SAY SOMETHING ∞

Timeline:

Tahun ke-7 setelah perang usai.

Warning : Newbie Author, Sebagian OOC, Typo(s), Absurd, Whatever (-_-)

Disclaimer : J.K Rowling

The Story Owned By Me

-o0o-

Ini benar-benar terjadi?

Bukankah itu hanya mimpi?

Benar. Kami benar-benar menikmati acara itu dan membuat kesan yang tak terlupakan karena aku sudah bercinta dengan mantan musuhku.

"Apa yang kau lakukan?"

"Memeluk kekasihku?"

Aku benar-benar bisa gila dengan tingkah Malfoy yang sekarang!

-o0o-

Chapter 06 : What is Love?

"Ah, iya terima kasih juga atas kerja sama kalian."

103

Aku menghempaskan tubuhku di sofa asrama ku, Ginny dan Harry pun menghampiriku yang saat ini benar-benar lelah.

"Hermione, kau kenapa?" Ginny memberikan secangkir minuman padaku yang langsung habis dalam satu kali tenggakan.

"Aku sudah mengatakan hal yang sama sebanyak 103 kali dalam sehari." Aku mendesah, menutup mataku dengan lenganku dan kembali bersandar. Setelah pesta selesai banyak murid yang puas dengan konsep pesta kali ini, ucapan selamat dan berita-berita baru tentang beberapa pasang murid yang jadian setelah acara kemarin berakhir pun menjadi Headline News seantero Hogwarts. Ada juga masalah-masalah kecil yang terjadi selama pesta berlangsung. Dan sialnya aku tak mengetahui itu. Salah satu murid seangkatanku tanpa sengaja menyihir dirinya (bukan gaun atau penampilannya) menjadi seperti Fat Lady. Aku hampir tertawa terbahak-bahak saat mendengar cerita itu dari Ron di aula besar tadi. Katanya ia ingin merubah bentuk tubuhnya agar lebih menarik.

Entah mengapa aku merasa kalau Fat Lady Failed itu adalah anak Hufflepuff yang kutemui dilorong Hogwarts saat aku mengembalikan tongkatnya.

"Blimey, aku dapat banyak surat!" Ron muncul dari pintu asrama dengan wajah yang sumringahan. Ia menghempaskan dirinya tepat di sampingku dan membuatku harus bergeser sedikit.

"Aku tak menyangka kalau efek dari pesta topeng itu akan seperti ini." Ujar Ginny sambil menggeleng-gelengkan kepalanya melihat kelakuan kakaknya yang aneh itu, sementara Ron mulai sibuk membaca satu-persatu surat tersebut. Aku hanya mendengus geli saja.

"Kau tahu, 'Mione. Banyak murid tingkat 5 dan 6 yang menyukai penampilanku saat pesta, mereka berkata kalau mereka terkesan dengan penampilanku." Ron tertawa girang sementara Ginny dan Harry berbarengan melemparkan bantal sofa ke kepalanya.

"Kau licik! Tentu saja mereka merasa terkesan dengan penampilanmu karena kau merubah total dirimu." Celetuk Ginny yang membuatku menatapnya sambil mengernyitkan dahiku.

"Ya, Hermione. Selain ia menhiri pakaiannya menjdai pakaian yang lebih berkelas dan mewah, ia juga merubah warna rambutnya menjadi pirang dan mata kelabu seperti Malfoy. Banyak gadis yang terkecoh dengan penampilannya yang seperti itu. Merlin, apakah gadis-gadis itu sudah gila hingga tidak menyadari kalau The Fake Malfoy yang hadir dipesta itu sedikit kekurangan tinggi badannya? Cih." Aku dan Harry tertawa cukup keras.

"Dan ia juga menyihir perutnya agar terlihat lebih ramping. Aku tak tahu mantra apa yang digunakannya." Perkataan Harry barusan semakin membuat ku terbahak-bahak.

"Yang benar saja, Ron…" Aku melanjutkan tawaku lagi. Wajah Ron memerah.

"Diam kalian." Desisnya pada Harry dan Ginny yang malah membuat kami semakin tertawa hingga rasanya ingin menangis saja. "Hermione, aku hanya tak ingin berdansa sendiri. Aku berniat ingin menemui mu tapi aku tak berhasil menemukanmu. Makanya aku merubah penampilanku seperti itu, dan hei Gin, aku tak berniat merubah diriku menjadi seperti Malfoy. Aku hanya ingin merubah warna rambut dan mataku saja. Kau ingat itu."

"Ya, ya, ya…" Ginny bangkit dari sofa dan berjalan ke dapur, mungkin ia ingin mengambil makanan atau minuman lagi. Aku masih berusaha menahan tawaku.

"Kau semalam berpenampilan seperti apa? Kami berusaha mencarimu." Pertanyaan Ron itu benar-benar membuat kami berhenti tertawa. Terutama aku. Aku berpikir sejenak.

Alasan apalagi yang harus ku gunakan?

"Ah, a-aku? Aku hanya mengenakan gaun lama ku. Emm… dan karena sebelumnya aku kurang enak badan dan terlalu lelah mondar-mandir Hogwarts untuk mengembalikan tongkat-tongkat kalian jadi aku memutuskan untuk segera kembali ke menara ketua murid. Ah, ya! Aku juga kelelahan karena harus menguras pikiran dan tenagaku untuk mendandani kekasihmu ini agar membuatmu terpesona, Harry…" Aku mengecilkan kalimat terakhirku dan berbisik kearah Harry.

"Huh? Kau yang merubah penampilannya?" Tanya Harry tak percaya. Well, aku berhasil mengalihkan pembicaraan. Haruskah ku berteriak 'Horay'?

Tidak.

Aku mengangguk dan Ginny pun muncul dari dapur membawa senampan makanan dan minuman. Harry menatap kekasihnya tak percaya itu.

"Kenapa? Kenapa kau menatapku seperti itu?" Ginny heran melihat Harry yang senyum-senyum sendiri itu.

"Tidak, tidak ada."

"Kalian pasti menceritaiku."

"No way, Gin." Kami tertawa lagi.

"Aku tak percaya." Ia mendengus dan menyesap lemon tea nya. Kami berusaha menghentikan tawa kami sampai Ginny melanjutkan pembicaraannya lagi. "Hermione, kau tahu apa yang menjadi Headline News seantero Hogwarts saat ini?" Aku menelengkan kepala ku.

"Banyak pasangan baru yang jadian?" Tebak ku. Ia menggeleng. Harry dan Ron tampak tertarik mendengarkan pembicaraan para wanita ini. "The Fake Malfoy yang ternyata Ronald Weasley?"

"Itu lebih bukan." Kami tertawa lagi, tapi tidak dengan Ginny, ia tampak mengeluarkan sesuatu dari balik sakunya.

A-apa ini?

Aku terperangah.

"The Suspicious Kisser." Selembar foto yang bergerak secara sihir itu benar-benar membuatku tak bisa menutup mulutku. Aku menatap Ginny berusaha setenang mungkin, menutupi rasa panik ku.

"Si-siapa ini?" Tanyaku kembali berusaha mengalihkan kecurigaan Ginny yang heran dengan Gagap Mendadak ku.

"Kau tak tahu?" Tanya Harry. Aku menggeleng kuat.

"Aku sudah kembali ke menara ketua murid saat alunan musik up beat di putar Harry. Emm, kepala ku terlalu sakit untuk mendengarkan suara-suara musik itu." Aku sedikit menyunggingkan bibirku.

"Ah, ini…" Ron mengambil foto itu dan mengamatinya lagi. "Kami semua juga sebenarnya tak tahu. Makanya Headline News Hogwarts kali ini berjudul 'The Suspicious Kisser'." Ron masih memandangi foto itu. Aku meraihnya dan ikut mengamatinya juga.

Ini tidak mungkin.

Siapa yang sempat-sempatnya mengambil foto disaat pesta meriah sedang berlangsung?

"Sayang sekali kau tak melihatnya, 'Mione." Ginny membenarkan posisi duduknya dan menatapku penuh semangat. Tunggu dulu…

Kenapa ia bersemangat sekali?

"Kau tahu, wanita bergaun putih itu benar-benar cantik sekali dan ia beruntung bisa berdansa dengan pria yang bak seorang pangeran berkuda itu…" aku meneguk ludahku. "…Aku tak tahu siapa pria bertopeng silver dan berambut cokelat yang sepertinya sangat tampan itu juga sangat beruntung mendapatkan wanita cantik seperti malaikat yang turun dari khayangan itu. Mereka terlihat serasi sekali, mereka juga berdansa dan berciuman seakan-akan hanya ada mereka berdua saja di lantai dansa itu. Aku yakin para staff pengajar juga melihatnya. Namun setelah ciuman panas mereka yang berlangsung selama beberapa menit itu, si wanita bergaun putih berjalan keluar dan disusul oleh pria berambut cokelat itu. Kami semua tak tahu apa yang selanjutnya terjadi karena pasangan misterius itu memberikan efek yang sangat bagus pada murid-murid lainnya." Aku menaikkan alisku satu mendengar perkataan Ginny.

"Efek bagus?" Berciuman di depan umum dan disaksikan oleh seluruh penghuni Hogwarts memiliki efek bagus?

Ginny mengangguk sambil tersenyum. Ia melirik Harry. "Banyak murid yang jadian dan beberapa pasangan yang awalnya enggan untuk berciuman menjadi tak malu menunjukkan kemesraan mereka masing-masing di depan para staff pengajar dan seluruh penghuni Hogwarts juga." Jelasnya lagi. Aku terperangah.

"I-itu kah…efek baiknya?" Ginny mengangguk dan tergelak. Aku melihat wajah Harry yang bersemu merah, begitu juga dengan Ron.

"Kau. Kau jadian atau berciuman, huh?" Tanyaku melihat reaksi Ron yang tak jauh berbeda dengan Harry.

"Aku…berciuman dengan seseorang yang tak ku kenal. 3 kali." Ia terkekeh dengan pandangan menerawang entah kemana, aku meringis geli.

Siapa saja, inikah sahabat-sahabatku itu?

-o0o-

"Kau tak kembali ke menara ketua murid?" Aku menoleh kearah suara yang muncul dibelakangku. Aku menggeleng. Harry menghampiri ku dan duduk bersebelahan denganku.

"Kau lupa kalau kau berkata ingin membicarakan sesuatu padaku saat kau membangunkanku tadi pagi?"

"Ah, ya… maaf Hermione, aku baru ingat, aku terlalu menikmati pembicaraan kita tadi." Kami terkekeh lagi. Aku menatap perapian yang menyala dan menghangatkan ruangan ini. Kami memutuskan untuk kembali lagi ke asrama setelah jam makan malam berakhir. Kembali bercerita hingga rasanya mulut kami berbuih. Aku tersenyum.

"Hermione…"

"Ya?" Aku menoleh menatap sahabat berkacamata bulat ku ini. Ia menghela napasnya sejenak. Sepertinya ia ingin membicarakan sesuatu yang serius.

"Ada apa, Harry?" Ia menatapku lalu kembali mengalihkan pandangannya ke arah perapian. Aku merapatkan dudukku dengannya. Masih dengan sabar menunggunya berbicara.

"Aku…aku berencana melamar Ginny." Aku menutup mulutku dengan kedua tanganku. Menatap Harry tak percaya. Sekaligus haru.

"Benarkah?" Tanyaku. Ia mengangguk. "Kapan?"

"Kemungkinan setelah kita tamat dan setelah aku diterima bekerja di kementerian." Jawabnya sedikit malu. Aku terkekeh.

"Itu sekitar 2 tahun lagi, Harry." Ujarku yang membuatnya kembali mengangguk. Aku memeluknya. Entah mengapa aku merasa bahagia sekali. Harry ternyata serius dengan Ginny.

Ia membalas memelukku. "Aku baru mengatakan hal ini padamu saja. Aku masih merahasiakan rencana ini dari Ron, Ginny maupun keluarga yang lainnya…" ia melepaskan pelukanku dan menggenggam tanganku, menatapku lagi dengan serius. "…kau mau membantu ku?" Aku mengangguk penuh semangat lalu kembali memeluknya.

"Aku tak menyangka kalau kau benar-benar seserius ini dengannya. Aku terharu dengan rencanamu, Harry." Aku tertawa dan mencoba menyeka air mata ku. Kami melepaskan pelukan hangat itu. Ia juga tersenyum bahagia.

"Karena cinta, bukan?" Aku terpaku sejenak.

Cinta?

"Aku melakukan semua itu karena aku mencintainya, Hermione. Aku tak ingin berlama-lama berpacaran dengannya karena aku takut ia akan direbut pria lain atau berbagai macam kemungkinan yang lainnya sehingga membuat kami tidak bisa bersama. Aku…sangat mencintainya." Mata Harry sedikit berkaca-kaca membuatnya menunduk malu.

"Harry…" ia mengangkat kepalanya dan menatapku masih dengan senyuman yang terpahat jelas diwajah polosnya.

"Cinta itu…seperti apa?"

-o0o-

"Dari mana saja?" Aku tersentak kaget mendapati Malfoy tengah menatapku penuh selidik dari sofa ruang rekreasi ketua murid.

"Seharian bersama teman-teman asramaku." Jawabku dan ia pun mengangguk. Aku pun menghampirinya yang tampaknya kembali asyik membaca perkamen yang berada ditangannya. Apakah itu tugas kelas?

"Tugas?" Tanyaku sambil mendelikkan kepala mencoba melihat apa isi perkamen itu, namun tiba-tiba ia menggulungnya.

"Bukan. Surat dari Ibu ku."

Oh.

Aku mengangguk paham lalu bangkit dari sofa.

"Kau mau kemana?" aku menghentikan langkahku dan menatap pria pirang yang masih duduk dengan santai itu.

"Kembali ke kamarku, Malfoy. Ini sudah pukul 10 malam." Ia hanya menatapku tanpa ekspresi. Tak ada sahutan lagi darinya, aku pun melangkah menuju kamarku. Merebahkan diri ke ranjangku yang entah mengapa terasa dingin.

Aku masih mengingat-ingat pembicaraanku dengan Harry tadi. Rasanya masih tak bisa diterima oleh akal sehatku, tapi aku pun tak bisa menyangkalnya.

-o0o-

"Harry, cinta itu…seperti apa?"

"Mengapa kau tiba-tiba menanyakan hal itu?" Ia sedikit terkekeh mendengar pertanyaanku.

"Entahlah…aku masih memikirkan ramalan Profesor Trelawney." Setelah beberapa hari yang lalu aku memberitahukannya, Ron dan Ginny tentang aku yang mulai mempercayai ramalan itu, mereka bertiga seolah menganggapku benar-benar gila.

"Kau benar-benar menganggap serius ramalan Profesor trelawney?"

"I've told you…"

"Hermione, aku mengira kau bercanda." Aku mendengus dan menghempaskan tubuhku bersandar pada sofa.

"Jadi, kau benar-benar sedang jatuh cinta? Seperti yang kau katakan padaku dilorong beberapa hari yang lalu?"

Aku mengedikkan bahu ku dan mengangkat kedua tanganku. "I'm not sure, Harry."

"Why? Kau tidak yakin dengan perasaanmu sendiri?"

"That's one, kedua aku sendiri masih belum memahami seperti apa cinta itu, wujudnya saja aku tak tahu, jelas saja aku masih bingung dengan yang namanya 'Jatuh Cinta'."

"Hermione, cinta itu tak berwujud. Cinta itu, adalah sesuatu yang memiliki keberadaan yang unik dan berbeda, tidak harus dalam bentuk fisik. Misalnya, kau merasa nyaman ketika berada didekatnya atau hanya sekedar mendengar suaranya, atau kau merasa ingin memeluknya setiap kali kau melihatnya, dan mungkin kau ingin menangis serta marah saat perasaan itu di abaikan. Semua itu terasa ketika kau menyadari kalau perasaan itu tepat kau berikan kepada orang yang kau tuju. Maka dari itu aku pernah berkata padamu kalau Jatuh Cinta itu indah. Karena kau tak dapat melihatnya tapi kau hanya dapat merasakannya." Harry menghela napas lalu menggenggam tanganku dan tersenyum. "Kau mengerti?" Aku menatapnya sesaat mencoba tersenyum juga namun aku segera mengalihkan pandanganku menatap perapian sambil mencoba mencerna perkataannya tadi.

"Aku tak mengira orang sejenius kau akan menjadi orang terbodoh apabila membahas hal seperti ini."

"Percayalah, aku juga merasakan hal yang sama, Harry." Kami tertawa sesaat.

"Harry…" Setelah cukup lama berpikir sebaiknya aku mengakhiri pembicaraan ini dan kembali ke menara. "…aku mohon kau jangan memberitahukan hal ini pada siapapun. Termasuk Ginny, terlebih lagi Ron. Bisa?" Ia tampak berpikir sejenak. Dan akhirnya ia mengangguk tersenyum hangat walaupun masih ada tatapan ragu dari mata hijau emerald nya itu.

-o0o-

Pembicaraan ku dengan Harry tadi membuatku benar-benar merasa menjadi orang paling bodoh sejagad raya. Aku tak marah saat Harry meledekku seperti itu karena apa yang dikatakannya memang benar adanya.

Seorang Hermione Granger memang terlalu bodoh bahkan kelewat idiot hanya karena masalah kecil seperti ini, CINTA.

Masalah kecil?

Aku rasa tidak.

Aku berjengit dari ranjangku saat aku menemukan Malfoy tengah berdiri di ambang pintu kamar.

"Sedang apa kau disitu? Bagaimana kau bisa masuk ke kamarku?" Tanya ku yang semakin panik saat ia berjalan ke arahku, ke ranjangku maksudku, lalu berbaring di sebelahku.

"Pintu kamarmu tak terkunci, aku sudah mengetuk pintu dan memanggilmu tiga kali tapi tak ada jawaban, jadi aku memutuskan untuk masuk saja dan mendapatimu tengah melamun. Apa kau bermimpi buruk lagi?" Aku menelengkan kepalaku sedikit dan tak menjawab pertanyaannya.

"Lantas kenapa kau tidur disini? Ini kamarku Malfoy, kalau kau lupa."

Ia membalikkan badannya menghadapku. "Aku sudah pernah berkata padamu kalau aku akan menemani mu tiap malam sampai mimpi buruk mu hilang, Hermione."

Merlin, kepala ku terasa panas.

Aku menggeleng kan kepalaku dan menatap horor ke arahnya.

"Kau bercanda. Aku tak kan tidur denganmu di setiap malamku, Malfoy."

"Oh, c'mon... kau begitu manis saat tidur bersama ku kemarin, kenapa kau menjadi menyebalkan lagi seperti ini, huh?" Aku membelalakkan mataku sampai rasanya kedua bola mataku ini ingin lompat dari tempatnya. Aku mendengus mencoba menahan emosi.

"Dengar, aku tak ingin membahas hal itu lagi. Jadi keluar dari kamarku, sekarang." Ia menaikkan satu alisnya.

"Apa pengusiran ini artinya kau ingin bercinta lagi denganku?"

"MALFOY?!" Belum sempat aku mendorongnya dari ranjangku, kini ia malah mendekapku dan mencium bibirku dengan lembut. Aku mencoba mendorong tubuhnya namun itu sia-sia, pergerakanku malah membuatnya semakin mengeratkan pelukannya.

"Kau tahu kalau aku sangat ingin memelukmu seperti ini setiap hari? Bahkan mungkin kau tak tahu kalau suara mu lah yang membuatku ingin menciummu lagi, Hermione." ia menyelipkan anak rambutku kebelakang telinga ku. Aku tak bisa berkata apa-apa setelah ia berkata seperti itu sambil menatap mata ku lekat. Hembusan napasnya yang tepat berada di depan wajahku ini membuatku mati rasa.

Aku…

"Malfoy," Ia menaikkan satu alisnya. "…maksudku, ehmm… Draco." Senyum itu mengembang diwajahnya saat aku menyebutkan nama depannya itu. Ia kembali membelai setiap lekuk wajahku.

"Kenapa kau mau repot-repot menemani ku setiap malam agar aku tak bermimpi buruk lagi?"

"Aku sudah mengatakan hal itu juga sebelumnya. Aku tak tahan mendengar rintihan tangismu tiap malam." Aku meneguk ludahku. Mencoba menatap benda lain atau apapun itu asal tak wajahnya.

"Tahukah kau kalau mimpi buruk yang selalu ku alami setiap malam itu adalah kenang-kenangan dari penyekapanku di Manor mu?" Kedua tangannya menopang tubuhnya yang sebelumnya menimpahi ku. Ia sedikit menjauhkan wajahnya dariku namun masih menatapku yang mencoba menatapnya juga.

"Hermione…"

"Aku tak bisa melupakan setiap sengatan kutukan yang terasa membakar kulitku yang dilontarkan bibi mu padaku saat di Manor mu, Draco." Ku singsingkan lengan baju tidurku, kini tampaklah sebuah tulisan yang melekat di kulit lengan kiri ku.

Mudblood.

"Aku sudah meyakinkan diriku kalau si pembuat tanda ini telah mati. Namun justru hal itu membuatku terus memimpikan penyiksaan itu disetiap tidur malamku." Aku melanjutkan perkataanku sebelum Malfoy sempat berkata apa-apa. Kini ia hanya bisa menatapku sendu.

Aku tak suka tatapannya saat ini. Namun di satu sisi aku juga menyukainya.

Whatever

Ia meraih lengan kiriku dan mencium tulisan yang menyakitkan fisik dan bathin ku itu. "Aku akan menghilangkannya…"

"Tidak." Aku menarik tanganku paksa, membuat Malfoy menatapku bingung. "…Kumohon jangan menghilangkannya, luka ini adalah bagian dari masa lalu ku. Aku tak ingin masa lalu ku hilang dan terlupakan."

"Kalau begitu biarkan aku menghilangkan semua mimpi buruk mu, Hermione." aku menatapnya lagi, kini aku yang menikmati setiap lekukan wajahnya dengan tanganku. Entahlah, walaupun terkadang tingkahnya juga yang membuatku marah dan menangis tapi aku selalu tak bisa berlama-lama marah padanya. Aku selalu merasa bersalah juga apabila aku mendiamkannya atau menangis sendirian dikamar. Padahal memang seharusnya aku mendiamkannya karena ia selalu mencoba memancing emosi ku. Tapi, pria yang sedang menatapku saat ini benar-benar tampak sedang bersungguh-sungguh padaku. Bersungguh-sungguh akan menghapus mimpi-mimpi burukku dan menggantikannya dengan mimpi indah yang hanya menampilkan diriku dan dirinya saja.

"Hanya temani aku tidur saja, aku tak segan-segan menendangmu dari ranjangku apabila kau berniat melakukan hal aneh lainnya."

"Hal aneh? Bercinta denganmu kau sebut 'aneh'? Merlin, rasanya aku ingin menghabiskanmu saja malam ini."

"Kau! Dasar Mesum!" Aku mendorongnya yang tengah bersiap menerkamku dan segera saja ku tarik selimut hingga menutupi ujung kepalaku. Aku mendengar ia tertawa sejenak lalu ikut masuk kedalam selimutku dan kembali mendekapku.

"Jangan menangis lagi, kumohon." Aku memutar tubuhku hingga menghadapnya, tak bosan-bosannya aku menatap wajah sempurnanya itu. Aku mengangguk. Ia mencium bibirku singkat dan memelukku lagi.

"Sleep well, Hermione…"

"You too, Draco…"

-o0o-

Entah mantra apa yang digunakannya tadi malam, yang jelas aku benar-benar tidak memimpikan hal yang biasanya ku impikan. Aku terbangun dan duduk menatap wajah pria pirang yang masih mendengkur itu. Wajahnya yang terlihat tenang saat tidur seperti ini mengenyahkan semua pikiranku tentang seorang Malfoy yang manja, sombong dan kasar. Seperti Malfoy di tahun-tahun ajaran Hogwarts sebelumnya.

Aku menyukai saat-saat seperti ini…

'Inikah Cinta?'

-o0o-

Yang benar saja…

Aku tak percaya sudah hampir beberapa minggu berlalu, berita tentang The Suspicious Kisser itu masih sering terdengar oleh telinga ku juga.

Ah, sepertinya sudah hampir sebulan lebih…

Aku mencoba membahas hal itu dengannya, dengan Malfoy maksudku, tapi dia hanya menanggapinya dengan santai. Kelewat santai bahkan. Ia menganggap hal itu sudah sepantasnya menjadi pembicaraan hangat di tiap-tiap sudut Hogwarts dengan para wanita yang tengah berkumpul dan bergosip ria.

"Kau gila…"

Hanya 2 kata itulah yang mampu keluar dari mulutku saat mendengar tanggapannya. Dan ia selalu menjawab perkataanku dengan,

"…Kau yang membuatku gila seperti ini, jadi kau harus bertanggung jawab pada kegilaanku."

GILA, bukan?

Kini ia bahkan lebih cerewet dibandingkan denganku atau Ginny. Ngomong-ngomong soal Ginny, aku belum ada menceritakan hal ini padanya, pada Harry juga. Harry hanya tahu soal aku sedang jatuh cinta tapi ia tak tahu siapa pria yang tengah menjadi korban cintaku saat ini.

"Ms. Granger, apa kau bisa mengulangi apa yang baru saja ku katakan?"

Oh, shit

"Ms. Granger?"

"Ya, Profesor…" Aku mencoba melirik ke rekan sebelah kananku, Harry, namun ia hanya menggeleng pelan. Itu artinya ia pun tak tahu apa yang baru saja Profesor Sprout katakan. Aku melirik ke arah neville, namun ia tampaknya terlalu asyik dengan bukunya dan tak menyadari tatapan permintaan tolongku.

Ah ya, aku baru ingat…

"Eumm, anda baru saja menjelaskan tentang tanaman semak berduri, memiliki tampilan yang indah, memiliki tingkat wangi yang rendah dan rentan terhadap jamur, Profesor."

"Dan tanaman itu adalah?" Aku mengedarkan pandanganku ke arah lain dan pandanganku langsung bertemu dengan Malfoy yang berdiri tak jauh di samping kiri depanku, ia menunjuk sesuatu ke arah ku, aku menggeleng pelan. Lalu ia kembali menggerakkan tangannya yang kali ini aku memahaminya.

Aku menunduk sesaat, lalu menatap Profesor Sprout. "…Rosa Floribunda. Nama latin dari bunga Mawar Merah yang berasal dari spesies Rose Europeana, dikembangkan oleh dé Ruiter dengan warna bunga yang sama dengan Rosa Culv., yakni merah tua." Aku menjawabnya dengan mantab.

"Ku kira kau tak mendengarkan penjelasanku, Ms. Granger. 10 poin untuk Gryffindor." Dan senyumku langsung mengembang saat Profesor Sprout mengangguk puas dan menambahkan 10 poin untuk asrama ku. Aku menatap Malfoy lagi dan bergumam pelan padanya dari jarak kami yang sebenarnya tak terlalu jauh. "…Thanks." Ia hanya mengedikkan bahunya dan menyeringai.

Hampir saja…

"Well…" tiba-tiba saja meja panjang didepanku ini penuh dengan berpot-pot bunga Mawar segar. Aku terperangah sesaat, menatap bunga yang tengah bermekaran di depanku ini. Sepertinya yang lainnya juga. "…kalian pasti tahu kalau ini adalah bunga Mawar. Namun ini juga tanaman yang memiliki beberapa manfaat tertentu untuk kesehatan mau pun untuk kecantikan. Ah, jangan lupa gunakan sarung tangan kalian karena tanaman indah ini memiliki banyak duri." Semua murid mengikuti instruksi dari Profesor Sprout.

"Ini adalah bahan untuk tugas kalian bulan depan, tugas akhir tahun tepatnya. So, kalian harus membuat kelompok yang terdiri dari 3 orang, aku ingin kalian mengamati tanaman ini. Jabarkan ke dalam perkamen sepanjang 2 meter, ah sepertinya 2 meter itu terlalu sedikit. So, minimal 2 meter, tentang apa saja manfaatnya dan berikan penjelasan tentang apakah bisa kelopak bunga mawar menjadi bahan dasar sebuah ramuan? Kalau bisa, berikan keterangan apa jenis ramuan yang bisa diciptakan dari kelopak bunga ini, dan berikan juga penjelasan apabila jawabanmu tidak. Aku ingin tugas ini dikumpulkan sehari setelah liburan natal dan tahun baru kalian berakhir yang itu artinya kalian ku beri waktu 1 bulan setengah. Ah, aku hampir saja lupa. kalian harus merawat tanaman ini agar tetap hidup dan segar. Keterangan cara perawatan tertera di buku panduan pada halaman 27."

"Oh, man…" Terdengar suara riuh di kelas setelah penjelasan panjang lebar guru herbologi kami itu. Semua tampak tak senang dengan tugas yang berbau tanah itu kecuali Neville tentunya.

"Tapi kami belum menyelesaikan tugas bulan ini, Profesor."

"Tidak ada protes Mr. Zabini, tugas bulan ini untuk nilai perindividu sedangkan tugas bulan depan untuk nilai kerjasama dalam berkelompok. Kalian harus mengerjakannya karena tugas ini sangat berpengaruh pada nilai tambahan NEWT kalian nanti." Aku melihat ekspresi kekecewaan Zabini saat Profesor Sprout memotong interupsinya. Mau tak mau kami harus mengerjakannya karena seperti kata Profesor Sprout tadi, tugas ini sangat mempengaruhi nilai tambahan NEWT nanti. Aku pun mendengus lesu.

-o0o-

Sudah berapa lama aku bersamanya?

3 bulan mungkin?

"Pagi…" Sapaan dan sebuah pelukan hangat di awal hari ku selalu membuatku seperti berada di surga.

Oke, itu berlebihan.

Suara berat yang sedikit husky itu menggelitik perutku setiap pagi. Terkadang aku masih menganggap semua hal ini hanya bunga tidurku, tapi setelah menyadari semua aktifitasku dengannya selama beberapa bulan terakhir ini, harus ku akui kalau ini lebih dari sekedar mimpi. Aku merasa nyaman ketika berada didekatnya, dipelukkannya dan disetiap sentuhannya.

"Akhir pekan ini, kau akan ke Hogsmeade?" Aku mengangguk menjawab pertanyaannya, sembari mengamati setiap lekuk keindahan diwajah manusia yang mungkin setengah Dewa ini.

"Baguslah, karena ini mungkin akan menjadi kencan pertama kita di luar Hogwarts."

"Kau bercanda? Banyak murid tingkat 4 dan 5 yang akan melihat kita nanti, Malfoy."

"Kau masih memanggilku seperti itu setelah semua yang kita lakukan selama ini?"

"Memangnya apa yang kita lakukan selama ini?" Godaku sambil bangkit dari ranjang dan langsung mengambil jubah mandi ku. Ia hanya menatapku dengan mulut dan mata yang sama-sama terbuka lebar.

"Hermione?!" Kurasa ia mendengar tawaku.

Kami memang tak pernah saling menyatakan perasaan kami satu sama lain. Tapi entah mengapa aku merasa yakin kalau ia pun merasakan apa yang tengah ku rasakan juga saat ini.

Cinta?

Ya, mungkin saja…

Walaupun aku sendiri belum terlalu memahami apa itu cinta, saat ini aku hanya ingin menikmati semua waktuku bersamanya.

"Kau sudah selesai?"

"Emm…" Setelah merapikan peralatan tulisku aku pun keluar bersamanya. "Tunggu…" Aku menarik lengannya hingga ia menghadapku. Apa-apaan ini? Aku menghela napasku sambil menggeleng pelan.

"Kenapa?" Tanyanya. Aku tak menyahutinya dan hanya menarik kerah bajunya. Dasinya berantakan dan benar-benar apa-apaan ini? Ia bahkan salah mengancingkan kemejanya?

"Bukan Malfoy sekali…" Ia tertawa mendengar gumamanku dan mengecup bibirku cepat lalu berjalan keluar menara duluan.

Dengan begini saja, aku merasa bahagia bersamanya…

Entahlah…

"Hermione…"

"Hah? Oh, hai…Harry. Sedang apa kau disini?" Hampir saja kami ketahuan. Malfoy masih berdiri disampingku dan tak mempedulikan tatapan risih dari Harry.

"Aku ingin bertanya. Untuk tugas herbologi, apakah kau sudah memiliki teman kelompok?"

"Ya. Dia bersama ku dan Zabini…"

"A-apa?" Tanyaku pada Malfoy yang kini hanya menatapku santai saja. Sejak kapan? Kami bahkan tak ada membahas soal siapa saja rekan kelompok sejak Profesor Sprout memberikan tugas itu. Harry kini menatapku menanti penjelasan.

"Emm…bisa kita membicarakannya nanti saja? Kelas sebentar lagi akan dimulai." Harry terlihat tak puas dengan responku, ia hanya mengedikkan bahunya saja lalu berlalu meninggalkanku dan Malfoy dengan wajah kesal.

"See, kau membuatku bertengkar dengan sahabatku."

"Aku tak berbuat apa-apa."

"Malam ini, jangan tidur denganku."

"A-apa? Her-emm…Granger?!"

Dia masih tetap Malfoy yang dulu, aku harus ingat itu.

-o0o-

"Kau masih marah denganku?"

"Lorong terlalu ramai untuk membicarakan hal itu, Malfoy." Aku terus mempercepat langkahku menuju aula besar setelah kelas berakhir. Tiba-tiba tubuhku tertarik ke sebuah ruangan, dan kini Malfoy tengah menatapku geram.

"Ayolah, aku hanya tak suka kau satu kelompok dengan pria lain."

"Pria lain? Harry adalah sahabatku, kalau kau lupa, Malfoy. Sekarang minggir, aku harus menemuinya." Tubuh kekarnya itu pun ku dorong sekuat tenaga dan keluar dari ruangan dengan sikap senormal mungkin karena kini banyak murid-murid yang berlalu-lalang di lorong.

-o0o-

"Harry…" Pria berkacamata bulat itu pun menoleh menatapku, ia tampak kaget namun tetap mengusahakan dirinya untuk tetap tersenyum padaku. Apa Malfoy sudah menemui dan meminta maaf padanya hingga ia masih bisa tersenyum seperti itu padaku?

"Emm…Harry, soal tugas kelompok itu…"

"Ah, ya Hermione, maaf aku meninggalkanmu begitu saja tadi. Aku hanya sedikit kaget saja kalau kau satu kelompok dengannya, tapi sekarang aku bisa memahami keputusanmu." Ia kembali tersenyum. Aku mengerjapkan mataku.

"Memahami keputusanku? Kau tak marah padaku?" Harry tampak berpikir sejenak.

"Aku tak marah padamu dan aku tak kan pernah marah padamu, Hermione. Kalian adalah ketua murid yang tak pernah akur, aku berpikir mungkin dengan tugas kelompok ini kalian bisa sedikit lebih saling memahami satu sama lain lagi, maka dari itu aku memahami keputusanmu memilih satu kelompok dengannya."

Kenapa ia bisa sebijak ini?

"Oh, ya… kau benar." Harry mengangguk. Aku masih penasaran kenapa ia dengan mudahnya tak memarahiku karena aku satu kelompok dengan Malfoy.

"Hermione? Kau akan disitu saja? Kita harus ke aula besar sekarang." Pikiranku pun buyar lalu dengan canggungnya aku tersenyum padanya.

Apa Malfoy mengatakan sesuatu padanya?

-o0o-

Hari-hariku kembali normal sejak aku menemui Harry beberapa hari yang lalu, hanya saja, Malfoy malah semakin terlihat tak normal.

Aku tak bisa berkonsentrasi saat kelas ramuan berlangsung. Malfoy selalu menggangguku. Di mulai dari aku memasuki kelas ini, ia menyapaku dan dengan santainya ia menyentuh rambutku dan menyelipkannya kebelakang telingaku. Sesaat setelah ia melakukan itu aku hanya bisa membelalakkan mataku sambil melihat kanan, kiri, depan, belakang, atas dan bawah (ah, bagian terakhir terlalu berlebihan) berharap tak ada yang melihatnya. Aku sudah pernah berkata pada diriku sendiri untuk selalu waspada pada setiap pergerakan mendadak dari Malfoy, namun saat ia melakukan hal aneh-aneh yang secara mendadak itu lagi, aku malah tak bisa berbuat apa-apa.

Kini ia tengah memandangiku seolah-olah ia tengah bersiap-siap untuk menerkamku.

"Baiklah, kalian bisa mengambil kuali kalian masing-masing dan mulai meracik ramuannya, aku memberikan kalian waktu 30 menit untuk ramuan dasar." Semua murid bergegas menuju peralatan mereka masing-masing, aku memilih bergabung dengan Harry dan Ron sampai tiba-tiba Zabini menyerobotku dan mengambil tempatku.

Hah! Apa lagi ini? Kenapa ia bergabung dengan Harry dan Ron?

"Ms. Granger, kenapa kau masih belum mempersiapkan peralatanmu?" Aku tertegun dan segera mencari meja yang kosong dan sialnya aku harus satu meja dengannya. Ya, dengannya. Dengan siapa lagi aku akan merasa panik sekaligus kesal selama kelas berlangsung kalau bukan dengannya, Malfoy. Setelah mendengus dengan kelewat kesalnya aku pun berjalan malas menuju mejanya, ia tampak senang sekali dengan seringaian diwajahnya itu.

Ia tak mengatakan apapun selama aku sibuk meracik ramuanku, tapi aku risih dengan semua pergerakan yang dilakukannya.

"Oops! Maaf…" Aku menggeram kesal sementara ia menyeringai puas. Ruangan kelas ini cukup luas kenapa ia harus melakukan hal itu?

Apa maksudnya menyenggol-nyenggolku hanya karena mau mengambil sendok di seberang meja?

Aku mencoba menenangkan diriku dengan berulang kali menghela napasku secara perlahan. Aku tak bisa memarahinya saat ini. Semua orang akan curiga. Ya, aku harus menyelesaikan ramuan ini dan segera keluar dari kelas. Kembali ku fokuskan diriku pada ramuan didepanku ini sampai aku merasa kalau kini ia berdiri tepat di belakangku.

"Sudah berulang kali ku katakan kalau aku sangat menyukai dirimu saat kau marah…"

"MALFOY?! Berhenti menggangguku!" Kali ini aku tak bisa menahan emosiku.

Shit!

Kenapa ia harus berbisik seperti itu padaku?!

Kepalaku terasa panas saat mendengar suaranya yang…

Ah, entahlah!

Aku tak mempedulikan tatapan seisi kelas yang kini menatapku heran. Ia hanya mengerjapkan matanya saja karena masih kaget dengan bentakanku.

"Blimey…"

"Ada apa?"

"Ms. Granger? Mr. Malfoy, apa yang kalian lakukan? Apa ramuan kalian sudah selesai?" Tak ada sahutan apapun dari ku dan Malfoy, Profesor Slughorn pun berdeham dan menyuruh kami untuk melanjutkan kegiatan kami, kegiatan kembali meracik ramuan maksudku.

Setelah ini kau akan menyesal telah menggangguku seharian, Malfoy.

Hua!

Kenapa kelas lama sekali berakhirnya?!

-o0o-

Aku sibuk mengaduk-aduk makan malam ku. Tak begitu mendengarkan percakapan Ron dengan Seamus yang ku tahu mereka pasti hanya menceritakan soal barang-barang sihir yang baru dan keren. Ah, entahlah…

"Malfoy melihatmu terus menerus sedari tadi."

"Aku tahu."

"Ku dengar kalian sempat terlibat keributan saat kelas ramuan. Memangnya apa yang dilakukannya padamu?" Sendok makanku berhenti berputar dan aku menatap Ginny dengan ekspresi kesal karena mengingat kejadian selama dikelas ramuan tadi.

"Ia selalu mencari gara-gara denganku, Gin, kau pasti tahu itu. Ia mencoba mengganggu konsentrasiku dan merusak ramuanku…"

Bahkan setelah kami tidur bersama pun mengganggu ketenanganku sepertinya masih menjadi kegiatan favoritnya selain Quidditch.

"Tapi untung saja aku berhasil menyelesaikan ramuan itu dengan baik walau aku merasa saat itu kelas lama sekali berakhirnya." Ginny mengangguk dan kembali sibuk dengan makanannya. Mataku sempat menangkap Harry yang sepertinya tengah menguping pembicaraanku dengan Ginny.

Saat aku menoleh kearahnya ia tampak kelabakan dan sibuk membolak-balik halaman Daily Prophet-nya. Ia mencoba bersikap sebiasa dan setenang mungkin.

Tingkahnya aneh. Ada apa dengan si kepala pitak ini?

Aku menggeleng dan menolak secara halus ajakan Ginny saat ia memintaku untuk bermain ke Gryffindor. Aku harus kembali ke menara dan mengerjakan beberapa tugas ku.

"Hei, Granger." Aku sempat kaget saat berbelok di ujung lorong dan berpapasan dengan pria ini. Akhir-akhir ini sering kali ku lihat ia keluar masuk menara ketua murid dan asrama ku. Well, aku tahu kalau dia sahabat Malfoy, hanya saja untuk apa ia rajin sekali mengunjungi asramaku? Apa ia sedang kencan dengan anak Gryffindor? Aku menggeleng pelan.

"Sedang apa kau disini, Zabini?"

"Menemuimu?" Aku mengernyitkan dahiku. "Well, aku hanya bercanda. Kau tak perlu sebahagia itu." Ia terkekeh sendiri dengan lelucon anehnya. Karena aku tak tertawa mendengar candaannya ia pun berdeham dan kembali bersikap normal. Ah, sebenarnya para Slytherin tak pernah bersikap normal.

"Aku baru saja menemui Draco, membicarakan tugas kelompok herbologi kita. By the way, kapan kita bisa mulai pengamatan tanaman itu?"

"Bukankah kau baru saja bertemu dengannya? Kenapa kau tak menanyakan hal itu padanya juga?"

"Well, Draco bilang semua atas perintahmu, so, aku hanya mengikuti kata-katanya saja. Makanya aku menanyakan hal itu lagi padamu." Aku mendengus kesal.

"Kenapa aku harus satu kelompok dengan kalian?" Gerutu ku sambil berlalu melewati Zabini yang kebingungan karena aku tak menjawab pertanyaannya.

Sebenarnya aku bisa menolak pernyataan Malfoy saat ia mengatakan kalau aku, ia dan Zabini akan menjadi teman sekelompok tugas herbologi nanti, tapi aku tak tahu harus dengan siapa lagi kalau aku menolak mereka karena di hari yang sama saat Malfoy mengatakan kami sekelompok, Harry pun sudah menambahkan Dean ke dalam kelompoknya bersama Ron juga. Jadi mau tak mau aku harus kembali ke Malfoy, ke kelompok itu maksudku.

"Hei…" Aku mendorong tubuhnya pelan saat ia mencoba memelukku setibanya aku di ruang rekreasi ketua murid. Ia menatapku heran.

"Kau kenapa menggangguku seharian ini, huh?" Ia tak segera menjawab pertanyaanku dan kini ia malah menyeringai tak jelas.

"Kau marah padaku?"

"Tentu saja. Ramuan ku hampir saja gagal, dan sebelumnya kau juga mengganggu ku di kelas transfigurasi dan kelas astronomi, Malfoy." Jawabku berang sambil berkacak pinggang. Ia masih tak bergeming. Aku mendengus dan membalikkan badanku kembali ke kamar sebelum aku melemparkan mantra padanya.

"Hermione…"

"Apa lagi?"

"Kau…apa kau akan membiarkanku tidur sendirian malam ini?" Aku mendecih sesaat dan kembali menatapnya.

"Jangan bilang kau menggangguku seharian ini hanya karena ingin tidur bersamaku, Malfoy?" Cukup lama aku menunggu jawabannya hingga ia mengangguk pelan. Kembali aku mendengus dengan tawa gila ku.

"Kau gila…"

"Tapi kau yang membuatku gila seperti ini. Kau harus bertanggung jawab, Hermione. Hermione?!" Ia mengikuti ku terus yang berusaha menahan tawaku. Aku tak tahu kalau dia seperti itu hanya karena mencoba menarik perhatianku. Kenapa ia harus bertingkah semanis itu?

Arrghhh….

Aku gila!

Aku harus mengganti kata-kata GILA itu sebelum aku benar-benar gila.

-o0o-

"Kau jangan terlalu mencari perhatianku saat di Hogsmeade. Aku tak ingin mereka semua curiga."

"Hermione, kau sudah mengatakan hal yang sama sebanyak 6 kali."

"Aku hanya mencoba mengingatkanmu kembali karena aku tahu kau akan berpura-pura lupa kalau aku sudah memperingatkanmu." Ia mengernyitkan dahinya.

Well, ini akhir pekan di awal musim dingin dan ini adalah kunjungan pertama kami di Hogsmeade. Bukan yang pertama kalinya, sih. Hanya saja, ini pertama kalinya untukku dan Malfoy. Ia terus bertingkah manja padaku seolah-olah tak ada orang lain yang memperhatikan kami. Aku sampai harus berulang kali memukul kepalanya agar ia ingat kalau saat ini kami bukan berada di menara ketua murid. Tapi apalah daya, Malfoy tetap Malfoy. Peraturan dibuat hanya untuk dilanggar, baginya mungkin.

Beberapa murid tingkat 5 menatap kami heran karena terus bertengkar dan lempar-lemparan mantra.

Bercanda.

Tentu saja tidak. Kami hanya saling lempar ledekan saja dan kata-kata pelengkap lainnya. Dan saling lempar salju…

Kalimat terakhir lebih bercanda.

Tiba-tiba ia menarik rambutku pelan. Walaupun pelan kepalaku harus tertarik juga kebelakang karena ia tampaknya memang berniat menjambak rambutku.

"Kau gila?!" Desisku sambil merapikan kembali rambutku.

Ia terkekeh. "Kita bisa beristirahat, mereka sudah dewasa, Hermione. Kita tak perlu memperhatikan mereka lagi." Ia menggamit lenganku. "Sekarang giliran kita menghabiskan waktu berdua."

"Ka-kau mau membawa ku kemana?"

"Ikut saja." Aku pun mengikutinya dalam diam sambil berusaha melepaskan gamittan tangannya karena beberapa penduduk Hogsmeade memperhatikan kami.

Hingga sampailah kami ke sebuah toko yang tampak biasa saja jika melihatnya dari luar, namun saat memasukinya, aku merasa seperti sedang berada di sebuah restoran Prancis. Ia membantuku melepaskan mantelku dan memesan sebuah meja.

"Malfoy sekali, bukan?" Tanyanya sambil menyeringai sombong dan aku hanya mendengus saja.

"Apa kau sering kesini?" Tanyaku setelah memesan menu utama. Ia mengangguk.

"Sebenarnya bisa dibilang ini sarangnya para Slytherin. Kau bisa lihat, di ujung sana…" ia mengarahkan jarinya ke arah belakangku dan benar saja, ada Zabini dan beberapa anak-anak Slytherin lainnya yang sebagian ku kenal. Sebenarnya aku tak terlalu mengenal mereka, aku hanya tahu nama belakang mereka kalau mereka mengenakan seragam sekolah.

"Apakah tak apa seorang Gryffindor berada disini?"

"Kau sekarang bagian dari Slytherin, Dear…" Seluruh bulu roma ku kembali bergidik saat ia berkata seperti itu sambil mengecup punggung tanganku. Aku yakin kini wajahku tengah merah merona.

"Bagaimana kalau ada yang melihat kita?" Tanyaku sedikit takut sekaligus mencoba mengalihkan pembicaraan. Ia tampak berpikir sejenak dan mengedikkan bahunya.

"Everyone knows, mereka pasti akan mengira kalau kita sedang membahas persoalan antara ketua murid."

Aku mendecih. "Bagaimana kalau semua orang tahu kalau kita sedang berkencan?"

"Ehemm…" Sebuah dehaman menginterupsi pembicaraan kami. Dengan spontan sekaligus terkejut aku bangkit dari dudukku dan menatap orang yang sebelumnya berdeham itu dengan tatapan luar biasa terkejutnya. Sama dengan Malfoy. Aku meliriknya sesekali sampai ia menyapa orang tersebut.

"Dad…"

"Hello, Son… Ms. Granger." Sekelebat bayangan beberapa ingatan bermain dikepalaku. Suara berat nan dingin itu kembali memanggil namaku. Kini aku bisa merasakan jantungku berdegup begitu kencang, aku berusaha mengatur napasku dan menutupi tubuhku yang mulai bergetar seolah-olah aku tengah di masukkan kedalam danau hitam yang membeku.

"Ah…ma-maaf, saya harus kembali patroli. Permisi…"

"Hermione? Tunggu! Hermione?!"

"Bahkan kini kau tahu namanya? Duduk."

-o0o-

Aku terus berlari tak mempedulikan panggilan itu. Berlari kemana saja kakiku membawaku melangkah. Kepulan asap putih yang keluar dari mulutku menghalangi pandanganku. Air mataku membeku seketika karena aku lupa membawa mantel dan sarung tanganku. Bahkan tongkatku berada disana.

"Granger?!" Aku menoleh dan mendapati Zabini tengah berlari membawa sesuatu. "Apa kau gila?!" Ia langsung memakaikan mantel yang ternyata mantelku itu dan memakaikan sarung tangan itu ke tanganku. Ia mengayunkan tongkatnya dan merapalkan mantra ke tubuhku.

"Untung saja aku melihatmu, kalau tidak mungkin besok akan keluar berita di Daily Prophet kalau kau Sang Penyelamat Dunia Sihir meninggal disebabkan lupa membawa mantel dan tongkatmu. Kenapa kau harus berlari seperti itu, huh?" Aku tak menjawab pertanyaannya. Aku tahu ia mencoba menghiburku tapi aku masih belum bisa menyembunyikan perasaan ini. Perasaan takut. Takut akan ingatanku saat di Malfoy Manor dulu.

Dan…

…apakah Lucius mendengarkan pembicaraan kami tadi?

"Granger, ada apa?"

"Zabini, bisakah kau mengantikanku berpatroli dengan Malfoy? Aku…sepertinya aku lupa memasukkan pot mawar kita keruangan hangat."

"Apa?! Kau benar-benar gila. Ya sudah, Aku akan menggantikanmu, lekas lah kembali ke Hogwarts." Tanpa basa-basi lagi aku segera berlari dan aku masih bisa mendengaran racauan Zabini yang kesal dengan perkataanku, walaupun sebenarnya aku berbohong padanya.

Aku masih berharap bahwa tadi hanya ilusi ku semata karena aku tak tahu apa yang akan terjadi kalau Lucius mendengarkan pembicaraan kami tadi. Malfoy, maksudku Draco belum kembali dari Hogsmeade. Aku menantinya di ruangan rekreasi ketua murid dengan khawatir dan menyibukkan diriku dengan mondar-mandir diruangan ini, sesekali aku melirik pintu masuk menara, berharap ia akan segera muncul dan langsung memelukku.

"Hermione—"

"Malfoy…" Mungkin aku berharap terlalu tinggi karena orang yang baru saja memanggilku bukan Malfoy melainkan Harry.

"Kau tak berada di Hogsmeade?" Ia menghampiriku dan duduk disebelahku. Aku menggeleng pelan.

"Ginny memberitahuku saat ia mencoba mencarimu ia melihat kau berlari dan berbicara sejenak dengan Zabini. Lalu ia tak melihatmu lagi di Hogsmeade." Ia menjelaskan tanpa perlu ku tanya. "…Hermione, ada apa?" Aku masih sibuk menatap jari-jemariku dan bingung harus menjawab apa.

"Herm—emm… Potter?" Aku dan Harry menoleh ke arah suara itu bersamaan. Berbeda ekspresi, aku menatapnya cemas sementara Harry menatapnya seperti ingin menanyakan sesuatu.

"Aku membawakan beberapa ramuan sakit kepala." Ia mengangkat kantongan kertas berwarna cokelat. Harry kini menatapku bingung.

"Hermione, kau sakit?"

"Huh? Emm…ya, Harry."

Merlin, terhitung semenjak aku bersama Malfoy, sudah berapa kali aku berbohong pada sahabatku ini?

"Aku menyuruhnya kembali ke Hogwarts saat ia hampir saja pingsan. Kau ada urusan apa, Potter?" Harry masih tak melepaskan pandangannya dariku. Malfoy meletakkan kantong kertas itu di depanku.

"Malfoy…" Aku dan Malfoy spontan langsung menatap Harry. "…bisa kita bicara sebentar? Tidak disini." Malfoy tampak berpikir sejenak.

"Baiklah. Granger, kau segera minum ramuan itu, biar aku dan Zabini saja yang melapor ke Hagrid." Masih memperhatikan tatapan Harry aku pun mengangguk pelan. Lalu suara pintu tertutup pun terdengar ditelingaku.

Apa yang ingin Harry bicarakan dengannya? Apa ia menyadari sesuatu?

Arrghh! Aku bisa gila!

Kedua tanganku menangkup wajahku, kembali mencoba menenangkan pikiranku dan menghilangkan asumsi-asumsi anehku.

-o0o-

Seminggu berlalu, Malfoy tak menceritakan apapun padaku setelah pertemuan tak disengaja kami dengan Lucius. Aku sudah berulang kali bertanya padanya namun berulang kali juga ia hanya bilang kalau Lucius tak mencurigai kami karena ia tak mendengarkan pembicaraan apapun diantara kami selama di restoran itu. Dan soal Harry, ia bilang kalau Harry hanya menanyakan soal pertandingan Quidditch.

Aku tak yakin sepenuhnya. Namun aku tetap mencoba mempercayainya.

Aku terbangun tidak dengan suara dengkurannya disampingku. Spontan aku menoleh dan benar saja, ia tak ada disebelahku.

Kemana dia?

Setelah melihat jam di meja nakasku yang menunjukkan pukul 03.00 dini hari, aku memakai jubah tidurku dan mencoba mencarinya.

Suara derik perapian membuat mataku tertuju ke arah sofa panjang diruangan itu. Sebuah silhouette yang tampaknya tengah termenung itu menarik perhatianku. Sedang apa ia berada disini dini hari seperti ini?

"Malfoy…" Ia tersentak kaget saat aku memanggilnya, ia bahkan tak menyadari kehadiranku. Segera saja ku hampiri dirinya yang tengah sibuk melipat sebuah perkamen.

"Kenapa kau belum tidur?" Tanyanya.

"Seharusnya aku yang bertanya seperti itu. Dan kenapa kau melamun hingga tak menyadari kehadiranku?" Ia tak menjawab. Ku sibakkan rambut pirang yang menghalangi matanya itu, ia meraih tanganku dan mendekapkannya ke pipinya yang terasa dingin, padahal perapian diruangan ini menyala. Aku menatapnya dengan tatapan bertanya tapi ia hanya tersenyum dan merebahkan kepalanya ke pahaku.

"Aku sangat senang kita bisa sedekat ini."

"Kau… kau kenapa? Kau belum menjawab pertanyaanku kenapa kau berada disini dini hari seperti ini?" Tanya ku khawatir. Ia menghela napasnya sesaat.

"Aku hanya ingin menikmati waktuku. Aku hanya ingin lakukan keinginanku saat ini." Alisku langsung bertaut saat mendengar perkataannya.

Aku meraba keningnya. "Apa kau sakit? Wajahmu terlihat pucat sekali, kau ingin ke Hospital Wings?" Dan ia pun menggeleng pelan, meraih tanganku dan meletakkannya didadanya.

"Aku hanya butuh kau di sisiku." Jantungku seperti berhenti berdetak. Kalimatnya barusan membuat sesuatu dalam perutku seperti bergerak-gerak. Aku tahu tak mungkin aku kelaparan.

"Hermione…" Masih dengan posisi seperti ini, tangannya meraih wajahku dan menyelipkan anak rambutku kebelakang telingaku.

"Apa kau mencintaiku?" Kali ini aku tak bisa memastikan kondisi jantungku. Dengan pikiran yang masih mencoba mencari-cari jawaban yang tepat namun tanpa sadar aku malah mengangguk hingga membuatnya menyunggingkan senyuman.

Haruskah aku menggeleng tadi?

"Berbaring di sini, dan kau begitu dekat denganku…aku tak menyangka ini benar-benar terjadi walau berulang kali kita saling meyakinkan satu sama lain kalau ini semua bukan mimpi. Sulit melawan perasaan ini, sulit rasanya untuk bernapas. Aku, kau…kita hanyut dalam keadaan ini. Aku hanyut dalam senyumanmu." Mulutku seperti mati rasa saat mendengar kata-kata indahnya, jadi ku biarkan saja ia berbicara sampai ia membutuhkan responku.

"Aku tak pernah merasakan perasaan seperti ini saat bercinta atau berkencan dengan orang lain. Cukup lama aku menyangkal seluruh perasaanku padamu, tapi aku juga tak bisa berbohong terus menerus saat melihat sosokmu, saat melihat matamu. Jarak diantara kita yang tercetak jelas selama 7 tahun, membuatku sangat sulit mencegah diriku sendiri untuk tak langsung memelukmu, makanya aku selalu mengganggu mu. Aku pun tak bisa mengungkapkan semua perasaanku secara langsung karena aku takut kau tak merasakan hal yang sama denganku, maka aku hanya bisa melakukan semuanya dengan perbuatan. Ah, aku sudah mengatakan ini sebelumnya…" Kami tergelak sesaat. "…Kini, saat aku bisa mendekap mu, ku mau kita tak perlu terburu-buru menjalani semua ini, perlahan –lahan saja, right?" Aku masih belum bisa berkata-kata dan mengangguk saja.

"…karena aku juga mencintaimu."

Ia mengatakannya?

Ia mengakui perasaannya?

Walaupun sebelumnya ia tak pernah mengatakannya, tak pernah mengungkapkan perasaannya, aku selalu yakin dengan apa yang kurasakan saat bersama dengannya. Kini saat mendengarkan pengakuan langsung dari mulutnya, entah mengapa malah membuatku merasakan sesuatu yang aneh.

Tapi…

…aku tak ingin merusak moment ini, bibirku pun perlahan menyunggingkan senyum padanya. Aku meraih dagunya dan mencium bibirnya yang tipis itu.

Aku yakin pasti ada sesuatu yang tengah terjadi padanya…

-o0o-

Hogwarts memasuki musim dingin. Sebentar lagi aku akan melihat pemandangan di setiap sudut Hogwarts yang tertutupi dengan warna putih salju dimana-mana.

Sudah 5 bulan lebih, hubunganku dengan Malfoy juga sepertinya sedang mengikuti udara saat ini. Maksudku, ia kembali bersikap dingin padaku setelah malam ia menyatakan perasaannya. Aku tak tahu apa maksudnya dengan menjalani semuanya dengan perlahan tanpa terburu-buru itu adalah dengan cara seperti ini. Kalau saja aku tahu, aku tak kan meng-iya-kannya kemarin. Dan aku tak tahu apa yang membuatnya tak datang ke kamarku lagi. Aku memang sudah jarang bermimpi buruk semenjak ia selalu menemani tidurku, tapi aku yakin bukan karena itu ia menjauhiku.

Atau mungkin memang ada sesuatu yang salah tengah terjadi padanya?

"Malfoy…" Ia tersentak kaget dan menghentikan langkahnya saat aku memanggilnya di lorong sekolah. Segera saja aku menghampirinya dan berusaha untuk tidak langsung memeluknya.

"Her…emm…Granger, kau sedang apa disini?"

Aku mengernyitkan alisku saat mendengar pertanyaan anehnya. "Kita memiliki kelas yang sama, kalau kau lupa, Malfoy." Oh, well…kami memang kembali memanggil dengan nama belakang kami masing-masing saat berada di luar menara ketua murid. Aku yang memintanya agar tak ada seorang pun yang mencurigai kami. Aku masih menatapnya penuh selidik, ia pun masih mencoba menghindari tatapan ku dan ia menggeser tubuhnya, membukakan pintu dan mempersilahkanku masuk ke kelas terlebih dahulu.

"Morning, class..."

Great. Sapaan selamat pagi tadi berhasil merusak mood indah yang ku bangun sejak aku membuka mata sedari tadi pagi.

"Morning, Dear..." Aku membuang pandanganku kearah mana saja agar tak perlu bersusah payah menjawab sapaannya.

"Well…emmm…silahkan keluarkan bola kristal kalian masing-masing…" Aku bisa mendengar Profesor Trelawney bergumam tak jelas setelah memberikan kami perintah tadi. Sudah beberapa kali pertemuan aku mencoba mengabaikannya. Mungkin ia heran dengan sikap ku tadi. Tapi memang seharusnya ia menyadarinya, berkat ucapannya beberapa bulan yang lalu itu lah yang membuatku enggan menatap matanya lagi atau sekedar memberi perhatian ke mata pelajaran yang di ajarkannya. Aku merasa harus mawas diri, siapa tahu dengan menatap mataku saja ia bisa kembali meramal ku dan kembali mempermalukanku lagi.

-o0o-

"Hei, Hermione…"

"Hai…"

"Gryffindor atau Slytherin?"

"Ha? Apa maksudmu Gin, tentu saja Gryffindor." Jawabku santai sambil merapatkan jubah dan syal ku. Ginny tergelak dan berjalan menuju tim Quidditch lainnya sementara aku menaiki undakan tangga dan mulai mencari bangku kosong sambil berusaha mengabaikan udara dingin bulan Desember ini.

Well, disini lah aku. Duduk di tribun yang ramai dengan teriakan-teriakan para pecinta Quidditch. Sementara aku? Aku tentu saja masih berusaha menghangatkan tubuhku dan sama sekali tak berniat untuk berteriak seperti mereka. Aku tak habis pikir kenapa mereka masih mampu berteriak dan bermain dilapangan yang sangat dingin ini.

"Kedua Tim harap berkumpul!" Aku bisa melihat Madam Hooch berdiri ditengah-tengah lapangan walau terhalang sedikit kabut. Teriakan semakin riuh saat kedua tim dari kedua asrama yang sama-sama kuat di tim Quidditch mereka itu mulai memasuki lapangan satu-persatu.

Draco…

Rambut pirangnya begitu mencolok sehingga dengan mudah aku bisa langsung mengenalinya. Ia bertengger dengan santainya di atas sapunya, pandangannya menyisir keseluruh tribun penonton. Aku terus memperhatikannya hingga ia terbang ke arah tribun asramanya dan melemparkan jubahnya ke seorang gadis?

Aku mencoba menajamkan pandanganku.

Suara jeritan pluit Madam Hooch membuyarkan pandanganku yang tiba-tiba terasa memanas di udara sedingin ini.

"10 poin untuk Gryffindor!"

Aku menoleh kearah tim asramaku yang tengah berselebrasi singkat karena mereka harus mengejar poin-poin lainnya lagi.

Draco

Aku kembali mencari-cari sosoknya.

"Malfoy berada di belakang Potter mencoba mengejar Snitch!"

Itu dia

"Zabini! 10 poin untuk Slytherin!"

Senyumku lenyap bukan karena Slytherin mendapatkan 10 poin tambahan, tapi karena pria yang tengah berselebrasi dengan teman-teman Slytherinnya itu kini menghampiri tribun asramanya lagi dan tersenyum pada seseorang. Aku tak dapat melihat jelas ia tersenyum pada siapa karena tribun Gryffindor dan Slytherin sangat jauh berseberangan.

Kepala ku pening. Dada ku terasa sesak dan pandanganku mengabur saat mencoba menahan air yang hendak keluar dari mataku.

Perasaan macam apa ini?

"Hermione…" Aku menoleh kearah suara yang begitu halus dan lembut memanggil nama ku. "…kau sakit?"

"Huh?"

"Wajahmu pucat sekali. Dan kau menggigit bibirmu hingga berdarah." Aku sempat terperangah sebentar mendengar perkataan Luna. Benar saja, bibirku berdarah dan rasa anyir darah itu begitu terasa ketika aku menyeka bibirku.

"Hermione…"

"Hermione?! Hei, siapa saja bantu aku membawanya ke Hospital Wings!"

"MALFOY, AWAS!"

-o0o-

Who can say where the road goes?
Where the day flows, only time...
And who can say if your love grows?
As your heart chose
, only time...

Who can say why your heart sighs?
As your love flies, only time
...
And who can say why your heart cries?
When your love lies, only time...

What would I do without your smart mouth?
Drawing me in and you kicking me out, got my head spinning, no kiddingI can't pin you down
What's going on in that beautiful mind?
I'm on your magical mystery ride and I'm so dizzy don't know what hit me
But I'll be alright

Dimana aku?

Surga, kah?

Yang benar saja…

Aku tersenyum sendiri saat bermonolog seperti itu.

"Merlin, Hermione kau sudah sadar? Kenapa kau tersenyum? Apa kepala mu terbentur Bludger?"

"Ron!"

Aku perlahan membuka mataku dan mendapati Harry, Ron, Ginny, Luna, Neville dan teman-teman seasramaku tengah mengelilingi ku dan menatapku prihatin. Ada apa ini?

"Hermione, kau jangan banyak bergerak dulu…" Ginny mencegahku untuk bangkit.

"Hospital Wings?" Tanyaku pada mereka setelah aku berhasil mengenali bangsal besar ini. Mereka semua mengangguk.

"Kau pingsan di tengah-tengah pertandingan Quidditch tadi, Luna, Neville dan yang lainnya yang membawa mu kesini. Kami meyusul setelah pertandingan dihentikan." Jelas Ron dengan nada khawatirnya. Aku tersenyum sesaat dan mengangguk paham.

"Kau sudah tak apa-apa? Bagaimaan bisa kau pingsan seperti itu, Hermione?" Aku menatap Harry yang tak kalah khawatirnya dengan Ron. Ah, sebenarnya mereka semua memandangku khawatir.

"Aku sudah tidak apa-apa, mungkin aku hanya kelelahan saja. Kenapa pertandingannya dihentikan?" Elakku dengan mengganti topik pembicaraan.

"Ah, ini semua karena si Malfoy sialan itu…" Aku mengernyitkan dahi ku? Malfoy? Apa ia sudah mendapatkan Snitch terlebih dahulu hingga permainan harus dihentikan makanya mereka bisa menjengukku?

"Ah…aku paham, kalian kalah?

"Bloody hell! Kalah? Tentu saj—"

"Merlin! Kenapa ruangan ini ramai sekali? Apa yang kalian lakukan disini? Kalian kembalilah ke asrama masing-masing. Ms. Granger dan pasien lainnya butuh istirahat." Madam Pomfrey membuat teman-teman asrama ku ini mendengus lesu, sementara Luna hanya tersenyum saja padaku. Aku membalas senyumannya dan tersenyum juga ke arah mereka semua.

"Kalian kembali lah ke asrama, aku akan baik-baik saja."

"Ya, Ms. Granger harus bermalam disini. Kalian masih bisa menjenguknya setelah jam makan malam, sekarang kembali lah ke asrama dan hilangkan bau keringat kalian itu, anak muda." Harry, Ron dan pria-pria pemain Quidditch lainnya mendengus kesal membuat aku dan Ginny menahan tawa.

Mereka pun pamit dan berjalan keluar ruangan bersama Madam Pomfrey. Aku menghela napasku setelah melihat pintu besar itu tertutup. Menahan rasa sakit di kepala dan juga bibirku.

Aku tersenyum hambar dan menyeka air mata ku yang entah sejak kapan terjun bebas dari pelupuk ku.

Mungkin hanya mimpi...

Aku mencoba mensugesti diriku sendiri.

-o0o-

Sahabat dan teman-teman seasrama ku menepati janji mereka untuk menjengukku lagi setelah jam makan malam berakhir. Sesekali aku ikut tertawa saat Ron mengeluarkan candaannya, sesekali juga aku mencoba mencuri-curi pandang ke arah pintu Hospital Wings yang terbuka lebar itu. Orang yang sampai saat ini ku tunggu-tunggu tak menampakkan dirinya juga didepanku. Sementara selain ketiga sahabatku dan teman seasrama ku, banyak teman-temanku dari kelas lain yang bergantian menjengukku. Bahkan aku melihat ada beberapa anak Slytherin yang berlalu-lalang diruangan ini dari warna jubah dan gaya angkuh khas Slytherin mereka yang terlalu mencolok itu. Apakah mereka mengkhawatirkan keadaanku juga? Ah, entahlah.

Mungkin hanya mimpi

-o0o-

Aku merasa kalau aku baik-baik saja, tapi Madam Pomfrey bersikeras kalau aku membutuhkan banyak istirahat. Jadi, aku baru saja kembali ke menara ketua murid setelah berada di Hospital Wings selama tiga hari menghabiskan waktu dengan berbaring-ria saja di brankarnya. Berbagai macam tugas dan gulungan perkamen yang bertumpuk di meja ku sepertinya kini mulai memanggil-manggil namaku untuk ku sentuh. Aku tak pernah semalas ini untuk mengerjakan tugas-tugas ku.

Akhirnya dengan berat hati aku melangkah keluar kamar untuk meminjam beberapa buku di perpustakaan. Aku tahu sekarang sedang musim dingin, tapi perapian diruang rekreasi menara ketua murid ini tak pernah padam, seharusnya aku merasakan kehangatan saat aku keluar dari dalam kamarku, tapi entah mengapa malah hawa dingin yang merasuki tubuhku. Aku kembali ke dalam kamar untuk mengambil jubahku. Sepintas aku melihat refleksi diriku dicermin besarku, aku mundur beberapa langkah dan menatap diriku lagi.

Terlalu indah. Bahkan untuk membayangkannya saja semua ini terlalu indah.

Ku hela napasku sejenak.

Ku lepas saja

Aku kembali melangkah keluar kamar sambil mengenakan jubahku saat aku mendapati Malfoy baru saja keluar dari kamarnya, ia seperti menyembunyikan sesuatu dibalik jubahnya.

"Hermione…" Aku sempat menghentikan langkahku sesaat. Segera ku palingkan wajahku darinya tak berniat sama sekali untuk menatapnya terlalu lama. Karena tak ada lanjutan kata-kata lain yang keluar dari mulutnya maka aku memutuskan untuk melanjutkan langkahku.

Sepanjang perjalanan ku menuju perpustakaan aku berusaha untuk tidak tertawa, entah mengapa kali ini jarak dari menara ketua murid ke perpustakaan terasa begitu jauh sampai aku harus menghentikan langkahku sesaat dan bersandar kesalah satu tiang penyanggah lorong Hogwarts.

"Damn! Kenapa akhir-akhir ini produksi air mataku terlalu berlebih?" Aku tertawa hambar sambil kembali menyeka air mataku. Aku menoleh sesaat ke belakangku untuk memastikan tidak ada yang melihatku. Aku mendecih dan melanjutkan tujuan utama ku berada dilorong ini untuk ke perpustakaan.

"Buku ini selalu tak kembali ke tempat nya." Aku menggeleng pelan lalu duduk di tempat favoritku. Mulai membuka lembar demi lembar halaman buku yang selalu menjadi bacaanku ketika bosan. Sesekali aku juga membaca buku lain kemudian menyalinnya ke perkamenku.

"Bloody hell, kau membaca 2 buku sekaligus? Huaa…" Aku tersentak kaget dan menengadahkan kepalaku menatap orang yang tengah mengintipku dari balik bilik meja perpustakaan.

"Kau sudah sehat?"

"Huh? Hemm…" Aku kembali melanjutkan kegiatanku sampai pria ini mengambil posisi duduk disebelahku, mengeluarkan buku-bukunya dan melakukan hal yang sama denganku.

"Granger…" Aku menghentikan goresan pena bulu ku dan mendengus kesal. Aku menatapnya malas.

"Apa lagi, Zabini?"

"Wow, santai girl…jangan menatapku seperti itu, kau terlihat menyeramkan."

"Aku sedang berusaha keras menyelesaikan tugas-tugasku dan kau sudah mengganggu ketenanganku untuk berkonsentrasi. Kalau kau tidak ada urusan lain lagi denganku maka diamlah." Aku kembali fokus pada tugas-tugasku.

"A-apa?! Tentu saja aku masih punya urusan denganmu. Kau tak ingat kita satu kelompok untuk menyelesaikan tugas dari Profesor Sprout? Merlin, aku ragu kau sudah sehat?" Aku mengerjapkan mataku. 3 sampai 5 kali. Entahlah, entah sudah berapa kali aku mengerjapkan mataku. Aku masih belum bisa mencerna perkataan pria di sebelahku ini. Dan seperti baru saja tertimpa buku-buku yang berada di perpustakaan ini, aku membelalakkan mataku, menutup mulutku yang terbuka lebar dengan kedua tanganku.

"Eumm…well, aku baru saja sembuh jadi aku tak ingat kalau kau teman sekelompokku." Aku berdeham dan mengalihkan pandanganku ke perkamen-perkamenku lagi.

Ini memalukan…

"Tapi sekarang kau benar-benar sudah baik-baik saja, right?" Aku mengangguk cepat. "Well, baiklah…kita harus memulai dari mana?"

"Huh? Apanya?" Tanyaku bingung.

"For God Sakes, tugas kelompoknya, Granger."

Oh.

OH.

Aku mengangguk lagi dan membuka buku satu lagi dan menunjukkan halaman yang harus kami salin. "Kau salin bagian pengantar dan buat argumen utama tentang bunga mawar dari buku ini, selebihnya akan kita kerjakan setelah melakukan pemeriksaan dan percobaan ramuan kelopak mawar nanti…" Zabini pun mengangguk paham dan mulai mengayunkan pena bulu ke perkamennya.

"Dimana Draco?"

Jantungku seperti ingin keluar dari tempatnya saat Zabini menanyakan pertanyaan itu. Aku meliriknya sesaat.

"Aku tak tahu." Jawabku berusaha setenang dan sesingkat mungkin.

"Hmm…seharusnya dia membantu kita meringkas tugas ini. Kau tak melihatnya di menara ketua murid tadi?"

"Tidak."

Crap! Semakin sering saja aku berbohong.

"Ada apa?"

Damn! Dan semakin sering saja aku mengumpat.

"Hei, mate! Kami baru saja membahas mu."

"Membahas ku? Benarkah?" Ia terkekeh sejenak sebelum mengambil tempat duduk di sebelah kananku, rasanya aku ingin menoleh ke sebelah kiri ku saja tapi ada Zabini yang kini tengah menyeringai tak jelas ke arah ku.

"Ya…kami membahasmu bukan berarti menceritaimu, aku hanya menanyakan keberadaanmu saja padanya." Malfoy mengangguk. Aku tak bisa berlama-lama disini. Aku bangkit dari kursiku dan merapikan buku-buku ku.

"Kau mau kemana?" Tanya Zabini dan Malfoy berbarengan.

"Kalian bisa menyelesaikan tugas ini berdua tanpaku, aku harus kembali ke menara ketua murid untuk mengambil barangku yang tertinggal."

"Apakah ini?" Aku menghentikan langkahku dan menoleh ke arah yang ditunjukkan Malfoy. Aku berusaha menahan ekpresiku setenang mungkin.

"Bukan. Permisi…" Zabini melambaikan tangannya setelah aku pamit dan meninggalkan mereka berdua.

Aku tak berhak atas kepemilikkan benda itu setelah ia mengabaikanku.

"Permisi, Ketua Murid?" Aku menoleh ke kanan dan kiri mencari si sumber suara, dan akhirnya aku menemukan seorang murid perempuan tingkat 1 di belakangku. Aku tersenyum ke arahnya.

"Ya?" Tanyaku sesopan mungkin. Anak tingkat 1 ini tampak ragu-ragu dan sepertinya sedikit ketakutan denganku.

"Emm…itu, Ke-kepala Sekolah…Kepala Sekolah memerintahkan ku untuk memberitahukanmu agar menemuinya di ruangannya sebelum jam makan malam."

"Apakah hanya aku saja? Maksudku, hanya ketua murid perempuan?" Anak itu mengangguk cepat. "Ah, ya…baiklah. Terima kasih atas infonya." Ia tidak membalas perkataanku dan berlari begitu saja. Apakah wajahku benar-benar menyeramkan hingga anak itu sangat takut melihatku?

Hahaha…

Aku menertawai diriku sendiri.

-o0o-

"Kau mau kemana? Hermione? Hermione…" Aku mengabaikan panggilan itu dan langsung berjalan keluar menara.

"Hermione Granger?! Aku bertanya padamu." Aku menepis kasar tangan yang mencengkram lenganku lalu kembali berlalu meninggalkannya yang masih berusaha menghentikanku.

"Malfoy! Apa yang kau lakukan?!"

"Ron?" Ron menatap Malfoy yang masih berusaha menghentikan langkahku.

"Lepaskan dia. Kau menyakitinya!" Bentakan Ron itu berhasil melepaskan cengkraman tangan Malfoy dari pergelangan tanganku, meninggalkan bekas warna merah di sekelilingnya.

"Ini bukan urusanmu, Weasley."

"Ini menjadi urusanku kalau menyangkut Hermione. Apa kau belum puas menyiksanya saat di Manor mu sehingga kau berniat menyakitinya lagi?!"

Menyakiti ku?

"Itu bukan ulahku! Itu ulah Bibiku!" Ron sudah hendak menarik kerah baju Malfoy.

"Ron, hentikan!" Aku menariknya pergi menjauh. Kenapa harus Ron yang melihat semua ini? Aku masih sedikit bersyukur kalau Harry yang datang dan membawa ku pergi dari kekacauan ini.

Ron hanya menatap bengis Malfoy yang masih diam mematung. "Berhentilah bertingkah seperti ini, Ron."

"Blimey! Hermione, dia menyakitimu lagi."

"Itu bukan urusanmu, Ron!" Aku tahu Ron sedikit berjengit saat mendengar nada bicaraku yang sedikit meninggi. "Aku sudah biasa tersakiti…" ucapku nanar.

"Hermione…"

"Maaf, aku harus segera menemui Kepala Sekolah…"

Great, Hermione! Kau baru saja menyakiti perasaan sahabatmu.

Masihkah ini hanya mimpi?

-o0o-

I know what he wouldn't do to hurt me, I know him though and I know his heart.

Aku terus mengulangi kalimat itu dalam pikiranku. Malam ini aku ada jadwal berpatroli dengan Malfoy. Aku tak ingin dikatakan tidak kompeten dan tidak profesional hanya karena masalah pribadi ku saat ini. Ku hela napas ku sejenak sambil menyeka sisa-sisa air mata yang membuatku membanjiri kamarku sendiri tadi.

Mungkin ini hanya perasaanku saja. Ia pasti tak berniat sedikitpun mengabaikanku setelah apa yang kami berdua lakukan. Mungkin saat ini ia memang sedang sibuk, atau mungkin memang ia sedang ada masalah. Aku harus memahami keadaannya juga. Ya, kami harus kembali berbicara dan berhenti saling diam seperti ini. Aku harus memulai percakapan dengannya setelah patroli selesai. Aku tak boleh egois.

"Kenakan ini, udara diluar sangat dingin." Aku terkejut sejenak lalu menyentuh pinggiran jubah tebal yang sudah bertengger mengelilingi tubuhku.

"Thanks." Jawabku singkat dan berjalan mendahuluinya. Aku tak ingin ia melihat wajah sembabku saat ini.

Setelah hampir satu jam lebih menyusuri lorong-lorong Hogwarts, aku tak mengeluarkan suara sedikitpun selain saat memberikan potongan-potongan poin kepada para murid yang melanggar peraturan. Jujur saja, aku tak tahan seperti ini terus menerus dengannya. Setelah menghela napas sejenak aku pun menghentikan langkahku.

"Ouchh!"

"Arrghh!"

Aku merasakan nyeri di kepala bagian belakangku. Aku menoleh ke belakang dan mendapati Malfoy tengah mengelus-elus dadanya.

"Jangan menabrakku, Malfoy!" Bentakku padanya, ia terkejut sesaat.

"Kau yang berhenti mendadak, Her—"

"Granger, nama ku Granger, kalau kau lupa." Ia hampir saja membuat seisi Hogwarts mencurigai kami. Tingkahnya barusan membuatku enggan mengutarakan pikiranku sebelumnya. Jadi aku memutuskan balik badan saja dan kembali ke menara ketua murid.

"Kau mau kemana?" Tanyanya. Aku mendecih.

"Pulang. Kembali ke asrama. Patroli sudah selesai. Malfoy." Aku merasa tak asing dengan perkataanku tadi. Tiba-tiba aku mendengar ia mendengus geli. Aku menoleh kearahnya lagi dan menatapnya kesal.

"Asrama mana? Slytherin? Oh, well kalau itu mau mu, aku dengan senang hati akan membukakan pintu untukmu."

"A-apa? Slytherin?"

"Oh, ayolah…kalau kau berniat ingin memberikanku kejutan dengan menemaniku tidur di asrama ku malam ini kau tak perlu mendiamkanku selama beberapa hari terakhir seperti ini, Granger."

Kejutan?

Apa-apaan ini?

"Kau gila." Desisku lalu berlalu meninggalkannya. Aku terus berjalan tak mempedulikan panggilannya sampai aku menghentikan langkahku lagi dan Malfoy kembali menabrakku.

"Ini… Malfoy, ini kemana?!" Tanyaku panik. Ia menatapku bingung.

"Asrama ku. Kenapa? Bukankah kau memang ingin kesini?"

Ya Tuhan.

Merlin.

Demi siapa saja, aku tengah berdiri di depan pintu masuk asrama Slytherin. Jadi…

Aku…

SALAH JALAN?!

Merlin, aku malu sekali!

Aku berusaha memutar otak untuk menutupi kecerobohanku kali ini. Atau bukan kecerobohan, tapi kebodohanku, mungkin? Ah, entahlah!

"Granger, kau tak apa?"

"Kepala ku…" Malfoy dengan sigap menghampiriku dan memegang kedua lenganku saat aku mengatakan kalimat itu barusan. Berhasilkah?

"Kenapa? Sakit lagi? Kau ingin ke Hospital Wings atau bagaimana?" Suaranya terdengar panik. Aku berusaha menahan tawaku sampai tiba-tiba pintu batu besar didepanku ini terbuka dari arah dalam.

"Draco, apa yang…" Gadis didepanku ini tak melanjutkan perkataannya, ia malah menatapku. Malfoy melepaskan tangannya dari lenganku. Ya, aku setuju itu. Bisa saja gadis ini akan menyebarkan gosip baru tentang kami berdua esok paginya.

"Hei, As…"

As? As apa? Asma? Asyik?

Apa-apaan itu?!

Tak ada yang bersuara lagi sampai mataku menangkap sesuatu yang berkilauan dari balik kerah baju gadis di depanku ini.

"Kau mau apa?" Wajahnya terlihat bingung saat tanganku mencoba menyingkirkan rambut hitam legamnya yang sebagian menjuntai ke depan.

"Siapa namamu?" Tanyaku pada gadis itu.

"Emm, Granger…sebaiknya kita kembali ke menara ketua murid karena kita sudah melewati batas jam malam. Granger—"

"Diamlah, Malfoy." Desisku membuat Malfoy dan gadis itu terkejut.

"Aku tanya padamu sekali lagi, siapa nama mu?"

"Untuk apa kau mengetahui namaku? Dan sepertinya aku tak perlu menyebutkan namaku karena seisi Hogwarts pasti sudah tahu siapa aku." Kalau begitu, aku bukan bagian dari 'seisi Hogwarts' karena aku tak kenal gadis ini, mungkin kalau ia masih mengenakan seragam sekolah aku bisa mengenalinya dari nama keluarga yang tertera di seragamnya.

"Apa semua Slytherin masih seperti ini bahkan setelah Pangeran-Berhidung Rata dan Kepala Plontos-Kegelapan membusuk di dalam tanah? Ah, iya. Aku lupa. Bahkan Tuan yang kalian sembah-sembah sebelumnya itu pun tak memiliki jasad."

"Granger…"

"Jangan pernah berbicara seperti itu lagi padaku setelah aku menyelamatkan dunia sihir kalian ini, Nona Muda."

"Granger…"

"Apalagi, Malfoy?" Aku memberanikan diriku menatap pria ini.

"Kita harus kembali ke menara, kita sudah melewati batas jam malam."

"Cih! kita? Ku kira kau ingin menemani Nona Muda ini tidur di asrama kalian malam ini, Malfoy. Dan lepaskan tangan menjijikkan mu itu dari ku." Ia terperangah. Aku tak peduli dan kembali mengayunkan kaki ku meninggalkan mereka yang masih memasang ekspresi teridiot mereka, mungkin.

Aku memastikan diriku sendiri kalau aku, Hermione Granger tak akan memulai pembicaraan dengannya, Draco Malfoy. Biar saja kami saling diam satu sama lain sampai ia menyadari kesalahannya.

Aku lelah!

-o0o-

"Hermione!"

"Mom, Dad! How I miss you both!" Aku memeluk kedua orang tua ku setibanya di King Cross. Mereka tersenyum melihatku yang masih saja bertingkah seperti saat aku kembali ke London di akhir tahun ajaran tingkat pertama ku.

"Mr. & Mrs. Granger…"

"Oh, hai Harry, Ginny dan…" Dad terlihat berpikir. Yang benar saja, ia tak pernah ingat nama sahabat ku yang berambut merah ini.

"Ron, Sir. Ron Weasley, by the way…"

"Ah, iya…Ron…" Kami semua tertawa.

"Kalau kalian sempat, datanglah ke rumah. Mom membuatkan banyak kue dan makanan lezat." Ujar ku membuat mata Ron berbinar-binar saat aku mengatakan tentang makanan.

"Kami pasti mengusahakannya, Hermione. Kalau begitu, Merry Christmas and Happy New Year, Mr. dan Mrs. Granger. Hermione…"

"Yeah, we too…" Setelah memisahkan diri dari keluarga besar Weasley dan Harry, kami pun berjalan menuju pintu keluar.

"Kami mengira kau tak akan pulang, kau bilang kau butuh waktu tambahan belajar untuk persiapan NEWT."

Aku berjalan sambil memeluk lengan Mom. "Aku sadar kalau menghabiskan waktu liburanku di Hogwarts itu hanya akan membuatku semakin tersakiti, Mom."

"Tersakiti?" Aku mengangguk lalu melepas pelukannya, menatap wajah tuanya yang terlihat bingung.

"Ayolah Mom, putrimu ini sudah kedinginan. Aku rindu kehangatan dirumah." Dad dan Mom pun tertawa lalu aku menggandeng kedua lengan mereka.

Aku tahu kalau saat ini ada yang menatapku dari kejauhan.

-o0o-

Aku mengerjapkan mata ku. Mencoba menyesuaikan penglihatanku dengan cahaya yang masuk ke kamarku dari balik tirai jendela yang terbuka. Jam berapa ini?

"Hermione? Dear, kau sudah bangun?" Aku menggeliat sesaat sebelum menjawab panggilan Mom.

"Aku sudah bangun, Mom." Jawabku parau. Mom masuk ke kamar setelah mendengar jawabanku. "Ada apa, Mom?" Ia menyerahkan sesuatu padaku.

"Mom tidak mengenali siapa pengirim surat ini. Mom menemukannya bersama dengan surat-surat dari Harry dan kedua kakak-beradik Weasley di bawah pintu depan." Aku meraih beberapa amplop dari ketiga sahabatku dan satu amplop yang tak dikenali itu. "Kalau kau sudah selesai membaca, bisa bantu Mom memasak?"

Aku mengangguk. "Oke, Mom."

"Well…" Mom mengecup keningku sejenak lalu keluar dari kamarku. Aku membenarkan posisi dudukku lalu membuka surat dari Ginny terlebih dahulu. Aku harus melakukannya karena aku tahu pasti Ginny mengirimi ku surat untuk membahas gosip baru atau yang lainnya. Aku menyeringai sedikit.

"Dear My Lovely Gosip Partner,

Hermione, baru seminggu yang lalu aku mengirimi mu surat dan sudah 2 minggu lebih tidak bertemu denganmu aku sudah merasa uring-uringan. Aku tak tahu harus berbicara dengan siapa karena tak ada wanita lain dirumah ini selain aku dan Molly tentunya. Tapi itu sangat tak mungkin sekali kalau aku menceritakan semuanya padanya, bukan?..."

Aku tertawa sejenak.

Aku bisa membayangkan bagaimana reaksi Molly kalau mendengarkan Ginny bercerita soal pesta topeng kemarin. Ia pasti akan mengirimkan auror untuk menangkapku karena sudah merubah penampilan anak gadisnya seperti artis-artis Hollywood yang menghadiri Red Carpet.

"…Hermione, apa kau sudah melihat Daily Prophet? Aku tahu kalau keluargamu tidak berlangganan koran sihir kita tapi setidaknya kau harus melihatnya kali ini saja. Aku tak bisa menceritakannya disini karena aku takut dilacak oleh para pihak auror. Oh, haruskah para auror ikut andil dalam hal ini? Aku sudah bertanya pada Dad kalau itu tidak mungkin, tapi aku merasa ragu. Jadi lebih baik kau melihat dan membacanya sendiri. Well, kalau begitu happy weekend for us."

With amazing love,

Calon Mrs. Potter.

What?

Aku tak bisa menghentikan tawaku setelah membaca bagian terakhir dari surat ini. Aku rasa Ginny juga memang tergila-gila pada Harry.

Well, setelah aku berhasil menahan tawa ku aku membaca surat kedua, dari Harry. Karena aku yakin surat dari Ron pasti berisikan hal-hal yang tak penting.

"Dear My Brightest Bestfriend than Ron…"

Apalagi ini? Tawaku pecah lagi membaca kalimat pembukaan surat dari Harry. Apa sepasang kekasih ini sedang berusaha menjadi pelawak?

"Apa kabar, 'Mione? Aku sangat merindukan omelanmu. Aku berencana singgah ke rumahmu setelah acara natal di The Burrow. Mungkin sehari atau dua hari setelah aku ke bermalam di The Burrow aku akan main ke rumahmu…

Hermione, are you allright?"

With love,

.

Aku sedikit mengernyitkan dahiku? Kenapa ia menanyakan keadaanku dua kali?

Aku memutuskan membalas surat mereka nanti malam saja karena Mom sudah meneriaki nama ku dari dapur. Untuk surat dari Ron, mungkin aku akan membacanya nanti malam juga.

-o0o-

"I'm home..." Aku melonjak dari sofa ruang keluarga menghampiri Dad yang sedang melepaskan mantelnya.

"Dad, biar aku saja…" Aku mengambil mantel dan tas kerjanya lalu membawanya ke kamar.

"Dad sudah membeli koran sihirmu saat Dad melewati King Cross tadi."

"Benarkah?" Teriakku dari dalam kamarnya.

"Ya, Dear…koran itu di dalam tas Daddy." Segera saja ku buka tas kerja berwarna cokelat yang terbuat dari kulit itu. Aku langsung melihat sebagian tulisan Headline News tertulis besar-besar di cover halaman depan koran ini yang tertimpa dengan beberapa map kerja Dad.

"Dear, makan malamnya sudah siap!"

"Ya, Mom…" Aku menelengkan kepalaku sesaat lalu melipat koran itu dan membawanya ke kamarku.

Kubaca nanti saja sambil membalas surat sahabat-sahabatku

"Kau ada perlu apa dengan koran itu, Dear?" Mom bertanya padaku sambil meletakkan piring di meja.

"Aku hanya ingin tau berita terbaru tentang dunia sihir, Mom. Ginny bilang ada berita baru."

"Oh ya? Berita apa itu?" Dad sedikit penasaran.

"Aku belum membacanya, Dad. Mungkin setelah makan malam…" Dad dan Mom pun mengangguk.

Kenapa perasaanku tak enak seperti ini?

Aku berjalan menghampiri kedua orang tua ku yang tengah bersiap untuk makan malam hingga tiba-tiba ketukan di pintu depan rumah membuatku menghentikan langkahku sesaat.

"Siapa itu?"

Aku mengedikkan bahuku menjawab pertanyaan Dad. "Biar aku saja, Mom…" Mom tersenyum dan kembali melanjutkan kegiatannya sementara aku berjalan ke pintu depan.

"Siapa, Dear?" Aku tak menjawab teriakan Mom dari dapur. Mulutku saat ini hanya bisa membuka-menutup mengeluarkan asap putih yang mengepul menatap sosok didepanku ini.

"Dear?"

"Huh?" Aku baru tersadar setelah Mom menyentuh bahuku.

"Siapa pria ini?" Tiba-tiba Dad juga ikut-ikutan menghampiriku mungkin ia terlalu penasaran karena aku tak segera menjawab pertanyaan Mom.

Aku tergagap. "Huh? I-ini…"

"Selamat Malam, Mr. & Mrs. Granger. Saya Malfoy, saya rekan ketua murid putri anda di Hogwarts. Bolehkah saya masuk? Udara diluar membuat hidungku berair." Mom dan Dad saling bertukar pandang sesaat sementara aku masih belum bisa mengumpulkan kesadaranku.

"Oh, tentu saja. Silahkan… maaf kami membuatmu menunggu lama diluar, silahkan… Hermione? dear?"

"Ya?" Aku tak menemukan siapapun lagi di hadapanku. Apakah aku baru saja berhalusinasi?

"Dear, apa kau akan berada di ambang pintu terus dan membiarkan temanmu ini?"

Atau TIDAK!

Mendadak aku membelalakkan mata ku setelah aku memutar tubuhku 180°. Merlin! Malfoy memang sedang berada disini! Aku tak berhalusinasi!

Aku menutup pintu masih dalam keadaan shock.

"Kau…" Aku menatap Malfoy yang tengah membuka mantel dan syal nya. "…ada urusan apa ke rumahku?"

"Ehmm…" Dehaman Dad membuatku mengalihkan pandangan ke arahnya. "…kalian mau berbincang sambil makan malam?" Aku menatap Dad. Tidak, Dad. Aku akan segera mengusirnya. Bathinku.

"Well, sepertinya saya datang diwaktu yang tepat. May I?"

"NO!"

"Ya…"

"Sure…"

Malfoy menatap kami bertiga secara bergantian. Mom menatapku dengan tatapan seolah-olah ia sedang memerintahku untuk bersikap sopan terhadap tamu. Oh, Mom…andai saja tamu ku Pangeran William mungkin aku akan dengan senang hati bersikap semanis mungkin.

-o0o-

"Jadi, kau rekan ketua murid putriku?" Dad membuka pembicaraan di sela-sela waktu makan malam kami. Malfoy menghentikan aktifitasnya sejenak, mengelap bibirnya dengan tisu.

"Ya, Sir." Jawabnya singkat dengan anggukan yang dibuatnya sewibawa mungkin. Cih!

"Siapa namamu tadi?" See! Kali ini Mom yang biasanya lebih memilih menghabiskan makanannya terlebih baru bercerita pun ikut tertarik pada pembicaraan yang tak memiliki table manner saat makan ini.

"Malfoy, Ma'am. Draco Malfoy."

"Ah, Draco Malfoy. Nama mu terdengar tak asing ditelingaku tapi mungkin itu hanya perasaanku saja." Mom dan Malfoy tersenyum sesaat sementara aku hanya meringis saja. Semoga Mom tak menyadarinya.

"…Kau berada di asrama mana?"

"Saya di asrama Slytherin, Sir." Malfoy masih menanggapi pertanyaan Dad dengan begitu tenangnya dan tak merasa terganggu dengan aktifitas makan malamnya akibat menjawab pertanyaan-pertanyaan aneh kedua orang tua ku. Aku melihat Mom dan Dad tampak berpikir sejenak lalu mengangguk. "Kami tidak pernah melihatmu sebelumnya, maaf kalau kami menanyaimu terlalu spesifik sekali seperti ini."

"Tak apa, Ma'am."

"Apa kalian berpacaran?"

"For God! Dad?!" Aku hampir saja tersedak makananku akibat pertanyaan mendadak Dad itu.

"What?" Tanya Dad santai sambil mengangkat kedua tangannya. Ini benar-benar tak table manner sekali. Biasanya ia akan memarahiku apabila aku berbicara saat sedang makan malam. Tapi kali ini?

Oh…

Selain tak table manner, Dad sepertinya berniat mempermalukanku.

"Dear…" Mom memegang lengan Dad, ia langsung menengahi pembicaraan aneh ini. Dad kembali sibuk dengan makanannya. Sementara Malfoy tampaknya tak seheboh diriku. Aku menenggak minumku kelewat cepat.

Huh…kepalaku panas dan sepertinya kini tengah mengeluarkan asap!

Setelah 15 menit berlalu tanpa pertanyaan-pertanyaan aneh lagi, akhirnya makan malam keluarga kecil ini berakhir. Mom dan Dad memberikanku dan Malfoy waktu untuk berbicara berdua saja. Aku tak tahu mereka mau pergi kemana karena mereka keluar rumah mengenakan mantel dan suara deruan mobil terdengar sesaat kemudian.

Apakah mereka tak berpikir kalau putri mereka mungkin saja akan diculik pria asing yang baru saja mereka temui ini?

Tiba-tiba tubuhku menghangat.

"Aku sangat merindukanmu, Hermione…" Rasanya aku ingin mendorongnya saja. Dada ku terasa sesak saat ia menyebutkan namaku setelah sekian lama aku tak mendengarkan kata itu keluar dari mulutnya. Kedua tanganku masih ku biarkan saja menggantung dan tak membalas pelukannya.

Setelah cukup lama ia tak merasakan respon dariku ia pun melepaskan pelukannya dan menatapku heran. "Hermione…" Ku tatap matanya tanpa ekspresi sedikitpun. Aku mengabaikannya dan berlalu menuju kamarku meninggalkannya yang masih kebingungan.

"Hermione?" Ia menarik lenganku hingga aku terhempas kearahnya sebelum aku berhasil meraih gagang pintu kamarku.

"Hermione, tatap aku. Kenapa kau terus mengabaikanku? Aku tak tahan kalau kau terus bersikap dingin seperti ini padaku." Ia meracau tak jelas membuatku menatapnya malas.

"Cih! Mengabaikanmu? Kau tak ingat siapa yang mengabaikanku selama sebulan terakhir hubungan kita? Ah, ya aku baru sadar kalau kita tak memiliki hubungan apapun." Aku tertawa hambar mencoba menutupi perasaan sesak didadaku. "Apa kau sudah selesai menemani Nona Muda itu hingga saat ini kau berani menampakkan dirimu didepanku?"

"Hermione…"

"Apalagi? Kau ingin melemparkan kutukan padaku karena perkataanku yang memang benar adanya? Silahkan, Malfoy!" Aku mendekatkan diriku ke tubuhnya yang membuatnya sedikit memundurkan langkahnya.

"Aku tak mengerti apa yang kau bicarakan? Dan siapa Nona Muda yang kau maksudkan itu?"

Apa?

"HAH! Good acting, Mr. Malfoy!" Tawaku semakin keras ditambah tepukan tanganku. Ia mencengkram kedua lenganku dan menatapku berang. Wow, sepertinya ia sudah kehilangan kesabarannya.

"Ya, Hermione. aku sudah kehilangan kesabaranku. Jawab pertanyaanku terlebih dahulu atau aku terpaksa me-legillimens mu, Hermione Granger." Aku menaikkan satu alisku dan menyeringai.

"Pertanyaanmu yang mana?" Tanyaku dengan nada bicara yang kubuat sedingin mungkin. Malfoy sedikit merenggangkan cengkramannya.

"Apa kau baik-baik saja? Maksudku, aku belum sempat menanyakan keadaanmu saat kau pingsan ditengah-tengah pertandingan Qudditch karena kau terus mengabaikanku." Aku tertawa lagi.

"Kau tak bisa melihat?" Tanyaku sambil bersedekap melipat kedua tanganku. Ia tertegun sesaat. Seperti salah tingkah.

"Well, emm…kenapa kau terus mengabaikanku? Dan kenapa kau melepas kalung pemberianku? Aku sudah mencoba memberikannya padamu saat kita berada di perpustakaan. Kenapa kau tak mau mengambilnya dan mengenakan kalung itu lagi? Kau tak pernah menyapa ku, tak pernah melihat ku atau sekedar tersenyum sombong, bahkan kau sudah tak pernah marah lagi padaku. Merlin, aku berharap kau memarah-marahi ku saja daripada harus berdiam diri seperti ini denganmu, Hermione." Ia memegang kedua lenganku membuatku harus menatapnya. "…jawab aku, Hermione?"

Aku menyeringai sesaat sebelum melepaskan kedua tangan kekarnya dari lenganku. "Aku akan menjawab semua pertanyaanmu." Ia tampak menarik napas sesaat kemudian menghelanya.

"Kenapa aku terus mengabaikanmu? Coba tanyakan pada dirimu sendiri. Kenapa aku melepaskan kalung indah itu dan tak menerima pengembalian kalung itu darimu? Well, aku merasa tak pantas mengenakannya setelah kau memberikannya kepada Nona Muda itu…"

"Nona—"

"Apa aku lupa memperingatkanmu untuk tidak menginterupsi perkataanku? Kalau iya, maka kau sudah mendengarkan perkataan ku ini." Malfoy hanya bisa kembali mengatupkan mulutnya kembali yang sebelumnya terbuka. "Kenapa aku tak pernah menyapamu, tersenyum sombong atau sekedar marah padamu? Cih! Ku balikkan semua pertanyaan terakhir itu padamu. Sadarkah kau kalau kau penyebab semua hal ini?! Merlin, kini aku marah. Kau pasti menyukainya." Aku mendengus sambil tertawa sinis padanya.

"Hermione, aku tak mengerti…"

"Wow! Ku kira dengan peringkat kedua setelahku di Hogwarts membuatmu mengerti semua perkataanku, Malfoy." Kini aku tertawa lepas. Sebenarnya aku merasa ngeri dengan diriku sendiri saat ini.

"Hermione, jelaskan semuanya padaku dan berhentilah tertawa seperti itu!"

"Kini kau membentakku? Tak apa. Aku sudah biasa." Aku menjauh darinya. Melirik keluar jendela sejenak untuk memastikan apakah kedua orang tua ku sudah sampai atau belum. Kembali aku menatapnya. "Kenapa selama sebulan terakhir dari 6 bulan sejak kita bercinta kau tak pernah lagi menemaniku tidur? Apa kau sudah lupa akan semua janji-janji manismu saat bercinta di ranjang denganku? Apa yang sedang kau pikirkan saat aku menyapamu hingga kau harus berulang kali terkejut menatapku? Ah, ya…kemana kau saat aku pingsan di tribun penonton? Kenapa kau tak menjengukku di Hospital Wings? Apa karena kau terlalu sibuk menebar pesonamu pada gadis yang kau berikan senyuman di tribun asramamu? Kenapa kau memberikan jubahmu pada gadis lain sementara aku mati kedinginan?!" Suaraku semakin meninggi di pertanyaan terakhir. Aku berusaha mengatur napasku.

"Kau…cemburu?"

Ya Tuhan…

Dari sekian banyak pertanyaan yang sudah ku siapkan sebelumnya, kenapa ia bukannya menjawab pertanyaanku malah kini ia berbalik bertanya padaku dengan pertanyaan yang membuatku tak bisa menjawabnya sama sekali?

"Menurutmu?" Aku tersenyum hambar. "Apa aku berhak untuk cemburu? Memilikimu saja tidak." Ia tertegun saat aku mengatakan kalimat itu.

"Hermione…"

"Kau belum menjawab pertanyaan pertamaku saat kau menginjakkan kakimu di rumah ini. Kenapa kau kemari? Apa tujuanmu ke rumahku?" Aku memotong perkataannya, sengaja mengalihkannya ke pertanyaan lain karena saat ini aku begitu malas mendengar semua bualannya.

Ia menghela napasnya sejenak sebelum menjawa pertanyaanku. "Apa kau sudah membaca Daily Prophet?"

Ada apa dengan Daily Prophet? Aku merasa ada yang tak beres dengan pertanyaan yang sudah 2 kali dipertanyakan oleh 2 orang yang berbeda dalam satu hari ini. Ia menatapku tanpa ekspresi seperti sebelum-sebelumnya.

Perasaanku benar-benar tak enak...

Karena tak mendapatkan jawaban dari ku maka ia pun melanjutkan kalimatnya. "Aku kemari hanya ingin memastikan keadaanmu setelah kau pingsan ditengah-tengah pertandingan Qudditch. Dan seperti yang ku lihat dan juga seperti yang kau katakan, kau baik-baik saja. Soal Daily Prophet, aku tak tahu kau sudah membacanya atau belum, aku kemari juga ingin meminta maaf padamu." Aku mengernyitkan dahiku hingga kedua alisku bertaut. "Maafkan aku karena kau merasa kalau aku mengabaikanmu sebulan terakhir ini. Aku tak bermaksud untuk menghindari atau bersikap dingin padamu. Sebenarnya aku juga tak tahan dengan sikap diammu padaku. Tapi semua ini diluar kemauan ku, aku tak bisa berbuat apa-apa…"

"Singkatnya saja, Malfoy." Ia mundur selangkah dari ku. Mengangkat kepalanya menatapku yang sebelumnya tertunduk sesaat. Ia menatapku intens, tapi ada tatapan sendu di mata kelabu yang sangat ku rindukan itu.

Aku masih menunggunya berbicara. Sebenarnya saat ini ingin sekali aku memeluknya apabila ia menatapku seperti itu, namun gengsi menghalangiku untuk melakukannya.

Entahlah…

"Hermione…" suara beratnya terdengar enggan mengucapkan namaku. "…aku, maafkan aku…aku akan bertunangan dengan wanita lain."

A-APA?!

Ia…bertunangan?

"Aku tak salah dengar 'kan?" Ia menggeleng. Mati-matian ku tahan emosiku dan membendung air mata ku agar tak terjun bebas lagi saat mendengar perkataannya.

"Hermione…"

Aku masih berharap semua ini hanya mimpi…

Aku tak langsung menyahutinya dan beringsut membuka ke pintu kamarku. Aku langsung berhambur ke meja belajarku mencari koran yang seharusnya ku baca sedari tadi setelah dengan susah payah aku menggapai gagang pintu kamar ini.

"HEADLINE NEWS!"

"LUCIUS MALFOY MENGUMUMKAN PERTUNANGAN PUTRA TUNGGAL MEREKA DENGAN SEORANG GADIS BERDARAH MURNI JUGA YANG SAAT INI MASIH DISEMBUNYIKAN IDENTITASNYA." [Ket. Pg:02]

Aku membaca judul Headline News yang lumayan panjang itu sekali lagi. Tak ada yang salah dengan judul itu. Lantas mengapa aku harus berulang kali membacanya?

Berulang kali aku membacanya pun tak kan merubah tulisan-tulisan itu. Tanganku tak sanggup untuk mengikuti instruksi membuka halaman selanjutnya. Koran itu terlepas dari tanganku.

Sepertinya aku harus tersadar dari tidurku dan menerima kenyataan kalau semua ini bukan mimpi.

"Maaf…"

Aku perlahan menoleh ke arah pintu kamarku saat mendengar ucapan maaf itu.

"Jadi, karena ini kau mengabaikanku?" Ia tak menjawab pertanyaanku namun perlahan ia menghampiriku. Memberikan ku hal yang selama sebulan terakhir ini sangat ku rindukan dan sangat kuinginkan. Bibirnya. Bibirnya yang lembut itu melumat bibirku sesaat. Aku tak berhasil menahan air mata ku yang kini kembali terjun bebas. Ciuman itu berakhir sebelum aku memintanya berhenti. Ia menyeka air mataku dengan tangannya yang pucat itu.

"Maafkan aku…"

Tiba-tiba suara deru mobil terdengar dari luar rumah. Mom dan Dad tampak keluar dari dalam mobil. Aku menyeka air mataku dengan kasar.

"Pulanglah."

"Hermione…"

"Kumohon, pulanglah. Saat ini aku sangat lelah hanya untuk melemparkan mantra kearahmu." Tak ada sahutan darinya namun ia masih berusaha memberikanku pelukan. Aku mundur beberapa langkah sebelum ia berhasil memelukku.

"Kita bicarakan lain waktu saja. Saat emosimu sudah mereda."

"Aku tak ingin membicarakan apapun denganmu. Aku juga tak ingin bertemu denganmu lagi." Ia tertegun mendengar ucapanku dan tak mengeluarkan sepatah kata lagi.

"Hermione?! Dear…"

Aku segera menuruni tangga duluan saat mendengar panggilan Mom dari lantai dasar, disusul dengan Malfoy yang berjarak beberapa langkah dariku, aku langsung menghampiri kedua orang tuaku yang kini tengah menatap kami bingung. Malfoy yang menyadari itu langsung bergegas mengambil mantelnya.

"Saya pulang dulu Sir, Ma'am."

"Kenapa terburu-buru? Kami baru saja membeli beberapa cemilan dan minuman hangat." Mom mengangkat bungkusan yang dijinjingnya.

"Dia ada urusan mendadak jadi harus segera pulang, Mom." Aku memotong pembicaraan sebelum Malfoy berkata yang lain-lain. Dad mengangguk paham.

"Ya, baiklah. Lagi pula ini sudah malam, kau bisa datang lain waktu. Mungkin agak sore?"

Malfoy sedikit memaksakan tersenyum. "Akan saya usahakan, Sir. Kalau begitu, saya pamit dulu."

"Dear…" Aku menoleh saat Mom menyentuh bahu ku. Mom seperti memberikanku kode dengan matanya yang mengedip-ngedip itu.

"Ah, saya bisa sendiri, Ma'am. Lagi pula udara diluar sangat dingin."

"Ya, dia bisa sendiri." Tandasku dingin membuat semuanya menoleh menatapku. Tanpa ada yang berkata-kata lagi Malfoy pun bergegas keluar dari rumah sementara aku mengabaikan tatapan penuh tanya dari kedua orang tua ku.

"I'm tired Mom, Dad. Lain kali saja…" Aku berjalan malas menuju kamarku. Saat aku tersadar ia sudah tak berada di depanku, di ruanganku, mau pun di rumahku. Tubuhku merosot ke lantai.

Ku biarkan rasa sakit di kedua lututku karena menjadi penopang tubuhku saat jatuh tadi.

"Kau…cemburu?"

"Menurutmu? Apa aku berhak untuk cemburu? Memilikimu saja tidak."

Percakapanku dengannya tadi kembali berputar di kepalaku.

Seharusnya aku menjawabnya. Seharusnya aku berkata, 'YA'.

Tuhan, Merlin atau siapapun. Apakah kalian tengah mencoba mempermainkan fisik dan bathinku?

Cemburu?

Cinta?

Pertunangan?

Maaf?

Persetan dengan semuanya!

-TBC-

A/N : Maaf kalau ada typo(s), OOC, EYD yang berantakan dan rekan-rekannya. Saya masih author baru disini. Dan saya tidak bisa menjelaskan keterlambatan saya dalam meng-update Chapter ini karena saya tahu kalian juga pasti tak ingin mendengarkannya.

Terima kasih untuk informasi soal kesalahan pengetikan "Mrs." di chapter sebelumnya, saya sudah memperbaikinya.

Dan soal, "Way No" itu memang tertulis seperti itu bukan karena kesalahan penulisan dalam Bahasa Inggris, itu hanya permainan membolak-balikkan kata yang sering diucapkan di beberapa film yang pernah saya tonton.

Soal momen Dramione yang kurang sehingga membuat cerita ini menjadi kurang greget, saya juga minta maaf. Karena saya memang sengaja mengurangi bagian penyampaian perasaan mereka masing-masing karena beberapa alasan tertentu. Kalian bisa menemukan beberapa alasan itu di chapter-chapter selanjutnya.

Kenapa banyak hal-hal janggal yang kurang penjelasan juga, kalian bisa menemukannya di next chapter.

Maaf kalau alur terlalu cepat atau tidak jelas. Dan maaf sudah terlalu banyak bacot di A/N ini. Maaf kalau sudah jadi kayak Mpok Minah. Maaf.

Sekali lagi, I'm sorry I'm newbie here. There's a lot of mistakes, forgive me.

Give me more review and let me know what should I do on the next chapter, so I can continue this story or not. Thank you.

Read and Review, please.

Gomawo.