Chapter 24 : Epilogue

.

.

.

.

.

Hiruk pikuk bandara adalah hal yang tidak asing lagi bagi gadis bersurai merah jambu itu. Sejak empat tahun terakhir, bandara adalah tempat yang memiliki love-hate-relationship dengannya. Pertemuan dan perpisahan. Kali ini, ia memutuskan untuk menyukai bandara.

Tanpa terasa empat tahun berlalu. Haruno Sakura sudah menginjak usia 22 tahun. Cepat bukan? Rasanya baru kemarin Sakura adalah gadis 13 tahun yang mengamuk karena dijodohkan orang tuanya. Sekarang, gadis 13 tahun itu sudah tumbuh menjadi perempuan dewasa lulusan Universitas Harvard.

Sakura berjalan mendorong troli besar berisi koper raksasa miliknya. Ia membawa seluruh barangnya dari Amerika untuk dibawa pulang ke Jepang. Ia sudah memutuskan untuk berkarier di negara kelahirannya.

Sakura menghela nafas dan kembali berjalan menuju pintu keluar gerbang kedatangan. Matanya tidak berhenti menyisir ruangan luas tersebut, mencari-cari sosok pria berambut raven yang seharusnya akan menjemputnya disini. Tapi sepertinya tunangannya itu telat, lagi. Serius, Sasuke selalu telat, bahkan sejak pertama kali mereka bertemu di cafe.

Sakura sedikit berjinjit untuk memastikan keberadaan Sasuke, matanya terus melayang ke seluruh penjuru ruangan hingga akhirnya—

BRUK!

"Ahh!"

Sakura tidak sengaja menabrak seseorang dengan troli dan koper raksasanya.

"Ma…af—" Sakura tertegun.

"Sakura?"

"Sasori?"

.

.

.

.

.

"Jadi kau akan menetap di Jepang?" tanya Sasori yang sekarang duduk berdampingan dengan Sakura di kursi tunggu. Ia sedang menunggu temannya yang juga datang dari Amerika.

"Ya, begitulah. Aku lebih nyaman berada disini. Selain itu…" Sakura menjeda perkataannya, "aku akan menikah dengan Sasuke tahun depan." Lanjutnya sambil tersenyum tipis. Sama sekali tidak ada keraguan dalam nada bicaranya.

Meski sedikit terkejut, Sasori buru-buru tersenyum, "selamat ya. Kurasa kalian memang sudah ditakdirkan bersama sejak awal."

Paham dengan situasi canggung ini, Sakura cepat-cepat mengganti topik, "bagaimana denganmu? Kau sudah lulus kuliah astronomi kan? Sedang sibuk apa sekarang?"

"Aah… aku berhenti kuliah astronomi sejak saat itu. Aku baru lulus kuliah di fakultas bisnis tahun lalu. Sekarang sedang membantu orang tuaku di perusahaan." Ujar Sasori dengan tenang dan disambut dengan wajah kebingungan Sakura.

Sudah mengantisipasi reaksi itu, Sasori melanjutkan, "ingat kan aku pernah berjanji untuk memberitahumu alasan kenapa… kita harus berakhir? Aku selalu ingin memberitahumu, tapi aku menunggu saat yang tepat. Kurasa inilah saatnya."

Sasori membuka mulutnya perlahan, menarik nafas panjang sebelum menjelaskan. "Selama lima tahun terakhir ini, keluarga Uchiha menjadi investor terbesar dalam perusahaan keluargaku. Karena itu, perusahaan keluargaku terus berkembang dan tidak jadi bangkrut."

Sakura semakin bingung, apa hubungannya dengan keluarga Uchiha?

"Lima tahun yang lalu, perusahaan keluargaku hampir bangkrut. Ayahku ditipu habis-habisan dan semuanya kacau. Ratusan karyawan ayah terancam dipecat dan kehilangan pekerjaan. Itu semua terjadi di minggu-minggu terakhir kita bersama." Ujar pria bersurai merah tersebut.

"Tapi, tak lama kemudian aku tidak sengaja mendengar percakapan orang tuaku. Katanya, keluarga Uchiha bersedia untuk menutupi kerugian itu dalam bentuk investasi. Tentu saja ayahku menyambutnya dengan sangat baik. Tapi…" Air wajah pria 25 tahun itu berubah menjadi sendu.

"Menurutmu apa yang akan terjadi jika keluarga Uchiha tahu aku berpacaran dengan calon tunangan anak bungsu mereka?" Sasori menatap Sakura dengan serius.

Dan disaat itu juga, seperti ada pintu yang terbuka lebar di pikiran Sakura. Jadi begitu… Sekarang Sakura paham.

"Demi perusahaan, demi keluargaku, demi karyawan ayahku, demi kebaikan lebih banyak orang, I had to take the fall." Lanjut Sasori sambil memalingkan wajah dari Sakura.

"Maaf. Aku yakin perbuatanku membuatmu sangat sakit dan menderita."

Sakura masih tertegun. Sejak dulu, ia yakin bahwa Sasori pasti memiliki alasan kuat untuk mengakhiri hubungan mereka secara mendadak. Dan selama bertahun-tahun ia memikirkan apa alasan itu sampai-sampai Sasori melakukan hal yang sangat egois? Ternyata, alasannya sangat jauh dari kata egois.

"Kenapa kau berhenti kuliah astronomi? Bukankah itu mimpimu?" Tanya Sakura yang belum puas.

"Itu mimpiku, dulu. Perusahaan ayahku sedang dalam keadaan yang buruk, sebagai anak, bukankah sudah seharusnya aku membantunya? Dengan kuliah astronomi, aku tidak akan bisa membantu apapun. Lain ceritanya jika aku kuliah bisnis. Sekali lagi, ini hanya pengorbanan kecil untuk kebaikan lebih banyak orang."

Sakura kembali tertegun mendengar penjelasan itu. Rasanya tidak asing dengan cerita semacam itu. Tapi ending nya berbeda.

"Sasori… aku sudah memaafkanmu. Jadi, berhentilah merasa bersalah dan lakukan apa yang ingin kau lakukan dalam hidup. Jika kau terus-terusan memberikan hidupmu untuk orang lain, maka kapan kau akan hidup untuk dirimu sendiri?" Gadis itu menatap Sasori dengan tegas.

"Lagipula… Aku seharusnya bersyukur atas kejadian itu. Jika kau tidak mengakhiri hubungan kita, mungkin aku tidak akan menjadi seperti sekarang."

'—dan Sasuke mungkin akan mati.' lanjutnya dalam hati.

"Jadi…. kurasa itu adalah hal yang baik, Sasori-senpai."

.

.

.

.

.

Sakura's POV

Aku menatap jalan raya yang membentang luas di hadapanku. Menikmati setiap detik yang kulewati di dalam mobil ini. Mobil bersejarah yang menyimpan banyak kenangan dengan Sasuke.

Pertemuan dengan Sasori tadi sangat mengejutkan. Siapa sangka setelah lima tahun akhirnya bisa bertemu dengannya lagi?

Dipikir-pikir, apa yang dialami Sasori hampir sama dengan yang Sasuke alami, bedanya…

Sasori menyerah akan mimpinya demi orang lain.

Sasuke tidak menyerah akan mimpinya.

Sasori mengorbankanku demi hal yang lebih penting.

Sasuke mengorbankan berbagai hal demi diriku.

Tanpa sadar aku tersenyum dan mengalihkan pandanganku pada Sasuke yang sedang fokus menyetir.

"Kau gila ya?" Tanya Sasuke singkat. Tipikal Sasuke.

"Tidak, aku hanya… bahagia." kataku.

Sasuke tersenyum kecil, "simpan kebahagiaanmu untuk pernikahan Itachi-nii dan Izumi nee-san nanti."

.

.

.

The End.