adalah rekan ketua murid yang solid dan akur?

Malfoy menyadari tatapan bingungku dan balas menatapku dengan alisnya yang bertaut. Ekspresinya itu seakan-akan yang ia katakan adalah benar. Aku menggeram dalam hati mencoba untuk tidak merusak rambutnya yang rapi. McGonagall berdeham sebelum melanjutkan perkataannya.

"Karena kalian tampak baik-baik saja, aku ingin memberitahukan kalian kalau minggu depan adalah Hari Peringatan Ulang Tahun Hogwarts. Aku ingin kalian sebagai Ketua Murid membuat sebuah acara dan mendiskusikannya dengan mengumpulkan para Prefect." Aku dan Malfoy saling berpandangan lagi. Ada sedikit ekspresi bingung. Tentu saja. Kami tak pernah mengadakan acara hari jadi Hogwarts sebelum-sebelumnya.

"Aku berharap kalian bisa membuat masa-masa terakhir kalian di Hogwarts menjadi tak terlupakan dan sangat berkesan. Mungkin itu saja yang bisa ku sampaikan. Sekali lagi aku berharap kalian bisa bekerja sama dalam hal ini." Profesor McGonagall bangkit dari kursi dan memakai jubahnya tanpa menunggu persetujuan dari kami, karena ia tahu kami pasti tak akan bisa menolak perintahnya. Aku dan Malfoy pun segera bangkit dari kursi dan berpamitan untuk kembali ke asrama.

"Aku tahu kalian bisa diandalkan."

Langkahku dan tentu saja Malfoy terhenti saat McGonagall berkata seperti itu sebelum kami keluar dari ruangannya. Kami menoleh ke arahnya berbarengan, ia tersenyum kemudian menghilang dengan asap hijau yang mengepul dari perapian.

-o0o-

"Kita harus segera mengumpulkan para Prefect." Aku menghentikan langkahku dan menoleh kearah Malfoy yang sedang berjalan dibelakangku dengan kedua tangan yang dimasukkannya kedalam saku celananya. Ia menatapku seperti tidak suka dengan pendapatku.

"Kenapa harus terburu-buru, Granger?"

See, benar kan?

Aku menghela napas sebelum melanjutkan perkataanku. "Acaranya minggu depan dan kita belum mempunyai rencana apa pun yang akan kita lakukan untuk memperingati hari jadi Hogwarts, Malfoy." Jawabku sambil berkacak pinggang. Ia menaikkan satu alisnya.

"Well, itu masih 7 hari lagi, Granger. Kau tak perlu terlalu bersemangat seperti ini hanya untuk membuat acara itu sangat meriah." Aku mencebik kesal.

"Dengar, Malfoy…" Ia membenarkan posisi berdirinya dan kini bersandar kesalah satu tiang dilorong ini. "Aku tahu kalau kita tak pernah sependapat. Aku juga tahu kau tak suka kembali ke Hogwarts setelah insiden orang tua mu yang memihak Harry ketimbang si kepala plontos itu, tapi ini tahun terakhir kita. Aku juga menginginkan masa-masa terakhirku di Hogwarts berakhir dengan kesan yang menyenangkan dan tak terlupakan. Jadi kali ini, setidaknya kau mendengarkan kata-kataku."

Aku menarik napasku lagi sebelum melanjutkan kata-kataku. "Dan asal kau tahu, untuk mengumpulkan para Prefect itu tidak gampang. Masing-masing Prefect punya kesibukan tersendiri, jadi kita harus mengumpulkan mereka saat ini juga. Malam ini." Ia masih berdiam diri. Tak melakukan apapun setelah aku berkomentar seperti ini. Sepertinya emosiku mulai memuncak.

"Malfoy?!" Tegurku. Tapi ia malah tersenyum. Aku kembali mengerjapkan mataku. Aku tidak salah lihat, ia tersenyum. Kepadaku?

Apa ia sedang kerasukan arwah Selokan Hogwarts?

Memangnya ada?

Arwah Selokan Hogwarts, maksudku.

"Kau kenapa?" Tanya ku berusaha menutupi rasa khawatirku. Ia kembali tersenyum dan sepertinya kali ini ia mendengus geli. Ia menghampiriku. Lagi. Seperti saat kami berpatroli beberapa malam yang lalu. Aku kelabakan, lagi. Untuk yang kesekian kalinya.

Ayolah, Hermione. kembalilah ke akal sehatmu.

"Hai, mate!"

Mate?

Aku menoleh kearah yang diteriakinya. Dan betapa terkejutnya aku saat melihat beberapa orang yang keluar dari lorong dibelakangku yang kini ku ketahui kalau mereka semua adalah para Prefect. Bahkan Harry sudah berdiri diantara kumpulan Prefect itu dan tersenyum tak jelas padaku sambil melambaikan tangannya.

"Kau sudah mengumpulkan semuanya?" Malfoy bertanya kesalah seorang Prefect itu yang ku kenali sebagai teman seasramanya, Blaise Zabini.

"Kau bisa lihat." Jawab si Zabini santai.

Kini Malfoy menatapku yang masih kebingungan. "Bagaimana bisa kau mengumpulkan mereka semua secepat ini?" Aku benar-benar bingung. Jelas saja. Kami baru saja keluar dari kantor Kepala Sekolah tak sampai 5 menit yang lalu dan kini semua para Prefect sudah berdiri dengan tenangnya menunggu perintah dari kami?

"Kau tahu—"

"Tidak." Tandasku.

"Maka dari itu aku akan memberitahumu sekarang, Miss-Know-It-All." Suaranya ia pelankan sehingga aku sedikit merinding mendengar nada bicaranya. Masih dengan posisi sebelumnya, ia menatapku dan aku balas menatapnya dengan berani walau leherku sedikit sakit karena harus mendongak terlalu lama seperti ini. "Aku tahu kalau kita tak pernah sependapat. Aku juga tahu kau tak suka menjadi rekan ku. Aku juga menginginkan masa-masa terakhirku di Hogwarts berakhir dengan singkat dan tidak perlu melalui hal-hal yang menurutku tidak penting seperti ini. Tapi aku masih berusaha untuk menghargai pendapatmu, Granger. Jadi, hilangkan sikap sok hebat, keras kepala serta sikap sok pintarmu itu. Dan kali ini kau yang harus mendengarkan kata-kataku."

Sial.

Ia membalikkan semua kata-kataku. Kini aku merasa kepalaku tengah mengeluarkan asap emosi dan sepertinya wajahku sudah memerah dan siap melemparkan kutukan kepada pemuda pirang sok hebat didepanku ini.

"Dan asal kau tahu juga. Para Prefect tidak begitu sulit untuk dikumpulkan apabila membahas hal-hal yang "Menyenangkan" seperti ini." Ia menekankan kata menyenangkan yang mungkin baginya menjijikan dan seperti katanya tadi, "Tidak Penting".

"Kalian sedang membahas apa?" Celetuk Zabini begitu saja yang sepertinya tahu kalau aku dan Malfoy sudah hendak saling melemparkan kutukan.

"Membahas diruangan mana kita akan mengadakan rapat." Jawab Malfoy santai sambil menjauhkan dirinya dariku. Tanpa sadar aku baru saja membuang napas lega dan aku bisa mendengarkan dengusan Malfoy.

"Kita ke ruangan biasa saja, karena sepertinya kita akan membahas hal yang sangat menyenangkan." Lanjutnya yang di ikuti anggukan setuju para Prefect. Mereka pun langsung berjalan bergerombol mengikuti Zabini.

"Kau…" Ucapku pelan membuat Malfoy menghentikan langkahnya dan menoleh kearahku. Masih dengan gaya angkuh dan seringaian yang terpahat jelas diwajahnya.

"Apa? Mau berterima kasih padaku, Mudblood?" Tanyanya dengan bangganya (seolah-olah dengan mengumpulkan para Prefect adalah suatu bagian dari ujian NEWT). Aku menatapnya nanar. Setelah sekian lama perang berakhir, ia kembali memanggilku dengan sebutan itu. Ku kira ia sudah melupakan tentang status darah. Ku kira, ia sudah sedikit berubah.

"Kau…mungkin benar." Aku berhasil melanjutkan kalimatku setelah berusaha menghilangkan rasa tercekat dileher ku. Ia sedikit menelengkan kepalanya mencoba mendengarkan perkataanku.

"Kau mungkin benar, tapi aku tak peduli. Aku akan tetap menjadi Hermione Granger si Mudblood yang sok hebat, keras kepala serta sok pintar daripada harus berterima kasih padamu." Aku sadar suaraku bergetar saat mengatakan kata-kata itu. Mataku terasa memanas dan aku tak ingin berlama-lama disini. Jadi aku berlalu melangkah melewatinya yang sepertinya masih berusaha mencerna kata-kataku.

Oh, aku lupa. Ia tidak perlu mencerna perkataanku. Ia murid Hogwarts terpintar kedua setelahku. Tentu saja ia mengerti apa yang baru saja ku katakan. Dan dari jarak beberapa meter darinya ini, aku bisa mendengar kalau ia mendengus setelah mendengar ucapanku. Mungkin ia menyesal telah berbicara dan membuang-buang waktu berharganya selama di Hogwarts dengan gadis rendahan sepertiku. Dan seperti baru saja tertimpah bongkahan es, aku tersadar kalau Malfoy tetaplah seorang Malfoy. Mau perang Kegelapan berakhir ataupun tidak, Malfoy tetap akan memandang rendah dan melecehkan seorang Mudblood seperti ku.

Malfoy dengan segala kelakuan buruk dan menyebalkannya yang menjijikkan.

Namun tiba-tiba seseorang menarik tanganku dan aku tahu seseorang itu tak lain dan tak bukan adalah Malfoy. Tarikannya membuatku kini menghadap dirinya. Aku benar-benar sudah malas melawaninya, aku pasrah apa yang akan dikatakannya selanjutnya padaku. Atau mungkin ia ingin melemparkan mantra padaku? Oh ternyata ia menciumku.

APA?!

Aku membelalakkan mataku.

Sesuatu yang hangat dan lembut kini menempel dibibirku. Ia menciumku. Malfoy menciumku. Selama beberapa saat aku tidak bisa mengendalikan pikiranku. Aku baru tersadar setelah ia melepaskan bibirnya dari bibirku yang kini kembali disambut dengan hawa dingin lorong Hogwarts.

"Maaf…"

Aku masih terdiam mematung saat Malfoy telah berlalu melaluiku dan kembali meninggalkan semilir wangi aroma tubuhnya.

-o0o-

H-4 menuju Acara Peringatan Ulang Tahun Hogwarts, setelah perdebatanku dengan Malfoy dan kesalahan lain yang dibuatnya di lorong beberapa malam yang lalu, aku masih bermalas-malas ria dikamar ku dan enggan untuk bertemu dengannya lagi di rapat-rapat Prefect selanjutnya. Bahkan aku selalu menghindar saat akan memasuki asrama ketua murid. Entahlah mungkin aku tidak bersikap profesional sebagai seorang Ketua Murid, tapi kali ini aku benar-benar malas mendengar si Malfoy itu, melihat, berdebat bahkan mencium aroma tubuhnya yang begitu menenangkan ku.

Aku tersentak dari ranjangku.

Tunggu dulu.

Bagaimana bisa aku sempat berpikir kalau aroma tubuh si Malfoy Pirang itu begitu menenangkan?

Aku berlari ke cermin besar di meja riasku. Menatap ngeri kearah cerminan diriku sendiri.

Mungkinkah aku sudah gila?

Mungkin selama perang melawan si kepala botak licin itu kepala ku sempat terkena mantra penghilang kewarasan atau apa?

Aku kembali menyentuh bibirku. Hal yang sudah kesekian kalinya kulakukan sejak insiden kesalahan dilorong Hogwarts yang lalu.

Aku menggelengkan kepalaku sekuat mungkin hingga rasanya aku menyesal telah melakukan hal itu. Sekarang kepalaku terasa pusing sekali. Aku kembali merebahkan tubuhku diranjang dan menatap langit-langit kamarku lama. Aku tak berniat untuk bergabung makan malam bersama Harry, Ron dan Ginny di Aula Besar.

"Blimey! Hermione! kenapa kau masih berada disini?" Aku hampir saja terjatuh dari ranjangku saat mendengar suara orang yang selama 7 tahun lebih ini menjadi sahabatku, Ronald Weasley, yang kini berada di ambang pintu kamarku. Baru saja ku ceritakan (dalam hati tentunya) kini mereka bertiga sudah berada didalam kamarku. Memandangku dengan tatapan yang sulit ku jelaskan. Kecuali Ron, aku tahu kalau tatapannya saat ini sangat khawatir padaku.

"Kau melewatkan jam makan siang dan kini kau pun tak ingin makan malam?" Aku mengangguk menjawab pertanyaan Ginny.

"Bukan hanya itu saja, ia juga sudah beberapa kali tidak menghadiri rapat Prefect yang membahas tentang Acara Peringatan Ulang Tahun Hogwarts." Kini Ron dan Ginny menatapku heran dan penasaran tentu saja setelah mendengarkan perkataan Harry tadi.

"Sebenarnya ada apa denganmu, Hermione?" Tanya mereka berbarengan.

Aku menghela napas kelewat kuat membuat Harry, Ron dan Ginny saling berpandangan bingung. "Kalian…percaya dengan ramalan Profesor Trelawney?" Tak ada sahutan dari mereka.

"Karena sepertinya…"

"…kini aku mempercayai semua ramalan-ramalan anehnya." Lanjutku.

Bisa ku rasakan mereka bertiga menatapku dengan pandangan horor.

Horor karena seorang Hermione Granger yang notabene nya sangat membenci pelajaran ramalan, akhirnya berkata kalau Ia mempercayai ramalan guru nan eksentrik seantero Hogwarts itu.

Kali ini aku benar-benar percaya dan meyakinkan diriku sendiri kalau aku benar-benar sudah gila.

-TBC-

A/N: Finally update more than 24hours.

Thanks to: Rinakartika980, my beloved sister moonlightYagami, alifiamalfoy, undhott, and ema. Mind to RnR, again? Hehehe…

I'm sorry, I'm newbie here.

Let me know what you think so I can continue this story or not. Thank you :)