DISCLAIMER: Naruto © Masashi Kishimoto.
RATE: M
WARNING: TYPO, AU, OOC, DRAMA DAN YANG PENTING, JANGAN PERNAH MEMBACA APAPUN ITU YANG MEMBUAT MATA ANDA IRITASI. TETAPLAH PADA JALUR MASING-MASING, KARENA AKU HANYA MENCOBA MELESTARIKAN APA YANG AKU CINTAI DAN AKAN SELALU MENCINTAI APA YANG MEMBUATKU SENANG. ^_^
.
.
~Complications~
.
.
"My Way"
Mata jade itu hanya menatap dengan ekspresi yang tak terbaca, antara marah dan tak minat dengan sosok wanita yang kini tengah diberi pelajaran oleh sahabatnya. Seorang wanita dewasa yang berani menipu dan menjebak mereka.
Dengan berani menjual kokain palsu pada mereka dan mengundang polisi. Jangan salah, meski mereka masih remaja, bukan berarti mereka bisa dijebak dengan mudah seperti ini.
Sekitar satu jam yang lalu, Naruto menghubunginya, dan mengatakan Jugo telah menemukan wanita yang mereka cari. Jugo adalah kenalan Sasuke yang menjadi pramutama bar yang biasa mereka datangi.
Karena itu, cukup mudah bagi remaja seperti mereka keluar masuk tempat ilegal untuk usia mereka, ditambah lagi marijuana dan ganja yang sangat muda ia dapat, itu semua dari pria berbadan besar bernama Jugo.
Tak henti-henti Sasuke memberi tamparan dan tarikan pada rambut, namun tak membuat wanita yang baru mereka tau bernama Haku itu membuka suara.
Wanita itu mengatakan bahwa ia hanya disuruh seseorang, tapi ia tidak mau mengatakan siapa orangnya. Namun hal itu malah membuat Sasuke bertambah marah.
Sebenarnya ini juga karena kecerobohan mereka, sekitar beberapa hari yang lalu mereka membeli kokain dari wanita yang mendatangi mereka di meja bar. Tak banyak, tapi Sasuke membayar mahal untuk ukuran sebuah serbuk. Biasanya mereka hanya menikmati jenis marijuana dan ganja dalam bentuk cerutu dan rokok yang disiapkan oleh Jugo.
Tak heran, hal itu membuat Sasuke marah besar kan?
Ditambah lagi, yang biasanya aman, malam itu tiba-tiba ada polisi yang datang di bar terpencil itu. Menambah kemarahan Sasuke bahwa ada yang melaporkan mereka. Baru mereka tau wanita yang bernama Haku itulah dalangnya.
Dan sekali lagi mereka harus berterimakasih pada Jugo, pria itu berhasil membuat ketiga pemuda itu lolos.
Bukan hanya menggunakan obat-obatan, tapi juga masih dibawa umur akan tambah memberatkan mereka nantinya. Meski uang bisa membersihkan segalanya.
"Lebih baik, kau katakan siapa yang menyuruhmu Haku." Ucapa Jugo untuk kesekian kalinya.
Gaara kembali memberi tatapan tak minatnya. Wanita keras kepala pikirnya, mungkin dia lebih suka dihajar dari pada mengatakan siapa yang menyuruhnya.
Hanya dengan mengatakan, menipu mereka bukanlah kemauannya tidak membuat ia bisa bebas kan?
"Kalau kau masih tidak mau mengatakannya, aku bisa membunuhmu sekarang." Kini suara Uchiha Sasuke yang mengalun dingin, bersamaan dengan suara dering ponsel miliknya.
Kemarahannya sudah mencapai ubun-ubun, menghadapi wanita di depannya yang sudah sejak hampir satu jam ia menghajarnya, tapi tak kunjung mau mengaku.
Apa susahnya mengatakan siapa yang menyuruhnya?
Sasuke cukup tau, ia memiliki banyak musuh. Jadi ia seharusnya bisa menebak siapa yang menjebaknya. Mungkin salah satu dari musuhnya itu, tapi karena terlalu banyannya musuh, jadi sulit memprediksi pelakunya kan?
Dengan masih dalam kondisi marah, ia mengambil ponsel dalam saku celananya. Nama Ino yang tertera di layar. Alisnya mengerut.
"Hn?" Ia hampir tak pernah merespon panggilan dari sang kekasih dengan menggunakan trendemarknya. Namun kali ini sepertinya efek kemarahannya yang membuat ia juga marah dengan yang meneleponnya.
'Aku melihat mobilmu di basecam, apa kau ada didalam?' Suara dari seberang telepon membuat wajah datar Sasuke semakin mengerut.
"Kau dimana?"
'Diluar.'
"Shit." Dengan mengumbat ia bergegas keluar.
"Ada apa teme?" Bahkan tak mengindahkan pertanyaan Naruto.
Ino yang mendengar umpatan sang kekasih, membuat ia mengerut dan menatap layar ponselnya, binggung.
Pintu rumah yang tak terlalu besar itu terbuka, menampakan sosok Uchiha Sasuke. wajahnya masih datar dan terlihat marah. Apa yang dilakukan kekasihnya malam-malam begini di depan basecamnya?
"Apa yang kau lakukan malam-malam begini?"
Untuk pertama kalinya Sasuke membentaknya. Sambungan ponsel mereka sudah terputus.
Ino hanya diam mendengar bentakan Sasuke, mencoba merpikir apa yang salah dengan ia ada disini? Dan bukankah ini masih sekitar jam delapan malam.
"Aku kebetulan lewat, dan melihat mobilmu." Terangnya, setelah menguasai keterkejutan.
"Dari mana?" Sasuke kembali bertanya dengan dingin.
"Mengambil buku di Matsuri." Gadis pirang itu menjelaskan.
Gadis cantik itu sebenarnya binggung, kenapa dengan kekasihnya? Yang biasanya selalu perhatian padanya, kini sikapnya dingin, seolah kehadiran Ino tak diinginkan. Apa ia menganggu?
"Apa aku menganggumu?"
Sasuke akan selalu mengatakan apapun yang akan ia lakukan, dan ada dimana bahkan sedang apa ia, padanya. Tapi kali ini, mengajaknya masuk kedalam saja, kekasihnya itu tidak.
Bukankah Sasuke selalu mengajaknya kemanapun pria itu pergi, asal Ino mau, kalau pun tidak, Sasuke tidak akan memaksa.
Sebenarnya apa yang kekasihnya ini lakukan di dalam? Dari posisinya berdiri, ia bisa melihat beberapa mobil terparkir di halaman yang tak terlalu luas itu.
Salah satunya adalah mobil Naruto. Apa Sakura juga ada di dalam?
Setelah menarik napas Sasuke bersuara. "Pulanglah." Tak ingin menjawab pertanyaan Ino, apa kekasihnya itu menganggunya? Jujur kemunculannya bukan waktu yang tepat sekarang.
"Apa aku tidak boleh masuk?" Ino merespon cepat.
Bagaimanapun juga ia cukup penasaran apa yang sedang dilakukan kekasihnya yang tak biasanya menolak kehadirannya seperti ini.
"Di dalam, ada banyak teman-temanku, dan semua laki-laki." Jelas Sasuke yang sudah kembali tenang.
Memang yang ia katakan tidak sepenuhnya berbohong, karena di dalam memang ada banyak laki-laki dan hanya satu perempuan. Mungkin tak masalah bila ia hanya bertiga dengan Naruto dan Gaara. Tapi kali ini, bila Ino melihat apa yang ia lakukan pada wanita yang bernama Haku itu, pasti gadisnya akan marah padanya. Dan masalah akan bertambah panjang nanti.
Tentu saja bila waktunya tepat, Sasuke akan sangat senang melihat kehadiran Ino. Tapi sepertinya tidak untuk malam ini.
"Gaara?" Sapa Ino, saat melihat pria bersurai merah itu bersandar pada ambang pintu.
Sasuke menoleh pada arah pandang gadisnya. Ia juga melihat salah satu teman rambut merahnya berada disana.
Gaara hanya tersenyum kecil membalas sapaan Ino. Dengan menautka tangannya di depan dada pada ambang pintu yang tak tertutup. Tadi setelah Sasuke keluar cukup lama, Gaara penasaran siapa yang mampuh mengalihakan Sasuke dari menghajar wanita jalang di dalam.
Dan seharusnya ia sudah bisa menebak. Gadis itu adalah Yamanaka Ino.
Tapi apa yang dilakukan gadis itu disini malam-malam begini? Dan dengan siapa Ino datang?
"Apa yang kau lakukan di dalam? Kau minum?"
Mungkin kesabaran Sasuke sudah mulai menghilang lagi, yang membuatnya harus menghela napas dan memijit keningnya yang berdenyut.
"Tidak. Apa kau bisa mencium bau alkohol pada diriku."
Ya, Ino tidak memcium bau minuman yang menyegat itu pada pemuda di depannya. Kalau bukan minum, lalu apa yang sedang dilakukan Sasuke dengan teman-temannya di dalam yang katanya banyak laki-laki. Sampai Ino tidak diajak masuk.
Namun ia tak ingin berdebat, ditambah lagi ia tau Sasuke sedang dalam mood buruk, jadi akan lebih baik bila ia pulang.
"Besok sekolah, jadi jangan tidur terlalu malam." Ino mengigatkan.
Setelah itu ia memasuki mobilnya, tanpa kalimat tambahan ataupun ciuman perpisahan ia meninggalkan pemuda yang masih menatapnya dalam diam.
Mobil yang ia kendarai bukan mobil mewah yang biasa di pakai oleh teman-temannya memang, hanya mobil keluarga. Meski keluarganya hanya memiliki toko bunga tapi bukan berarti ia tak memiliki mobil dan bukan berarti ia tak bisa mengemudi.
Mobil Nissan Juke itu ia kendarai dengan cukup pelan.
Kenapa ia beradadi disini malam ini? itu karena tadi ia baru ingat buku yang harus ia pelajari hari ini, telah dipinjam oleh salah satu temannya yang bernama Matsuri. Yang kebetulan minggu lalu berada satu kelas dengannya.
Jadi ia mau tau mau harus mengambilnya malam ini juga. Sepulang dari rumah Matsuri, ia kebetulan melintas jalanan di depan rumah singgah kekasihnya. Dan ada mobil yang cukup ia kenali sebagai milik sang kekasih.
Jadi Ino memutuskan untuk berhenti. Tapi sepertinya kekasihnya itu sedang tak ingin bertemu dengannya. Bukan masalah, ia juga tak minat berada didekat pemuda itu saat mabuk-mabukan bersama teman-temannya. Mungkin hal seperti inilah kesalahan Sasuke yang harus selalu ia maafkan.
Setelah melihat kepergian mobil yang membawa Ino dari pandangannya, pemuda tampan itu diam dengan ekspresi yang sulit dibaca. Onyx-nya masih setia menatapa jalanan yang baru saja dilewati mobil gadisnya.
Setelah menghela napas dengan wajah yang masih menunjukan kemarahan, Sasuke masuk ke dalam melewati Gaara. Mengambil satu botol beer dan melemparkan dengan cepat mengarah pada wajah wanita satu-satunya yang ada di ruangan itu.
Namun dengan cepat Haku menghidari leparan Sasuke, botol malang itu hancur membentur tembok tepat dibelakang sang wanita.
"Jugo! Buat dia bicara, atau aku akan membunuhnya bila dia tetap tak mau bicara." Ucapanya setelah insiden pelemparan botol.
Gaara mengikuti Sasuke masuk, dan tentu melihat apa yang baru saja pemuda itu lakukan. Namun ia masih diam, enggan menyela atau menganggu sang sahabat. Ia tau Sasuke sedang dalam keadaan tak baik.
Buktinya Ino saja tak Sasuke hiraukan, bahkan keadatanga gadis pirang itu tak membuat Sasuke lebih baik. Mungkin karena sang sahabat memang benar-benar marah kali ini.
Gaara hanya mengedikan bahu saat Naruto bertanya apa yang terjadi pada Sasuke yang kini memilih memejamkan onyxnya, tenang duduk bersandar pada sofa yang ada di ruangan.
Tidak berlebihan bila mereka marah sampai menghajar seorang wanita seperti ini, karena siapapun tidak ada yang mau ditipu ditambah lagi mereka hampir berurusan dengan polisi karena ulah orang yang sama.
Bila sampai Gaara berurusan dengan pihak penegak hukum itu, bisa dipastikan keluarganya akan tercoreng. Atau lebih parahnya ia akan dikeluarkan dari daftar waris keluarga Sabaku.
Entah harus bagaimana mereka memeperlakukan wanita bernama Haku itu, untuk membuatnya bicara.
"Haku-san, kau tau apa yang kau lakukan pada mereka itu salah kan? Dan pastinya kau juga tak ingin aku mengajarmu lebih dari ini." Jugo berjongkok di depan wanita yang kini terduduk dilantai dengan keadaan yang tak cantik lagi.
Pria berbadan besar itu menghela napas kasar. "Kau tau Uchiha Sasuke? Tidak baik membuatnya marah kan?" Kembali ia menyatakan.
"Aku benar-benar tidak tau siapa yang menyuruhku." Ucap Haku, berbohong.
"Bagaimana mungkin kau tidak tau siapa yang menyuruhmu?" Kali ini Gaara yang bersuara. Anggap saja dia sudah jengah menunggu wanita itu berbicara sejak tadi. Atau mungkin ia ingin cepat pergi untuk mengejar Ino dan mengajaknya menghabiskan minggu malamnya.
Ia mencemooh dirinya sendiri atas pikirannya itu.
Naruto mengangguk, setuju akan pernyataan Gaara.
"Kami bisa melakukan lebih dari ini, padamu." Gaara sengaja menjedanya sejenak. "Kau berkerja sebagai kurir antar segala transaksi di dunia malam, untuk membiayai putrimu kan?"
Kalimat terakhir dari pemuda rambut merah membuat mata sayu Haku melebar menatap kearah Gaara.
"Aku tau semua tentangmu. Kalau kau masih tidak mau bicara, mungkin kami bisa menggunakan putrimu untuk membuatmu bicara." Gertak Sabaku Gaara dengan tenang.
Dengan susah payah wanita satu-satunya yang ada di rumah itu meneguk ludahnya. Seolah bongkahan batu menyangkut pada tenggorokan yang membuat ia sulit untuk menelan ludahnya sendiri, setelah mendengar kalimat panjang dari pemuda bermata turquoise.
Darimana pemuda itu tau tentang dirinya?
Gaara melihat perubahan raut wajah dari sang wanita, ia menyeringai karena itu. "Jadi siapa yang menyuruhmu?"
Masih belum mendapatkan jawaban yang diinginkan, Gaara menarik napas pendek. "Apa perlu kami membawa putrimu sekarang? Semudah membawamu kemari."
"Kalian masih bocah tapi prilaku kali seperti iblis." Kali ini ibu satu anak itu mejawab dengan cepat.
Pernyataan Haku itu hanya ditanggapi dengan senyum miring oleh si rambut merah. "Apa kau pikir hanya orang dewasa sepertimu yang bisa menjadi iblis? Hn, naif. Bahkan bayipun bisa terlahir langsung menjadi iblis."
Mata hitam Haku beradu tatap dengan mata hijau Gaara. "Apa kalian akan membunuhnya bila aku mengatakan siapa yang menyuruhku?"
Gaara hanya merespon dengan mengedikan bahu. Apa yang akan mereka lakukan, itu urusan mereka.
Surai hitam panjang itu menutupi wajah yang menunduk. Sebelum ia bergumam. "Zabuza Momochi."
Jawaban yang sejak tadi ditunggu oleh keempat orang yang ada disana. Naruto berdecak kagum akan keahlian Gaara dalam mengintrogasi, temannya itu sejak tadi diam tapi ternyata sedang mencari info berharga. Berbeda dengan Sasuke yang langsung marah, berharap dengan memberi pelajaran terhadapa wanita ini bisa mengetahui siapa dalang dibaliknya.
Sementara Sasuke langsung membuka sepasang kelopak onyx-nya yang terpejam sejak tadi. Zabuza Momochi, orang yang pernah ia kenal dulu saat pertama kali mereka membeli obat-obatan terlarang itu sebelum Sasuke memilih Jugo untuk lebih aman.
Dulu mereka adalah partner dagang ilegal, ya bisa dianggap begitu. Zabuza adalah penyedia kesenangan yang ia inginkan, sedangkan Sasuke adalah penikmatnya. Sebelum semua transaksi mereka tercium polisi dan Zabuza harus diamankan. Sedangkan Sasuke? ia aman karena uang menyelamatkannya dan ia hanya seorang pemakai jadi tak terlalu diberatkan.
Ternyata pria itu masih menaruh dendam terhadapnya.
"Dimana aku bisa bertemu dengannya?" Tanya Sasuke setelah lama diam.
Gaara yang tak mengenal siapa itu Zabuza, memilih diam. Mungkin itu musuh lama Sasuke.
Sedangkan Naruto paham siapa Zabuza Momochi itu. Karena dia juga ikut andil dalam menjadi partner dagang ilegal dan sampai berurusan dengan polisi. Namun Sasuke menutupinya karena status ayahnya yang menjadi orang penting, akan tersorot media kalau sampai ia ketahuan berulah.
Hanya Zabuza yang akhirnya mendekam di balik jeruji besi.
"Aku tidak tau." Kali ini ia, mengatakan yang sebenarnya.
"Jugo?" Panggil Sasuke lirih.
Orang yang dipanggil menoleh kearahnya.
Tanpa menatap pada orang yang ia ajak bicara Sasuke berkata. "Lepaskan dia, dan cari Zabuza Momochi."
Semua mata yang berbeda warna itu memberikan tatapan yang berbeda.
Semudah ini?
Dilepaskan?
Hanya itu?
Haa...
Namikaze Naruto menghela napas panjang. Kali mata biru langitnya menatap Haku iba, dasar wanita, kenapa harus menunggu dihajar dulu. Kalau dia mengaku sejak awal mungkin ia tak akan merasakan tamparan dari Sasuke kan? Dan sampai insiden pelemparan botol.
Jugo masih binggung bila harus semudah ini melepaskan si wanita. Apa tidak menjadikan wanita ini sebagai pancingan untuk Zabuza? Pikirnya.
Sasuke mengambil kaleng beer disalah satu meja tepat di depannya. "Urusanku hanya dengan Zabuza." Terangnya sebelum memilih menikmati beer. Yang tau akan tatapan tanya dari ketiganya.
~Complications~
Suara keras dering ponsel membuat tiga pemuda yang tengah terlelap tidur di sofa dengan posisi yang jauh dari kata nyaman itu membuka matanya perlahan.
Naruto yang menyadari nada dering milik siapa yang berpunyi nyaring itu, segera menyambar ponsel yang tadi malam ia letakan begitu saja pada meja.
Mata mengantuknya langsung melebar sempurna kala menlihat nama siapa yang muncul pada layar lima inci itu.
'Mommy'
Secepat mungkin merubah posisinya yang semula berbaring pada sofa, kini meloncat duduk dan segera mengangkat panggilan tersebut.
Belum juga mulutnya terbuka untuk menjawab panggilan, suara sang ibu sudah menggema dari seberang yang memekakan telinganya.
'Namikaze Naruto, kau tau jam berapa sekarang? Sedang dimana kau anak nakal?'
Tanpa mau menunggu jawaban dari sang anak, Kushina segera menyelanya lagi. 'Cepat pulang atau aku akan menyeretmu kesekolah.'
"Ha-"
Tut... Tut... Tut...
Panggilannya diakhiri sepihak oleh sang ibu tanpa mau menunggu kalimat yang baru saja akan diucapkan oleh pemuda malang itu.
Naruto hanya nyengir melihat kedua mata yang berbeda warna dari kedua temannya menatap kearahnya.
"Aku haru pulang." Tak mau dirinya diseret oleh ibunya yang cerewet, Naruto memutuskan segera beranjak pulang. Mengabaikan pening kepalanya akibat alkohol tadi malam.
Sasuke melihat jam pada pergelangan tangan kanannya, yang telah menunjukan hampir pukul tujuh pagi.
Yang berarti mereka memang harus segera pulang dan pergi ke sekolah.
"Hn. Kita bertemu di sekolah." Sasuke ikut memaksa dirinya bangun.
Gaara pun sama. Ia akan pulang terlebih dahulu sebelum berangkat ke sekolah. Mungkin ayahnya sudah pergi ke kantor dan yang ada di rumah hanya ibunya saja. jadi ia tak perlu khawatir mendapat omelan seperti yang baru saja didapat temannya.
Ibunya itu tak pernah marah padanya, bahkan mengomeli atau sekedar membentaknya pun tidak pernah. Entah karena terlalu sayang atau takut padanya. Gaara tak tau. Tapi berbeda dengan ayahnya yang memang keras.
Tiga mobil yang sama-sama mewah itu perlahan meninggalkan halaman rumah dengan ketiga pemuda yang mengemudikannya dalam keadaan mengantuk dan pening pada kepala masing-masing.
Meski mereka tau, mereka akan terlambat tapi tidak ada yang berani menghukumnya kan? Jadi mereka tenang-tenang saja.
Bahkan Uchiha Sasuke masih sempat menjemput sang kekasih.
Ino mendelengkan kepala, melihat mobil yang cukup ia kenali tiba-tiba berhenti di depannya. Ia yang sejak tadi menunggu sang ayah mengeluarkan mobilnya di depan pagar rumah dikejutkan oleh mobil sang kekasih.
Tadi setelah menunggu Sasuke tak kunjung menjemputnya, ia meminta ayahnya untuk mengantarnya ke sekolah. Karena ia yakin pasti kekasihnya itu tidak menjemputnya. Mungkin karena masalah semalam juga sebagai penyebabnya.
Tapi mobil dan orang yang ia tunggu sejak tadi, kini berhenti tepat di depannya berdiri.
Tanpa banyak bertanya atau mengobrol terlebih dahulu, Ino segera masuk. Karena memang mungki mereka sudah terlambat sekarang.
Hening tanpa ada suara, bahkan setelah gadis cantik itu masuk dan Sasuke menjalankan mobilnya tak ada obrolan dari keduannya.
Ino pun tak memusingkan kesunyian diantara mereka, karena ia cukup tau, Sasuke adalah tipe pendiam dan ditambah lagi sekarang pemuda itu sedang fokus pada jalan yang legang dengan mengendarai Lamborghininya cukup kencang.
Sedangkan Sasuke masih menunggu, mungkin kekasihnya akan mengatakan sesuatu seperti biasanya. Tapi perjalanan ke sekolahnya pagi ini tak ia dapati ocehan dari gadisnya.
Apa mungkin Ino marah padanya?
Tadi setelah mandi ia langsung bergegas memakai seragam sekolah dan menyambar tas dan kunci mobil, tanpa mempedulikan teriakan sang ibu yang menyuruhnya sarapan terlebih dahulu.
Karena gadis inilah prioritasnya. Berharap ia tak terlambat menjemput gadisnya. Dan ia bernapas lega saat masih mendapati Ino berdiri di depan rumahnya.
"Maaf soal tadi malam." Akhirnya Sasuke memilih bersuara terlebih dahulu.
Ino menoleh pada pemuda di sampingnya, yang masih fokus di jalan.
Ia tak tau, kenapa Sasuke minta maaf.
"Kau marah padaku?" Kini Sasuke menyempatka diri untuk sejenak menoleh pada paras ayu di sampingnya.
Namun jawaban yang diharapkan tak pernah ia dengar. "Ino?" Sasuke mencoba memangil.
"Aku tidak marah padamu Sasukke-kun."
Sebuah senyum kecil menghiasi wajah tampan sang pemuda, kala mendengar panggilan untuknya masih sama dan jawaban seperti yang ia harapkan keluar dari bibir mungil gadisnya.
Kelas pertama sampai terakhir tak mendapat kelas yang sama, membuat Ino harus menunggu Sasuke waktu jam terakhir usai. Biasanya kekasihnya itu akan menunggunya ditempat mobilnya terparkir. Namun ia baru ingat dimana kekasihnya itu sekarang. Kini gadis pirang itu tak meneruskan jalannya menuju halamana sekolah dimana mobil sang kekasih berada.
Ia membelokan langkahnya menuju gedung olahraga. Hari ini adalah jadwal Sasuke dan kawan-kawan mengikuti latihan basket. Ya, kekasihnya itu mengambil klub basket.
Gedung luas itu kini tengah ramai oleh murid-murid yang tengah berlatih, namun ia tidak menemukan kekasihnya disana. Hanya ada Naruto dan Gaara.
"Ino?" Teriak Naruto dengan melambaikan tangan kearah Ino.
Ino tersenyum, kemudian berjalan mendekat pada dua orang yang telah berganti baju basket.
"Dimana Sasuke?" Tanya gadis itu setelah sampai pada kedua pria berbeda warna rambut di depannya.
"Kau tidak bersamanya?" Gaara bertanya. Ino menggeleng. "Tadi dia mencarimu." Tambah pria Sabaku.
Ino hanya membentuk huruf 'O' pada bibirnya. Apa mungkin kekasihnya itu tengah menunggunya ditempat parkir? Apa Sasuke tidak ikut latihan?
"Baiklah mungkin dia menungguku di parkiran." Baru saja ia memutar badan, pemuda yang ia cari muncul dari balik pintu besar yang menjadi pintu utama ruangan.
Penampilannya yang membuat setiap gadis berteriak histeris dan kagum, tak terkecuali dengan Ino. Rambut yang mecuat kebelakang dengan kostum basket yang memamerkan lengan yang proposonal untuk ukuran remaja, warna kostum yang kontras dengan kulit tubuhnya. Mempesona, kata itulah yang mungkin akan keluar dari mulut Ino, andai saja Sasuke tak lebih dulu bertanya.
"Kau dari mana? Aku mencarimu di kelas terakhirmu."
"Oh!, aku mencarimu disini." Terang gadis cantik itu dengan masih dalam keadaan terpesona oleh kekasihnya sendiri.
"Ayo kuantar kau pulang dulu." Ajak Sasuke sudah menarik lengan kecil milik sang kekasih.
Namun Ino masih diam ditempat, hal itu membuat Sasuke kembali menoleh padanya, meminta pejelasan. "Ada apa lagi?"
Ino menggeleng sebelum bersuara. "Hari ini jadwal klubmu latihan kan?"
Sasuke tak menjawab. Sudah jelaskan, dan pastinya kekasih pirangnya ini lebih hapal dengan jadwalnya. Nyatanya tadi Ino langsung mendatanginya di gedung olahraga kan? Maka dari itu, tadi saat tak menemukan kekasihnya di kelas terakhir Sasuke langsung kembali kesini. Karena sudah dipastika Ino ada disini.
"Kau tidak perlu mengantarku, aku bisa pulang dengan Sakura." Jelas Ino dengan senyum lebar menghiasi wajah ayunya.
Ia senang, pemuda tampan dan penuh pesona ini adalah miliknya dan pasti setaunya Sasuke begitu mencintainya.
Lihatkan, saat pemuda itu ada jadwal klub, dirinya masih menjadi prioritas utama pemuda itu. Jadi ia pantas bangga.
"Kau yakin?" Sasuke memastikan.
"Uh-uh." Ino mengangguk yakin.
Karena memang berdebat bukanlah kebiasaanya dan ia juga tidak suka memaksa, jadi tangan yang ia genggam Sasuke lepas. "Hati-hati." Kata yang mengakhiri perbincangan dengan sang kekasih.
Ino hanya mengangguk lagi. Setelah itu ia melangkah pergi keluar dari gedung olahraga yang cukup besar.
"Yamanaka-senpai?"
"Ino-senpai?"
"Barbie?"
Sapaan dari para juniornya, yang membuktikan betapa banyak penganggum yang dimiliki oleh gadis miliknya.
Banyak sapaan semisal itu, yang masih bisa didengar oleh telinga sang Uchiha dan kedua temannya. Membuat Sasuke melotot horor kearah kumpulan adik kelas, yang mungkin belum tau milik siapa yang sedang mereka goda itu.
Sedangkan Naruto hanya cekikikan melihat wajah horor Sasuke. Gaara hanya menautkan alis tak terlihatnya sebelum kemudian mengedikan bahu dan mulai mengambil bola basket.
Sedangkan yang disapa hanya memberikan senyum ramah yang selalu menjadi ciri khas gadis ceria sepertinya. Menambah level kecantikan dimata mereka. Tanpa Ino ketahui bahwa ada yang sedang memberi tatapan horor dibelakangnya untuk mereka.
~Complications~
Itu adalah kejadian sebelum ia berada di dalam bus umum sore itu. Senja yang berbeda yang ia rasakan untuk menyibak tirai malam.
Lalu kenapa ia sekarang berada di dalam bus umum?
Karena bermaksud tak ingin menganggu jadwal klub sang kekasih, Ino akan pulang bersama sahabatnya. Haruno Sakura, bukankah setiap hari hampir seperti itu, kalau bukan Sasuke maka Sakura yang akan mengantar pulang atau menjemputnya. Biasanya Ino harus membuat janji dulu sebelum berangkat dan pulang bersama dengan sang sahabat.
Tapi tadi, sepertinya ia kurang beruntung. Sahabatnya itu tidak bisa mengantarnya pulang, karena mendadak ia harus menjemput sang ibu di rumah sakit.
Jadilah Ino harus pulang sendiri dengan kendaraan umum. Mungkin ia akan memilih kereta untuk mengatarnya pulang, kalau saja ia tidak malas berjalan menuju stasiun yang kira-kira memerlukan waktu lima menit bila ditempuh dengan jalan kaki.
Karena ia sedang malas, berjalan kaki sendiri menuju stasiun. Dan pasti sore hari membuat kereta selalu penuh dengan orang-orang dari berbagai kalangan.
Berbeda dengan bus, yang langsung bisa ia dapatkan tepat di depan Konoha Gakuen. Bus-bus umum akan berhenti tepat di depan sekolahnya, karena disana adalah tempat permberhentian bus. Jadi itulah yang menjadi alasan sang nona pirang berada di dalam bus sore itu.
Sore hari, bus yang ia tumpangi cukup sepi, karena memang banyak orang yang lebih memilih pulang dengan kereta. Hanya dirinya dan seorang sopir. Jadi Ino memilih duduk di kursi paling belakang.
Sebelum seorang pria dengan jaket hoodie yang menutupi kepalanya dengan topi jaket, menghentikan bus yang ia tumpangi dan naik. Awalnya semua baik-baik saja, meski si pria yang baru naik itu tetap memilih berdiri meski si sopir sudah menyuruhnya untuk duduk, tapi tak dihiraukan olehnya.
Ino-pun masih tenang duduk di belakang dengan memainkan ponsel pintarnya. Namun semenit kemudian, baru saja ia akan membalas pesan dari Sasuke yang menanyakan apa dirinya sudah sampai, ia urungkan, kala mendengar pria itu bereriak kencang dengan sebuah pisau yang ditodongkan pada sang sopir.
"Serahkan uangmu cepat?"
Mata biru aqua itu melotot melihat apa yang dilakukan penjahat itu pada sang sopir. Buru-buru ia mengetik pesan untuk sang kekasih. 'Sasuke-kun tolong aku, ada penjahat pada bus yang aku tumpangi.'
Secepat pesan itu terbaca, secepat itu pula ponselnya berbunyi. Sasuke meneleponnya. Suara nyaring ponselnya itu, mengalihkan sang penjahat dari sopir bus dan menoleh kearahnya.
"Hei?" Teriak pria bertudung itu.
Ino hanya menahan napas saat penjahat itu mendekatinya.
Dengan keberanian yang tersisa, ia mengangkat telepon dari Sasuke. "Sasuke-kun tolong aku-." Langsung ia berucap setelah tersambung. Namun belum juga ia selesai berbicara ponselnya sudah dirampas oleh pria tinggi itu dan membantingnya entah kemana, disudut lain di dalam kereta yang pasti.
Tangan besar yang tak memegang pisau mencengkram rahangnya kuat. Sedangkan pisau yang mengkilat itu ditempelkan pada pipi mulusnya.
"Apa yang kau lakukan, nona kecil? Kau mau mati ha?"
Ino tak bisa dan tak berani menjawab, selain rasa takut dan sakit pada rahangnya, ditambah kini matanya yang sudah mulai berkaca-kaca.
"Heemm... Ternyata kau cantik juga nona pirang." Seringai iblis pria itu tunjukan. Dengan pisau yang kini berpidah pada helaian pirang Ino yang kebetulai ia biarkan terurai.
Kami-sama, ucap gadis beriris aquamarine dalam hati. Berharap kekasihnya datang menolong, sepertinya itu hampir tak mungkin.
Seringai penjahat itu semakin lebar kala melihat siapa mangsanya. Seorang gadis cantik kini seolah pasrah di depannya. Dengan menggunakan tangan yang masih mencengkram rahang kecilnya, pria itu menampar pipi putih sampai membuat tubuh Ino terhempas pada kursi. Yang kebetulan memang kursi bus yang ia duduki memanjang.
Iris samudra yang sudah meneteskan banyak airmata dan terisak. Tambah matanya melebar kala tubuhnya terhepas membentur kursi penumpang lain. Dan pria keparat itu dengan brutal merobek baju seragam musim panasnya, membuat bra putih yang ia kenakan terlihat jelas. Dengan terburu pula rok seragam yang Ino kenakan juga dirobeknya.
Mengabaikan bus yang diberhentikan oleh sang sopir secara mendadak. Sopir bus itu keluar bermaksud minta pertolongan pada orang-orang yang mungkin lewat, karena ia tak berani menghadapi penjahat dengan senjata.
Sedangkan Ino hanya berteriak dan menangis, akan nasipnya yang mungkin sebentar lagi akan mengenaskan lebih dari ini.
"Jangan aku mohon." Gumamnya parau saat pria brengsek itu mulai menindihnya dan menciumi leher jenjangnya.
Bukan hanya rasa takut yang kini ia rasakan tapi juga merasa jijik. Ia sudah menangis, air matanya sudah menganak sungai pada pipinya.
Dilain tempat, di ruang olahraga. Pria berambut raven mengumpat keras. Kala panggilan yang baru saja tersambung dengan suara sang kekasih meminta tolong terputus tiba-tiba.
"Sial."
Setelah mengumpat keras yang membuat seluruh ruang olahraga itu memperhatikannya, Sasuke bergegas berlari keluar tanpa memperhatikan keadaannya yang masih memakai kaos basket dan berkeringat.
"Sasuke ada apa?"
"Teme ada apa?"
Bahkan tak menghiraukan pertanyaan dari kedua sahabatnya.
Berlari menuju mobil miliknya dan mengendarai mobil mewah itu dengan cepat, diikuti oleh kedua sahabatnya. Naruto ikut melocat pada mobil Gaara.
Menyusuri jalanan menuju rumah sang kekasih, sebenarnya apa yang terjadi. Kenapa Ino berada di dalam bus? Bukankah tadi kekasihnya itu mengatakan akan pulang bersama dengan sahabat merah mudanya?
Sial! Sial! Sial!
Kata itu seolah mantra dalam hati pemuda onyx itu. Yang sialnya malah membuatnya bertambah khawatir.
Saat fokus dan pikirannya hanya pada kondisi sang kekasih, ditengah jalan, ia melihat seseorang menghadangnya. Sambil berteriak minta tolong.
Pria tua dengan seragam yang diketahui oleh Sasuke sebagai seragam seorang sopir bus. Tak jauh dari pria itu, ia juga melihat ada sebuah bus yang berhenti di pinggir jalan.
Melihat dua hal itu, otak jeniusnya pun menjawab. Dengan secepat otaknya berpikir secepat itupula ia membanting setir untuk menepikan mobilnya secara mendadak. Mobil yang semula melaju dengan cepat ia paksa berhenti sampai membuat deritan dari ban dan aspal yang saling beradu.
Setelah mobilnya sepenuhnya berhenti, tanpa mempedulikan sosok sopir yang langsung bicara cepat yang intinya minta tolong, Sasuke berlari memasuki bus.
Disana ia dibuat melebarkan mata hitamnya, rahangnya mengeras. Menandakan bahwa ia tengah mendidih melihat apa yang terjadi di depannya.
"Keparat." Teriaknya sambil menerjang, si penjahat.
Setelah menarik jaket hoodie yang dikenakan sang penjahat, Sasuke melayangkan sebuah pukulan yang membuat penjahat itu terpental membentur kursi penumpang yang lain.
Tanpa menunggunya bangun Sasuke kembali memberi pukulan lain yang bertubi-tubi.
Ino akhirnya bisa bernapas lega, saat melihat sosok kekasihnya datang menolongnya, tepat waktu. Ia bangun dan memilih merapat pada sisi kursi yang jauh dari Sasuke berkelahi.
Tak lama, dua sahabat Sasuke datang. Naruto langsung ikut menghajar pria yang sudah babak belur itu, sedangkan Gaara langsung mencari keberadaan gadis yang juga ia khawatirkan.
Mata turquoise-nya menangkap sosok yang tengah duduk dengan memeluk lututnya pada kursi paling belakang. Kondisinya terlihat jauh dari kata baik.
"Kau baik-baik saja?" Ucap Gaara pelan, saat ia telah sampai di depan Ino.
Ino mendongak melihat pemuda rambut merah. Namun ia tak menjawab.
Gaara pun paham, gadis itu tidak baik-baik saja. mungkin tidak ada luka yang terlihat dari pandangan mata Gaara, tapi kondisi penampilannyalah yang mengenaskan.
Hal itu membuat Gaara memilih, memeluk gadis itu dan mengajaknya menjauh.
Ia tidak tau, apa mereka datang terlambat, atau diwaktu yang tepat. Melihat baju seragam dan rok yang Ino kenakan sudah tersobek yang menampilkan jelas bra dan bagian paha atas gadis yang ia sukai.
Setelah membawa Ino sedikit jauh dari tempat itu, dengan masih memberikan pelukannya untuk menenangkan sang gadis. Namun Gaara tau pasti Ino tak akan nyaman bila dirinya yang memeluknya untuk memberi perlindungan seperti ini.
Jadi ia harus memanggil Sasuke.
"Sasuke?" Panggilnya pada temannya yang masih menghajar pria penjahat itu. Gaara pikir pria brengsek itu pantas mendapatkannya. Bahkan mungkin bila Sasuke ingin membunuhnya sekalipun, pria keparat itu pantas.
Suara Gaara mengalihkan Sasuke dari sosok penjahat yang menjadi korban kemarahannya, dan menoleh pada sahabat yang memanggilnya itu.
Diselingi dengan napas yang masih memburu, Sasuke mendekati sahabat dan gadisnya. Kemarahannya seolah membuatnya lupa akan kondisi sang gadis yang kini tengah ada dalam pelukan sahabatnya.
Setelah Sasuke sampai di depannya, Gaara melepas pelukannya pada Ino. Ia memilih pergi mendekat pada sahabat kuningnya yang masih memberi pukulan pada si penjahat.
Namun ia merasa tidak perlu membantu Naruto untuk menghajar penjahat itu, karena kondisi pria itu sudah cukup mengenaskan. Ditangan dua sahabatnya. Jadi ia hanya melihat dengan melipat kedua tangannya di depan dada.
Mungkin sebentar lagi pria itu akan mati, namun ia baru ingat sebelum itu terjadi Gaara harus menghentikannya. "Naruto?" panggilnya.
Namun diabaikan oleh pemudah berambut kuning jabrik itu.
Helaan napas Gaara ambil sebelum menghentikan pukulan Naruto untuk sang penjahat, dengan menarik lengan sahabat berisiknya itu.
"Sudah cukup, kau bisa membunuhnya." Ucap Gaara menjawab tatapan Naruto yang seolah berkata 'apa-apaan sih Gaara?'
"Itu memang tujuanku. Dasar sampah masyarakat." Jawab Naruto, dengan masih menendang perut pejahat itu.
Kembali sang sahabat merahnya menghela napas melihatnya. Diantara mereka bertiga, Narutolah yang paling tidak bisa mengotrol tindakannya. Sulit dikendalikan.
"Kalau itu sampai terjadi, maka karir ayahmu akan hancur karena ulahmu."
Gaara cukup paham, kondisi Naruto yang sama dengan kondisinya. Yang tidak bisa bebas seenaknya berulah. Karena sedikit sekandal yang mereka lakukan maka akan tersorot di publik dan berpontensi menghancurkan karir ayah keduannya.
Naruto yang mendengar kalimat Gaara yang membuat ia langsung paham. Jadi ia diam, berhenti dari menyumpai dan memberikan pukulan mautnya pada penjahat yang tak beruntung itu.
"Apa yang kau lakukan, kenapa kau bisa naik bus? Bukankah tadi kau bilang akan pulang dengan Sakura?" Teriak Sasuke panjang lebar di depan Ino, yang cukup kencang. Membuat Gaara dan Naruto menoleh padanya.
Ino dengan wajah yang dipenuhi derai air mata, ia menatap kekasihnya. Tangannya ia gunakan untuk menutupi kondisi pakaian yang tak layaknya. "Ta-tadi, Sakura tidak bisa mengantarku pulang, karena harus menjemput ibunya ke rumah sakit." Terangnya dengan masih sedikit terisak.
Mendengar jawaban kekasihnya, Sasuke menoleh pada sahabat kuningnya yang langsung menjawab. "Aku tidak tau kalau Sakura-chan menjemput ibunya."
Kembali Sasuke menatap sang kekasih. "Lalu kenapa kau tidak bilang padaku?" Kini suara Sasuke sudah sedikit lebih tenang.
"Kau kan sedang ada jadwal klub, jadi aku tidak mau menganggumu."
Jawaban yang keluar dari Ino membuat Sasuke kembali mengeraskan rahangnya karena marah.
"Apa aku pernah mengabaikanmu sebelumnya ha?"
Gadis pirang itu menggeleng. Tidak. Ya, tentu saja jawabannya tidak. Sasuke tidak penah mengabaikannya, kecuali tadi malam. Sebelumnya pemuda Uchiha itu selalu menjadikan dirinya prioritas utamanya.
Tak ada suara setelah itu. Ino menunduk karena menghindari tatapan dari mata kelam di depannya.
Sasuke mencoba mengatur emosi dan napasnya. Setelah menghela napas pendek ia menarik gadis yang membuatnya khawatir kedalam pelukannya.
Ino dibuat menangis karena itu. Ia beruntung kali ini. Kalau saja tadi Sasuke tidak datang, mungkin, ia tidak berani membayangkannya apa yang akan terjadi.
"Maaf." Gumam Ino disela isaka pada pelukan Sasuke.
Pelukan erat dengan membelai surai pirang yang telah kusut, tak membuat kemarahan Sasuke pada sosok penjahat itu reda.
"Jangan membuatku khawatir lagi." Ino mengangguk dalam pelukan Sasuke.
Pelukannya ia lepas, untuk sekedar melihat kondisi sang gadis. Yang baru ia ingat. "Kau baik-baik saja?"
Kali ini, Ino mengangguk lagi sebagai jawaban.
Namun jawaban itu tak membuat Sasuke tenang, saat melihat sudut bibir kekasihnya membiru. Dan ditambah kondisi pakaiannya.
Ia meruntuk karena tadi ia langsung berlari tanpa mempedulikan pakaian basketnya yang masih ia kenakan. Bahkan ia meninggalkan jaket basketnya. Kedua temannyapun sama, tidak ada yang membawa jaket. Jadi terpaksa ia harus membiarkan pakaian Ino dalam kondisi seperti itu.
Karena tidak mungkin, memberikan Ino kaos basket yang ia kenakan ini. Kaosnya basah karena keringat.
Diusapnya sudut bibir yang membiru itu dengan ibu jarinya. Sasuke tak perlu bertanya lagi, pasti itu sakit. Dalam hati Sasuke kembali mengutuk pria yang melakukannya pada gadisnya.
Jujur Sasuke ingin sekali membunuh penjahat itu sekarang, tapi kondisi Ino lebih penting.
Seharusnya ia sudah tau, kalau dirinya memang punya banyak musuh. Tapi ia tak pernah mengira kalau mungkin musuh-musuhnya akan menyerang kekashihnya.
"Sepertinya dia murni penjahat yang kebetulan membajak bus yang Ino tumpangi." Celetuk Gaara bak seorang ditektif handal.
Mengingat minggu-minggu ini musuh-musuh mereka mulai berani menyerang. Bahkan baru tadi malam mereka berurusan dengan salah satu musuhnya. Jadi tidak menutup kemungkinan pria ini juga berhubungan dengan musuhnya.
Tapi sepertinya itu tidak benar. Karena pria ini terlihat seperti penjahat amatir dengan pisau lipat sebagai senjata dan tidak bisanya pria itu melawan dengan baik.
Mungkin saja ia hanya pria yang frustasi dalam hidup.
Setelah memperhatikan ucapan sahabat rambut merahnya, Sasuke beralih pada sahabat rambut kuningnya.
"Sebenarnya apa yang dilakukan oleh ayahmu Naruto?"
Paham kenapa Sasuke bertanya seperti itu. Naruto hanya menjawab dengan "Hee?" sebenarnya ia tidak tau apa yang dilakukan ayahnya selama ini. Tapi ia cukup sering melihat ayahnya tidak tidur hanya untuk memastikan rakyatnya tidur nyenyak.
Jadi kalau masih ada penjahat seperti ini yang berkeliaran di kota yang ayahnya pimpin itu berarti ayahnya kurang berkerja keras.
"Nanti aku akan coba bicara pada ayah." Naruto berucap.
Gaara tersenyum melihat kekalutan sahabat kuningnya.
Sasuke memilih mengabaikannya. "Kita pulang." Ajak Sasuke sambil membawa Ino berjalan menuju mobilnya terparkir dengan masih memeluk gadis itu.
Namun baru dua langkah, Ino berhenti, ia terpaksa melepas pelukan dari kekasihnya dan berlari menuju ke dalam bus lagi.
Ketiga pemuda itu dibuat mengerut akan tindakan Ino.
Gadis itu terlihat merangkat dari sisi ke sisi lain lantai bus. Seperti mencari sesuatu.
Setelah menemukan apa yang ia cari, Ino menghela napas lega, namun sedetik kemudian dibuat kecewa.
Ponselnya, telah hancur akibat bantingan yang di lakukan oleh pria tadi yang cukup keras.
Ketiga pemuda itu akhirnya tau apa yang sedang dicari gadis seperti boneka itu. Sasuke mendekati sang kekasih, ikut berjongkok disampingnya. Lalu kemudian mengambil ponsel yang layarnya telah pecah dengan bagian belakannya terpisah.
"Sudah biarkan, kita bisa membelinya lagi." Ucap pria itu mejawab kekecewaan kekasihnya, setelah mengambil card yang masih terpasang pada ponsel dan melempar ponsel rusak itu keluar.
Kali ini, Ino mengikuti Sasuke setelah mengambil tasnya yang tadi tergeletak di bawah kursi. Ia bersyukur, ia tak sampai kehilangan kegadisannya ditangan penjahat meski ponselnya menjadi korban dan ia mendapat pelecehan yang mengerikan di senja akhir musim panas.
"Ayo!" Sebuah tepukan Gaara berikan pada bahu Naruto yang masih diam ditempatnya berdiri. Bermaksud mengajak sang sahabat menyusul Sasuke dan Ino pergi dari tempat itu.
Sopir bus yang tadi menghentikan mereka, masih terlihat disana. Pria tua itu membungkuk berterimaksih sebelum masuk kedalam busnya dan kembali menjalankannya.
~Complications~
Seorang gadis dengan kacamata berfrem khusus untuk membaca, terlihat tengan menikmati jus pada gelas bening tinggi ditangannya. Dengan iris magenta yang menatap pada kalender yang terletak pada meja tepat di depannya.
Bibi tipisnya tersenyum setelah melingkari salah satu angka yang ada pada kalender. Yang mungkin adalah tanggal sepesial untuknya. Atau mungkin bukan.
~To Be Continue~
A/N : Terimakasih untuk Narashikaino, Azurradeva, Uchiyama, Kwonie Minorichi, Beerahma, Guest1, Juwita830, Vanita, Kaname, Grandmashark, Evil Smirk of the Black Swan, Ino-chan, Azzura Yamanaka, Hime Yamanaka, Aliaros, Gaaino Sabaku, Guest2, Yuhu, Firdaa. Dan semuanya yang telah membaca Complications sampai saat ini, dan masih mau menunggunya. Arigatou, maaf tidak bisa bales satu-satu review kalian. Tapi aku selalu membacanya dan aku sangat senang dengan segala respon yang kalian berikan. Sekali lagi terimakasih.
