∞ SAY SOMETHING ∞
Timeline:
Tahun ke-7 setelah perang usai.
Warning : Newbie Author, Sebagian OOC, Typo(s), Absurd, Whatever (-_-)
Disclaimer : J.K Rowling
The Story Owned By Me
-o0o-
"Kalian…percaya dengan ramalan Profesor Trelawney?"
"Karena sepertinya…"
"…kini aku mempercayai semua ramalan-ramalan anehnya."
Kali ini aku benar-benar percaya dan meyakinkan diriku sendiri kalau aku benar-benar sudah gila.
-o0o-
Chapter 03 : The Prophecy
Siapa saja, tolong lemparkan aku ke Danau Hitam.
Tak ada?
Baiklah aku bisa melakukannya sendiri.
Aku masih bergelut dengan pikiranku sendiri setelah menceritakan hal yang mengerikan kepada sahabat-sahabatku.
Jadi sebenarnya, aku ini sudah gila. Aku mempercayai ramalan-ramalan yang dikatakan oleh guru ramalan ku beberapa hari yang lalu. Dia bilang (Profesor Trelawney) kalau aku sedang jatuh cinta. Awalnya aku berpikir, "Yang benar saja…". Namun setelah insiden kesalahan di lorong Hogwarts tepatnya 3 hari yang lalu, aku kembali berpikir, "Benar saja…"
Hua!
Aku mengacak-acak rambut bergelombangku yang kini semakin terlihat seperti surai singa yang baru saja bangun tidur. Aku menolak ikut makan malam bersama ketiga sahabatku karena aku tak yakin akan berbicara waras dengan mereka nanti. Saat ini aku benar-benar mengkhawatirkan kejiwaanku. Lebih baik aku berendam saja dan mencoba menenangkan pikiranku. Aku bangkit dari ranjangku dan menggapai jubah mandiku. Sejenak aku melihat ke kanan dan kiri untuk melihat apakah Makhluk yang Tengah Kuhindari itu berada di sekitar ku atau tidak.
Nihil.
Oke, aku melangkah santai ke pintu kamar mandi dan membuka knop pintu itu berbarengan dengan seseorang yang hendak keluar dari dalamnya. Dari dalam kamar mandi, maksudku.
"Kaget aku!" Aku tersentak dan mundur beberapa langkah. Kenapa jantungku akhir-akhir ini selalu terasa lemah dan mudah terkejut? Apa aku harus memeriksakan keadaanku ke St. Mungo?
"Kau terlalu banyak menggelengkan kepalamu akhir-akhir ini."
Aku mendongak dan aku tahu kalau yang baru saja berbicara itu adalah tetangga depan kamarku. Malfoy. Aku mengabaikannya dan aku langsung masuk ke dalam kamar mandi tanpa mempedulikan ringisan berlebihan darinya yang memang secara sengaja aku menyenggol bahunya saat hendak memasuki kamar mandi. Siapa suruh ia berdiri di depan pintu ini dan menghalangi jalanku masuk? Dan kenapa ia selalu keluar dengan keadaan setengah basah seperti itu? Membuatku ingin menyentuh tubuhnya saja.
A-APA?!
"Kau menggeleng lagi." Aku menoleh kearahnya yang ternyata masih berada dibelakangku dengan handuk yang hanya melilit tubuh bagian bawahnya saja, langsung saja aku membanting pintu kamar mandi setelah melihat lagi pemandangan yang baru saja membuatku menggeleng untuk kesekian kalinya itu.
Aku benar-benar harus ke St. Mungo untuk memastikan kalau otakku masih berfungsi dengan sempurna untuk menghadapi NEWT nanti.
-o0o-
"Hermione, kau akan menghadiri rapat nanti? Kumohon jangan bilang tidak. Ini sudah yang ke empat kalinya kau tidak ikut hadir membahas rencana acara kita." Harry langsung melemparkan pertanyaan tentang rapat Prefect setelah kami keluar dari kelas Arithmancy.
Aku menatap Harry dengan tatapan…ah entahlah, yang jelas Harry cukup terkejut melihat ekspresi dan tatapanku. "Aku akan hadir, Harry. Aku sudah mengumpulkan nyawaku untuk menghadiri rapat kali ini." Harry menaikkan satu alisnya.
"Nyawa? Kau habis berperang?" Ia mencoba meledekku.
"Ya. Aku baru saja berperang dengan pikiran dan perasaanku sendiri. Puas?" Ia tak menjawab pertanyaanku dan malah tertawa. Inilah namanya sahabat. Tertawa diatas penderitaan sahabatnya.
Sepertinya teoriku barusan salah.
"Kau selalu berlebihan, Hermione. Kalau kau memang sedang jatuh cinta, ya sudah jalani saja…" aku menghentikan langkahku dan menatap sahabat terbaik sepanjang hidupku yang sebelumnya menertawai penderitaanku ini, "…jangan kau coba menghindarinya. Terima saja, jatuh cinta itu indah." Aku mendengus mendengar khotbahnya dan lanjut melangkah.
"Kau bisa berkata seperti itu karena kau menjatuhkan perasaan cinta mu ke orang yang tepat." Gumamku. Aku menoleh ke sisi kiriku, aku tak menemukan Harry.
Kemana dia?
"Apa kau jatuh cinta kepada orang yang salah, Hermione?" Ah ternyata ia berada beberapa meter dibelakangku dan kini ia menatapku bingung.
"Apa?" Tanyaku ulang karena tidak terlalu mendengarkan gumamannya.
"Kau menganggap Ron sebagai orang yang salah?" Pertanyaannya kali ini membuatku mengerutkan dahi ku hingga alis ku bertaut.
"Ron? Kenapa tiba-tiba kau membahasnya?" Aku masih tak mengerti dengan pertanyaannya.
"Hermione, kau baru saja berkata padaku kalau kau jatuh cinta kepada orang yang salah. Apakah orang itu Ron?"
What?
"Harry, kapan aku berkata seperti itu? Dan kalau memang aku mengatakannya kenapa aku harus berkata kalau Ron adalah orang yang salah?" Tunggu dulu…
Aku ingat.
"Kau bukan sedang jatuh cinta dengan Ron?" Tanyanya lagi. Kenapa ia menjawab pertanyaanku dengan pertanyaan lain?
"Harry, dengar. Aku sudah pernah menjelaskan perasaanku terhadap Ron padamu jauh-jauh hari sebelum aku mengalami hal seperti yang dikatakan oleh Profesor Trelawney ini…" Harry tampaknya bingung. "…jadi tolong jangan berpikiran aneh-aneh kalau ramalan Profesor Trelawney ini tertuju untuk hubunganku dengan Ron." Aku menatapnya untuk memastikan kalau perkataanku saat ini sedang waras. Dan untunglah kali ini ia mengerti perkataanku.
"Dan soal orang yang salah atau apalah itu, aku tidak berbicara tentang Ron. Aku baru ingat kalau aku tadi berkata seperti itu, aku membicarakan perasaanmu Harry, aku berkata kalau kau bisa berkata jatuh cinta itu indah karena kau menjatuhkan perasaan cinta mu ke orang yang tepat." Hening sesaat.
"Hermione, aku tidak mengerti."
Merlin!
Ternyata, dia, The Boy Who Lived pun tak mengerti!
Aku memijat dahiku yang terasa nyeri karena pembicaraan ini. Aku pun menghela napas sejenak sebelum melanjutkan penjelasanku ke Harry. "Baiklah, begini saja. Agar kau mengerti, aku akan mengatakannya secara singkat." Ia mengangguk.
"Mungkin…" aku menekankan kata mungkin itu, "…ramalan Profesor Trelawney itu benar. Tapi aku bukan sedang jatuh cinta dengan sahabatku, Ron Weasley. Saat ini aku hanya sedang bingung. Kenapa aku bingung karena aku sendiri tak yakin dengan perasaanku sendiri, apakah aku benar-benar jatuh cinta atau tidak. Jadi, kumohon jangan berasumsi yang aneh-aneh sebelum mendengarkan pernyataan langsung dariku. Mengerti?"
Harry tak menjawab. Oke aku sadar kalau penjelasanku barusan bukan penjelasan singkat seperti yang ku maksudkan sebelumnya. Sekarang aku pasrah ia mau mengerti perkataanku atau tidak.
"Aku mengerti, Hermione." aku menatapnya yang kini tengah tersenyum hangat padaku.
"Aku menunggu penjelasan singkat mu yang lain kalau kau merasa sudah tidak bingung dengan perasaanmu sendiri." Aku mendecih sambil berusaha menahan tawaku.
"Kau masih berusaha meledek orang jatuh cinta yang sedang bingung dengan perasaannya sendiri, huh?" Harry pun tertawa mendengar pertanyaanku. Ia menepuk bahuku pelan dan merangkulku.
"Ayo kita rapat. Semoga nyawamu masih cukup untuk menghadapi pendapat-pendapat dari para Prefect." Aku menyikut perutnya dan ikut tertawa bersamanya.
Sudah ku bilang sepertinya teori tentang "Sahabat Yang Menertawai Penderitaan Sahabatnya" itu tadi salah.
Sebenarnya sedari tadi kami sedang membicarakan apa, sih?!
-o0o-
Untung saja keputusanku hari ini untuk hadir di rapat Prefect benar-benar tepat. Aku kini tengah duduk disisi kanan Profesor McGonagall dan membicarakan rencana apa yang tepat untuk memperingati Hari Ulang Tahun Hogwarts.
Benar-benar tepat bukan?
Profesor McGonagall menyempatkan diri untuk hadir dan mengikuti perkembangan rapat para Prefect hari ini. Aku bersyukur karena selama 4 kali aku tak menghadiri rapat kudengar ada pendapat salah seorang Prefect dari Ravenclaw yang lumayan bagus dan sedikit menarik untuk dibahas. Jadi aku tidak perlu sibuk mencari bahan apa yang hendak dibahas dalam rapat kali ini.
"Well, pendapat itu lumayan bagus Ms. McDougal. Bagaimana menurut kalian, Mr. Malfoy dan Ms. Granger?" Aku tersentak kaget. Kenapa Profesor McGonagall masih membutuhkan pendapatku juga kalau ia sudah mengatakan pendapat McDougal bagus?
"Maaf, Profesor. Bolehkah aku berpendapat?" Aku melirik ke arah Harry yang duduk diseberang kiri Kepala Sekolah, aku menghela napas lega, inisiatif yang bagus Harry. Sepertinya ia tahu kalau aku tak akan mungkin bisa menjawab pertanyaan Kepala Sekolah.
"Silahkan Mr. Potter."
Harry berdeham sejenak. "Apakah Pesta Topeng itu tidak menyulitkan semua murid?"
Pesta Topeng?
Oh.
"Maksudku, Pesta Topeng akan sedikit menyulitkan para murid untuk saling mengenal satu sama lain. Apalagi anda mengijinkan murid tahun ke-7 untuk menggunakan sihir." Lanjutnya.
Well, ini benar-benar menarik. Pesta Topeng dengan ijin penggunaan sihir anak tahun ke-7. Aku tak pernah setertarik ini dengan pesta apapun selama berada di Hogwarts. Ya lain dengan pesta di tahun ke-4 ku. Saat itu seorang Viktor Krum mengajakku menjadi pasangan dansanya dan saat itu aku bahagia karena aku berhasil membuat Ron terdiam walaupun ia juga menghancurkan rasa bahagiaku itu dengan alasan Viktor adalah musuh Harry dalam perlombaan Triwizard.
Aku tahu kenapa Harry tidak setuju. Karena hal itu pasti akan menyulitkannya menemukan gadisnya, Ginny Weasley.
Profesor McGonagall tampak berpikir sejenak. "Sebenarnya sihir itu hanya untuk hal-hal tertentu, Mr. Potter. Kalian pasti tahu banyak orang tua murid yang pasti tidak setuju apabila kita mengadakan sebuah pesta dengan mengeluarkan beberapa Galleon hanya untuk keperluan pesta anaknya setelah perang kegelapan terjadi. Karena kalian berada ditahun terakhir aku ragu para orang tua kalian akan mengijinkan kalian membeli gaun dan perlengkapan pesta lainnya. Kalian tentu menginginkan tahun terakhir kalian penuh kesan dan hal-hal yang tak terlupakan, bukan?" Beberapa Prefect mengangguk, termasuk aku. Kepala Sekolah menyunggingkan senyum ramah nan hangatnya.
"Maka dari itu aku memberikan ijin khususnya kepada anak tahun ke-7 saja untuk boleh mempergunakan sihir. Aku juga sudah mengirimkan surat pemberitahuan kepada seluruh orang tua kalian. Orang tua murid tingkat 7. Dan aku sudah mendapatkan persetujuan dari semua orang tua kalian." Kali ini semua tampak setuju. Profesor McGonagall kemudian mengeluarkan sebuah perkamen dari jubahnya dan menyerahkan perkamen itu padaku dan Malfoy.
"Perkamen ini berisi tentang sihir apa saja yang diperbolehkan pada pesta Hari Peringatan Ulang Tahun Hogwarts." Ia bangkit dari duduknya. "Kini semuanya kuserahkan pada kedua Ketua Murid. Aku benar-benar berharap kalau kalian berdua bisa mengatur kegiatan ini. Kalau begitu, aku permisi dulu." Profesor McGonagall pun pergi meninggalkan kami, 8 Prefect dan 2 Ketua Murid dalam ruangan yang sepertinya siap meledak ini.
"Aku benar-benar tak menyangka Kepala Sekolah akan mengijinkan kita menggunakan sihir!"
"Yeah! Aku sudah bisa membayangkan betapa meriahnya acara kita nanti!"
"Aku ingin menyihir gaun ku agar terlihat paling mencolok nanti!"
"Yeah!"
"Wohoo!"
Begitulah respon dari beberapa Prefect yang meledak. Aku menatap Harry prihatin, dan tiba-tiba disebelahku, Malfoy mendengus yang membuatku otomatis bertatapan dengannya.
"Setelah ini kita harus mengumpulkan anak tahun ke-7." Aku tak menjawab perintahnya dan membuang pandanganku kearah lain. Lakukan saja sendiri, aku malas melakukan apapun bersamamu.
Bersamamu?
"Hermione, sepertinya kita harus mendiskusikan ulang hal ini." Harry menghampiriku dan membuatku bersyukur untuk tidak berurusan dengan Malfoy saat ini. Aku menatap Harry dengan sabar menunggu apa yang hendak didiskusikannya ulang.
"Kau…tidak merasa keberatan dengan penggunaan sihir di acara pesta nanti?" Oh, aku paham.
"Kenapa, Harry? Bukankah itu bagus? Kau tahu aku tak mungkin membeli gaun dan sepatu baru untuk pesta Hari Peringatan Ulang Tahun Hogwarts nanti. Kau ingat kan bagaimana kondisi Mom dan Dad ku?" Setelah perang berakhir aku mengembalikan semua ingatan kedua orang tua ku yang sebelumnya sudah ku modifikasi demi mencegah serangan para pelahap maut datang ke mereka. Aku menceritakan semua kejadian yang terjadi selama mereka lupa ingatan sementara, sesaat setelah aku mengembalikan ingatan mereka. Hal itu sempat membuat mereka enggan mengijinkanku kembali ke Hogwarts walau sudah berulang kali ku yakinkan kalau tak akan ada perang-perang lain yang akan menyakitiku. Walau kini akhirnya aku kembali ke Hogwarts berkat penjelasan dan jaminan dari Profesor McGonagall. Jadi aku tak berniat sama sekali untuk membebani mereka dengan biaya-biaya lain selama pendidikan terakhirku di Hogwarts, mereka berharap aku segera tamat dan mendapatkan pekerjaan yang layak di dunia sihir maupun di dunia Muggle.
Jadi, tentu saja kini aku setuju dengan pendapat Kepala Sekolah.
Aku menatap Harry. "Kau pasti khawatir tidak bisa menemukan Ginny, bukan?" Godaku yang langsung disambutnya dengan anggukan berlebihan. Aku tergelak sejenak.
"Dan kau pasti tahu apa saja yang bisa ditimbulkan oleh murid-murid lainnya apabila mereka diijinkan menggunakan sihir, Hermione." Lanjutnya dengan nada yang begitu cemas. Aku tahu seorang Harry Potter pasti akan memikirkan hal seperti ini, maka aku kembali menatapnya berusaha untuk meyakinkannya, aku menepuk bahunya pelan.
"Kau lihat ini?" Aku menyodorkan gulungan perkamen yang sebelumnya diserahkan Kepala Sekolah kepadaku dan Malfoy. Ia membukanya. Cukup lama ia membacanya dan kini matanya sedikit berbinar. Aku menaikkan satu alisku dengan menyunggingkan senyum kearahnya.
"Kau pasti tahu McGonagall tidak akan mungkin dengan mudahnya mengijinkan kita menggunakan sihir begitu saja selama acara berlangsung, Harry." Sepertinya kini ia pun setuju dengan pendapat Kepala Sekolah. Ia kembali menggulung perkamen itu dan menyerahkannya padaku sambil tersenyum girang. Terlalu girang bahkan.
"Kalian sudah siap berdiskusi?" Senyumku dan Harry langsung lenyap begitu saja saat mendengar suara yang saat ini benar-benar tak ingin ku dengarkan menginterupsi pembicaraan kami.
"Kita harus membahasnya sekarang, Potter." Lanjutnya lagi yang kini membuat Harry kembali ke tempat duduknya semula.
"Well, ku harap kalian menahan rasa gembira kalian sesaat karena aku ingin kalian mengumpulkan seluruh murid tingkat 7 di aula besar. Aku akan mengumumkan apa isi perkamen yang tadi diserahkan Kepala Sekolah kepadaku dan Granger setelah semua murid terkumpul tanpa ada yang kurang sedikitpun." Semua Prefect yang telah kembali tenang di tempat duduk mereka masing-masing menatap Malfoy dan mengangguk mengerti. Tanpa di komando lagi mereka pun bergerak keluar sesuai perintah Malfoy sebelumnya.
"Granger." Langkah ku terhenti dan menoleh kearah suara itu sambil melipatkan kedua tanganku di depan dada.
"Kita perlu bicara." Aku masih tak menanggapinya dan memandangnya malas.
"Granger?"
"Apa?" Jawabku kasar dan sempat membuatnya kaget lalu ekspresi datar itu kembali ke wajahnya.
"Soal ci—"
"Aku lelah." Tandasku. Aku tahu kemana arah pembicaraan ini makanya aku sengaja memotong kalimatnya. "Anggap saja tidak pernah terjadi. Aku tahu kau saat itu pasti sedang mabuk dan kehilangan kewarasan mu sehingga kau melakukan kesalahan seperti itu padaku." Matanya menatapku nyalang. Saat ku kira ia akan membalas ucapanku ternyata ia hanya ingin membasahi bibirnya.
"Aku harus ke aula besar sekarang."
Aku melangkah keluar ruangan dengan dada yang terasa sesak. Entah mengapa padahal memang itu yang ingin ku katakan padanya, tapi sebagian diriku seolah tidak terima dengan perkataanku tadi.
-o0o-
"Aku akan membacakan perkamen ku terlebih dahulu." Malfoy berdeham. Kami sudah berada di Aula Besar dan duduk bersebelahan dihadapan seluruh murid tahun ke-7.
Aku merasa risih.
Entahlah saat ini aku tidak bisa duduk dengan tenang dan sibuk memperhatikan kuku-kuku ku yang terlihat sepertinya perlu perawatan.
"Perkamenku berisi peraturan untuk para pria. Jadi yang merasa pria dengarkan aku baik-baik." Beberapa murid ada yang mendengus geli dan aku tahu beberapa murid yang mendengus geli itu tentu saja berasal dari Slytherin. "Peraturan pertama berisi tentang sihir atau mantra yang boleh dipergunakan untuk murid pria sebelum acara berlangsung hanya ada 2…"
"Kenapa sedikit sekali?!" Protes salah seorang murid yang di ikuti anggukan setuju murid pria lainnya.
Malfoy tak mempedulikannya dan melanjutkan kegiatan membaca perkamennya. "Satu, kalian hanya boleh menggunakan mantra untuk Pengubah Pakaian; dua, mantra untuk aksesoris dalam artian sepatu, topeng dan mungkin kalian merasa membutuhkan perona wajah atau apa…" Tawa anak-anak Slytherin semakin kuat. Aku hanya mendengus saja.
"Peraturan kedua, sehari sebelum acara terlaksanakan kalian harus mengumpulkan tongkat sihir kalian padaku untuk diserahkan kepada Kepala Sekolah untuk dibatasi penggunaannya agar mencegah mantra lain terlempar dari tongkat kalian." Terdengar seruan tak setuju dari sebagian murid tingkat akhir. Bagian itu juga lah yang tadi akhirnya membuat Harry yakin untuk melaksanakan kegiatan ini. Karena memang seharusnya hal itu dilakukan.
Memangnya mau apa mereka kalau tongkat mereka tidak dibatasi penggunaannya? Saling melemparkan kutukan tak termaafkan untuk menggelitiki rekan mereka satu sama lain?
Oh, yang benar saja.
Malfoy menatapku lalu melirik perkamenku. Aku tahu kini giliran ku membaca perkamen milikku.
"Tak jauh berbeda dengan murid pria, para murid wanita juga hanya diperbolehkan menggunakan 2 mantra yang tujuannya sama seperti mantra para pria. Untuk pakaian dan aksesoris lainnya. Peraturan lainnya juga sama, kalian para wanita harus menyerahkan tongkat kalian padaku dan jangan banyak protes." Potongku saat melihat kakak-beradik Greengrass serta Parkinson ingin menginterupsi perkataanku. Mereka hanya bisa menutup mulut mereka kembali setelah sebelumnya hendak menyemprotku dengan berbagai alasan. Salah seorang murid mengacungkan tangannya dan aku mempersilahkannya mengeluarkan pendapatnya.
"Bagaimana cara kami mengenali pasangan dansa dan teman-teman kami yang lainnya kalau kami diperbolehkan menggunakan sihir untuk mengubah penampilan kami dan harus mengenakan topeng?" Pertanyaan yang cukup panjang namun sama dengan apa yang dikhawatirkan Harry sebelumnya. Ku kira ia akan bertanya berapa lama tongkat mereka akan disita.
Aku bangkit dari dudukku dan menggulung perkamenku. Malfoy menatap ku heran karena tak seharusnya aku bangkit dari dudukku secepat ini. Tapi aku sudah enggan berlama-lama didekatnya. Berada di ruangan ini juga tentunya.
"Aku belum selesai membaca peraturan ketiga." Jawabku kelewat dingin. Kenapa masalah seperti itu saja dipermasalahkan? Seharusnya mereka hanya tinggal menikmati acara itu saja tanpa banyak protes soal mengenali pasangan dansa mereka.
Oh, seakan-akan hanya mereka yang memiliki pasangan saja yang boleh berdansa dan saling berpegangan tangan.
Kenapa aku jadi sensitif seperti ini?
Aku memilih melanjutkan menyampaikan peraturan ketiga daripada harus kembali bertengkar dengan pikiranku sendiri. "Peraturan ketiga (tampak wajah mereka tak sabar menunggu ku menyampaikan peraturan ketiga yang seakan-akan peraturan ketiga itu adalah hasil pengumuman ujian NEWT) karena ini adalah tahun terakhir kalian berada di Hogwarts dan juga aku tentunya jadi Kepala Sekolah membebaskan kalian dengan tidak diharuskan mencari pasangan dansa karena kalian bisa bebas berdansa dengan siapa saja termasuk jika kau pria ingin berdansa dengan teman pria mu juga." Tandasku dalam satu tarikan napas yang sukses membuat beberapa dari mereka ada yang terperangah dan terkekeh geli.
"Itu tidak adil!" Teriak Parkinson. Aku tahu ia pasti akan melakukan hal itu. Berteriak tidak setuju, maskudku.
"Well, maka mulai dari sekarang, kenali lah pasangan kalian masing-masing." Jawabku kelewat santai dengan satu alis ku yang naik ditambah seringaian dibibirku.
Kenapa aku sendiri merasa kalau aku baru saja terlihat mengerikan seperti si gila Bellatrix?
Aku menoleh kerah Malfoy. "Kau selesaikan sisa keributan yang dibuat teman seasramamu."
"Kau mau kemana?" Ia meraih tanganku membuat langkahku terhenti. Aku menepis tangannya kasar karena aku merasa kalau baru saja ia menyengatkan listrik ke tubuhku.
"Bukan urusanmu." Jawabku mendesis. Ia kembali menatapku nyalang, aku sudah tak peduli. Aku ingin ke perpustakaan sekarang dan enyah dari ruangan ini, bahkan aku tidak mempedulikan panggilan Ginny, Harry dan Ron.
"Ada apa lagi dengannya?" Tanya Ron bingung.
"Aku yakin ia pasti akan ke perpustakaan." Jawab Ginny dengan segala intuisinya.
-o0o-
Aku menyentuh kembali pergelangan tanganku yang tadi sempat tersengat listriknya Malfoy. Duduk dipojokkan perpustakaan sambil mengamati pemandangan khas Hogwarts ini pun bahkan tak mampu membuatku melupakan setiap kejadianku saat bersamanya.
"Anggap saja tidak pernah terjadi. Aku tahu kau saat itu pasti sedang mabuk dan kehilangan kewarasan mu sehingga kau melakukan kesalahan seperti itu padaku."
Kalimat yang kuucapkan dari mulutku sendiri itu kembali berputar didalam kepalaku.
"Kalau kau memang sedang jatuh cinta, ya sudah jalani saja, jangan kau coba menghindarinya. Terima saja, jatuh cinta itu indah."
Bahkan kini khotbah Harry tentang jatuh cinta pun ikut merasuki kepalaku dan ikut berputar-putar dengan kalimat ku tadi.
Apa benar aku sedang menghindarinya?
Menghindari jatuh cinta?
Aku menggelengkan kepala ku pelan. Tak ingin sekuat saat aku berada dikamarku karena efeknya sudah pasti akan membuatku pening. Kuhela napasku kembali, ini semua gara-gara ramalan sialan itu.
-o0o-
"My Nightingale…"
Aku memasuki menara dengan malas. Malas karena aku harus menerima kenyataan kalau aku akan berada di menara ini selama sisa masa-masa belajarku di Hogwarts dengan rekan yang selama ini tak pernah ku harapkan. Aku bersyukur ia tidak ada diruang rekreasi ini. Mungkin dia sedang sibuk dengan para Prefect. Atau mungkin ia tengah menenangkan ular berisik si Parkinson itu? Entahlah.
Apa ini?
Aku menemukan sebuah kotak beludru kecil berwarna hitam saat aku membongkar isi tas ku. Segera saja ku buka karena aku penasaran dengan isinya.
"Oh my…" Aku tak dapat melanjutkan kata-kataku karena kini mataku benar-benar terpana dengan isi dari kotak itu. "Indah sekali…" sebuah kalung berbandul bunga mawar merah yang ku tahu itu adalah batu ruby kini bermain-main didepan mataku. Aku coba mengenakannya.
"Ini benar-benar indah…" ku lihat pantulan diriku mengenakan kalung berwarna merah itu di depan cermin besarku yang terlihat kontras sekali dengan kulitku yang putih. Aku kembali beringsut ke ranjangku mengaduk-aduk isi tas mencoba mencari sesuatu mungkin memo atau apalah yang datang beserta kalung ini tadi. Tapi nihil. Tak ada memo atau apapun didalam tas ku selain perkamen-perkamen pelajaran dan perkamen peraturan pesta Hogwarts. Aku kembali memandangi kalung yang kini melilit indah dileherku.
Aku akan mengenakannya saat pesta Hogwarts.
Aku melepaskan kalungnya dan mengembalikannya ke kotak beludru itu dengan senyum merekah yang tak lepas dari wajahku.
What a perfect party, right?
-o0o-
Rapat dan pertemuan-pertemuan kecil terus berlangsung setiap hari di setiap kesempatan demi melancarkan acara Hari Peringatan Ulang Tahun Hogwarts. Seharusnya aku sudah panik karena sudah H-1 tapi aku masih belum memikirkan gaun apa yang akan ku kenakan. Mungkin karena diperbolehkan menggunakan sihir untuk mengubah penampilan jadi aku merasa setenang ini.
"Hermione?"
"Hai…" bahkan sekarang aku sempat bermain ke asrama ku. Aku merebahkan tubuhku kelewat kuat hingga Ginny sempat berjengit sedikit dari sofa. Aku rindu suasana hangat disini. Di Gryffindor ku.
"Kau tidak menghadiri rapat? Dan kenapa kau tidak ikut mendekorasi sekolah?" Tanya Ginny heran dan aku menggeleng.
"Sudah tidak ada rapat hari ini, Gin. Dan mendekorasi sekolah itu bukan bagian ku. Ingat, aku Ketua Murid. Dan aku bisa menyuruh siapa saja untuk mengerjakannya." Aku dan Ginny pun tergelak. "Kau tak ingin membantu Harry?" Tanyaku gantian. Ginny menatapku horor.
"Kau apakan dia? Kau tidak menyuruhnya memandu para Troll ke halaman belakang Hogwarts, kan?" Aku kembali tergelak. Lebih keras dari sebelumnya.
"Tentu saja tidak." Jawabku setelah bersusah payah menahan tawaku. "Mungkin dia sekarang sedang membersihkan helai demi helai rumput halaman sekolah."
"Hermione!" Ginny menghujani ku dengan bantal-bantal sofa. Kami kembali tertawa sampai aku teringat sesuatu.
"Ada apa, Ketua Murid?"
"ini sudah lewat 15 menit dari pukul 5 sore." Jawabku.
"So?" Tanya Ginny lagi dengan ekspresi bingung.
"Aku lupa mengumpulkan semua tongkat anak tahun ke-7." Kali ini aku yang menatap Ginny horor dan segera bangkit dari sofa untuk bergegas menyambar tongkat para wanita-wanita tahun ke-7 ini. Ginny kembali terkekeh melihat kepanikanku dan membiarkanku melakukan semua ini sendirian sambil berlari kesana kemari mencari anak tahun ke-7 yang membawa tongkat mereka.
Napasku tersengal-sengal saat aku sudah berada didepan Gargoyle, pintu masuk ke kantor Kepala Sekolah. Malfoy tentu saja sudah berada disitu terlebih dahulu. Dan dia tampak santai saja tidak sepertiku yang mungkin baru saja memecahkan rekor dunia sihir dengan berlari kesana-kemari di Hogwarts hanya demi mengumpulkan semua tongkat anak tahun ke-7 sebelum pukul 6 sore.
Malfoy hanya diam saja memperhatikan penderitaanku. Ia malah langsung mengucapkan password pintu kantor Kepala Sekolah tanpa memberikanku jeda waktu untuk mengatur napasku.
"Peppermint." Gargoyle besar itu pun berputar ke atas hingga menampilkan anak tangga yang siap mengantarkanku dan Malfoy ke kantor Kepala Sekolah Hogwarts. Ia langsung saja melangkah menaiki anak tangga itu sementara aku masih kesulitan bernapas. Tiba-tiba saja ia menarik tanganku membuatku terhempas ke pelukannya.
Bukan.
Bukan kepelukannya, ke arahnya.
Itu saja.
Aku segera menjauhkan tubuhku dan mencoba menarik napas dan membuangnya perlahan hingga kurasakan saat ini bukan napasku yang bermasalah tapi jantungku.
"Silahkan masuk." Profesor McGonagall mempersilahkan kami duduk dan aku langsung menyeruput teh hangat yang secara sihir sudah berada di depan ku dan Malfoy. Mungkin Profesor McGonagall menyadari keadaanku yang saat ini sebenarnya membutuhkan perawatan di St. Mungo.
Ini sudah yang kesekian kalinya aku mengatakan hal itu. Aku akan menggantinya dengan kata lain agar aku sendiri tidak benar-benar yakin kalau aku membutuhkan St. Mungo.
"Bagaimana dengan persiapan acaranya anak-anak?" Malfoy mengangguk sejenak sebelum menjawab pertanyaan Profesor McGonagall.
"Sudah 90%, Profesor. Dan kami membawa seluruh tongkat anak tahun ke-7." Malfoy mengeluarkan bungkusan hitam yang berisi tongkat-tongkat sihir itu, begitu juga denganku. Lalu kami menyerahkan tongkat kami kepada Kepala Sekolah. Saat ini ia seperti sedang mengucapkan mantra non-verbal karena mulutnya sedikit bergerak-gerak. Tak lama seberkas cahaya biru menyelebungi semua tongkat-tongkat sihir kami. Ia menarik napasnya lega kemudian menatap kami kembali dengan tatapan hangatnya.
"Sudah selesai." Ujarnya. "Tongkat ini hanya akan mengeluarkan mantra sesuai yang ada di dalam peraturan pesta Hogwarts." Kami mengambil tongkat-tongkat itu kembali.
"Apakah saat kalian membacakan peraturan itu ada murid yang protes?" Tanyanya yang langsung saja ku jawab.
"Tentu saja ada, Profesor. Mereka mempertanyakan bagaimana caranya mereka mengenali pasangan dansa dan teman-teman yang lainnya kalau kami diperbolehkan menggunakan sihir untuk mengubah penampilan kami dan harus mengenakan topeng." Profesor McGonagall tergelak pelan. Jarang sekali aku melihatnya tertawa seperti ini.
"Kalian sudah bisa membayangkan seberapa serunya acara pesta ditahun terakhir kalian ini, bukan?" Ia kembali tergelak, aku pun balas tersenyum tapi tidak dengan Malfoy. Oh, siapa yang peduli dengannya. Huh.
"Well, aku sudah terlalu banyak tertawa berkat kalian. Silahkan kembali ke asrama dan beristirahatlah, kalian membutuhkan tenaga ekstra untuk pesta besok." Kami pun mengangguk dan beranjak pergi dari ruangan.
"Kau terlihat bahagia sekali." Aku tak menggubris omelan makhluk berambut pirang dibelakangku ini.
Aku terus berjalan hingga ke aula besar dan bergabung makan malam bersama teman-temanku. Begitu juga dengannya walaupun ia terus menatapku, aku tak peduli. Lakukan sesuka hatimu karena kau akan mendapatkan balasannya besok.
Tanpa sadar aku menyeringai.
Inikah sisi jahat seorang Hermione Granger?
Tiba-tiba aku teringat perkataan Profesor Trelawney.
Entahlah…
Aku memutuskan untuk kembali ke menara ketua murid setelah merasa kalau perutku tak mampu lagi menerima hidangan makan malam yang menurutku hidangan kali ini sangat lezat dan banyak variasi. Mungkin karena memperingati hari jadi berdirinya Hogwarts maka Kepala Sekolah memerintahkan para peri-peri untuk memasak makanan seenak itu.
"Granger…"
Malfoy dan Malfoy lagi.
"Granger, lihat aku."
Untuk apa aku melihatnya?
"Granger!" Aku menghentikan langkahku dan menatapnya sebal. Mau apa lagi sih anak ini?
"Mau apa lagi, huh?!" Ia tak menjawab. Aku berkacak pinggang kesal melihat kelakuan Slytherin satu ini. Kenapa ia selalu mengganggu ku bahkan setelah perang berakhir, huh?!
"Dengar, kalau kau mau membahas soal kesalahan di lorong seminggu yang lalu itu, aku tak mau mendengarnya. Aku sudah mengatakannya padamu sebelumnya dan ku harap kau tak lupa it—"
"Kau mengenakannya." Potongnya.
"Apa?" Aku tak dapat mendengar perkataannya, lebih tepatnya ia sedang bergumam.
"Tidak." Jawabnya singkat. Ia berjalan melewati ku dan mengucapkan password pintu masuk. "Sampai jumpa besok, Granger."
A-apa?
Apa maksudnya berkata seperti itu?
Kami bahkan akan selalu berjumpa selama setahun kedepan karena jabatan Ketua Murid menyedihkan ini. Untuk apa ia mengucapkan hal aneh seperti itu?
Aku hanya mengedikkan bahuku dan melangkah masuk.
"Weird…"
-TBC-
A/N: Thanks to Barbie, AbraxasM, Undhott, Guest, Ema, Alifiamalfoy, Rinakartika980, moonlightYagami.
I'm sorry, I'm newbie here.
Give me more review and let me know what should I do on the next chapter, so I can continue this story or not. Thank you :)
Read and Review, please.
