"Felicia, tetap di belakangku."
Dengan satu kalimat itu, Hibari menerjang dan menendang satu orang di depan dan merebut senjatanya. Dengan liar namun akurat menembakkan peluru ke pasukan-pasukan di depannya. Sesekali melompat dan menendang orang-orang yang mengepungnya. Delapan, sembilan, sepuluh…
BANG!
Satu tembakan. Senjata yang direbut Hibari berhasil dilepaskan dari tangannya.
BANG!
Dua tembakan. Mengenai dadanya.
Lutut Hibari terasa sangat lemas. Tubuhnya langsung jatuh terduduk dan perlahan ambruk di depan mata Feliciana.
"Pa…madre…?"
Hibari mengernyit menahan sakit sampai matanya menutup sempurna. Feliciana membelalakkan matanya yang berkaca-kaca.
Bau darah
Teriakan ibunya
Teriakan teman-temannya
Tubuh ibunya berada tepat di hadapannya tanpa nyawa
Perlahan namun pasti, dari sekujur tubuh Feliciana menguar flame berwarna ungu. Cloud flame. Persis seperti Hibari. Namun perlahan warna oranye bercampur dengan warna ungu dan perlahan-lahan menjadi hitam dan membentuk petir hitam yang menyambar kesana-kemari.
Yang Feliciana lihat hanya hitam, tubuh ibunya yang tergeletak lemas bersimbah darah, dan hanya terdengar teriakan-teriakan di sekitarnya
Mia Figlia e Dolce
By: Dee Cavallone
Story Lala-chan ssu
Katekyo Hitman Reborn! Fanfiction
KHR © Amano Akira-sensei (kalo ini punya kami berdua, udah pasti D18 bakal jadi main pair)
Rating: T
Genre: Romance/Family/Angst
Pair: D18 Forever Love
Setting: Seven Years Later (18: 23YO, D: 29YO)
Chapter 15: La Luce
"Dino-san, tenanglah." Ujar Tsuna melihat Dino yang kini grasa-grusu di Vongola HQ. Sesekali ia mendekatkan ponselnya ke telinga dan mengerang ketika jawaban yang ia dapat tak sesuai harapan.
"Sawada, aku sudah bertanya pada Kusakabe namun ia bilang tidak bertemu dengan Hibari." Ryohei datang dan menyampaikan kabar itu membuat Dino semakin panik.
Hibari itu kuat, Dino sangat tahu hal itu. Tapi bila ia berhasil dibawa kabur bersama dengan Feliciana, pasti ada hal yang tidak beres.
Tsuna menelisik seluruh bagian capel kecil tersebut. Tepat di dekat sepatu Feliciana yang terjatuh, ia menemukan sebuah benda kecil yang berkilat. Dengan hati-hati, ia mengambil benda itu dan memeriksanya.
"Tsuna…"
Tsuna mendongak dan menatap kakaknya. Dilihatnya wajah Dino yang pucat dan bercampur antara khawatir dan takut. Ia tak tahu keberadaan Hibari dan Feliciana, ia juga tak tahu apakah terjadi sesuatu pada mereka atau tidak.
"Dino-san, Hibari-san itu kuat. Aku yakin dia akan baik-baik saja dan melindungi Felicia-chan." Ujar Tsuna lembut, namun itu saja tidak bisa menenangkan Dino.
Tsuna kembali melihat benda yang ia ambil barusan. Memeriksanya dengan lebih teliti sebelum terdiam dan berbalik ke arah Gokudera.
"Gokudera-kun. Panggilkan semua guardian dan panggil Xanxus atau Squalo kemari. Segera." Perintah Tsuna dan langsung dikerjakan dengan patuh oleh Gokudera membuat Dino kebingungan.
"Tsuna? Ada apa?"
"Tidak apa, Dino-san. Semoga kita bisa menemukan Hibari-san dan Felicia-chan dengan ini."
~~oo00oo~~
"VRAAAOOOII! MANA BOCAH ITU?!"
BLETAK!
"ADUH! SAKIT, SIALAN!"
"Kau berisik, sampah. Ini bukan di hutan."
Dino terdiam sementara Tsuna menghela napas. Sedikit kesal karena alih-alih yang datang satu orang malah mereka berdua datang dan membuat keributan tak perlu.
"Xanxus, Squalo, sebetulnya tidak enak menanyakannya langsung setelah kalian datang tapi kamu tak punya banyak waktu," jelas Tsuna.
"Kalau begitu cepat katakan, sampah." Ujar Xanxus gusar
Tsuna menaruh barang yang ia pungut dan menaruhnya di hadapan Xanxus dan Squalo. Sebuah lambang famiglia.
"Kalian mungkin mengenal lambang ini. Aku memberi misi untuk mengatasi mereka beberapa bulan lalu." Ujar Tsuna tenang.
"Camorre famiglia," gumam Squalo. "Rupanya anggota mereka masih ada yang bergerak."
"Mereka menyerang langsung kesini? Nekad juga." Gumam Xanxus. Tsuna menggeleng mendengar perkataan Xanxus.
"Mereka tidak menyerang. Mereka menyusup masuk ke sekitar sini dan menculik Hibari-san dan…seorang anak kecil."
Squalo mengerjap. "Hibari…maksudmu cloud guardianmu?" tanya Squalo dan Tsuna hanya mengangguk.
"Siapa anak kecil yang diculik? Tadi aku masih lihat bocah sapimu itu." tanya Xanxus.
"Ng…itu…" Tsuna menjawab terbata-bata.
"Voi, sejak kapan ada bocah lain disini?" Squalo ganti bertanya.
"Ng…intinya nanti akan kujelaskan. Kalian bisa menolong kami kan? Kalian berdua saja juga cukup." Tsuna menatap kedua petinggi Varia itu lekat-lekat. Xanxus dan Squalo saling bertukar pandangan. Xanxus pun menghela napas dengan gusar.
"Baiklah, tapi kau berhutang penjelasan pada kami, sampah!"
~~oo00oo~~
Suara teriakan dan badan yang berjatuhan terus bergema di lorong tersebut. Sosok yang dibalut flame kehitaman berdiri tegak di tengah-tengah tumpukan tubuh yang terbaring tak berdaya. Setelah orang terakhir tumbang, barulah perlahan kepulan flame tersebut menghilang. Sosok gadis kecil yang tertutup flame tadi pun terduduk lemas dan menatap kosong tubuh yang terbaring dengan darah dari dadanya.
Sepertinya masih hidup, namun kesakitan.
Feliciana mulai menangis. Isakan pelan perlahan berubah menjadi jeritan. Sekali, ia biarkan dirinya menangis sekeras ini. Ia terbiasa selalu ceria dan menangis pun tak pernah sekeras ini. Seolah ada yang menggenggam jantungnya dan berusaha menariknya keluar dengan paksa. Pikirannya berkecamuk, seolah lembaran-lembaran ingatan yang sudah susah payah ia lupakan masuk kembali ke pikirannya.
Sisi egoisnya ingin menyalahkan seseorang, tapi siapa? Tidak ada yang melemparnya ke masa waktu ini. Salahnya sendiri masuk ke mesin waktu hingga sampai kesini. Ingin menyalahkan para penculik itu? Salahnya sendiri yang masih terlalu lemah.
Akhirnya hanya ia yang bisa disalahkan. Semua ini salahnya. Kematian ibunya juga salahnya.
Tanpa Feliciana sadari, salah seorang dari komplotan itu masih sanggup berdiri. Orang itu sudah siap menembak kepala Feliciana.
BANG!
BRUAK!
Feliciana menoleh ke belakang. Orang tersebut sudah terjatuh dengan bekas tembakan di kepala. Ia menoleh ke depan begitu mendengar langkah kaki yang terburu-buru.
"Felicia! Kyouya!"
Ia melihat sosok ayahnya yang berhambur ke hadapannya. Ayahnya langsung mengangkat tubuh Hibari dan menatap Feliciana yang nampaknya masih shock.
Tsuna menyuruh Ryohei untuk segera menyembuhkan Hibari. Dino menaruh Hibari kembali di lantai dengan patuh sementara Ryohei melakukan pekerjaannya. Dino menatap Feliciana dan merengkuhnya erat.
"Syukurlah…kau baik-baik saja…"
Saat itu entah kenapa Feliciana merasa ingin mati saja mendengar kata-kata ayahnya.
Sekitar beberapa menit, Ryohei selesai menangani Hibari. Felicia menatap wajah Hibari yang sudah tak mengernyit menahan sakit lagi. Sepertinya ia sudah tidak apa-apa, namun rasa bersalah Felicia tetap tak bisa dibendung. Ia kembali menangis dan menggenggam erat rok yang dikenakannya.
Dino tetap merengkuh tubuh kecil Feliciana. Membiarkannya menumpahkan semua rasa sakit yang tubuh kecil itu alami. Tak lama, kembali terdengar suara keributan. Namun Feliciana sudah terlalu lelah untuk bisa fokus. Perlahan matanya memberat dan kepalanya terkulai ke bahu Dino. Yang ia dengar terakhir kali hanyalah suara Tsuna yang mengisyaratkan Dino untuk mengikutinya dan sayup-sayup suara lainnya.
~~oo00oo~~
"Jadi? Apa penjelasanmu, sampah?"
Tsuna meneguk ludahnya. Sudah hampir empat tahun berlalu, hampir empat tahun Tsuna menjadi atasan Xanxus, namun di matanya Xanxus tetap mengintimidasi. Kini mereka ada di mobil yang mengantarkan mereka menjauh dari tempat penyekapan Hibari dan Feliciana. Tsuna menoleh ke arah Mukuro, seolah meminta pertolongan.
"Oya, oya. Masih tidak sabaran ya, Xanxus." Ujar Mukuro dengan nada isengnya.
"Dia sudah berjanji akan menjelaskan. Sekarang, jelaskan."
"Teme! Kau tidak bisa sopan sedikit?!"
"Maa, maa. Gokudera…"
Tsuna membetulkan posisi duduknya dan berdehem. Hal itu menyebabkan Xanxus dan Squalo menatap Tsuna.
"Jadi singkatnya, nama anak tadi Feliciana. Ia datang sekitar dua minggu yang lalu ke markas Vongola dan mengaku anak dari Dino-san. Setelah kami selidiki, dia anak Dino-san dari masa empat tahun yang akan datang. Dan mengenai mereka tadi, sepertinya Felicia-chan tertangkap saat bersembunyi di capel usang di tengah-tengah hutan dekat markas vongola. Dan Hibari-san mencoba menolongnya." Jelas Tsuna. Squalo mengangguk sedangkan Xanxus tak bereaksi.
"Lalu, dia anak si Bronco dengan siapa?" tanya Xanxus.
"Dengan Hibari-san tentunya." Ujar Tsuna cepat yang hanya dibalas gumaman Squalo. Lagi-lagi Xanxus tak bereaksi.
"Are, aku agak kaget kalian tidak menanyakan kenapa laki-laki bisa hamil." Ujar Mukuro.
"Memangnya kenapa, sampah? Si cebol itu bukannya juga sedang hamil karena ulahmu?" Xanxus melengos.
"Oya, apa maksudmu dengan 'ulahku', hah?" Mukuro nampak tak terima.
"Sudahlah, Mukuro. Toh ucapannya tidak salah." Ujar Tsuna membuat Mukuro meringis. "Aku terkejut kau bisa tahu, Xanxus. Padahal guardianku saja tidak ada yang tahu." Tsuna tersenyum 'manis'. "Aku penasaran bagaimana kau bisa tahu."
"Keh. Bukan urusanmu, sampah."
"Lalu? Kurasa masalahnya bukan itu saja." Lanjut Squalo. Tsuna mengangguk.
"Ya. Kami mencoba mengumpulkan informasi di masa depan bahwa… Hibari-san terbunuh."
Squalo mengerjap sedangkan Xanxus melirik sedikit ke arah Tsuna. Ah, setidaknya lebih baik daripada tidak ada reaksi sama sekali.
"VRAOI! Bagaimana caranya salah satu guardian terkuatmu itu terbunuh begitu saja, hah?!" tanya (baca: teriak) Squalo.
"H-hiii! D-dari yang kutahu…dari dunia Felicia-chan dia terbunuh karena melindungi Felicia-chan… dan sepertinya pelakunya memiliki dendam kepada Dino-san, jadi…" jelas Tsuna. Squalo menghela napas kasar dan menyenderkan tubuhnya ke sandaran kursi.
"Jadi maksudmu, ada kemungkinan bahwa Camorre famiglia lah pelakunya? Memang kau punya bukti selain penculikan ini?" selidik Squalo.
"Ng…saat ini…belum." Ujar Tsuna terbata. Squalo mendecih, lagi.
Tanpa disadari, mobil pun terhenti. Kini mereka ada di depan markas Varia.
"Kenapa kita kesini?" tanya Gokudera. Agak tak senang karena pasti ia akan bertemu dengan Belphegor.
"Vroi, kalau mendengar penjelasan kalian, sekarang ini kondisi tidak memungkinkan untuk kalian pulang ke markas kalian atau ke markas Cavallone. Sudah, sementara disini saja dulu!" kata Squalo sambil mengikuti Xanxus yang sudah masuk duluan dengan entengnya.
Tsuna dan para guardiannya plus Dino hanya saling menatap. Akhirnya mereka pun patuh dan mengikuti Xanxus dan Squalo masuk.
"VRAAAOOII! KAMI PULANG!" salam (teriak) Squalo. Xanxus kali ini mengabaikan Squalo yang berteriak dan memanggil Lussuria untuk membantu Ryohei membawa Hibari untuk dirawat lebih lanjut.
Dino menurunkan Feliciana dan membantu Ryohei menggendong Hibari. Disaat itulah, terdengar suara langkah kaki, suara teriakan Levi, dan suara tawa Bel yang khas. Dino tentu berekspektasi untuk segera melihat keributan, tapi tentunya Dino tidak mengharapkan akan melihat hal ini.
"MAMMAAAA!"
Sesosok anak kecil berambut keperakan pendek nan acak-acakan datang sambil setengah berlari. Namun dari cara berlarinya yang tertatih-tatih, dapat disimpulkan bahwa usia anak itu tak lebih dari satu tahun. Sekali, ia terpeleset kakinya sendiri dan jatuh, namun segera bangkit lagi dan memeluk kaki Squalo sembari terkekeh. Di belakangnya, ada seorang anak lagi berusia dua tahunan berambut hitam mengikuti dengan tenang.
Dino tak pernah membayangkan ada anak kecil di Varia. Tak pernah sedetik pun.
Yang lebih membuat Dino terkejut, Squalo langsung menggendong anak kecil tersebut dan anak itu memeluknya dengan senang.
Setelah memastikan Hibari telah aman, Dino mendekati Squalo yang kini menggendong anak berambut keperakan tadi.
"Squalo, ini anak siapa?"
Squalo menatap Dino santai, begitupula anak di gendongan Squalo. Tatapannya kelihatan tak berbahaya, namun cukup tajam.
"Apa maksudmu siapa?" tanya Squalo sambil memutar matanya.
"H-habis gak mungkin kalian menculik anak orang kan? M-maksudku-"
Mendengar celotehan Dino, Tsuna dan para guardiannya menatap ke arah Squalo.
"Manisnyaa…" Tsuna menatap anak berambut perak di gendongan Squalo. Mendengar itu, Squalo nampak menyeringai.
"Oya, sejak kapan kalian menculik anak? Memangnya Varia sudah kekurangan orang?" sindir Mukuro. Xanxus langsung memberi deathglare ke arah Mukuro.
"VOOII! Kami tidak menculiknya!" protes Squalo.
"VAAII!" anak kecil di gendongan Squalo mengikuti, lalu terkekeh. Manis sekali.
"Lalu itu anak siapa kalau bukan anak hasil culik?!" jerit Gokudera sementara Yamamoto menenangkannya.
"Anak siapa? Sudah jelas itu anak kami, dasar sampah." Xanxus mendengus.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"EEEEEHHHH?!"
"Apa-kapan-bagaimana-kenapa-" Dino terbata-bata.
"KENAPA TIDAK ADA YANG MEMBERITAHU?!" jerit Gokudera emosi, lagi.
"Yah, tidak ada yang perlu tahu juga." Ujar Squalo santai sambil membetulkan posisi gendongannya.
"Ah, jadi ini kenapa kau tidak bingung saat Tsunayoshi bilang dia hamil. Kau sudah coba rupanya." Ujar Mukuro. Xanxus hanya mendengus, lagi.
"Hmm…tapi jahat juga kalian tidak memberitahu." Goda Tsuna sambil menatap Xanxus dan Squalo.
'Ya elu juga ga ngasih tau udah nikah ama tuh nanas, jadi ya sama aja!' begitulah batin seluruh guardian Vongola plus Dino.
"Ah, tapi aku sudah tahu kok." Ujar Yamamoto
Hening…
Satu detik…
Dua detik…
Tiga detik…
"EEEEHHH?!"
"Sejak kapan kau tahu, yakyuu-baka?! Dan bagaimana kau bisa tahu?!" Gokudera sewot.
"Ahahaha. Dua tahun yang lalu aku sempat menginap disini untuk berlatih, sebelum aku disibukkan dengan misi. Waktu itu, dia masih bayi." Ujar Yamamoto sambil mengelus rambut bocah berambut hitam yang sedaritadi diam memperhatikan. "Yo, kau masih ingat aku?" tanya Yamamoto yang dihadiahi deathglare, seolah bocah di depannya sedang menilai apakah Yamamoto kawan atau lawan.
"Mana mungkin dia masih ingat. Dia baru tiga bulan saat itu, bodoh!" sungut Squalo. Yamamoto hanya tertawa.
"Kalau kau tahu harusnya kau memberitahu, yakyuu-baka!" protes Gokudera.
"Eh? Habis kupikir semua sudah tahu. Ahahaha~" ujar Yamamoto enteng.
'Ah, emang khas Yamamoto banget.' batin semua orang yang ada di ruangan.
"Tapi mereka manis sekali. Tak kusangka Xanxus bisa menghasilkan anak-anak semanis ini." Ucapan Tsuna dihadiahi deathglare dadakan dari Xanxus, namun diabaikan. "Hei, siapa namamu?" tanya Tsuna. Anak di gendongan Squalo pun menatap Tsuna.
"'Iya!" jawab anak itu lantang. Yang lain menelengkan kepalanya bingung.
"Kirra." jelas Squalo. Yang lain mengangguk paham.
"Heehh… Kirra ya…berapa umurmu, Kirra?" Tsuna kembali bertanya. Kirra langsung menatap Squalo dan Squalo hanya menyeringai membalas tatapan anaknya.
"Dia baru satu tahun bulan Januari kemarin." Jawab Squalo. Yang lain meng'ooohh' kan.
"Ahaha, kalau dia sudah besar nanti pasti dia akan jadi anak laki-laki yang keras kepala ya." ujar Tsuna sambil mengelus rambut keperakan Kirra.
"Siapa bilang dia laki-laki?"
"...eh?"
"Dia anak perempuan, bodoh! Kalian gak punya mata, voi?!" protes Squalo keras dan diikuti celetukan 'vai!' yang tak kalah lantangnya.
"Ya mana kita tahu itu perempuan kalau didandaninnya begitu!" protes Gokudera sambil menunjuk Kirra. Memang benar, pakaiannya yang berupa overall dan kaus garis garis biru, serta rambut perak pendek. Yamamoto hanya tertawa dan menenangkannya.
Tsuna mengulurkan tangannya, mengisyaratkan agar Kirra digendong olehnya. Squalo pun menyerahkan Kirra pada Tsuna, yang disambut keluhan protes putri kecilnya tersebut.
"Hm…dia memang manis sekali ya…" Tsuna menatap Kirra sementara Kirra melengos dan terus meronta, minta dikembalikan pada ibunya. Tsuna yang menyadari Kirra tidak mau digendong olehnya langsung mengembalikan Kirra pada Squalo. Squalo menghela napas dan mengambil kembali putrinya. Carlo yang melihat itupun langsung berjalan ke samping Xanxus.
"Ini sudah sore. Biar kuantar kalian ke kamar kalian." Ujar Squalo. Yang lain pun mengikuti Squalo dengan patuh.
~~oo00oo~~
"Madle, Felice mau kesanaa!"
Setelah merasa tubuh kecilnya diturunkan, ia langsung berlari agak menjauh. Dipetiknya dan dikumpulkan bunga-bunga di sekitarnya. Ia selalu menganggap bahwa ibunya itu sangat lembut dan cantik. Dan lagipula ia selalu melihat ayahnya memberi bunga pada ibunya, jadi ia juga ingin melakukannya.
Ada warna merah, kuning, biru, ungu, ia sudah dapat semua warna yang ada. Ia berbalik, membuat rambut hitamnya yang dikuncir dua bergoyang. Ia ingin segera memberikan bunga-bunga itu pada ibunya.
"Madree! Lihat deh-"
Namun begitu sadar ia sendirian di sana.
"Madre…?"
Terdengar suara tembakan sekali. Sontak ia menoleh, mencari sumber suara tersebut.
Terdengar suara tembakan lagi, kali ini lebih keras. Begitu seterusnya sampai ia mendengar suara tembakan bersahut-sahutan. Ia mulai gemetaran dan takut. Perlahan kaki kecilnya merosot, membuatnya terduduk di atas rerumputan.
Langit yang awalnya biru perlahan memudar menjadi hitam. Rerumputan hijau yang ia duduki mendadak berubah merah, seakan ia duduk di atas kubangan darah. Ia ketakutan
Ia ingin pulang
Ia ingin ibunya
"Madre…?"
Dimana ibunya…?
~~oo00oo~~
Feliciana sontak terbangun. Nafasnya memburu dan keringat dingin mengucur dari pelipisnya. Ia perlahan bangkit dan melihat sekeliling. Kamar yang asing.
Ah iya, dia ada di markas Varia.
Ia perlahan turun dari kasur. Ia membuka pintu kamar dan menoleh ke kiri dan ke kanan. Bingung, akhirnya ia memutuskan untuk berbelok asal-asalan. Ia juga tidak tahu akan kemana. Semoga ia bertemu seseorang jadi setidaknya ia tahu akan kemana.
Jackpot, ia sampai di ruang TV.
Dilihatnya sosok berambut perak panjang tengah memangku seorang anak kecil yang tengah berceloteh panjang. Di sampingnya duduk seorang anak berambut hitam yang nampak fokus mendengarkan.
Squalo-sosok berambut panjang-nampak menyadari kehadiran Feliciana dan menoleh. Feliciana terus menatap Squalo.
"Paman Squ-" Feliciana hendak bicara, namun terhenti. Squalo mengangkat sebelah alisnya melihat tingkah aneh bocah di hadapannya ini. Ia sempat terpikir bahwa putri dari si kuda jingkrak itu pastinya akan berisik (well kau gak salah kok Squ…)
"Kau baru bangun? Cari apa?" tanya Squalo. Feliciana menunduk dan memainkan roknya. Ia mendekati Squalo dan duduk di sisi kirinya, sisi yang berlawanan dengan Carlo.
Feliciana menatap Kirra. Kirra kini menatap Feliciana penuh tanya dengan mata merah rubynya. Feliciana tersenyum. Di masanya, Kirra sudah berumur tujuh tahun dan tentu sedang bandel-bandelnya. Meski pemandangan Kirra yang menempel pada Squalo tak berubah di mata Feliciana.
"Vroi, kenapa ekspresimu itu?" pertanyaan Squalo membuat Feliciana kembali ke kenyataan. Ia menatap squalo langsung, mengabaikan sahutan 'vai!' dari Kirra.
"Ng…saya…"
"Kau ingin ke tempat ibumu?"
Ibunya?
"Madre…baik-baik saja…?" tanya Feliciana.
"Tentu saja. Dia tidak selemah itu." Squalo mendengus. Feliciana menunduk mendengar perkataan Squalo, namun mendadak air mata menetes dari mata hazelnya membuat Squalo panik.
"O-oy! K-kenapa kau malah nangis?!" Squalo panik sendiri. Feliciana sudah berumur 4 tahun, jelas tangisannya berbeda dari Kirra yang paling hanya minta perhatian atau lapar. Padahal rasanya ia tak mengatakan apapun yang menyinggung Feliciana.
"Huks…k-kalau…kalau madre kuat…hiks…lalu kenapa…" Feliciana tak melanjutkan kata-katanya. Sesekali ia mencoba menghapus air matanya, namun buliran itu tak tebendung.
Feliciana merasakan sesuatu menyentuh pipinya. Ia menoleh dan melihat Carlo menempelkan tisu ke pipinya, seolah memintanya untuk berhenti menangis. Feliciana tersenyum. Mengelus rambut hitam Carlo dan menggumamkan kata terima kasih. Agak aneh karena di masanya, Carlo bisa dibilang cuek kecuali pada adiknya sendiri.
"Vroi, tadi kau bertanya apa? Kalau ibumu kuat, kenapa dia harus mati, begitu?" tanya Squalo. Melihat Feliciana kembali menunduk, Squalo kembali panik (kali ini dia sadar kata-katanya terlalu kejam). namun Feliciana hanya menyeka air matanya.
"Madre…mati karena melindungi Felice…" Feliciana kembali terisak. "Padahal harusnya…biarkan saja Felice…padahal harusnya Felice yang mati…" Tangisan Feliciana kembali terdengar. Squalo hanya menghela napas dan mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Hanya ada dirinya dan anak-anak disana.
"Voi, aku tidak tahu ada apa di masamu, bocah. Tapi…" Squalo menggantungkan kalimatnya dan memukul pelan kepala Feliciana, namun membuat gadis kecil itu mengaduh. "Jangan berkata seharusnya kau yang mati. Ibumu mengorbankan nyawanya untukmu, itu berarti dia ingin kau hidup. Dia ingin kau bahagia, meski tanpanya." Kata Squalo membuat Feliciana terdiam. Ia menatap ke arah pangkuannya.
"Tapi…kenapa…" Felice masih terbata-bata.
"Kenapa dia melindungimu? Tentu saja karena ibumu menyayangimu." Squalo menghela napas dan mengacak rambut Feliciana. "Bukankah kau sudah tahu hal itu?"
Feliciana terdiam. Perlahan senyum merekah di wajahnya.
"Ung! Terimakasih, paman Squ!"
"Hm. Kau ingin bertemu ibumu?"
"Mau."
"Ruangannya ada di ujung lorong. Kau mau diantar?" tawar Squalo.
"Felice bisa sendiri. Terimakasih lagi, Paman Squ." Ujar Feliciana riang sebelum berlarian kecil menuju ruangan ibunya.
"Tak kusangka kau bisa bicara semanis itu, sampah."
Squalo menoleh. Rupanya Xanxus sejak tadi berada di balik pintu. Squalo hanya melengos kesal.
"Kalau kau ada di sana daritadi harusnya kau bantu aku."
"Kalau kau kubantu aku tak akan mendengarkan kalimat tadi." Xanxus terkekeh dan berjalan mendekati Squalo. "Sudah menjadi ibu yang baik, hm? Padahal kau yang teriak-teriak protes tidak mau anak-anak ini."
"Berisik! Itu kan salahmu yang berbuat seenaknya saja!" protes Squalo. "Lagipula memang kenapa kalau aku jadi ibu yang baik, hah?! Kau sendiri juga berusaha jadi ayah yang baik, dong!"
"Aku memang ayah yang baik. Kan, Carlo?" tanya Xanxus sambil mengelus rambut Carlo, mencoba mencari pembelaan putranya. Carlo pun mengangguk sekali.
"Cih, kau itu terlalu membela ayahmu." Squalo menaruh Kirra di atas sofa dan menggelitik sisi tubuh Carlo, membuat Carlo terkekeh geli. Squalo menyeringai dan mengecup dahi putranya. Melihat itu, Kirra pun protes.
"Mammaa! 'Iya 'uga mauuu!" pinta Kirra sambil menarik-narik kaus putih yang dikenakan Squalo. Squalo menghela napas dan mengecup pipi putrinya. Kirra yang permintaannya dituruti langsung terkekeh senang. Xanxus memangku tubuh kecil Kirra dan duduk di sebelah Squalo. Mengambil kesempatan itu untuk mengecup singkat bibir Squalo.
Belum sempat Squalo protes, Xanxus sudah merebahkan kepalanya di bahu Squalo. Carlo pun mengikuti dengan memanjat ke atas sofa dan merebahkan kepalanya di pangkuan Squalo. Squalo hanya menghela napas melihat sikap manja ayah dan anak itu.
Baru Squalo hendak terbawa arus mimpi, ia mendengar suara berat Xanxus membisikkan sesuatu padanya
"Ti amo, mamma"
~~~To Be Continued~~~
Lala:….
Dee:…
Lala:….
Dee: Psstt... Lala-chan... Kok diem sambil liat-liatan gini. Ngomong ssu...
Lala: Eh ga mau ngomong ah, takut. Lu aja gih
Dee: Eeeeehhhhhh? Dee yang ngomong? Malu ssu...
Lala: Cih. Yaudah bareng-bareng aja ngomongnya. /inex haha lele/
HALLOOOOWW READERS SEKALIAAANN KANGEN GAK SAMA KITA BERDUA? /plak
Lala: Huhuhu maafkan banget karena update yang amat sangat lelet ini. Gila ini fanfic dari gua putih-merah sampe udah punya almet dan 2 jaket organisasi baru diupdate lagi?!
Dan…. 3500 WORDS ASTOGE PANJANG BINGIIIITTSSS *alay lu* Huhu salahkan mood saya yang mendadak pengen masukin XS. Padahal udah ada rencana pengen ngasih tau kalo ada sekuel (garis bawahi KALO ADA), tapi yah mumpung lagi kangen ama OTP manis satu ini :")
Dee: XS maksudnya? Biasa aja sih ssu... Lebih manis 6927 soalnya ssu...
Lala: Tapi mereka emang manis, tau. Manis gregetaaann
Dee: Ya lala-chan bilang begitu karena XS itu OTP nya lala-chan...
Lala: Eh tapi kata orang kalo suka sama OTP, berarti OTP itu kayak wujud tipe hubungan yang kita idam-idamkan loh. Bok ya masa gua pengen kisah cinta gua tragis macem XS sih…
Dee: Emang XS endingnya tragis? Tapi kalo gak mau gitu ya cari dari OTP yang lain aja ssu...
Lala: Bingungnya sih OTP gua banyak *siigh* Nah, sebelum balik cuap-cuap kita bales review dulu ya~
ChientzNimea2Wind
I-iyaaa ini diusahakan kok *plak* Makasih atas reviewnya~~ dukung kami terus ya~~
Rei Arisawa
Ya nggak lah! Jahat banget kita… (padahal ini gegara Lala gabut doang) Huweee maafkan kita karena updatenya lama banget tapi setia nunggu kan *kedip najong* *apaansihLa* Makasih udah mampir~~
SakuraiKonami
Masih lanjut kookk kita gak mungkin biarin Felice kejebak di masa lalu terus… iyaps Felice bisa make flame~ di chapter-chapter awal udah dijelasin kalau flame Felice cukup aneh, jadi anggaplah gabungan sky dan cloud lalu nyampur sebuah flame yang belum diketahui. Kayaknya ini bakal berhubungan sama chapter yang akan datang sih. Yah tunggu saja konfirmasi dari kita berdua (IYA ADEGAN YANG ITU SEPIHAK DESKRIPSIINNYA MAAPKEUN) Makasih reviewnyaaa~~~
Hiroki Sasano
Ini udah lanjut mbaaaakk~~ semoga menikmati~~ tetap dukung kita terus yaaa *apasih*
