Chapter 5 – Innocent
Murdered
Satu tahun, Mereka tidak bertemu. Selama satu tahun itu, Riza belajar banyak tentang teknik-teknik menembak, walau hingga saat ini ia belum memegang pistol asli yang sungguhan. Roy pun sama. Ia belajar banyak tentang alchemy, khususnya elemen api. Terkadang, ia teringat sedikit temannya Riza, tapi karena ia tidak mau menyakiti Riza lagi, ia memutuskan untuk tidak menemuinya.
Hari itu, hujan turun deras, mengguyur seluruh desa. Mrs. Hawkeye baru saja pergi ke pasar, sedangkan riza, gadis kecil itu terbangun oleh suara gaduh dari dapur. Perlahan ia menapakkan kakinya, dan dari pintu ia mengintip ke dalam.
AYAH !.. dan… Mr. Mustang ?
Ia melihat keduanya bercakap-cakap, tapi kebanyakan soal militer. Tidak. Bukan bercakap-cakap, tapi berdebat. Lalu kemudian, ia melihat Mr. Mustang mengeluarkan sesuatu dari kantongnya…. Benda tipis yang memantulkan cahaya… dan menusukkannya ke dada ayahnya ? PISAU !
MR. Mustang menyakiti ayahnya ! Perlahan, lelaki itu jatuh terjerembab ke lantai dan disekitarnya terlihat kolam darah mulai mengenangi lantai dapur. Mr. Mustang, mencuci tangannya, lalu membiarkan ayahnya tergeletak di sana. Dari dalam, ia dengan tenangnya berjalan seolah tidak berbuat apa pun.
Tampang seorang gadis cilik terpintas dalam penglihatannya. Sial ! aku lupa soal anaknya !
"Hey, nak" bisiknya pelan, namun nadanya tajam. "jangan buka mulut apa-apa soal ini. Kalau tidak…" pisau itu ia hunuskan lagi ke leher Riza, namun gadis itu cepat menggangguk dan Mr. Mustang pergi dari rumah itu.
Riza lagipula tidak terlalu mengerti soal pembunuhan. Yang ia tahu, ayahnya sedang sakit dan kaku seperti kakak sulungnya. Ia hanya berlari ke arah mamanya, ketika wanita setengah baya itu pulang dari pasar. Sebuah teriakan histeris terdengar oleh tetanganya, dan Mrs. Mustang, terlihat menangisi suaminya.
"ma ? kenapa ?" tanya Riza polos. "papa ? tidak bangun seperti kakak ?"
"riza… papamu sudah meninggal ! dia dibunuh oleh si keluarga pembunuh itu ! Ia… ya. Sama seperti kakak. Ia akan pergi meningalkan kita…"
papa…. Pergi seperti kakak ? papa ? dan… ini semua karena Mr. Mustang ? papa Roy ?
Riza tidak tahu, harus marah atau sedih.
---
Beberapa hari setelah acara funeral, Riza kembali berjalan sendirian ke arah pohon besar tempat setahun lalu mereka suka bermain bersama. Tidak ada Roy di situ.. Ia sendirian.
Ia duduk bersender ke pohon besar itu sambil melipat kakinya dan memeluknya erat-erat. "papa… kakak… kalian.. di ujung, sana… kata mama, kalian sudah bahagia. Tapi aku sendirian di sini.."
"Maaf…"
He ! Riza berbalik ke belakang, dan melihat Roy sedang berdiri di belakangnya. Roy. Anak dari orang yang telah membunuh ayahnya. Memang, Mr. Mustang telah digiring ke polisi gara-gara kejahatannya itu. Tapi... kenapa tidak ada perasaan kesal di hati ini. Malah melihat Roy justru membuat perasaannya sesak.
"A..aku memang tidak pantas ada di sini…" ia menunduk lagi. Selama satu tahun, tidak banyak perubahan dari diri Roy. Ia tetap seorang anak laki-laki culun, yang berambut hitam. "a..aku tahu apa yang papaku lakukan… jadi… aku mau minta maaf…"
Riza berdiri. Bingung apa yang harus ia katakan, ia hanya tersenyum. "tidak apa-apa… kata mama, papa sudah bahagia bersama kakak."
Keduanya terdiam, menghabiskan sisa waktu di bawah pohon itu sambil menikmati ingatan setahun yang lalu.
"Riza" panggilnya memecah sunyi. "besok… aku akan pergi ke Central. Aku.. akan mengambil tes sebagai alchemist kenegaraan…"
Kata itu terasa mengiris hatinya. Apa karena ia tidak mau Roy jadi anjing militer ? Atau… ia tidak mau Roy pergi dari dekatnya ?
"a..aku tahu. Aku akan jadi anjing militer… tapi, kupikir itu takdir hidupku…" roy menunduk, dan tidak berani menatap wajah Riza. Ia memainkan jarinya, dan menatap rerumputan hijau dibawahnya. "ini…" Diberinya sebuah bungkusan kotak putih pada Riza. "aku berharap… kau menyukainya. Satu minggu lagi kau ulang tahun… itu kado untukmu. Karena aku tidak akan berada di sini lagi…Mungkin.. kau bisa membukanya pada hari ulangtahunmu…"
Riza menerima kado itu dengan tangannya yang tergetar. Hatinya memberontak. Ia mau Roy tetap di sini. Roy HARUS ada di sini. Tapi ia tidak bisa memaksakan hal ini.
"selamat tinggal… Riza." Roy memajukan wajahnya, mengecup pipi Riza dengan lembut lalu ia berlari jauh dan tidak kembali lagi.
----
Dengan malasnya Riza bangun dari tempat tidurnya. Hampir 1 minggu, tidak, sudah satu minggu Roy pergi. Dan… hey, hari ini hari ulang tahunnya, kan ? Cepat-cepat ia bangun, merogoh laci di sebelah ranjangnya dan mengeluarkan kotak putih pemberian Roy. Dengan hati-hati ia buka sampul kadonya dan..
Senapan silver yang ada di toko waktu itu…
"i…ini buatku ?" Bisik Riza perlahan pada dirinya sendiri. Ia tidak bilang apa-apa pada Roy, dan bahkan mengira Roy sama sekali tidak tahu apa yang diinginkannya dari setahun yang lalu. Air matanya menuruni pipinya yang lembut itu. Ia berbaring lagi di atas ranjang, mendekap senapan silver yang paling disayanginya di seluruh hidupnya, menangis.
Kenapa hatinya begitu sakit ? Perasaan apa ini ? Ia tidak pernah merasakan hal seperti ini sebelumnya. Selama ini Roy hanya temannya, kan…. Kenapa ia begitu sedih mengetahui Roy tidak di sini ? Kenapa ?
