(a/n: sebelum ke chapter selanjutnya, dibawah ini ada summary untuk masuk ke cerita sebelumnya, soalnya aku buat langsung lompat satu tahun setelahnya….)
Summary :
Satu tahun telah lewat setelah kematian Reina Hawkeye. Hampir setiap hari Riza pergi ke rumah Roy, menjaga Resha yang sekarang umurnya satu tahun lebih. Hubungan antara mereka berdua semakin dekat. Roy sempat berpikiran untuk menikahi Riza, namun rencananya itu tertahankan karena semakin ketatnya pengawasan para pejabat tinggi pada mereka, dan selama ini hubungan mereka tidak pernah terkoyak oleh military. Namun suatu hari….
Chapter 6
"Lieutenant, maukah sore ini kau sekalian ikut kami makan malam di luar ?" Tanyanya sambil bermalas-malasan mengerjakan paperworknya. "Sudah lama Resha tidak kuajak jalan-jalan…"
Riza mengiyakan tawaran colonelnya, lalu menyuruhnya kembali bekerja, seperti biasanya. Namun pikiran Riza tidak dapat terlepas dari tawaran makan malam bersama itu. Memang benar, selama ini mereka sudah sering bersama…dan ia ingin roy mengatakan bahwa ia menyayanginya. Tapi kata-kata itu tidak pernah terdengar dalam telinganya. Sama sekali. yah… mungkin, hanya mungkin, ia hanya menganggapnya sebagai adik dari mantan calon istrinya… dan mungkin hanya sebagai tante dari Resha.
Ia tahu. Ia seharusnya tidak mengharapkan hal yang lebih..
Sore itu, cepat-cepat ia mandi dan mengajak Black Hayate jalan-jalan, lalu segera bergegas ke rumah Roy. Sudah lama ia tidak tahan lagi untuk bertemu dengan Resha. Roy telah menunggunya bersama malaikat kecilnya di ruang tamu. Anak kecil itu bersemangat sekali bertemu dengan Riza.
"Mama !" teriaknya sambil melepaskan diri dari pelukan papanya dan berlari ke arah Riza. Teriakannya itu membuat Riza sedikit blushed. Resha sudah terbiasa memanggilnya Mama daripada tante, atau Riza, atau apa pun. Riza mengangkat gadis kecil itu dalam dekapannya dan melemparkan pandangannya pada Roy yang sedang duduk bermalas-malasan di sofa.
"hey… mau pergi tidak ?"
"ah ? eh ? Oh.. iya..iya.."
"Kalau begitu, cepetan dong… Resha sudah lapar, tuh.."
"oke, oke, my two dear princess…"
Keduanya – ralat- ketiganya, pergi makan bersama, sambil bercakap-cakap dan bercanda seperti keluarga normal seperti biasanya… tidak dikira, dari sinilah beruntut pada kejadian yang lebih tidak diinginkan…
Riza mengelus rambut hitam Resha yang sudah tertidur lelap, lalu mengecup dahinya. Roy berdiri di muka pintu kamar sambil tersenyum ketika Riza berjalan keluar menemuinya. Tangannya yang jahil itu sempat mampir ke wajah Riza, dan hendak menariknya lebih dekat ke arahnya. Namun bagaikan sebuah sinar flash yang tiba-tiba mengagetkannya, membuat gerakannya yang tiba-tiba itu terhenti. Lelaki itu kemudian menggeleng, memalingkan kepalanya dari Riza.
"tidak apa-apa… pulang saja, sudah malam…"
----
Riza membalik-balikkan halaman buku dari novel romance tebalnya yang baru ia baca setengahnya. Sebuah karya agung William shakespare yaitu romeo & Juliet. Berkali-kali ia membaca tentang adegan di balkon dan adegan ketika keduanya mati bersama.
mengapa cinta mereka yang terlarang berakhir tragis ? ah… padahal jika mereka bisa terus bersama, bukankah itu akan lebih baik ?
Terlintas dibayangannya ketika kata terlarang terpikirkan. Kolonelnya. Cinta mereka juga terlarang… blushed. Itukah… sebabnya tadi ia menarik dirinya ketika hendak…hendak… Argh ! mukanya merasa panas sekali.
Benarkah tadi Ro- maksudku colonel hendak men…menciumku ?
Riza membanting dirinya ke atas ranjang dan mendekap bukunya erat-erat. Dibayangannya terlintas wajah manis Roy yang seolah olah memanggilnya dari jauh… wajahnya ketika mereka berdua saling bergenggaman tangan… lalu mengatakan aku bersedia… dan akhirnya… sebuah wedding kiss sebagai bukti cinta mereka yang tidak akan berakhir…
Dalam tidurnya, Riza tersenyum memikirkan semua itu… walau hanya mimpi.. hanya mimpi, I sadar, kalau dirinya jatuh cinta pada colonel… biarlah dunia berkata itu terlarang, ia tidak peduli.
-----
Orang sudah banyak berkerumun di tengah kota, beberapa dari mereka lengkap berpakaian biru-biru- seragam military. Tepat ditengah kerumunan itu, terlihat dua orang menunduk lemas, pasrah apa pun yang akan terjadi.
"Colonel Roy Mustang, Lieutenant Riza Hawkeye, kalian dihukum mati karena telah melanggar peraturan fraternization. Ada penolakan ?"
Keduanya menggeleng lemah. "baik, tembak di tempat !"
Dor ! Dor ! Dor !
-----
Ditengah teriknya sinar matahari, dan debu pasir yang menutupi semua penglihatan, sesosok wanita, lembut sekali wajahnya dari kejauhan telah menyambutnya. Rambutnya yang ikal dan berwarna hitam kelam itu selalu membuat hatinya meleleh. Perempuan itu berbalik menatapnya, tersenyum dan melambaikan tangannya. Melihat kodenya, ia berlari dengan cepat, tidak sabar untuk segera menemuinya.
Semakin ia berlari, keadaan di sekitarnya semakin berubah. Di kanan kirinya, lokasi yang tentram itu berubah menjadi seram.. penuh darah… mayat bergelimpangan. Para tentara military dan warga bentrok.
Dialihkannya pandangan ke tangannya yang memegang sesuatu. Astaga, tangannya sudah penuh berlumuran warna merah kecoklatan yang ia kenal betul apa itu- darah- dan kemudian, si rambut ikal hitam kesayangannya itu sudah lemah terkulai di tangannya.
Ia meneriakkan kata-kata yang bahkan ia sendiri tidak mengerti artinya, berkali-kali mengepalkan tangannya dan memukul-mukul tanah hingga kepalan tangannya berdarah, ia tidak perduli.
Hujan yang tiba-tiba turun deras itu menambah rasa benci dan amarahnya…
Dibelainya sekali lagi rambut wanita itu, dan ia sadar… ia mengenalnya… lebih dari mengenalnya…Rambut kuning emasnya itu…clip kuning yang dulu ialah pemberian ulang tahun darinya…
HAWKEYE ! IA MENINGGAL ?
----
Roy Mustang terbangun dari mimpi anehnya malam itu. Keringat bercucuran dari keningnya, dan membasahi kausnya. Cepat-cepat ia berlari ke kamar Resha. Bebannya sedikit terangkat melihat anak kecil itu sedang tertidur lelapnya sambil mengisap ibu jarinya.
Lelaki itu menaruh satu tangannya di kepalanya, berharap scene itu tidak terulang kembali di benaknya. Terlalu sulit… ia tidak bisa melupakannya…. Ia shock. Banyak yang sudah terjadi di hidupnya… hanya ia sendiri yang tahu, hawkeye pun tidak.
Dilihatnya grandfather clock besar yang menunjukan pukul 400. Roy sudah tidak bisa tertidur lagi. Jantungnya berdebar terlalu cepat. Memejamkan mata pun membuatnya teringat lagi, teringat lagi, teringat terus masa lalunya.
Tidak..tidak bisa begini… aku bisa gila..
Akhirnya ia memutuskan untuk berendam dengan air hangat untuk melupakan segalanya.
---
Baru saja Roy hendak mengambil pulpennya dan mengerjakan paperworknya dengan tenang di hari itu (kalau tidak segera, pasti akan ditembak oleh Lieutenant Hawkeye!) namun Jean Havoc yang baru dari kantor Fuhrer itu berlari menemuinya.
"Sir, anda dan Lt. Hawkeye dipanggil ke kantor fuhrer…." Ia menarik nafas panjang setelah berlari, dan meneruskannya. "… gadis kecil di sana juga…"
TBC
