Chapter 2- Innocent

Surviving

Kira-kira 3 hari mereka bersembunyi di sana, tanpa makan atau pun minum. Riza dan Roy sudah cukup tersiksa. Namun hal itu tidak bisa meredakan rasa senang mereka melihat tentara telah pergi dari desa itu. Mereka tidak tahu, apa yang diinginkan tentara-tentara militer itu sehingga mereka datang ke sini… tapi mereka pastinya amat membenci tentara-tentara militer itu.

Benci ? Tidak mungkin…. Ayah Riza dan ayah Roy keduanya berteman baik. Keduanya sama-sama berada di bawah naungan militer— Dulu. Dulu… sebelum kakak Riza tertembak mati secara tidak sengaja oleh pihak militer. Mereka mengatakan kalau itu hanyalah sebuah kesalahan… Namun kemarahan ayahnya tidak dapat tertahankan lagi. Masakkah pihak militer mau melakukan penyerangan ke dalam desa, di mana hal itu akan dapat sangat membahayakan nyawa istri dan anak-anak ? mereka tidak mempertimbangkan hal itukah ? apakah hanya karena buta mengejar pangkat, mereka rela mengorbankan istri dan anak-anak orang lain ?

Ia mengundurkan diri. Dan sejak itu pula keluarga Hawkeye sudah tidak berhubungan lagi dengan militer.

Lain halnya dengan Mr. Mustang. Di hari teman baiknya itu mengundurkan diri ia sudah memaksanya agar tetap di sini… tapi apa daya ? sahabatnya tetap bersikeras… tidak ada lagi yang dapat ia lakukan.

"Aku akan keluar dari military… kau ikut ?"

"Mengapa ?"

"tidak… aku tidak ingin menjadi korban untuk membantu orang-orang munafik itu naik pangkat… aku tidak mau lagi menyiksa diriku membunuh orang lain… apa lagi setelah Ray…."

"aku tahu… tapi kalau kau memang sayang pada keluargamu, seharusnya kau tetap di military… kau yakin dapat menunjang kehidupan anak istrimu dengan keadaan ekonomi yang sedang susah sekarang ? Gaji sebagai tentara militer yang tergolong tinggi saja sudah pas-pasan…."

"JADI ? apa kau hanya mengincar Uang saja ? sehingga harus mengorbankan kebahagiaan ?"

"bu..bukan begitu maksudku…"

"aku keluar… kalau kau tidak mau, kalau begitu…. Selamat tinggal…."

------

"Roy ! sedang apa ?" tanya Riza sambil membawa boneka teddy bearnya, menghampiri Roy yang dengan tenangnya duduk di bawah pohon bersama buku-buku tebalnya. "mau main bersama aku dan teddy ? Lee, Rei dan Jane belum kembali… aku tidak bisa main dengan mereka ?

"belum kembali ?" Ia mengambil bukunya dan memperlihatkan pada Riza. "kalau begitu mereka kemarin bersembunyi di tempat yang jauh, ya…."

Riza terpesona dengan buku penuh kata-kata dengan bentuk-bentuk geometris yang tidak ia mengerti. Bagaimana tidak, mereka hanyalah anak berumur 6 dan 7 tahun, yang dijadikan korban perang yang tak henti-hentinya.

"apa ini ?"

"Alchemy. Aku ingin belajar, jadi dengan ilmu ini, aku bisa melindungi desa dari serangan pihak militer… tapi aku masih bingung… enggak tau harus milih elemen apa…"

Riza mendengarkan anak itu dengan seksama, walau ia juga kurang mengerti. Roy telah menjadi temannya dari kecil. Selalu mereka bersama, bermain bersama, belajar bersama…

Gadis kecil itu tersenyum padanya, lalu duduk di sebelahnya. "apa saja… aku tahu, Roy pasti bisa memilih elemen yang terbaik…" Ia menggenggam tangan anak laki-laki di sampingnya itu. Matanya lekat menatap wajah imut-imut dengan rambut hitamnya. "Aku yakin… Roy pasti bisa melindungi desa ini… enggak kayak anggota militer yang menggunakan kekuatan mereka seenak mungkin… "

Roy menundukkan kepalanya sedikit. Kata-kata itu terasa mengiris hatinya. Ayahnya yang berpihak pada militer, selalu membuatnya merasa terkucilkan dari kawan-kawannya. Hanya Riza yang mau berteman dengannya. Ataukah itu hanya karena mereka berteman sejak kecil pun ia tidak yakin.

"Riza !" teriak seorang wanita dari kejauhan. Riza mengangkat kepalanya sedikit, melihat siapa yang memanggilnya. "Apa yang kau lakukan dengan anak si penghianat itu ? Cepat pulang ! dan jangan dekat-dekat lagi dengan dia !"

Riza menoleh dan ternyata itu mamanya yang sedang berteriak. Hatinya ingin berkata bahwa roy bukan anak si pengkhianat ! Roy anak yang baik. Dia justru belajar alchemy agar nantinya dia bisa melindungi desa ini ! Kenapa semua orang jahat padanya ?

"RIZA ! ayo cepat !"

Riza menoleh pada Roy perlahan, yang memberikan senyuman kecut padanya, lalu mengkodekannya untuk pulang. Gadis kecil itu tidak bisa menolak. Ia berjalan ke arah mamanya, meninggalkan Roy seorang diri dibawah pohon itu.