Chapter 4
Roy dan bawahannya segera kembali ke Headquarter setelah ke lokasi kejadian. Tidak ada satu dari mereka yang membuka mulut pada Riza akan kejadian yang menimpa kakak kembarnya. SEmuanya terdiam, hanyut dalam pikiran mereka masing-masing.
"Colonel… ada apa ?"
"tidak… hanya.. seperti biasa.. kasus pembunuhan…." Matanya terlihat sedih. Namun berkali-kali ia berusaha menutupinya dan mengalihkan tatapan mata Hawkeye. Ia tidak siap memberitahukan bahwa kakak kembarnya meninggal… terbunuh.
Mungkin… mungkin itulah sebabnya ia meninggalkan Resha padanya. Sedih sekali. Anak itu harus kehilangan ibunya dari kecil sekali, dan mulai sekarang, berarti ia harus bertanggung jawab penuh atas hidup anak itu.
"sir.. anak ini menangis terus.. apa… tidak sebaiknya diberikan pada mamanya saja ?" usul Riza.
"ya… nanti akan kuusahakan.."
bodoh sekali…. Reina sudah tidak ada.. ia sudah meninggal ! bagaimana mungkin bisa menyuruh resha diam ? Roy sedari tadi terus mengumpat pada dirinya sendiri atas kematian mantan pacarnya itu. Bukan… mantan calon istrinya malahan ! Ia sempat melamar Rei… dan gadis manis itu pun menerimanya. Namun cincin yang telah ia berikan dikembalikan lagi padanya dihari ia minta putus.
Padahal Roy mengira kali ini benarlah saatnya ia untuk memiliki seorang wanita untuk mendampingi hidupnya. Kali ini ia tidak main-main dengan Rei. Ia serius. Ia amat menyanyangi gadis itu. sangat….
Pikiran Roy buyar, ketika tangisan Resha kembali melengking di telinganya. Hawkeye terlihat sibuk sekali dnegna tambahan tugasnya. Roy pun sadar, jika ia terus bergumul dengan batinnya seperti ini, dan ia terus mengindahkan pekerjaannya, maka resha pasti akan kembali menangis mendengar suara tembakan dari riza menyuruhnya untuk mengerjakan paperworknya… ya.. pasti sekali.
"sir… Reina.. kemana ?" tanyanya tiba-tiba membuat roy kembali diperhadapkan pada dilemma ini. "um.. maksud saya bukan untuk mencampuri urusan anda… tapi sepertinya ada alasan tertentu baginya untuk meninggalkan Resha di sini pada anda."
Roy menjawabnya hanya dengan sebuah gelengan. Ia tak mungkin memberitahukan Riza… tidak bisa..
"baiklah…" ia menarik nafas panjang lalu kembali pada kesibukannya di dua bidang itu.
Sore itu, semua bawahan roy telah pulang dan menyisakan riza yang menjaga Resha walau tugasnya telah selesai dan roy yang baru saja menyelesaikan tugasnya. Tumben… pikir Riza. Biasanya ia bisa menyelesaikan tugas-tugas seperti ini sampai jam 10 malam…
"Riza…" panggilnya sambil mengenakan jasnya. "pulang dari sini ada acara ?"
"tidak sir…"
"kalau begitu tolong temani aku berbelanja pakaian resha…. Kupikir dirumahku tidak ada sama sekali baju bayi… dan aku tidak terlalu mengerti fashion wanita…"
riza tertawa kecil pada komentar roy soal tidak mengertiannya itu. "baiklah, sir.."
"jangan… roy saja."
---------------
Benar seperti yang ia katakan. Setiap baju yang dikatakan roy imut, tidak pernah ada yang cocok dengan selera orang biasa. Tepat sekali ia memili riza untuk menemaninya berbelanja. Walau terkadang gadis itu sedikit kesulitan karena Resha yang sebentar-sebentar menangis, tapi ia bersemangat sekali melakukan hal ini.
Ya.. ia bersemangat. Riza sudah lama tidak merasakan kebahagiaan berbelanja seperti ini. Dari dulu impiannya ialah berbelanja baju bayi di pusat perbelanjaan. Sudah lama sekali ia melihat baju-baju anak kecil yang lucu-lucu.. namun hanya ia pandangi, lekas berjalan pergi. Ia tidak punya alasan untuk membeli baju-baju itu.. walau memang modelnya amat imut.
Tapi sekarang, ia jadi sedikit merasa seperti ibu rumah tangga yang sedang berbelanja baju untuk anaknya…. Tunggu…ibu rumah tangga….anak dalam konteks ini ialah Resha….jadi… ayahnya… Roy ! Ah ! Mukanya sedikit memerah membayangkan hal itu… memang sedikit dari hatinya menginginkan memang hal itu terjadi.. namun tidak mungkin bisa… selamanya ia dan roy hanya akan menjadi sebatas subordinate dan superior officer.. tidak lebih dari itu.
"Kupikir semua ini sudah cukup, sir."
"ya…" ia melayangkan pandangannya pada kantong-kantong plastic yang banyak di tangannya itu. "sebagai tanda terima kasihku, mau temani kami makan malam ? lagipula ini sudah jam 7 malam…"
kami.. dalam arti kata di sini ialah diri Roy dan Resha. Roy mulai merasa Resha ialah bagian dari dirinya sendiri. Ia tidak dapat lagi menyanyangi Rei.. tapi ada Resha… ia bisa menyanyanginya sama seperti dengan rei.
"bailah, sir."
"roy." Koreksinya.
Kedua orang itu masuk ke sebuah restauran fastfood yang ada di seberang pusat perbelanjaan itu. Semua mata orang tertuju pada mereka. Tentu saja ! Keduanya masih mengenakan seragam militer yang berwarna biru itu, bersama dengan seorang anak bayi kecil dan banyak barang belanjaan ! padahal di militer seharusnya ada hukum yang melarang hubungan persahabatan antar anggota.
Roy menepuk bahu Riza yang kelihatannya tidak enak dipandangi banyak orang. "sudahlah.. biarkan saja"
Ia mengangguk lalu mencari meja kosong dan mengorder makanan.
Roy menatap Riza yang berbeda kali ini. Ia kelihatan lebih lembut dan ramah dari biasanya. Apalagi saat wanita itu menjaga resha… sifat keibuannya muncul.
Heh.. kukira Rei benar… perlahan-lahan aku mulai mengetahui sifat asli dari Riza…
"Roy.. apa kau menganggapku hanya sebagai pengganti Riza ?" pertanyaan Rei itu selalu terngiang di benaknya setiap kali ia melihat riza.
Apa aku hanya menganggap Rei sebagai pengganti Riza ?
/ flash back /
"Bukan ! Tentu saja Bukan ! Kau beda sekali dengan Riza !"
Rei tersenyum mendengar pernyataannya. "bukankah kau menaruh hati pada Riza… tapi karena kalian sama-sama ada di military maka itu.. kau tidak mengakuinya ?" ia memancing roy lagi.
Muka Roy sedikit memerah. "BUKAN ! Ka..kau beda sama sekali dari Riza ! Dia kasar… hobinya menodongkan senapannya kalau aku tidak kerja… menyeramkan…"
"Memang dari dulu kami kelihatannya selalu bertolak belakang. Sampai keahlian pun begitu. Riza bisa masak makanan… tapi tidak bisa membuat kue. Aku jago membuat kue.. tapi kalau soal masakan selalu aku gagal. Ia suka pekerjaan keras seperti di military.. sedangkan aku lebih suka ditoko dan mengurusi bunga-bungaku…."
"ya.. Hawkeye tomboy dan kau lembut sekali…."
"ternyata kau bukan orang yang paling mengerti dirinya, roy." Reina memajukan tangannya dan menaruhnya di kedua pipi Roy. "ternyata kau belum bisa melampaui orang yang kepadanya Riza mau melepaskan topengnya…Riza… hanya mau terlihat lemah di depannya…."
"hm ? benarkah ? siapa orang itu, rei ?"
Blushed ! muka Reina memerah. Yang boleh memanggilnya Rei hanya Riza dan papa mamanya.. Menurutnya panggilan itu hanya bagi orang special untuknya… dan ia senang, Roy menjadi orang special dalam hidupnya.
"orang itu….." (a/n : coba tebak, siapa…! Jawabannya ada di chapter selanjutnya…)
/ end of flashback /
"Roy ?" panggilnya sambil menggoyang-goyangkan tangannya.
"eh ? Uh ? Ya… kenapa ?"
"sudah malam… aku pulang dulu, ya…." Riza baru hendak berdiri, ketika tangannya diraih oleh Roy. "tunggu sebentar, riza…."
"ya ?"
"Biar aku menemanimu pulang… sekalian kau mengajariku memandikan Resha…."
"jangan katakan roy…" gadis itu memberi tatapan mautnya. "Anak ini dari tadi malam hingga sekarang belum mandi, gantu baju, sama sekali ?"
Ia hanya mengangguk. "uh… aku tidak tahu bagaimana caranya… aku sama sekali belum pernah berurusan dengan anak kecil.. ya.. kau mengerti, lah !"
Riza membunyikan nafas panjang setelah berpikir cukup lama. "baiklah…."
---- ------ --------
Untung Roy cepat mengerti semua yang diajarkan oleh Riza. Termasuk mengganti popok, memandikan bayi, membuatkan susu… semuanya.
Ini saat yang tepat… kau harus mengatakannya…kalau besok.. pasti akan terlambat dan dia akan marah besar padamu tidak memberitahukannya secepatnya..
"Riza.." panggilnya sebelum ia hendak pulang. "ada hal penting yang perlu kukatakan padamu…."
Ia mengernyitkan dahinya dan menekuk kedua tangannya di dadanya. "ya ?"
"sebenarnya…. " tangan Roy tiba-tiba basah. Jantungnya berdegup kencang, dan pikirannya bercampur aduk.
Bagaimana ini ? aku sudah bilang bahwa aku akan mengatakannya sekarang… tapi bagaimana kalau ia menolak pernyataanku ini… atau malah tidak percaya… lebih parahnya lagi kalau ia jadi membenci diriku.. bagaimana kalau justru ia down sekali ?
"sebenarnya….Rei… tidak akan kembali ke sini lagi…"
"maksudmu…. Ia pergi ke xing atau Drachma atau negara lain dan tidak akan kembali lagi ke sini untuk mengurus Resha ?"
"bu…bukan…." Roy menundukan kepalanya dan mengecilkan volume suaranya. "Reina hawkeye… tewas dibunuh….ia ditembak mati oleh penjahat yang melakukan pembunuhan selama ini…"
Rei dibunuh ? Bohong kan ? Seharusnya ia baru berbahagia dengan adanya Resha dan Roy dalam hidupnya… tapi …. Kakak.. dibunuh ? tidak mungkin… Riza.. tenang.. tenang.. jangan percaya dulu… tenang…
"Um.. sir.. i.ini bukan april mop loh…."
"Bukan, riza ! aku serius… itulah sebabnya ia memberikan resha padaku…"
tenang riza..tenang… tapi..ini sungguhan ? Rei meninggal ?
".. si..sir… anda… main-main…kan ?"
"riza ! tatap mataku ! buat apa aku berbohong ?" Roy mengguncang-guncangkan pundak Riza dan berteriak, hampir membuat resha yang telah tertidur itu bangun kembali.
Bohong ! bohong !
"ya…sudah…." Katanya dingin. "selamat malam, roy…." Lalu ia menutup pintunya. Di belakang pintunya yang telah tertutup, Riza langsung terjatuh dan menangis perlahan-lahan. Tidak mungkin…..tidak mungkin… hubungannya dengan Rei itu sangat erat karena mereka kembar. Rasa sakit yang dialami Rei rasanya bisa ia rasakan.. dan sekarang.. ia pun merasa dirinya hampa… seperti sudah mati pula…..
Roy dari balik pintu memandang kelakuan Riza yang tetap menggenakan topengnya itu. Ia tahu, Riza seharusnya saat itu telah menangis.. namun ia tahan dan bersikap seolah tidak terjadi apa-apa…. Ia sama sekali bukan orang yang tepat untuk riza… bukan sama sekali. Riza terlalu jauh untuk ia jangkau…
Di saat mereka sedih, hampir seluruh wanita di Amestris itu tidak bisa menyembunyikan air mata mereka dari Roy. Selalu ia bisa menenangkan mereka… memeluk mereka hingga mereka melupakan hal yang tadinya menggangu… tapi sekarang ? di depan matanya, adik dari mantannya justru berpura-pura dingin atas kematian kembarannya…
Bodoh sekali… ternyata memang ia bukan orang yang bisa mengelupas topeng-topeng Riza… bukan sama sekali…
