DISCLAIMER: Naruto © Masashi Kishimoto.
RATE: M (karena alasan didalamnya)
WARNING: TYPO, AU, OOC, DRAMA DAN YANG PENTING, JANGAN PERNAH MEMBACA APAPUN ITU YANG MEMBUAT MATA ANDA IRITASI. TETAPLAH PADA JALUR MASING-MASING, KARENA AKU HANYA MENCOBA MELESTARIKAN APA YANG AKU CINTAI DAN AKAN SELALU MENCINTAI APA YANG MEMBUATKU SENANG. ^_^. *WINK*
"Complications"
Senin pagi diawal minggu pada bulan ketujuh, tepat satu bulan, sebelum libur musim panas dimulai. Seorang gadis dengan rambut diikat tinggi dengan satu jepit menghiasi sisi rambutnya, terlihat baru saja keluar dari rumah bergaya minimalis.
Bibir merah muda alaminya membentuk senyum simetris kala melihat seorang pemuda bersandar pada body mobil mahalnya. Uchiha Sasuke, pria yang menjadi kekasihnya itu telah menunggunya.
"Ohayou Sasuke-kun?" Sapa sang gadis dengan senyum menghiasi wajahnya.
"Hn." Jawaban yang sudah terlalu biasa ia dengar, dengan sebuah kecupan singkat pada pipi kanannya selalu Ino dapat dari sang Uchiha bungsu disetiap pagi.
Siapa yang tak akan berbunga, mendapatkan perlakuan istimewa dari seorang pemuda yang digadang-gadang mendapat predikat pemuda yang paling diinginkan. Mungkin terdengar berlebihan, tapi pecayalah memang itu kenyataannya.
Pada awalnyapun Ino tak pernah menyangka bahwa Sasuke begitu mencintainya. Mungkin mereka hanya seorang remaja yang berpikir masa remaja yang tak akan pernah terulang untuk kedua kalinya, jadi tak akan mereka lewati barang sedetik. Termasuk soal hubungan asmara. Tapi bila kelak Kami-sama berkenan biarkan Ino berharap bahwa kekasihnya sekarang inilah yang ingin ia jadikan suaminya kelak.
Setelah menyelesaikan ritual paginya, seperti sebuah ciuman dan membukakan pintu untuk gadisnya, kini sang pemuda masuk dari pintu yang berbeda. Mengendarai Lamborghini merahnya menuju sekolah.
"Apa kelas pertamamu?"
Sasuke mulai memecah kesunyian pagi harinya. Ingat pemuda Uchiha itu tak akan sedingin yang orang lain lihat, bila sedang berada dengan sang gadis bak mentari itu.
"Hmm..." Ino bergaya seolah berpikir sebelum menjawab pertanyaan sang kekasih. "Sepertinya, sejarah dunia."
"Jadi kita tak sekelas dijam pertama." Sasuke menyatakan.
"Memangnya apa kelas pertamamu?"
"Science."
Ino hanya mangut-mangut dengan bibir yang ia buat mengerucut.
Tak lama mobil yang membawa pasangan yang menjadi idola di Konoha Gakuen itu telah sampai ditempat parkiran luas yang sebenarnya adalah halaman sekolah.
Pasangan yang cukup serasi, dengan predikat yang keduannya sandang.
Uchiha Sasuke, si tampan yang kaya raya dengan sejuta pesonanya yang mampu membuat siapa saja bertekuk lutut. Bila di ajukan pertanyaan untuk para gadis, 'siapa pemuda yang paling ingin mereka kencani maka jawabannya adalah Uchiha Sasuke.' Namun para gadis itu akan mundur perlahan, bila saingannya adalah Yamanaka Ino.
Yamanaka Ino, gadis cantik, secerah mentari dengan kebaikan hatinya.
Siapa yang tak iri melihat pasangan itu?
Siapa yang beruntung?
Ino selalu merasa dirinyalah yang beruntung. Bisa mendapat cinta yang begitu besar dari Sasuke. Kekasihnya itu selalu ada untuknya, selalu menuruti setiap kemauannya, perhatian padanya, melindunginya. Tipe ideal seorang kekasih, tapi diluar itu, nyatanya hanya omong kosong yang tak pernah gadis itu ketahui.
Semua kelakuan buruk dari sang pemuda luput dari perhatian sang gadis karena sifat yang berbanding terbalik saat bersamanya. Seolah dunia berkerja sama untuk menutupi kebusukan sang Uchiha bungsu.
Ia tau, banyak, bahkan hampir semua teman-teman sekolahnya, khususnya perempuan yang memandang tidak suka padanya, benci, iri dan mungkin sebal pada dirinya. meski tak terang-terangan ditunjukan. Memang ia tak pernah menutup mata soal itu semua, dengan segala kesinisan dan ketidak sukaan para teman perempuannya di sekolah.
Ino juga sangat paham, apa penyebabnya. Tapi ia tak pernah memusingkan itu.
Namun kembali lagi, ia beruntung karena menjadi kekasih pemuda yang menjadi pengaruh cukup besar untuk mereka semua. Ia ada diposisi aman, selama menjadi kekasih seorang Uchiha Sasuke. Gadis itu tak pernah mendapat cacian, gunjingan bahkan tindakan kekerasan lainnya. Seperti yang dulu pernah dialami oleh sahabat barunya, Hyuga Hinata.
Ino bergidik sendiri ketika membayangkan mendapat perlakuan seperti ini. Mungkin waktu tiga tahun di sekolah menengah atas akan menjadi seperti Neraka baginya.
Tangan yang tergenggam sejak ia turun dari dalam mobil perlahan terlepas. Dan suara dari sang kekasih membuat gadis bermata indah itu sadar ia telah sampai di kelas pertamanya.
"Masuklah."
Ino sejenak menatap wajah pemudah yang menjadi kekasihnya, dan tersenyum sebelum menganggguk.
"Uh-uh, semoga harimu menyenangkan Sasuke-kun."
"Hn." Gumaman andalan yang ia berikan.
Pemuda Uchiha itu melangkah meninggalkan kelas sang kekasih, menuju kelasnya yang kebetulan letaknya memang cukup jauh. Kelas Science, sebelum itu ia akan menuju lokernya untuk mengambil buku yang tak pernah ia bawa pulang, untuk dipelajari.
Ia bukan seorang jenius, tapi ia tak pernah khawatir soal nilai. Ingat ia adalah sang pengendali di sekolah itu. Bahkan berapapun nilai yang ingin ia dapatkan bisa ia kendalikan dengan mudah.
Jadi ia tak perlu belajar mati-matian untuk sekedar menadapat nilai bagus. Bahkan menjatuhkan nilai seseorang yang belajar mati-matian pun bisa ia lakukan. Curang? Bukan tapi bermain pintar.
Berbeda dengan sang kekasih, Inonya memang pintar. Selalu belajar untuk mempertahankan semua nilai-nilainya. Bukan karena campur tangannya, mungkin ia bisa mengatakan pada kekasihnya itu untuk santai soal nilai karena bisa ia atasi, tapi mungkin saja Ino akan langsung menyipit tak suka dan ditambah dengan segala macam khotbah setelahnya.
Cukup dengan mood buruk saat datang bulan saja, Sasuke tak mau ditambah dengan mood buruk lain-lainnya lagi. Karena gadisnya itu merepotkan dan cerewat, suka membesar-besarkan sesuatu, apa lagi dalam mode Pre mentruasi syndrom.
Setelah berjalan malas, karena letak kelas yang jauh, Sasuke mengeser pintu didepannya. Di dalam sudah ada beberapa siswa penghuni kelas Science dan beberapa orang yang menjadi temannya.
"Yo, Sasuke?" Sapa Naruto dengan antusias.
Di samping pemuda berambut cerah itu sudah ada kekasihnya gadis Haruno. Dan di belakang mereka ada gadis Hyuga. Kelas pagi itu sudah penuh yang membuat ia malas melangkah kedalam, ia ingin berbalik dan menghabiskan jam pertamanya di kantin.
"Aku sudah mencarikan tempat duduk untukmu, kau duduk dengan Hinata." Kembali ocehan yang tak pernah didengar oleh yang bersangkutan. Dan mengundang ketakutan sendiri dari si gadis Hyuga.
Bukan soal tempat duduk penuh, yang membuat ia malas. Karena Sasuke bisa saja mengusir pemilik tempat duduk yang ia inginkan dengan mudah.
"Dobe kau mudur." Printah Sasuke datar.
"Heee?" Yang mengudang kernyitan tak suka dari pemuda yang dipanggil dobe olehnya.
"Tukar dengan Hyuga, cepat." Naruto berdiri dengan mengerucutkan bibirnya ditambah dengan gerutuan tak jelas.
Tak lama setelah Naruto dan Hinata bertukar posisi duduk, Sasuke segera menjatuhkan pantatnya pada memilih mengeluarkan hendponenya dari pada mendengar ocehan yang keluar dari mulut teman pirangnya.
Bahkan ia juga tak minat dengan penjelasan seorang guru perempuan yang beberapa saat lalu datang.
Disebuah kelas lain yang sedang membahas soal sejarah dunia, yang sudah berjalan beberapa menit, pintu kembali tergeser. Menampakan seorang pemuda berambut merah.
Sabaku Gaara, masuk dengan tenang tanpa mempedulikan semua mata yang memperhatikannya.
Ketenangan yang tak pernah dimiliki oleh seorang murid di sekolah manapun di dunia saat mereka terlambat.
Ia sudah akan melangkah menuju bangku kosong disamping gadis berambut pirang kala suara sang guru harus membuatnya berhenti.
"Sabaku Gaara, bisa kau jelaskan kenapa kau terlambat?"
"Aku salah masuk kelas sensei, maaf." Jawaban yang ia berikan pun terdengar datar.
Sang gurupun hanya bisa menghela napas pendek.
Merasa tak dipermasalahkan, Gaara kembali melangkah menuju tempat duduk paling depan, dimana disitu duduk seorang gadis yang ia sukai.
Gadis bak boneka itu memilih tempat duduk yang sebenarnya tidak Gaara sukai, tapi karena gadis itu, yang tidak Gaara sukai menjadi pengecualiannya.
Sebenarnya ia tak tau kalau kelas pertamanya, ia sekelas dengan Ino. Tapi ia tau kenapa bangku samping sang gadis masih kosong. Alasannya karena Sasuke tidak sekelas dengan mereka. Karena sudah dipastikan Sasuke akan ada disamping Ino bila mereka sekelas. Ingat Sasuke itu sudah seperti parasit yang lalu menempel pada Ino.
Lalu kenapa tidak ada siswa lain yang mau duduk dengannya. Tentu saja buka tak mau, karena siswa laki-laki pasti sangat ingin ada diposisi itu, tapi ia tak akan berani mendekati si dara Yamanaka. Dan siswa perempuan, mereka pun sama. Keirian pada sang gadis yang membuat mereka membentuk gerombolan sendiri. Karena tak mampuh bersangin dengan seorang Yamanaka Ino dan juga tentu saja gadis-gadis manja di sekolahnya itu tak ada yang suka duduk didepan.
"Kenapa terlambat?" Tanya Ino yang sama sekali tak percaya dengan alasan Gaara tadi, ia juga yakin bahwa gurunya pun tidak percaya dengan alasan pemuda ini.
"Aku terlamabat bangun." Jawab Gaara.
Complications
Kelas pertama telah usai lima memenit yang lalu, dan kini terlihat Gaara dan Ino sedang berada di loker untuk meletakan buku dari mata pelajaran yang telah mereka pelajari, yang kebetulan loker keduanya tak jauh.
"Ini," Ucap Ino seraya menyerahkan sebuah buku di depan Gaara.
Sedangkan sang pemuda yang masih tak mengerti hanya diam mengamati antar buku dan gadis di depannya.
"Kau bisa membawanya dan menyalinnya di rumah." Lanjut Ino untuk menjelaskan.
Gaara tersenyum, ternyata Ino bukan hanya baik tapi juga pengertian, gadis itu tau kalau ia sama sekali tidak mencatat tadi. Tapi bukan berarti ia juga akan benar-benar menyalinnya nanti di rumah.
Belum juga tangan Gaara menyentuh buku yang Ino sodorkan, gadis itu kembali menariknya. "Dengan satu sayarat." Ucapnya lagi, yang membuat kening Gaara berkerut.
"Kau harus mentraktirku susu di kantin." Pinta gadis berperawakan seperti boneka itu.
Pemuda berambut merah itu tersenyum tipis, gadis ini benar-benar mengemaskan. "Jangankan susu, apapun akan aku berikan, asal Sasuke tidak melotot kearahku." Datar kalimat yang ia keluarkan.
Dan tawa renyah langsung keluar dari bibir merah muda itu. Yang membuat Gaara terdiam antara kagum dan sakit, apa dirinya kali ini yang membuat gadis ini tertawa? Atau nama seseorang yang ia sebut tadi?
Bibir tipisnya membentuk senyum miring.
"Seperti kau akan memintaku pada Sasuke-kun saja." Lantut sang gadis setelah tawanya reda.
Gaara hanya bisa menjawab dalam hati. 'Ya, itu memang keinginanku.'
Kenapa gadis ini begitu mudah membuatnya jatuh cinta? Bukan sekedar memilikinya atau sekedar menikmatinya semalam tapi Gaara menginginkan Ino lebih dari itu. Entahlah, ia juga tidak tau sebesar apa rasa sukanya pada gadis yang menjadi kekasih sahabatnya ini.
Mungkinkah bila ia menyuarakan keinginanya itu pada Sasuke, temannya itu akan memberikannya, tapi ia ragu hal itu tidak melukai Ino dan mampuhkan Gaara membuat gadis yang ia cintai menjadi hadiah dari tantangannya? Bisa saja nanti Ino berbalik membecinya.
Menghabiskan malam dengan gadis itu dan menerima kenyataan bahwa saat fajar menyingsing nanti gadis itu bukanlah miliknya lagi.
Padahal gadis itu bisa ia ibaratkan seperti kafein yang akan membuat ia terjaga seumur hidup bila ia bisa bersamanya, jadi mana puas Gaara menikmati Ino hanya semalam.
"Sudahlah." Ucap Ino mengibaskan tangan dan berlalu meninggalkan Gaara yang masih terdiam di depan loker, setelah gadis itu memastikan telah mengunci lokernya sendiri.
Pemudah itu tidak melamun, hanya ia sibuk dengan segala pikiran yang membuatnya sakit. Jadi ia masih bisa menyadari kepergian sang gadis, maka dari itu, buru-buru ia menyambar pergelangan tangan gadis bermata aqua dan membuat yang bersangkutan menoleh.
Namun, kalimat yang sudah diujung lidahnya itu tak mampuh ia keluarkan. Alhasil ia harus menelan bulat-bulat kalimat yang tak bisa ia suarakan pada sang gadis.
Sedangkan Ino masih diam menunggu, mungkin saja Gaara ingin mengatakan sesuatu. Namun tak kunjung ia dengar satu katapun keluar dari mulut pemuda itu, melainkan cengkraman pada pergelangannya semakin mengerat, seolah Gaara sedang meremasnya. Ia merasakan sedikit sakit.
"Gaara?" Ino mengintrupsi kesunyian mereka.
Mata jade itu bergulir menatap iris biru laut itu, dan seolah ia baru tersadar, bahwa ia hanya bisa menikmati kehangatan sinar Matahari dari jauh. Tidak akan mungkin ia bisa memeluk bola api besar yang menjadi pusat tata surya itu. Bila ia memaksa maka dirinyalah yang akan terbakar.
Itulah ibarat yang baru pemuda Sabaku itu sadari.
"Apa kelas keduamu?" Kalimat itulah yang akhirnya Gaara keluarkan, dengan terlepasnya cengkraman pada pergelangan tangan Ino.
"Matematika."
"Hm, baguslah. Aku juga Matematika." Gaara memilih berjalan mendahului Ino setelah mengucapkannya.
Ino hanya tersenyum dan menyusul Gaara.
Jam kedua mereka telah menunggu, atau mungkin telah lewat beberapa menit yang lalu. Kerena waktu tidak akan pernah menunggu.
Complications
Entah apa yang membuat Hinata harus pulang sekolah dengan jalan kaki seperti ini. Biasanya sebelum jam terakhir usai, seorang supir yang ditugaskan untuk menjemputnya telah menunggu lima belas menit sebelum nona Hinata keluar, tapi hari ini tidak seperti itu.
Tadi ia memang ada kegiatan klub, jadi pulannya lebih sore dari biasanya. Meskipun begitu sang supir akan selalu menunggunya. Namun saat ia menelpon kediamannya, ibunya mengatakan kalau supir pribadinya sedang dipinjam sang ayah, jadi ibunya menyuruh Hinata utuk pulang dengan salah satu sahabatnya.
Tapi sepertinya tidak mungkin, karena ia tidak punya sahabat dekat selain Ino dan Sakura, dan kedua gadis itu sudah pulang dari tadi. Karena mereka tidak ada yang mengikuti klub anggar.
Lalu dimana kekasihnya saat seperti ini? Tentu saja Gaara sudah pulang bersama gengnya, yang memang memiliki jadwal klub yang sama, bukan hari senin seperti ini.
Padahal tadi Gaara sudah menawarkan diri untuk menunggunya tapi, Hinata tolak. Bukan tidak mau, namun karena ia yakin ia pasti akan dijemput seperti biasa.
Namun sepertinya kini ia menyesal, sudah tidak ada bus yang lewat dijam hampir jam delapan malam. Dan sepertinya akan percuma bila terus menunggu, jadi gadis Hyuga itu memutuskan untuk berjalan kaki. Dan lebih parah lagi saat satu, dua tetes air langit mulai turun. Ia benar-benar meruntuki musim yang tak pasti seperti ini, padahal bulan Ini sudah mengijak musim panas tapi kenapa masih ada hujan yang nyasar kemari?
Kalaupun ia berharap Kami-sama mengirimkan seseorang untuknya, tapi tidak harus Uchiha. Orang pertama yang paling tidak ingin ia temui dalam kondisi apapun. Termasuk dalam hal memberi tumpangan ditengah hujan seperti ini.
"Aku tidak tau, apa yang kau lakukan ditengah hujan seperti ini Hyuga?"
Entah sebuah kesialan atau kebetulan untuk Sasuke malam ini, bisa mendapati sosok Hinata dengan mengenaskan diguyur hujan dipingir jalan. Mungkin saja keluarganya sudah membuang gadis malang ini.
Senin malam yang biasa dihabiskan oleh banyak pelajar untuk belajar dirumah, mengerjakan tugas, tapi itu tak berlaku untuk pemuda satu ini. Sebab, ia berencana menghabiskan senin malamnya untuk senang-senang. Mungkin datang ke bar yang membebaskan pelajar untuk masuk, mengasikkan.
Namun keinginannya itu teralihkan, saat mata hitamnya menangkap sosok ditengah hujan dari sorotan lampu mobilnya dikejahuan. Sosok Hyuga Hinata, gadis yang baru-baru ini ada disekitarnya karena alasan dia telah menjadi kekasih dari sahabatnya Sabaku Gaara.
Dan itu berarti sahabatnya itu telah memenangkan tantangannya, tapi sampai detik ini Gaara masih belum mengatakan apa yang ia inginkan darinya dan Gaara juga sepertinya masih asik menikmati buhungannya dengan gadis yang ia juluki nerd itu.
Ia hampir tidak percaya bahwa Gaara jatuh cinta pada sosok cupu seperti Hinata. Dalam pikiran Sasuke, sahabatnya itu menyukai gadis sexy yang sedikit nakal. Jadi mana mungkin Gaara benar-benar mencintai Hinata. Karena Gaara dan Hinata itu tidak mungkin.
Jadi alasan yang paling masuk akal yang bisa Sasuke terima, kenapa Gaara masih asik dengan mainannya dan belum meminta hadiahnya itu adalah karena Gaara belum berhasil meniduri sang gadis.
Sebuah seringai mulai menghiasi wajah tampannya saat ide gila melintas di kepalanya.
"Mau sampai kapan berdiri disitu? Ayo masuk." Tanpa mau repot turun dan membukakan pintu untuk seorang gadis.
Hinata yang sejak tadi diam, berhenti menatap pemuda yang ia kenal sebagai teman sekolahnya mengoceh di dalam mobil, tanpa mau menawarkan tumpangan dan peduli bahwa ia sudah basah kuyup karena hujan.
Pintu disisi yang lain dari mobil yang hanya memiliki dua tempat duduk itu terbuka, mempersilakan sorang gadis dengan seragam yang basah itu untuk masuk.
Mungkin tak buruk, menerima tumpangan dari uchiha satu ini, dari pada ia tetap memutuskan pulang dengan jalan kaki ditengah hujan. Itu ide buruk.
"Aku harus mengantarmu kemana?" Sasuke kembali bersuara setelah Hinata masuk dan mobil mulai berjalan meninggalkan jalan yang tadi, tanpa menoleh kearah gadis yang duduk disampingnya. "Ketempat Gaara?" Kali ini ia menambahkan dengan menoleh yang kebetulan atau apa Hinata juga menoleh kearahnya.
Hinata tak menjawab, ia masih sedikit syok dengan keputusannya yang dengan bodohnya menerima tawaran Sasuke. Tadi saat ia berdiri ditengah hujan, ia seolah lupa bahwa siapa yang memberi tumpangan.
Seolah lupa bagaimana kebiasaan buruk pemuda ini. Dan ia mulai takut sekarang, meski bukan berarti dirinya masuk dalam kriteria seorang Uchiha Sasuke.
Entah perjalanan kerumah serasa lebih jauh dari pada ditempuh dengan jalan kaki. Atau memang mobil ini tak megarah ke rumahnya?
Dugaannya benar saat ia tau mobil yang membawanya ini berhenti di rumah yang ia tau sebagai tempat Sasuke dan teman-temannya berkumpul. Letaknya memang agak jauh dari pusat kota, jadi tidak heran kalau Hinata merasa jauh.
Hinata tidak tau, kenapa Sasuke membawanya ketempat ini, mungkin Gaara ada didalam, jadi ia bisa tenang. Tapi sejauh ia melihat dari ia turun, Hinata belum melihat mobil Gaara terpakir di halaman rumah minimalis mewah itu.
"Kau tidak ingin bertanya kenapa aku membawamu kemari?"
Suara Sasuke yang ia dengar sontak menyadarkan Hinata dari lamunannya. Dan kesadaran yang membawanya, bahwa kini ia telah berhadapan dengan sosok Uchiha yang paling ia hindari sejak ia masuk Konoha Gakuen. Seorang diri, hanya berdua dengan pemuda yang penuh masalah ini?
Segala pikiran negatif tentang sosok didepannya, Hinata singkirkan mati-matian. Ia berkeyakinan bahwa Sasuke tidak mungkin tertarik dengannya.
"Kenapa kau membawaku kemari?"
Pertanyaan yang diharapkan Sasuke.
Hanya sebuah senyum miring yang pemuda itu berikan, dengan kaki yang berbalut celana denim mulai melangkah mendekat.
"Malam ini aku ingin menghabisakan waktuku di bar dengan satu atau dua wanita," Ucapnya dengan santai, seolah hal itu kalimat yang tidak menjijikan, garis bawahi dengan wanita. Hinata merinding mendengarnya. "Tapi dengan sialnya aku malah bertemu dengamu."
Hinata tidak mengerti kemana arah membicaraan Sasuke, pemuda ini belum mabuk tapi perkataannya sudah sulit dimengerti. Kalo bertemu dengannya adalah kesialan lalu kenapa mau memberinya tumpangan?
"Lihat keadaanmu?" Belum juga Hinata bertanya Sasuke sudah mendahului. Cepat-cepat Hinata mengamati penampilannya seperti yang diperinta Sasuke.
Seragam sekolahnya basah. Yang mungkin membuat Sasuke kasihan padanya.
"Aku tidak mengerti kenapa Gaara mau mengencanimu?" Ucapannya penuh dengan kata mencemooh, seolah gadis di depannya ini, sosok yang tak pantas di cintai.
"Aku mengenal Gaara, dia bukan pemuda yang tahan dengan satu wanita dalam waktu satu bulan lamanya, jadi apa yang kau berikan padanya?" Mata hitam Sasuke menyipit memandang sosok kecil didepannya.
Hinata tak mengerti, kesalahan apa yang ia lakukan dimasa lalu sampai ia harus mendapat kutukan bertemu dengan pemuda ini di dunia ini. Seingatnya, senin paginya serasa normal, saat ia bangun tadi pagi sampai semua jadwal di sekolahnya usai.
Ia menggeleng. "A-aku tidak mengerti apa yang kau maksud Sa-Sasuke."
Cepat-cepat ia memutar tubuhnya untuk lekas pergi dari hadapan pemuda terkutuk ini, namun cengkraman cepat Sasuke berikan pada lengan atasnya.
"Hmm..." Senyum miring Sasuke tunjukan. "Setauku kau dulu menyukai Naruto kan? apa dengan Gaara mengencanimu kau bisa dengan mudah melupakan Naruto?"
Gila, pemuda didepannya ini Hinata pikir sudah gila. Tak mengerti apa yang coba dikatakan oleh Sasuke dan apa maksudnya mengajak berbincang hal yang tak penting seperti ini dengannya?
Kalau ia bisa memilih, ia tak mau bertemu dengan Sasuke hari ini.
"Bagaimana kalau Gaara ternyata hanya mempermaikanmu?"
Tak ada jawaban, Hinata diam. Ia memang pernah berpikir seperti itu, saat awal pemuda yang menjadi kekasihnya itu mengutarakan perasaannya dulu, tapi sejauh ia menjalaninya, Gaara bukan pemuda brengsek seperti sahabatnya ini.
"Apa dengan kata 'aku menyukaimu' yang diucapakan Gaara bisa membuatmu mempercayainya?"
Hinata sudah tak mau dengar apapun yang akan dikatakan oleh Sasuke. "Lepas, lepaskan aku Uchiha." Entah hilang kemana kegagapannya, ia bisa bicara lancar.
"Jangan naif Hyuga, Gaara tidak mungkin benar-benar menyukai gadis sepertimu."
Kalau memang itu benar, biarkan itu menjadi urusannya dengan Gaara. Lalu kenapa Sasuke harus ikut campur.
"I-itu bukan urusanmu kan?"
"Tentu saja menjadi urusanku. Apa yang membuat Gaara bertahan selama ini denganmu." Berhenti sejenak untuk mengamati sosok didepannya yang terlihat dibuat-buat. "Apa karena tubuhmu?"
Mata sewarna mutiara itu melebar.
"Apa yang kau pikirkan?" Itu bukan pertanyaan yang membutuhkan jawaban. "Aku tertarik padamu? Tidak." Ucapnya ia buat pelan dengan penuh penekanan untuk mengintimidasi mangsa. "Bagaimana kalau semua ini adalah rencana Gaara?"
Dari semua kalimat Sasuke yang ia dengar tak satupun bisa Hinata mengerti.
"Gaara yang menyerahkanmu padaku malam ini?" Itu adalah kalimat tanya yang entah terdengar menjadi pernyataan ditelinga gadis Hyuga.
Mata yang masih melebar dengan air mata yang menggenang itu mulai jatuh di kedua sisi pipinya. Ia ingin menepisnya, bahwa pemuda Sabaku itu tak mungkin sekejam itu. tidak.
"Apa kau sadar, kau sudah terlalu percaya diri masuk kedalam lingkaranku. Jadi harusnya kau sudah siap bermain dalam lingkaran yang aku ciptakan Hyuga."
Ya, seharusnya ia sudah siap dengan segala konsekuensi saat ia memutuskan menerima Sabaku Gaara sebagai kekasihnya. Seharusnya.
Entah siapa yang salah disini, dirinya yang terlalu bodoh, atau kedua pemuda yang telah mempermainkannya sekarang. Untuk apa Sasuke memberitaunya seperti ini?
Ia meneteskan air mata bukan lagi karena ia takut dengan sosok didepannya ini, melainkan kebodohan dirinya.
Pemuda itu mempermainkannya sejauh ini. Melihat persahabat antara Sasuke dan Gaara yang kompak dalam segala hal, tidak mungkin Sasuke berbohong soal Gaara yang telah menyerahkan dirinya malam ini untuk Sasuke. Apa mungkin mereka biasa bertukar pasangan seperti ini? Persahabatan yang mengerikan.
Memang ia pernah mendengar pepatah lama yang mengatakan, 'sudah terlanjur basah maka mandi sekalian'. Jadi apa pepatah itu harus ia guakan saat ini. Memutuskan terjun bebas kedalamnya?
Hinata tak menolak saat pertama masuk kedalam persahabat yang ditawarkan oleh sang Uchiha jadi apa kini ia kecewa? Ya, ia kecewa pada pemuda yang menyeretnya kemari. Apa Gaara menganggap Hinata tak pantas dipertahankan?
Dan kakinya juga berkhianat padanya, saat Sasuke mulai mendekatkan wajahnya pada telinga kanannya dan membisikan sesuatu disana, harusnya ia mundur dan pergi tapi kakinya tidak melaksanakan perintak otaknnya.
Sebuah seringai yang bisa Hinata lihat sebelum, bibir itu melumat bibirnya. Apa yang ia pikirkan, apa ia bisa mengkhianati Ino? Tapi bukankah Ino lebih mengenal orang-orang ini, mungkin saja Ino juga pernah menghabiskan malam bersama Gaara kan?
Sebelumnya Hinata seolah dipandang sebelah mata, Hinata yang hanya mengerti soal rumus fisika yang rumit, Hinata dengan buku tebal didekapannya dan Hinata si nerd. Semua itu adalah panggilan untuknya, meski ia tidak tau dari mana asal panggilan itu, siapa yang menciptakannya?
Tapi semua kesialannya di sekolah yang hampir dua tahun ia lewati perlahan menghilang, kala ia mulai masuk dalam lingkarang pemudah yang berpengaruh di sana. Ya, Hinata tidak ingin mendapat perlakuan seperti itu lagi. Meski ia harus membelinya dengan mahal. Dengan saling mengkhianati seperti ini.
Bahkan ia tak sadar, sejak kapan ia berada di ranjang dengan menanggalkan semua baju basahnya yang ia pakai tadi.
Dengan Sasuke yang sedang menunjukan seringai di atasnya.
"Kau akan menyukainya." Kembali ia berbisik kalimat yang sama.
Sasuke tidak mengira, meniduri seorang Hyuga Hinata, semudah ini. Ia mengira bahwa akan sesulit seperti meyakinkan kekasihnya. Tapi ternyata tidak. Sebenarnya Hinata bukanlah gadis yang ingin ia tiduri, tidak karena ia tidak menyukai bercinta dengan wanita yang lemah sepertinya.
Lalu mengapa ia sampai sejauh ini? itu hanya sebagai rasa ingin taunya, apa Gaara sudah berhasil memenangkan tantangannya atau belum. Mendekati Hinata dan mengambil keperawanan gadis itu. Karena setau Sasuke Hinata belum pernah pacaran.
Dari mana Sasuke tau? Karena ia satu sekolah menengah pertama dengan Hinata dan Naruto. Karena itu ia tau, bahwa gadis ini menyukai sahabatnya dan sangat membenci dirinya.
Sasuke bahkan tidak tau, kenapa Hinata membenci diri SMP. Tapi sedikitpun Sasuke tak memusingkan itu. Baginya Hinata adalah gadis yang mengenaskan.
Karena sejak masuk SMA Naruto mulai berkencan dengan gadis Haruno, tanpa sedikitpun melirik pada Hyuga. Sasuke tak kaget, karena Hyuga Hinata jauh di bawah level Haruno Sakura. Dalam segi apapun.
Sasuke dibuat merengutkan alisnya, gadis di bawahnya, tak memberi respon apapun. Ia benar-benar tak menyukai gadis yang tak responsif. Dan kerutannya semakin tebal kala ia menyadari sesuatu.
Belum juga ia masuk sepenuhnya, namun Sasuke berhenti saat darah yang menjadi tanda bahwa Hinata masih seorang gadis keluar.
"Gaara belum menyentuhmu?" Tanya yang sarat akan kekecewaan. Sasuke memicing menatap wajah gadis di bawahnya.
Kenapa ia kecewa? Sebenarnya ia hanya ingin membuktikan kalau sahabatnya itu sebrengsek yang ia kira. Tapi Gaara malah belum menyentuh gadis yang ia kencani selama hampir tujuh bulan.
Melihat begitu mudahnya menaklukkan gadis ini tadi, tidak mungkin Hinata sesulit Ino kan?
"Sial!" Umpatnya, menarik dirinya dari Hinata.
Hinata tak menjawab, ia hanya diam. Melihat pemuda itu turun dari ranjang dan mulai mengenakan bajunya kembali.
"Kenapa tidak kau lanjutkan?"
Suara lirih Hinata yang entah malah kalimat itu yang keluar dari bibir yang sejak tadi bungkam, membuat Sasuke berhenti dari kegiatan memakai T-shirt putihnya. Menoleh dan memandang gadis yang masih terlentang diatas tempat tidur besar miliknya.
Lalu sebelum menjawab, ia menyelesaikan memakai bajunya terlebih dahulu. Dan mulai mengambil rokok dari saku celana denim menyalakan satu batang dan menghisapnya.
"Aku tak suka bercinta dengan perawan."
Jawaban yang membuat Hinata seolah dijatuhkan dari ketinggi dengan berat massa tubuhnya yang besar, yang membuatnya jauh lebih sakit. Ia ingin tertawa dan menangis secara bersamaan.
Apa bercinta dengan seorang perawan itu dianggap pengalam yang buruk? Apa itu juga yang membuat Gaara belum menyentuhnya dan malah meminta Sasuke untuk mendahuluinya?
Hinata tak akan pernah mendapatkan jawabannya. Karena ia tak akan berani bertanya pada kedua pemuda itu.
Mata mutiaranya melihat sosok Sasuke yang sudah duduk pada sofa yang memunggunginya. Dengan asap rokok yang seolah tidak mempedulikan pendingin ruangan yang sedang menyalah.
Ia bangun perlahan. Dan mulai memakai seragam basahnya, pergi dari sini secepatnya itu lebih baik. Kali ini ia akan memaksa tubuhnya untuk bergerak mematuhi keinginannya.
Karena apa yang ia harapkan? Apa yang ia tunggu disini?
Setelah seragam kusut itu telah melekat pada tubuhnya, ia membawa kakinya menuju pintu keluar, dan menutupnya perlahan dari luar.
Sasuke hanya meliriknya sekilas.
Sial, kesenangannya kacau. Padahal ia ingin bersenang-senang. Selain menganggu Ino menghabiskan malam dengan seorang wanita itu adalah kesenangannya. Dan malam ini ia menyesal karena memutuskan tidak menganggu kekasihnya itu dan malah pergi jalan-jalan yang sialnya malah bertemu mangsa yang membosankan.
Mungkin malam ini, Ino sedang sibuk dengan buku pelajarannya. Dan bila Sasuke memutuskan untuk datang maka Ino akan mengusirnya, tapi tak masalah dari pada disini seorang diri yang menjenuhkan, lebih baik datang dan menganggunya.
"Are, Hinata?"
Naruto yang baru masuk, dibuat kaget dengan sosok gadis yang ia temui di rumah itu. Kenapa kekasih Gaara itu ada disini, padahal saat masuk tadi ia tak mendapati mobil Gaara ada didepan rumah. Malah mobil Sasuke yang ia lihat.
Apa mungkin Gaara mengunakan mobil Sasuke?
Hinata-pun juga sama kagetnya, bertemu dengan pemuda itu.
"Kau bersama Gaara? Dimana dia?"
Cerocosan Naruto dengan mengedarkan matanya kepenjuru ruangan berharap bisa menemukan sahabat rambut merahnya disana. Tak mendapat tanggapan dari Hinata.
Gadis itu malah mempercepat langkahnya keluar.
"Hei?" Teriak Naruto mengambang. Setelahnya pemuda itu hanya mengedikan bahu tak peduli.
Ada apa sebenarnya? Dari pada pusing memikirkan yang bukan masalahnya, Naruto lebih memilih melemparkan tubuhnya pada sofa empuk dan menyalakan televisi.
Ia kabur dari rumah malam ini karena terlalu malas mendengar ocehan sang ibu yang hampir setiap hari ia dengar. Mungkin karena itu jugalah sepupunya, tak betah tinggal di rumahnya.
Omong-omong, apa kabarnya sang sepupu? Apa liburan musim panas tahun ini ia akan datang?
Dan sebenarnya ia telah meminta Sakura untuk menemaninya jalan-jalan malam ini lewat pesan yang ia kirim tapi kekasihnya itu belum membalas pesannya. Mungkin kekasih merah jambunya itu sedang sibuk belajar.
Jadi biarkan ia bersantai disini, sendiripun tak masalah. Asal telinganya tak mendengar teriakan ibunya.
"Apa yang kau lakukan disini Naruto?"
Suara datar dari arah belakannya membuat Naruto bangun seketika.
"Te-Teme?" karena kaget ia jadi gagap mendadak.
Sasuke hanya mendengus.
"Jadi benar kau disini?" Sasuke menunjukan wajah tak suka dengan pernyataan Naruto. Memangnya apa yang salah dengan ia ada disini? "Aku pikir Gaara memakai mobilmu, soalnya tadi aku melihat Hinat-"
Belum selesai kalimat Naruto, Sasuke sudah melewatinya. Menuju lemari es dan mengambil dua botol beer yang ada disana.
Mungkin bertemu dengan Naruto disini tak buruk, jadi ia bisa membatalkan rencana menganggu Ino.
Menyerahkan beer yang langsung diterima oleh Naruto, kemudian ikut duduk pada sofa yang ada disana.
"Apa yang kau lakukan dengan Hinata disini?" Karena rasa penasarannya yang tinggi dan sejak tadi belum ada yang menjawab pertanyaannya, membuat Naruto semakin bertanya-tanya.
Apa yang sebenarnya dilakukan oleh dua orang yang terlihat tak saling menyukai satu sama lain itu. Hinata dan Sasuke?
Namun sahabat disampingnya malah memilih memejamkan matanya dan bersender pada senderan sofa. Sekali lagi mengabaikan pertanyaan Naruto.
Haa...
Lagi-lagi, Naruto hanya bisa menghela napas. Karena ia tau, ia tidak akan mendapat jawaban dari sahabatnya yang menyebalkan ini.
"Wow..."
Teriakan sengaja yang Naruto buat, untuk menganggu sang sahabat, mendapat respon baik dari Sasuke.
Sebuah bantal sofa melayang kearahnya. "Berisik."
Complications
Seperti biasa, setiap pagi, berangkat sekolah Ino selalu dijemput oleh sang kekasih. Dan hari ini, ia satu kelas dijam pertama dan kedua. Jadi gadis bak boneka itu bisa menghabiskan waktu istirahatnya dengan kekasihnya pula.
Ino hanya memesan susu, hari ini pun Gaara yang membayarkannya. Seperti yang dimintanya pada pemuda itu kemari, juga berlaku hari ini, kata Gaara. Dan Ino hanya tersenyum, tak menolak.
Gadis itu biasa membawa bekal. Jadi ia tak perlu antri untuk memesan makanan di kantin.
"Kau tidak bersama Hinata?" Tanya Ino.
Gaara mengeleng. "Sepertinya dia ada di perpustakaan."
Meja berbentuk linkaran besar yang dikelilingi oleh kursi berjumblah empat tak muat menampung lima remaja yang sedang berkumpul disana, jadi Naruto harus menarik satu kursi dari meja sebelah untuk itu.
Gadis yang baru saja dibicarakan oleh Ino, tertangkap mata sapphire Naruto.
"Hoi, Hinata?" Teriakan yang kelewat kencang, sampai membuat seluruh mata yang ada di kantin besar itu memandang pemudah itu. Sedangkan yang diberi pandangan hanya nyengir tak peduli.
Gadis Hyuga yang terlihat baru keluar dari perpustakaan, dengan satu buku ia dekap. Menoleh kearah sumber suara. Mata mutiaranya bisa menangkap siapa yang memanggilnya. Seorang pemuda berambut kuning jabrik, sedang berkumpul dengan sahabat-sahabatnya.
Lambaian tangan Naruto yang memintanya untuk mendekat. Namun Hinata masih berpikir dua kali untuk datang kesana. Karena bukan hanya Naruto dan Gaara yang ada disana tapi pemuda yang masih tak ingin ia temua. Uchiha Sasuke.
Melihat keengganan Hinata untuk datang membuat Ino juga berdiri dan melambai padanya. Namun masih sama, gadis itu diam ditempat. Kini Gaara yang bertindak, ia berdiri dari kursinya dan berjalan mendekat.
"Ada apa? Ayo!" Ajak Gaara, mengenggam tangan gadis yang menjadi kekasihnya itu.
Menyeret satu kursi lagi untuk Hinata.
"Kau mau pesan sesuatu?" Tanya Gaara setelah Hinata duduk.
Gadis itu hanya menggeleng. Kenapa sikap Gaara masih biasa dengannya, dan Sasuke pun tak sekilaspun menatapnya. Mereka bisa bersikap biasa.
"Apa kelas pertamamu tadi Hinata?" Ino juga bersikap biasa dengan senyum ramah padanya.
"Ba-bahasa Inggris."
Ino tersenyum dengan jawaban Hinata.
"Hinata, tadi malam apa yang kau lakukan di basecamp?"
Pertanyaan yang Hinata hindari akhirnya meluncur bebas dari mulut pemuda pirang itu.
Sasuke hampir tesedak minuman rasa sodanya. Karena pertanyaan itu, ternyata temannya itu masih penasaran apa yang mereka lakukan tadi malam. Dobe sialan.
Setelah menguasai dirinya lagi, Sasuke diam, berhenti minum dan menunggu jawaban dari sang Hyuga.
"Hinata di basecamp?" Kali ini Gaara yang bertanya, memastikan. Pandangan mata jade-nya menelisik sang kekasih.
Ketakutan Hinata semakin bertambah, kala tau bahwa Gaara tidak tau kalau ia ada disana. Apa perkataan Sasuke tadi malah itu berbohong.
Beberapa pasang mata yang berbeda warna itu menatap kearahnya, menunggu jawaban. Hal itu membuat tangannya berkeringat.
"Uh-uh." Naruto mengiyakan. "Aku bertemu dengannya tadi malam di basecamp, aku pikir dia bersamamu disana."
"Apa yang kau lakukan disana Hinata?" Tanya Gaara kalem.
"A-aku-"
"Dia mencarimu." Sasuke telah lebih dulu memotong ucapan yang masih dipikirkan oleh Hinata.
Kini mata jade Gaara bergulir, menatap sang Uchiha. "Kau tau?" Gaara penasaran, kenapa bisa Sasuke tau kalau Hinata mencarinya, bukankah tadi yang bertemu dengan Hinata adalah Naruto.
Bukannya menjawab, Sasuke malah membuang napas. Dan hanya sekilas menatap Gaara sebelum kembali meminum sodanya.
"Kebetulan disana juga ada Sasuke." Klarifikasi Naruto.
Otak rasional Gaara mulai memikirkan semua kemungkinan, meski ia tak suka menerka. Tapi sedikit pikiran yang tak ingin Gaara yakini. Apa yang dilakukan kekasihnya itu dengan sang sahabat? Apa Sasuke sekedar mengintrogasi Hinata perihal hubungan mereka, atau lebih dari itu?
Apa Sasuke, bisa mengkhianati Ino dengan sahabatnya sendiri? Kemungkinan itu Gaara tak ingin yakini. Hinata bukanlah tipe Sasuke itulah yang Gaara percayai.
Dan gadis seperti Hinata tak mungkin bisa mengkhianatinya dan persahabatannya.
"Are... kau manis sekali Hinata, mecari Gaara sampai ke basecamp. Memangnya kau kemana Gaara?"
Suara renyah itu mebangunkan Gaara dari lamunannya. Lagi-lagi berpikir positif. Ino sama sekali tak menaruh curiga pada sang kekasih. Apa Ino sebodoh ini?
"Aku di rumah." Pandangan Gaara kembali kearah minumannya.
Sasuke memandang Hinata, yang sedang menunduk. Lalu entah kenapa pandangannya malah bertemu dengan Gaara. Onyx dan jade bertemu.
Disisi lain mata berwarna emerald memandang dengan pandangan lain pada pemuda bermata onyx, mata itu seolah tau apa yang dilakukan oleh kedua orang itu di basecamp mereka. Karena ia mengenal Sasuke lebih baik dari Ino mengenal sang kekasih, ia bukan gadis polos yang penuh dengan aura positif dipikirannya seperti sahabat pirangnya.
Ia tersenyum samar, dengan pikirannya sendiri. Apa gadis seperti Hinata masuk pada kerteria Sasuke untuk dikencani? Haruno Sakura tak pernah mengira bahwa Sasuke bisa mengkhianati Gaara dalam segi ini. Kalau mengkhianati Ino itu sudah Sasuke lakukan sejak lama kan?
~To Be Continue...~
Mungkin ini akan menjadi fic panjang, dengan alur lambat. Kalau kalian menyukai pairnya maka kalian akan menemukan keasikan sendiri untuk membacanya. Terimakasih.
