DISCLAIMER: Naruto © Masashi Kishimoto.
RATE: M
WARNING: TYPO, AU, OOC, DRAMA DAN YANG PENTING, JANGAN PERNAH MEMBACA APAPUN ITU YANG MEMBUAT MATA ANDA IRITASI. TETAPLAH PADA JALUR MASING-MASING, KARENA AKU HANYA MENCOBA MELESTARIKAN APA YANG AKU CINTAI DAN AKAN SELALU MENCINTAI APA YANG MEMBUATKU SENANG. ^_^
.
.
~Complications~
A/N : Sebelum kalian membaca chapter 8 ini, kalian harus tau. Chap ini akan penuh dengan moment GaaIno, dan tidak ada moment SasuIno yang mungkin ada sebagian yang tidak menyukai chap ini atau malah ada yang menunggunya. Tapi saya tekankan 'Complications' memang memiliki dua pairing yang sama-sama kuat. Meski tidak menutup kemungkinan hanya akan ada satu pair yang bersatu di akhir. Untuk saat ini tentu saja itu masih rahasia, entah GaaIno/SasuIno. Aku harap kalian mau bersabar.
Balasan review :
Cloesalsabilaahh : Makasih sudah rnr, maaf updatenya lama banget. Untuk Sasuke dan teman-teman Ino yang engga care sama dia itu sebenarnya, masalah antara sungkan dan takut. Kan secara mereka merasa menkhianati sahabat mereka sendiri. Dan pasti move on itu engga mudah tapi siapa yang mau bertahan bila dikhianati dengan kebohongan besar seperti ini? hehehe ditunggu aja ya, nanti Ino sama siapa.
Febri593 : Yups, kalau Gaara bawa Hinata sudah pasti mereka akan menikah, hahaha. Thanks ya udah rnr.
Uchiha ino : Ini lama engga updatenya? XD endingnya masih rahasia, moga mau menunggu ya. Arigatou juga udah rnr.
Azurradeva : Thanks also have rnr this fic, and sthill want to wait. I'm glad if you're happy with this fic. XD
Arsenalady : Hahaha boleh aku ketama dulu kan? Iya chap ini mungkin yang km tunggu, GaaIno moment ada di chap ini. Thanks ya udah nunggu dan rnr.
Xoxo : Iya, saya juga merasa kalau bakalan rumit, karena itulah kenapa muncul judul Complications. Makasih sudah suka. XD
Niall-nyan : Chap ini adalah moment GaaIno. Aku sembahin buat km. Tapi untuk pair akhir itu masih saya rahasiakan. Thanks udah rnr.
Yu shikaino sh : Aku suka Ino, jadi aku akan buat dia berpair dengan cowo-cowo kece seperti Gaara dan Sasuke. Makasih reviewnya.
yamanAka : Maaf membuat telah membuatmu membaca dari awal lagi karena keleletan saya dalam mengupdate fic ini. *bungkuk* dan makasih masih mau membacanya. Saya akan berusaha untuk update cepat.
Aliaros : Hahaha hay say! *Lambai-lambai tangan*aku datang lagi, iya dong harus tetap melestarikan crack pair kesayangan. Untuk cerita aku harap di chap-chap depan bisa terurai ya, akan seperti apa nanti, aku harap kamu masih mau nunggu. *hug jauh* makasih say udah selalu rnr.
Mino04 : Endingnya masih rahasia. XD hahaha iya ini hanya fiktif belaka. Thanks ya udah rnr.
Ino-chan : Heeemmm masalah ending tentu akan terjawab bila fic ini sudah tamat XD . ceritanya memang akan banyak paksaan X'D, maaf engga bisa update cepat. Thanks ya udah rnr.
YI : *Hug jauh* makasih ya udah selalu nunggu dan rnr. Ini udah dilanjut lho dan moga tambah penasaran ya. *ditabok*
Evil Smirk of the Black Swan : Iya, chap ini mulai masuk scen GaaIno. Ditunggu ya kelanjutannya, dan makasih udah selalu rnr :*
Nabila domani : Hai, iya engga papa kalau dari chap 7 kemarin membuat km kecewa dan mungkin chap 8 ini akan makin ngebuat km kecewa. Tapi dari awal pairnya memang SasuIno/GaaIno. Jadi tidak ada yang diganti disini. Tapi makasih udah mau ngebaca dan ninggalin komentar.
Azzura Yamanaka : Yey hidup GaaIno, iya biar Sasuke tau rasa. Ini udap dinext dan moga km suka ya. Thanks...
Gaaino sabaku : Chap ini penuh dengan GaaIno lhoooo... moga km suka ya. Makasih udah rnr.
Juwita830 : Rumit? Iya. Ino bakalan sama siapa? Ditunggu diakhir ya. Makasih udah rnr.
Shikaino shipper : Chap ini adalah chapnya GaaIno, moga bisa bikin kamu seneng ya. Tapi untuk ending itu masih belom bisa jawab. Thanks udah rnr.
Sasuino lovers : Ini sudah dilanjut. Makasih semangatnya.
Kwonie Minorichi : Iya, sekarang moment GaaIno. Makasih udah rnr dan moga masih mau nunggu fic ini sampai ending.
Terimakasi atas review dan respon kalian dan masih mau menunggu. Semoga chap ini tidak mengecewakan. XD
.
"The decisions that brought me with you"
(Keputusan yang membawaku bersamamu)
.
"Hanya untuk menyelamatkanmu." Putus gadis bak barbie itu.
Yang langsung membuat bungsu Sabaku itu ikut tersenyum. Karena kalimat yang ia dengar itu artinya, Ino setuju menjadi kekasihnya.
Meski hanya pura-pura.
Sebuah permainan baru kembali mereka rangkai menjadi cerita yang lain. Yang mungkin bisa menjadi lebih rumit dari lingkaran yang tengah menjebak mereka.
Persetujuan dari sebuah perjanjian yang mereka buat, mungkinkah akan membawa kebahagian pada sisa hati yang luka?
.
.
.
Sepertinya baru kemarin temannya ini meminta Ino untuk jadi kekasih palsunya, tapi sekarang pemuda bersurai merah itu kini sudah berdiri didepanya.
Dengan setelah jas formal, mungkin acaranya akan berjalan kaku, seperti makan malam para orang-orang penting di Negara ini. Jadi begitupun dengan Ino, dirinya juga memakai gaun terbaiknya.
Sebuah gaun musim panas, berwarna biru pudar yang mengambarkan cerahnya langit musim panas. Dengan tatanan rambut yang ia biarkan tergerai indah.
"Kau siap?" Pertanyaan yang diajukan oleh sang pemuda.
Dan dijawab dengan sebuah anggukan oleh sang gadis.
Sebuah restoran Italia yang sepertinya menjadi pilihan keluarganya, atau mungkin keluarga dari gadis yang akan dijodohkan dengannya. Ia tidak tau.
Yang jelas, ia tidak akan menyetujui apapun saran dari keluarganya untuk menikah dengan gadis yang tidak ia suka.
Dengan percaya diri yang memang selalu ia miliki, ia menggandeng tangan gadis yang menjadi kekasih semalamnya. Seolah ingin mengatakan pada setiap mata yang melihat, bahwa gadis cantik yang ada disampingnya ini adalah miliknya.
Tapi ia salah, restoran mewah itu tampak sepi. Tidak ada satupun pelanggan malam ini kecuali keluarganya yang bisa ia tangkap oleh retina mata jade-nya.
Ia mengerutkan alis tak terlihatnya. Bukankah ini akhir pekan, kemana orang-orang yang sering memenuhi tempat-tempat seperti ini untuk tampil eksis memperlihatkan kekayaannya?
Tapi mungkin ini lebih baik, jadi ia tak perlu binggung mencari keberadaan keluarganya. Karena dengan kosongnya restoran itu, ia bisa melihat keluarganya tengah tertawa di tengah meja besar di dalam restoran yang baru ia masuki.
Saat berjalan mendekat, genggaman pada tangan Ino, semakin mengerat dan ia sedikit menghela napas berat.
Semoga drama yang tengah ia mainkan bisa membuat orang-orang itu percaya.
Suara tawa dari kedua pria tua itu terhenti, kala ia melihat orang yang mereka tunggu telah berada didepan mereka.
"Maaf, kami terlambat." Ucap Gaara, pada ayahnya.
Dengan Ino yang berdiri disampingnya. Tangan yang masih digenggam ia membungguk sedikit saat Gaara memperkenalkan dirinya. "Dia Ino, kekasihku."
Saat kata kekasih keluar dari mulutnya, lima pasang mata yang ada disana memberikan reaksi yang berbeda.
Kicho, wanita yang menjadi nyonyah Sabaku itu tersenyum pada Ino, dan langsung berdiri untuk menyambut gadis itu. Membawanya untuk duduk disalah satu kursi yang ada.
Sedangkan sang kepala keluarga Sabaku, hanya diam. Meski tak ada tanda-tanda ia tak suka pada gadis yang dibawa putranya itu.
Tentu saja berbeda dengan reaksi keluarga Hyuga. Yang paling terlihat jelas akan perubahan raut wajahnya adalah putri dari keluarga itu.
Hyuga Hinata melotot saat tau, siapa yang datang. Dua orang yang ia kenal dengan baik, tentu saja sebelum skandal diantara mereka terkuak.
Begitu dengan Gaara, pemuda itu sedikit kaget melihat gadis yang akan dijodohkan dengannya adalah Hinata. Yang notabene adalah kekasihnya sendiri.
Setelah menguasai kekagetannya, pemuda bersurai merah maroon itu segera mengalihkan tatapannya.
Sedangkan kedua pasangan Hyuga itu masih diam, jelas terlihat bahwa kepala keluarga Hyuga tak menyukai apa yang ia lihat. Apa-apaan ini? Ia seolah dipermalukan oleh pemuda itu. Bukankah pertemuan mereka untuk membahas perjodohan yang ia ajukan, dan sepertinya Rasa juga sudah tau itu. Tapi kenapa putranya malah datang dengan seorang dadis yang ia bilang kekasihnya?
Apa kepala keluarga Sabaku itu tak mengatakan tujuannya pada sang putra? Atau apa malah tak menyetujui sarannya?
"Dia putraku." Ucapa Rasa memperkenalkan Gaara pada keluarga Hyuga, untuk memecah keheningan.
"Gaara, beliau adalah Hyuga Hiyasi dan istrinya," Kini Rasa menatap sang putra. "Dan putri mereka, Hinata."
Hal itu membetot lamunan Gaara. Begitu juga Ino yang langsung menatap gadis yang duduk diam diantara keluarga besar itu. "Hinata?" Gumam Ino kelewat lirih.
Gadis bermata aqua itu tentu saja kaget. Sangat kaget malah.
"Dia juga sekolah di Konoha Gakuen. Apa kalian saling mengenal?" Tambah sang ayah.
Sejenak Gaara menatap Hinata sebelum kembali menatap sang ayah. "Tidak." Dan jawabnya mantap.
Ino langsung menoleh pada Gaara setelah mendengar jawaban pemuda itu.
Seolah tau, apa yang akan diucapkan Ino, Gaara kembali meremas tangan gadis yang ia bawa untuk menjadi kekasihnya itu. Mencoba mengatakan serahkan semuanya padaku.
Dan Ino kembali tenang. Meski ia tak mengerti kenapa Gaara mengatakan itu.
Hana, selaku nyonyah hyuga, tersenyum lembut mendengar ucapan Gaara. "Hinata memang terlalu pendiam dan pemalu, jadi tidak heran kalau teman satu sekolahnya ada yang tidak mengenalinya." Responnya. "Dan aku yakin Hinata pun tidak kenal dengan Gaara-kun." Tambahnya.
Tuan dan nyonyah Sabaku hanya mengangguk pelan dan tersenyum medengar kalimat dari sang nyonyah Hyuga.
"Ino-chan?" Pangil Kicho.
Ino menoleh.
"Kau sekolah dimana?" Tambahnya.
"Saya, satu sekolah dengan Gaara-kun." Jawab gadis itu. Tak lupa dengan tambahan suffik yang membuat Gaara tak melepaskan tatapannya dari wajah ayu yang sedang berbicara dengan ibunya.
"Aku tidak pecaya, bahwa kau membebaskan putra putrimu untuk memilih calonnya sendiri." Celetuk tiba-tiba dari seorang Hyuga Hiyashi yang sejak tadi diam.
Membuat Rasa, memberikan perhatian sepenuhnya padanya. "Aku memang membebaskan mereka untuk memilih. Karena kebahagian mereka adalah yang utama." Terangnya.
"Siapa ayahmu?" Kini pertanyaan itu, ia tunjukan untuk Ino.
Seolah masih tak terima dengan keputusan dari partner bisnisnya itu, Hiyashi ingin tau keluarga dari gadis yang menjadi pilihan pemuda yang digadang-gadang akan menjadi pewaris Sabaku itu.
Dan bukankah putranya itu, baru saja datang dari luar negeri? Lalu bisa dengan mudah mengencani seorang gadis dan langsung memperkenalkan pada sang ayah? Yang Hiyashi nilai sebagai tindakan bodoh.
"Yamanaka Inoichi."
Jawban Ino, membuat kepala keluarga Hyuga mengerutkan kening. Yamanaka Inoichi? Siapa dia? Ia tak pernah dengar nama itu dikalangan pembisnis besar ataupun politikus Jepang.
Apa hanya orang biasa?
Lalu bukankah gadis itu tadi mengatakan kalau dirinya juga bersekolah di Konoha Gakuen? Sekolah yang menuhankan uang.
"Aku pikir anda ingin mengenal saya." Gaara memotong pikiran Hiyashi dengan enteng. "Tapi sepertinya anda malah lebih tertarik dengan kekasih saya." Lanjut Gaara, yang langsung mendapat perhatian dari sang kepala Hyuga.
Pemuda itu tau, mungkin pak tua itu ingin menyerang Ino dan menjatuhkan statusnya. Ia sangat paham dunia orang-orang seperti Hyuga dan ayahnya.
Status sosial adalah yang utama.
"Aku mencintainya bukan karena siapa dia," Gaara melanjutkan. "Tapi karena ketulusannya. Yang tidak akan mengkhianati kekasih dan sahabatnya dibelakang." Kini sepasang matanya menatap tajam gadis bersurai indigo yang juga tengah menatapnya.
Timbul rasa takut pada diri Hinata. Apa Gaara sebenci itu padanya sekarang? Dan apa benar Gaara dan Ino telah menjadi kekasih sungguhan?
Apa Gaara benar-benar mencintai Ino?
Dan begitupun dengan Ino?
Memang sangat jelas nada sarkas yang keluar dari mulut Gaara. Begitupun Hiyashi yang juga menyadarinya. Hal itulah yang langsung membuat ia berdiri dari kursinya tak suka.
"Kita pulang." Ucapnya yang langsung membawa kakinya melangkah pergi. Dia pikir Gaara tidak punya rasa hormat kepada dirinya.
Dan sepertinya Sabaku terlalu membebaskan putranya itu, yang menjadikannya seperti pemuda bar-bar yang tak tau sopan santun dan rasa hormat. Seolah preman pasar saja.
Hana dan Hinata membungkuk, memberikan salam sebelum mengikuti Hiyashi pergi dari tempat.
Kini hanya ada empat orang yang ada di restoran besar bergaya Italia. Makanan yang sudah dipesan pun tak terjamah.
Tangan besar itu masih menggam tangan kecil yang ada dipangkuannya. Gaara yakin, ayahnya pasti akan marah besar padanya setelah ini. Tapi sedikitpun ia tak takut. Dan ia juga sudah siap bila ayahnya marah asal pada dirinya bukan pada Ino.
Namun amukan sang ayah yang tengah ia tunggu tak pernah keluar.
Malah yang ada terjadi kebisuan diantara mereka yang cukup lama. Sampai Kicho bersuara untuk memecahkan suasana mencekam diantara ayah dan anak itu.
"Ino-chan?" Panggilnya pada Ino.
Dan Ino kembali menoleh, memberi perhatian pada wanita cantik itu.
"Kau bilang tadi kau dari keluarga Yamanaka?"
Ino mengangguk.
"Apa toko bunga Yamanaka yang terkenal itu milik keluargamu?"
Sebenarnya Ino kaget, saat ibu Gaara tau soal toko bunganya, tapi ia menjawabnya dengan senyum.
"Iya, kami mengelola toko bunga keluarga. Nyonya Sabaku tau?" Ia antusias menjawabnya.
"Panggil saja aku bibi." Kicho tersenyum dan mengangguk.
Ino pun juga mengangguk.
Obrolan dari dua orang perempuan itu mampuh meringankan tekanan diantara dua laki-laki yang ada disana.
Rasa menghela napas panjang sebelum berucap. "Gaara, aku ingin kau segera menikah." Putus sang kepala keluarga yang langsung membuat tiga pasang mata yang berbeda melebar.
"Dan kau," Kini tatapannya ia tunjukan pada Ino.
Ino yang masih syok hanya diam dengan mata yang masih melebar kaget.
"Kau mencintai Gaara kan?" Tambah Rasa.
"Aku-ano-aku,-" seolah kehilangan kata-kata dan binggung harus memberikan jawaban seperti apa, jadinya ia hanya mengangguk kaku.
Semoga aktingnya tak mengecewakan Gaara.
"Kalau begitu aku ingin kalian segera menikah." Putusnya spontan.
Tentu saja Gaara keget dengan keputusan ayahnya, dan ia juga tak memikirkan jawaban Ino yang mencintainya. Jujur keputsan sang ayah yang sulit ia prediksi. Ayahnya itu setuju dengan Ino?
Dan memintanya untuk segera menikah? Tentu saja ia tak keberatan. Tapi bagaimana dengan Ino? Gadis itu bukanlah kekasih yang sesungguhnya, gadis itu ada disini karena membantunya. Tapi ia malah menariknya sampai sejauh ini.
Apa mugkin Ino mau menikah dengannya?
Kalaupun Ino mau, apa Gaara siap? Tidak ia tidak siap menikah dengan Ino. Pasti gadis itu hanya menjadikannya pelarian setelah patah hati dengan Sasuke.
Meski Gaara begitu menginginkan Ino, tapi ia tak ingin menjadi pelarian gadis itu.
"Kami masih sekolah." Jawaba Gaara kemudian.
"Kalian bisa tunangan dulu, dan menikah setelah lulus." Terang sang ayah.
"Ayah?" Sepertinya Gaara masih belum menerima keputusan sang ayah, yang seolah mengetahui kalau dirinya tengah membohonginya.
Seolah menguji, bahwa Ino benar adalah kekasihnya.
Gaara diam, bila itu tujuan ayahnya, hanya untuk menguji hubungannya. Maka tak baik bila ia terus membantah.
Maka dari itu dari pada tetap disini dan berdebat dengan sang ayah yang sama keras kepalanya seperti dirinya, ia lebih memilih pergi.
Gaara berdiri dan membawa Ino ikut berdiri. "Aku akan mengantarnya pulang." Terangnya sebelum pergi dan membawa Ino sedikit menyeretnya tanpa pamit kepada kedua orang tuanya.
Namun gadis itu masih sempat tersenyum dan memberi salam perpisahan pada kedua pasangan Sabaku itu.
.
.
.
Gaara memutuskan menghentikan mobilnya, ditengah kota tak jauh dari taman bermain yang kebetulan masih ramai malam itu.
Ino menoleh pada pemuda disampingnya tanpa bertanya, Gaara sudah menjawab terlebih dahulu.
"Maaf, telah membawamu kedalam masalahku."
Dor... Dor... Dor...
Suara dari kembang api yang meletus indah di udara, mengalihkan Ino dari pemuda itu. Terpantul jelas kilatan cahaya indah pada wajah ayunya, yang membuatnya jatuh semakin dalam akan pesona gadis itu.
"Indah." Gumam Ino, terpesona. "Ne, Gaara, bagaimana kalau kita turun dan melihatnya sebentar?" Sarannya dengan penuh antusias.
Gaara yang masih belum lepas dari pesona sang gadis hanya mengangguk kecil. Sampai ia baru menyadari bahwa Ino telah turun dari dalam mobilnya.
Gadis dengan penampilan seperti boneka itu sudah mendongak antusias memandang langit malam yang dipenuhi bintang dan cahaya kembang api yang penuh warna menghiasi langit.
"Ayo mendekat?" Kembali Ino mengajak sang pemuda yang masih diam memperhatikannya.
Memang yang dikagumi Gaara bukan meletusnya api yang penuh warna yang menghiasi langit gelap, tapi keantusiasan dari sang gadislah yang mempesonanya.
Padahal hatinya tengah berkabut hari ini, tapi sepertinya Ino memang bagaikan toxic yang mampuh membuat moodnya kembali baik.
Tanganya sudah diseret pelan oleh Ino, saat gadis itu berlari kecil mendekati pusat dari kembang api dinyalakan.
Dia ingat, sekarang adalah musim panas jadi tak heran apabila banyak festival musim panas diadakan. Dan melihat banyak orang yang berkumpul untuk menikmati kembang api dan libur musim panasnya. Membuat mereka tak dapat terlalu mendekat.
Ino mengerucutkan bibir saat keinginannya untuk mendekat, terhalang banyak orang. Gaara dibuat mengerutkan kening akan tindakan Ino, kini pemuda itu dibuat tersenyum akan tingkah sang gadis.
Yamanaka Ino memang mengemaskan. Dan Gaara menyukainya.
Berkali-kali gadis itu meloncat-loncat kecil untuk mendapatkan apa yang ingin ia lihat, tapi sepertinya percuma.
Kini Gaara yang menyeret pergelangan tangan sang gadis, mengajaknya menjauh dari kerumunan dan memilih menuju kedalam taman bermain.
Hal itu tak bisa diterima oleh Ino, gadis itu malah semakin mengerutu. "Gaara kenapa malah kesini?" Tanyanya tak mengerti.
Namun Gaara enggan menjelaskan. Pemuda itu langsung menuju loket bianglala dan membeli dua untuknya dan Ino.
Tak menunggu lama, kini giliran mereka untuk naik. Ino masih tak mengerti kenapa temannya itu malah mengajaknya kewahana permainan?
Bianglala besar itu, berputar pelan. Dan sampailah pada puncak yang langsung membuat Ino berteriak girang.
"Wow!" Antusianya, yang langsung berdiri dari duduknya.
Ia sejenak memandang Gaara yang tengah menyeringai kearahnya. Dan Ino tau, inilah jawaban dari pertanyaanya tadi.
Gaara memang jenius. Ia tersenyum.
Bianglala itu berputar, dan kini putarannya telah membawa mereka keawal. Meski tak lama ia bisa melihat keindahan itu tapi ia cukup puas bisa melihat di atas bianglala dengan jelas dan tentu menambah kesan indah dimata aqua-nya.
Dan bukankah seperti kehidupan, kadang ia mendapatkan keindahan tapi kadang ia harus rela bila tiba waktunya untuk jatuh. Kehidupan, keindahan dan kesedihan itu bersifat sementara dan terlalu singkat untuk dinikmati.
Seperti kemarin, yang baru ia alami. Cepat atau lambat pasti akan berlalu.
Langkah kecil keduanya membawa mereka menjauh dari taman bermain. Berjalan beriringan dan saling diam, sampai Ino membuka suara.
"Aku tidak tau kalau Hinata yang akan dijodohkan denganmu."
Namun Gaara tak memberi respon berarti selain tetap diam dalam langkahnya.
"Bukankah itu seharusnya bagus, kalau kalian dijodohkan?"
Kali ini peemuda bergaya rambut merucing tak beraturan itu berhenti melangkah, hanya untuk menatap gadis disampingnya. Jadilah Ino juga ikut berhenti.
"Apa kau tidak menyesal membatalkan perjodohan kalian?" Ino tetap santai menambahkan pertanyaannya. Tanpa tau perubahan raut tak suka dari pemuda yang kembali berjalan disampingnya. Dan tak satupun mendapat tanggapan dari sang pemuda.
Tapi jangan anggap Gaara tak memperhatikan temannya itu. Meski ia diam dan enggan menanggapi setiap ucapan yang keluar dari mulut Ino, tapi mata jade-nya fokus memperhatikan setiap serak gerik dari sang gadis.
Mungkin pembicaraan yang diangkat oleh Ino tak menarik minatnya, lain halnya dengan gadis itu sendiri. Seperti saat ini, saat kedua tangan lentiknya ia gunakan untuk mengusap lengan atas miliknya. Seolah memeluk dirinya sendiri untuk mengurangi hawa dingin yang kebetulan menyapanya.
Memang ia kini hanya mengenakan mini dress tanpa lengan. Dan hawa dingin malam sedikit banyak akan menganggunya.
Pemuda yang sejak tadi memperhatikannya, hanya tersenyum tanpa disadari yang bersangkutan.
Gaara memutuskan berhenti berjalan lagi. Dan cepat direspon oleh Ino, namun sebelum kalimat tanya kenapa berhenti terlontar, Gaara sudah lebih dulu menarik pergelangan tangannya untuk menghadap padanya.
Alis pirang Ino bertaut semakin binggung. Namun tindakan selanjutnya dari pemuda itu membuat Ino diam seribu kalimat.
Setelah Ino menghadap tepat didepan Gaara, ia diam saat melihat pemuda itu melepas jas yang ia kenakan dan dengan santainya memberikan pada pundaknya yang polos, memcoba memberi perlindungan dari rasa dingin.
Tak berhenti disitu. Gaara kembali membuat Ino melebarkan matanya akan tindakan yang dilakukannya. Semburat merah jelas kini sedang menghiasi wajah putihnya saat kedua tangannya digenggam dengan sedikit remasan.
Ia tau itu cara banyak orang untuk memberi kehangatan, mungkin itu sekarang adalah cara Gaara untuk menghangatkannya.
Meski tanpa kata-kata, pemuda didepannya ini mampuh membuat siapapun meleleh akan berbuatannya.
"Kau kedinginan." Ucapnya santai setelah sekian banyak tindakan yang mampuh membuat gadis didepannya itu merona hebat.
Bahkan Ino bukanlah tipe gadis yang mudah merona dengan tindakan picisan seperti ini, tentu saja selain Sasuke yang melakukannya.
Ino masih diam, saat kedua tangannya kembali terpisah. Kini tangan kirinya, Gaara letakkan pada saku jas miliknya yang sedang Ino kenakan, sedangkan yang kanan ada pada genggaman tangan kiri Gaara saat tanpa kata pemudah bermata teduh itu kembali membawanya berjalan beriringan.
Keduanya kini seperti pasangan kekasih yang saling berbahagia dalam romantisme. Tapi siapa yang mengira, bahwa keduanya hanyalah sepasang manusia yang menikmati sisa-sisa dari kehancuran mereka.
Gadis bak boneka itu hanya diam membisu dengan semua perlakuan kekasih palsunya malam ini. Tak menolak atas semua tindakannya, ia hanya menurut dalam diam. Namun saat ia bisa menguasai dirinya kembali ia tersenyum menatap punggung pemuda yang berjalan sedikit didepannya lalu kemudian tangan mereka yang bertaut.
"Ternyata kau romantis juga ya?" Komentar Ino setelahnya.
"Hn." Hanya itu respon Gaara.
Dan Ino kembali diam seolah begitu menikmatinya. Tak lama, Gaara menoleh sedikit kearah sang gadis.
"Apa Sasuke tak seromantis ini?" Sedikit ia menunjukan seringai yang menambah level kekerenannya.
Kepala bersurai pirang itu mendeleng, seolah berpikir. "Heeemmm... dia sangat romantis." Jawabnya kemuadian.
Dan Gaara kembali menunjukan senyum miring, saat Ino menambahkan. "Tapi ternyata ia juga romantis dengan semua gadis."
Entah saat ia mengatkan itu, tak terlihat luka yang kemarin Gaara lihat.
Ino-pun tak bermaksud mengorek lukanya yang kemarin. Sebab, pemuda disampinya ini juga sama terlukannya pasti. Bahkan gara-gara itu, Gaara harus merusak perjodohannya, yang kebetulan dengan kekasihnya sendiri.
Namun ia tk sedikitpun melihat luka pada diri sang pemuda.
"Ne, Gaara?" Panggilnya.
Garanya menjawab dengan gumaman tanpa menoleh. Kini ia menatap kedepan dimana jalanan yang sedang ia lalui untuk menuju mobilnya yang terparkir jauh.
"Pasti kau tau semua kelakuan Sasuke kan?"
Pertanyaan yang hanya memerlukan jawaban 'ya atau tidak' itu seolah menekannya. Karena memang ia tau semua kelakuan sahabatnya itu, kecuali fakta Hinata dan Sakura juga termasuk didalamnya. Namun ia diam seolah mendukung sang sahabat.
Lalu jawaban seperti apa yang ingin Ino dengar darinya.
"Ya." Itu pilihan Gaara.
Ino diam sejenak, belum juga ia kembali membuka mulut untuk bertanya, Gaara sudah memberi jawaban terlebih dahulu.
"Kenapa aku diam?" Ia mengutarakan apa yang mungkin akan ditanyakan oleh gadis itu. Dan ia berhenti berjalan, diikuti oleh Ino.
"Itu karena aku melihat kau sangat bahagia bila bersama Sasuke," Gadis bersurai pirang panjang itu diam memperhatikan. "Seolah kebahagianmu adalah Sasuke."
Mulut Ino yang akan terbuka kembali tertutup ketika jari telunjuk Gaara di tempelkan pada bibirnya, sebagai isyarat melarangnya untuk berbicara dulu. "Sssttt..."
"Kalau kau bahagia dengan hubunganmu, lalu untuk apa aku ikut campur?" Gaara tersenyum kecil. "Sebenarnya aku mengira kau sudah tau semua yang dilakukan Sasuke." Sebelum kembali melanjutkan, Gaara sedikit menimbang kalimat yang akan ia utarakan pada gadis itu.
"Kau tau apa yang aku pikirkan?"
Ino menggeleng.
Gaara tersenyum miring lagi.
"Aku menganggapmu seperti gadis-gadis yang setiap malam menemani Sasuke," Ino mengertukan keningnya tak terima, namun ia belum protes karena tau Gaara masih akan melanjutkannya.
"Kau hanya ingin mendapat status sebagai kekasih dari pemuda yang paling diinginkan di Konoha Gakuen dan status Sasuke sebagai pemuda kaya raya. Apa lagi kalau bukan uang."
Sungguh ia bisa mengatakan kalimat panjang yang selama ini ia pikirkan tentang gadis yang ia sukai dengan lancar.
Karena ia bukan tipe yang akan mengutarakan apa yang ada dipikirannya. Tidak pernah sebelum ini.
Sebuah cubitan pada perutnya, membuatnya mengadu kesakitan. "Aw."
Ya, Ino mencubitnya.
"Jahatnya." Komentar gadis itu.
Kemudian, "Ya, bermusuhan dengan Sasuke, hanya akan mendapatkan neraka dunia. Tapi aku tidak akan menukar kenyamananku dengan itu. Pengkhianatan adalah suatu hal yang tak bisa aku maafkan." Tambah Ino yang membuat Gaara mengabaikan rasa sakit pada perut sixpack-nya.
Gadis itu menunduk saat mengatakannya.
Gaara dibuat diam akan hal itu. Ia bukan seorang yang pandai menghibur orang lain, juga tidak bisa menenangkan gadis yang sedang bersedih. Jadi apa yang bisa ia lakukan selain diam?
Kediamannya membuat Ino mendongak dan tersenyum setelah melihat Gaara speechless. Mungkin apa yang tengah ia rasakan juga telah dirasakan oleh pemuda itu. Jadi, mungkin saja Gaara juga tidak bisa memaafkan kesalahan yang satu itu. Karena itulah pemuda itu meminta tolong padanya malam ini. Karena mereka sama.
"Ayo antar aku pulang." Ucap Ino membuyarkan lamunan Gaara.
Setelah sadar, gadis itu sudah berjalan mendahuluinya.
Masuk kedalam mobil yang kemudian disusul oleh Gaara. Ino mengeratkan jas milik Gaara yang kini melekat pada tubuhnya. Sampai mobil kembali berjalan menuju ke kediamannya, tak ada yang kembali bersuara.
Perjalanan mereka hanya diisi dengan kebisuan.
Sebuah rumah minimalis, menjadi tanda berhenti mobil sport mewah itu. Saat mobil berhenti, Ino memutuskan untuk langsung turun.
Namun Gaara juga ikut turun. Pemuda itu kembali mendekat dimana Ino berdiri. Gadis itu diam, menunggu. Mungkin masih ada yang ingin disampaokan oleh pemuda itu.
"Terimakasih telah membantuku malam ini, dan maaf telah membawamu kedalam masalahku."
Ino paham, masalah yang dimaksud Gaara. Dalam kebohongan mereka menjadi sepasang kekasih, membuat Ayah pemuda itu memutuskan untuk mereka segera menikah. Ia tertawa kecil mengingat itu.
Sampai membuat Gaara mengerutkan kening tak mengerti. Lucu saja menurut Ino, padahal kekasih Gaara adalah gadis yang akan dijohkan dengannya, tapi malam itu Gaara malah membawa kekasih palsunya.
Dan sepertinya membuat kecewa kedua orang tua Hinata, khususnya sang ayah. Dan jangan lupakan wajah Hinata yang malam itu seolah kaget dengan status mereka. Apa mungkin gadis pendiam itu percaya dengan status palsu mereka dan malah berpikir kalau selama ini, Ia dan Gaara telah menjalin hubungan dibelakang?
Ino mengenal Hinata, gadis kalem itu mudah percaya dengan orang.
Dari pada membuat Gaara binggung, kenapa ia tertawa, Ino akhirnya bersuara. "Bagaimana kalau Hinata berpikir yang iya-iya tentang hubungan kita? Seperti, menganggap kita benar-benar berselingkuh dibelakangnya?" Mengutarakan isi pikirannya.
Gaara seolah tak terusik dengan itu, pemuda dengan tato kanji AI dikening itu malah meletakan kedua tangannya pada saku celana yang ia pakai.
"Biarkan dia juga berpikir kalau yang ia lakukan itu salah." Pemuda itu memberi jawaban dengan nada datar.
Ino masih menatap wajah tampan didepannya.
"Dan biarkan Hinata sadar bagaimana sakit hati itu." Gaara menambahkan. "Bagaimana rasanya dikhianati oleh sahabatnya sendiri dan kekasihnya." Lanjutnya.
Gadis bersurai platina itu mengedipkan mata birunya dua kali, merespon kalimat temannya itu. Dan kini ia memilih menyilangkan kedua tangannta di depan dada.
"Aku tidak tau kalau kau sekejam ini?"
Kalimat Ino membuat pemuda itu memperhatikannya. Turquoise dan aquamarine bertemu.
"Aku memang tak pernah baik pada seseorang selama ini." Masih dengan menatap intens aqumarine didepannya ia berbicara.
Kedua pasang mata berbeda warna itu masih saling menatap. Mencoba mencari arti dari kalimat yang keluar dan mereka dengar.
'Apa Gaara sepatah hati itu?' Memang disaat terluka tak mungkin hati kan baik-baik saja, seperti dirinya.
Saat kepercayaanmu dikhianati.
Mereka hanya dua orang yang mencoba bertahan dari sisa luka dan kehancuran.
"Oyasumi." Ucapan selamat tidur itu terlontar dari bibir Gaara, setelah lama diam dalam kebisuan. Memutar langkahnya untuk menjauh namun Ino menahannya.
Dengan senyum yang terpantri indah pada wajah ayunya, ia menahan Gaara untuk pergi. "Sebentar." Ucapnya kemudian.
Gaara menunggu.
Ino melepas jas ia kenakan, dan dikembalikannya pada sang pemilik. "Aku tidak mungkin menjadikan jas mahalmu ini teman tidurku lagi." Kata lagi yang sengaja ia tekan.
Gaara tersenyum, ia paham karena jaket yang seminggu lalu ia berikan pada Ino. "Jadi kau menjadikan jaketku teman tidurmu minggu lalu?" Pertanyaan yang diajukan dengan seringai jail.
Ino dibuat diam, apa ia salah bicara?
Gaara ikut diam, meski dalam hati ingin terbahak.
"Aku tidak keberatan, kalau kau ingin aku yang menemani tidurmu."
"Haaa?" Seolah syok yang dibuat-buat ketara Ino tunjukan.
"Bagaimana perasaan Sasuke ya, bila itu terjadi?" Gaara bertanya pada dirrinya sendiri dan dijawab gelengan oleh Ino.
Memang Gaara cukup penasaran dengan jawaban dari pertanyaannya itu. Dan keinginan terliarnya bukan hanya jaket atau jas yang menemani gadis itu tidur tapi dirinyalah yang ada disampingnya saat terjaga.
"Sudahlah." Respon Ino yang tentu saja tak tau apa yang tengah dipikirkan oleh temannya itu. Gadis itu berbalik untuk menuju kedalam rumahnya, membiarkan Gaara masih mematung disana.
Suara pintu tertutup, membuat Gaara tersadar dari lamunan liarnya. Pemuda itu mendengus, setelah nyenyunggingkan senyum seolah mengejek dirinya, lalu ikut pergi. Masuk kedalam mobilnya dan mengendarainya untuk pulang ke rumahnya sendiri.
.
.
.
Sasuke baru saja baru saja memarkirkan mobilnya pada halaman rumahnya yang kebetulan siang itu terlalu ramai dari biasanya. Ada mobil yang tak ia kenali terparkir disana.
Mengabaikan pertanyaan hatinya, milik siapa mobil itu dan apakah keluarganya sedang menerima tamu? Ia melenggang masuk lewat pintu utama dengan keadaan yang sangat kacau.
Bagaimana tidak kacau, bila beberapa malam sebelumnya ia habiskan untuk minum sampai mabuk dengan setelan yang sama kacaunya dan ia tidak pulang ke rumah dalam beberapa hari ini. Meski tak mengurangi pesonanya. Jadi jangan lupakan kepalanya yang masih berat dan aroma alkohol tercium darinya.
Suara tawa kecil dari ayahnya, terdengar diruangan itu. Entah apa yang sedang orang-orang itu bicarakan. Namun seketika itu berhenti saat melihat bungsu Uchiha memasuki rumah.
Sasuke akan segera menuju kamarnya, setelah melihat ada beberapa orang dalam ruang tamunya karena itu tak penting untuknya. Namun panggilan sang kakak membuatnya harus berhenti.
"Kemarilah sebentar," Itachi mendekati sang adik. Itu ia lakukan, untuk mengurangi kemurkaan sang ayah, yang sudah bisa dipastikan olehnya. "Kita kedatangan tamu, mereka adalah keluarga Hyuga."
"Hyuga?" Beo Sasuke menatap sang kakak.
Entah kepalanya yang tadinya berat, kini seolah terangkat apapun itu yang menindih kepalanya setelah mendengar nama dari orang yang paling tidak ia sukai.
Itachi menganggung. "Kau mau bergabung sebentar atau kau mau membersihkan diri dulu?" Tanya sulung Uchiha.
Namun belum Sasuke menjawab, sang ayah sudah berdiri dan bertanya. "Kau dari mana?"
Enath pertanyaan yang mana yang akan ia jawab dulu. Tapi pandangan matanya sibuk mencari satu sosok yang ada disana. Dan ketemu, meski matanya sedikit tak jelas karena rasa kantuknya tapi ia cukup jeli menemukan seorang Hyuga Hinata juga ada disana.
Melihat Hinata juga ada diacara keluarga besarnya seperti ini. Itu membuat ia berpikir bahwa acaranya ini bukan sekedar acara bertamu biasa.
"Ada acara apa ini?" Tanyanya yang cukup terdengar oleh beberapa pasang telingga.
"Lebih baik kau rapikan dirimu dulu, lalu bergabung dengan kami." Tanggapan sang ayah.
Itachi sedikit lega, karena sang ayah tidak akan marah didepan para tamunya. Apa lagi tamunya dari keluarga terhormat, seperti Hyuga.
"Kau mengenal Hyuga Hinata?" Itachi masih setia berdiri disampingnya. "Dia juga satu sekolah denganmu." Tambahnya.
"Tidak." Cukup lantang, jelas dan cepat jawaban yang ia berikan. Sebelum berjalan meninggalkan ruang tamu rumahnya. Ia tak peduli dengan acara yang sedang berlangsung dan tak peduli dengan orang-orang yang ada disana.
Itachi mengerut. Dalam hati, adiknya itu suka sekali mencari masalah. Apalagi membuat ayahnya murka.
Fugaku sudah akan mengejar sang putra, tapi si sulung yang mendahului. "Biar aku yang bicara pada Sasuke." Pinta Itachi.
Sesampainya di kamar ia segera menuju kamar mandi. Tujuannya adalah mendinginkan pikirannya yang lagi kacau dibwa guyuran shower.
Sebenarnya apa yang membuat keluarga Hyuga datang? Dan apa Hinata baik-baik saja setelah kejadian beberapa waktu yang lalu? Bukankah gadis itu juga ada disana? Maksudnya bagaimana hubungannya dengan Gaara? Kenapa ia sudah ada waktu untuk ikut keluarganya bertamu.
Apa lagi ke rumah salah satu orang yang begitu membencinya. Tidak mungkin Hinata tidak tau, rumah siapa yang akan ia kunjungi, dan lebih tidak mungkin lagi kalau ia tidak tau marga Uchiha yang ada dibelakang nama Sasuke kan?
Otak jeniusnya sedang malas mencari jawab sendiri, ia sedang ingin segera menenggelamkan kepalanya yang rasanya mau pecah pada bantal sekarang.
Dengan hanya menggunakan handuk yang melilit pada pinggang, ia keluar dari kamar mandi yang menjadi satu dengan kamarnya yang luas.
Sedikit terdiam, melihat sang kakak sudah berdiri didepan jendela besarnya dengan melipat tangan di depan dada.
Itachi menoleh, melihat Sasuke telah keluar dari kamar mandi. "Kau dari mana?" Tanpa merubah posisinya ia bertanya.
Mengabaikan keinginan untuk berganti baju, Sasuke duduk ditepi ranjang. "Apa yang membawa Hyuga datang kemari?" Bukannya menjawab, melainkan sebuah pertanyaan yang memang sedang ia pikirkan sejak tadi.
"Tentu saja untuk mempererat kerjasama antara Hyuga dan Uchiha." Jeda sejenak Itachi ambil sebelum melanjutkan dengan suara yang lebih lirih. "Ayah ingin menjodohkanmu dengan Hinata."
Sasuke hanya menanggapi dengan seringai mendengar kata kerjasama dengan cara perjodohan, alasan yang klise. Dan menjadi hening cukup lama diantara kedua bersaudara itu.
Sampai Itachi kembali bersuara, kali ini ia membawa langkahnya untuk mendekati sang adik. "Katanya kau akan membawa Ino ke rumah?" Tanyanya setelah tepat berdiri didepan sang adik.
Sasuke hanya memandang sang kakak sekilas yang menjulang tinggi berdiri didepannya, sebelum kemudian ia menunduk. Pandangan onyx-nya tertuju pada karpet tebal yang kini menjadi alas untuk kakiknya.
"Kau baik-baik saja?"
Semua orang tau seberapa besar pedulinya seorang Uchiha Itachi kepada adiknya. Karena itu dia paham, dengan perubahan raut muka sang adik. Ia tau Sasuke orang yang pendiam, tapi adiknya itu tidak akan memasang wajah masam seperti ini bila berhadapan dengannya.
Jadi sekarang apabila Sasuke cemberut seperti ini, itu tandanya sedang ada yang tidak beres.
Kini Itachi ikut duduk disamping Sasuke, karena merasa tak mendapat respon disetiap pertanyaannya. Mungkin butuh waktu untuk adiknya bercerita.
Terdengar helaan napas dari mulut bungsu Uchiha. "Karin menghancurkan semuanya." Sebelum sebuah gumaman kecil terdengar oleh sepasang telingga pria dewasa yang ada disitu.
Pria dewasa itu masih diam, tak langsung menjawab. Ia cukup kenal siapa itu Karin, Uzumaki Karin. Sepupu dari sahabat kentalnya Sasuke dan bahkan juga menjadi teman sejak kecil dari Uchiha Sasuke.
Tapi bukankah gadis itu sudah lama menetap diluar negeri?
Sasuke menoleh pada sang kakak.
"Mungkin sekarang, Ino sudah benar-benar membenciku." Ia tak bisa menceritakan semuanya dan yang sebenarnya pada sang kakak, bisa-bisa Itachi malah yang akan marah padanya.
"Apa yang terjadi?"
"Kami putus."
Dua pasang onyx saling berpandangan dalam diam.
Itachi menghela napas pendek sebelum memutus tatapannya dan sebuah tepukan halus ia berikan pada pundak sang adik. Apa yang bisa ia lakukan, selain medebak mungkin Karin penyebabnya. Karena sejauh Itachi tau gadis itu menyukai Sasuke sejak dulu meski tak terang-terangan, bisa dilihat dari betapa Karin begitu peduli pada adiknya ini.
"Mungkin saat ini kalian butuh waktu untuk menguji cinta kalian." Ucap si sulung Uchiha.
Sedangkan Sasuke hanya tersenyum miring mendengarnya. Sejak kapan sang kakak jadi mengerti soal cinta dan hubungan? Selama ini yang ada didalam kehidupan Itachi hanyalah pekerjaan dan pekerjaan. Karena itulah meski sudah cukup umur untuk menikah dia tetap asik sendiri.
Tapi mungkin benar apa yang dikatakan oleh kakak tersayangnya itu. Ino butuh waktu untuk mengerti dengan apa yang terjadi. Gadis itu tak akan lari kemanapun, tidak akan bisa jauh dari dirinya. karena selama ini begitulah kenyataannya.
Meski Itachi tak tau apa yang terjadi yang sebenarnya.
Intinya selama ini, apa yang ia lakukan, kebiasaan bejatnya itu lolos dari pengetahuan keluarganya. Terutama sang kakak yang selalu menganggap dirinya sosok penurut dan patuh padanya meski kadang menyebalkan.
"Kenapa Hyuga tak dijodohkan denganmu saja Nii-san?"
Itachi hanya mengerutkan kening dengan pertanyaan sang adik. "Karena aku tidak mau." Sebelum menjawab enteng.
Kening Sasuke yang kini dibuat mengerut. "Dan kau pikir aku mau?" Si bungsu Uchiha segera menjawab lantang.
Kesalahan sebenarnya, ia memutuskan pulang tadi, padahal ia ingin istirahat total tapi di rumahnya malah disuguhi kabar yang menjijikan. Kenapa akhir-akhir ini, Sasuke merasa hidupnya tak berjalan sesuai keinginannya?
"Seharusnya kau tidak bisa menolak nii-san, karena kau belum punya kekasih. Sedangkan aku, aku sudah punya kekasih dan aku tidak mau dijodohkan."
Itachi hanya tersenyum dengan kecerewetan Sasuke , karena itu tandanya sang adik telah kembali ke mood biasanya.
"Ya sudah, kita tolak saja kerjasama Hyuga." Enteng si sulung Uchiha.
Sasuke enggan menanggapi. Toh ia tak peduli dengan kerjasama atau apapun itu.
Complications
Sebelum senja menghilang dari garis cakrawala terlihat mersedes benz, berhenti tepat didepan sebuah toko bunga yang ada dipusat Kota. Disana tertulis Yamanaka florist.
Dan seorang wanita berumur sekitar dua pulu lima tahunan keluar dengan setelan formal yang elegan. Ditambah dengan kacamata hitam dan rambut pirang cerahnya yang ia ikat dua.
Tubuh semampai itu mulai masuk kedalam toko.
Bunyi cring membuat Ino melihat kedireksi sosok yang baru saja masuk.
"Maaf, kami sudah akan tutup." Terang sang gadis pemilik toko sopan.
Tentu saja Ino tak ingin menolak pelanggan, tapi ia memang akan tutup dan ia sudah sangat lelah untuk hari ini.
"Mungkin anda bisa kembali besok." Lanjutnya.
Tapi seolah tuli, sosok itu malah mendekat kemeja kasir yang kebetulan Ino ada disana. sedikit melepas kacamatanya untuk mengamati sosok cantik yang berdiri dibalik meja kasir.
Ino yang tak mengerti hanya menyunggingkan senyum rama untuk setiap pelanggan yang memang biasa ia berikan.
Merasa kalau gadis yang ia amati sedikit risih, Temari segera menanggalkan kacamatanya. Dan ia berucap. "Yah... sayang sekali, padahal aku ingin membeli beberapa buket untuk kedua orang tua dan saudaraku."
Rasa kecewa pelanggan itu bisa ditangkap oleh Ino. Namun kini yang menarik perhatiannya bukanlah kekecewaan pengunjung itu, melainkan sosoknya.
"Te-ma-ri-san?" Ejah Ino ragu.
Ya, siapa yang tidak tau sosok model terkenal di prancis asal Jepang itu? Sepertinya tidak ada yang tidak kenal dengan sosoknya, apa lagi dikalangan fashionista seperti Ino?
Temari mengangguk. Meski ia sedikit tidak percaya, bahwa gadis ini mengenalnya. Jadi bolehkan ia bangga bahwa di negaranya banyak juga yang mengenalnya.
Dengan menggunakan namanya ia mencoba merayu gadis itu untuk melayaninya. "Jadi bisakan kau membuatkan empat buket untukku?" Mohonnya.
"Baiklah, seperti apa yang kau inginkan?" Entah rasa lelahnya hari ini seolah menghilang, digantikan dengan kegembiraan melihat sosok yang ia idolakan itu.
"Hmmm... terserah kau saja, mungkin sebuah bunga yang menandakan kasih sayang." Terang Temari yang langsung mendapat anggukan dari Ino.
Saat menunggu Ino merangkai bunga pesanannya, mata jade Temari tak lepas dari gadis itu. Cantik memang dan tubuhnya juga indah, ia bisa menjadi model.
Sampai tak menyadari saat Ino telah menyelesaikan pesanannya. Lima buket bunga yang indah telah selesai ia rangkai yang kini tertata rapi di meja kasir.
"Jadi berapa semuanya?" Tanya Temari sedikit telat.
"Semuanya lima puluh ribu yen."
Tak ingin membuat Ino menunggu lagi, segera ia mengeluarkan uang pecahan seratus ribu yen dari dompet bermerk chanel.
"Sisanya tips untukmu, thanks."
"Ehh? Tapi ini terlalu banyak." Tolak Ino saat hendak memberikan kembaliannya.
Temari tersenyum. "Anggap itu bayaran untukmu karena sudah mau aku repotkan dan aku menyukai bungannya." Setelah menyelesaikan kalimatnya sosok cantik itu melenggang pergi tanpa menunggu Ino berkomentar lagi.
"Arigatou." Teriak Ino sambil berojigi.
.
.
.
Dengan bersenandung lagu lama berjudul first love milik Utada Hikaru, dengan cukup lantang. Wanita itu memasuki kediaman orang tuanya yang begitu besar. Wajahnya berseri dapat dilihat dari senyum yang terukir disana.
Sampai empat orang yang sedang akan menikmati hidangan makan malamnya, diam saling berpandangan, namun tidak termasuk bungsu Sabaku. Gaara hanya diam melihat tingkah kakaknya yang biasanya tenang dan judes itu.
"I'm home." Ucap Temari, saat telah sampai pada ruang makam rumahnya.
Sebuah ciuman untuk ayah dan ibunya ia berikan. Tak lupa dengan buket bunga yang ia bawa. "Ini untuk ayah, ini untuk ibu, ini untuk Kankuro dan ini untukmu." Satu persatu buket itu berpindah tangan.
Meski masih tak mengerti, keempat orang itu menerima buketnya. Meski Gaara, langsung meletakan buket itu tanpa minat setelah menerimanya tadi."
"Ada acara apa Temari?" Tanya sang ibu.
Sulung Sabaku itu, memilih untuk duduk sebelum menjawab pertanyaan sang ibu. "Hmmm, tidak ada."
"Yamanaka florist?"
Pernyataan Kankuro membuat Gaara menghentikan aktivitas makannya. Mata jade-nya melirik wanita umur dua pulu lima tahun itu dengan memicing.
"Ya." Temari menganggung."Tadi sebelum pulang, aku mampir kesana." Kini matanya ikut menatap perubahan gerak gerik si bungsu.
"Apa yang kau lakukan disana?" Tiba-tiba Gaara bersuara, yang langsung membuat seluru pasang mata memperhatikannya. Karena ada nada tak suka dari suaranya.
"Tentu saja membeli bunga, cantik bukan bunganya? seperti pembuatnya, kau suka kan?" Goda Temari yang tak merasa terganggu akan ketidak sukaan sang adik.
Gaara semakin memicing menatapnya. Sampai sang ibu yang harus memisahkan perdebatan yang mungkin akan terjadi antara si sulung dan si bunggu keluargannya itu.
Sebenarnya, Temari tau tentang Yamanaka Ino dan toko bunganya dari adik keduanya, yaitu Kankuro. Setelah pulang beberapa minggu lalu dan mengetahui Gaara akan dijodohkan, ia kembali ke Prancis karena pekerjaan.
Sampai gagalnya perjodohan itu karena sang adik bungsu memperkenalkan seorang gadis yang telah menjadi kekasihnya. Sulit dipercaya oleh Temari waktu Kankuro mengatakannya di telepone.
Dan ditambah, gadis itu adalah gadis biasa putri dari pemilik toko bunga Yamanaka yang ada dipusat kota. Jadi menambah rasa penasaran kakak tertua itu, namun bertanya pada Kankuro tak mengurangi rasa penasarannya, sebab sang adik kedua itu juga tak mengetahui sosok dari Yamanaka Ino.
Jadilah hari ini pas kepulangannya, ia memutuskan untuk melihatnya langsung.
"Jadi seperti apa gadis itu?" Tanya Kankuro yang sama penasarannya. Ia memang penasaran, tapi ia tak senekat Temari untuk mengunjunginya langsung.
"Hmmm... dia cantik, dan sepertinya dia gadis yang mendominasi." Ia masih mengabaikan tatapan tak suka dari Gaara.
Gaara sebenarnya khawatir kalau saja Temari bertanya yang tidak-tidak pada Ino, sedangkan gadis itu tak mengerti apa-apa. Juga tidak tau bahwa Temari adalah kakanya.
"Dia juga memiliki tubuh yang indah, sangat cocok untuk menjadi model." Temari melanjutkan penilaiannya.
"Dia tidak akan menjadi model dan jangan coba-coba mengajaknya menjadi model." Potong Gaara datar.
Namun Temari mengabaikannya. Ia memang suka menganggu adiknya yang mudah marah ini.
"Kalau dia mau jadi model, kau bisa apa?" Sengaja ia bertanya dengan seringai menjengkelkan yang ia buat-buat.
"Aku kekasihnya, jadi aku akan melarangnya." Entah Gaara yang biasanya selalu tenang, kini malah terpangcing oleh ucapan sang kakak itu.
"Kau yakin bisa mengendalikannya? Aku lihat malah kau yang akan dikendalikan olehnya."
"Temari...?" Lagi-lagi ibunya harus memperingatkan sang anak perempuan untuk tidak membuat mood Gaara buruk.
"Ayah menyukainya?" Kini malah ia membawa orang tuanya dalam perbincangannya. "Ibu juga kan?"
Entah menyukai siapa dan apa yang dimaksud Temari, mungkin gadis yang sedang mereka bicarakan atau bunga yang ia bawa. Karena kalimat tanya itu mengandung makna ganda.
Ayahnya tak menjawab, ia sekilas melihat pada si bungsu, sebelum kembali menyantap makan malamnya. Sedangkan sang ibu juga sekilas menatap pada Gaara, namun kemudian beralih pada si sulung.
"Bunganya cantik dan Ino-chan juga cantik." Komentar sang ibu yang membuat Gaara menatapnya. Dan tentu saja disambut senyum sumringah oleh Temari karena ia mendapat respon.
"Jadi ayah dan ibu merestuinya?" Sang ibu tak menjawab melainkan menoleh pada sang suami. Ia takut salah memberi jawaban, karena memang bukan porsinya untuk menjawab.
"Lalu kapan mereka akan menikah?" Ia kembali bertanya, meski pertanyaannya belum juga terjawab.
"Kami masih sekolah Temari." Jawab Gaara tegas. "Dan dari pada kau memikirkan pernikahku, lebih baik kau pikirkan dirimu, kau tidak mau disebut perawan tua kan?"
Kalimat Gaara seketika membuat Kankuro yang sedang menikmati makannya tersedak dengang tidak elegan. Dengan masih terbatuk-batuk ia menahan tawanya. Sejak tadi ia memang enggan ikut campur berbincangan kakak dan adiknya itu.
Seketika semua menatap Kankuro, kecuali Gaara. Temari memicing tajam kearahnya seolah adik keduanya itu membenarkan ucapan si bungsu.
"Ugh, kau tenang saja, diluar sana sudah banyak laki-laki mapan yang siap menikahiku kapan saja kalau aku mau."
"Baguslah, dan sebaiknya kau segera menikah." Gaara beranjak dari sana, setelah mengucapakan hal itu. Tanpa pamit ia pergi.
Setelah kepergian Gaara, suasana meja makan menjadi lebih hening.
~To Be Continued~
See you next...
