Disclaimer : Saiyuki milik Kazuya Minekura
A/N : Fic pertama Saiyuki yg aku tulis.
Di tengah padang pasir yang terisolasi, sinar matahari semakin terik, memancarkan hawa super panas yang menyiksa kulit semua makhluk hidup yang ada di bawah sana.
Goku berdiri dengan kaki yang gemetar, dua tangan memegang nyoi bo dengan erat. Napasnya memburu dengan keringat bercucuran membasahi pelipisnya. Pandangannya semakin kabur di tiap detiknya.
Tidak.
Ia tak boleh pingsan sekarang.
Ia harus kuat. Fokus.
Saat ini, hanya dia seorang-lah satu-satunya harapan mereka.
"Kulihat kau sudah semakin lelah, Nak," Youkai raksasa mengerikan di hadapannya tertawa keras. Senjata gada berduri yang ia pegang sejak tadi untuk menyerang kelompok sanzo kini dengan santai disandarkan di atas sebelah bahu, sementara tangan kirinya diletakkan di atas sebelah pinggang dengan gaya yang congkak.
"Menyerahlah," si youkai memberi tawaran. "Berikan saja aku sutera nya dan aku akan membiarkanmu hidup."
"Berisik!" si bocah bermata emas berteriak keras. Hanya untuk menggertak. Suaranya kini serak. Ia amat haus dan lelah. "Diam!"
Menyerah? Jangan bercanda! Kata menyerah tidak ada dalam kamusnya. Lagipula, siapa yang dapat menjamin bahwa youkai ini tidak akan membunuhnya saat ia memberikan sutera, yang mana tidak mungkin ia lakukan.
"Dengar, Nak," suara si youkai kini melunak. Wajah seramnya menunjukkan sedikit rasa empati. "Aku sama sekali tidak berminat untuk menyerang anak kecil tak berdaya sepertimu. Lihat-lah dirimu sendiri — kau sedang terluka parah."
Itu memang benar. Pertarungan dengan youkai raksasa ini telah berhasil membuat kaki kirinya patah dan luka robek di bagian perut serta tangan kanannya. Tiap gerakan sedikit saja menghasilkan rasa sakit yang amat luar biasa pada sekujur tubuh. Ia butuh pertolongan seorang tabib dengan segera. Ah, seandainya saja Hakkai —
"— dan lihat lah teman-temanmu. Tak ada satupun dari mereka yang bisa menolongmu sekarang."
Itu juga benar.
Goku melirik ke belakang sebentar. Tiga tubuh orang dewasa terkapar tak berdaya di sana, penuh memar dan luka. Mereka tidak pingsan. Hanya saja, mereka tak boleh meresikokan keselamatan jiwa mereka lebih jauh dengan bergerak atau kalau tidak, racun dari serangan gada berduri yang ada di tubuh mereka akan cepat menyebar.
Selama beberapa detik, mereka bertiga saling bertatapan dengan satu-satunya bocah yang masih kuat berdiri. Tatapan yang menyiratkan pada keputusasaan.
Goku berdecak kesal pada dirinya sendiri. Genggamannya pada nyoi bo semakin erat. 'Sial!'
Ia benci keadaan seperti ini. Sebenarnya, keadaanya sendiri pun tak kurang parah dari ketiga temannya. Hanya karena ia memiliki stamina yang lebih kuat-lah yang membuatnya mampu tetap bertahan dan berdiri hingga sekarang.
Darah dari luka pada perutnya merembes hingga menodai pakaian luar-nya. Tetesan tiap tetesan berwarna merah jatuh ke bawah, hilang diserap oleh pasir halus berdebu. Ia semakin banyak kehilangan darah. Tubuhnya semakin lemas. Kakinya semakin gemetar karena lelah. Satu saja ayunan dari gada youkai raksasa dan ia akan kalah.
Si youkai raksasa mendesah malas, seakan-akan mengasihani si anak bermata emas. "Baiklah, kalau begitu," katanya setelah tak ada jawaban. "Sepertinya tak ada jalan lain selain untuk menghabisimu sekarang."
'SIAL!'
Youkai itu berjalan pelan ke arahnya dengan langkah yang menimbulkan kesan dramatis sambil menyeret senjata gada berduri penuh racun, meninggalkan jejak garis panjang di atas pasir. Ia bisa saja berlari dan mengayunkan senjata langsung ke arah Goku, namun sepertinya, si youkai ini sendri pun merasa terlalu sayang untuk cepat mengakhiri pertarungan.
Goku mengambil langkah mundur sebentar dengan lemah, mengawasi kematian yang sedang menari-nari di hadapannya.
Seandainya, ia berpikir, seandainya ada cara untuk menang.
Ada, kan? Sebuah suara lain menyentak di kepala. Ada satu cara untuk menang.
Ia kembali menoleh ke arah ketiga temannya — yang mana masih terbaring tak berdaya.
Matanya bertemu dengan sepasang manik berawarna hijau milik Hakkai. Ekspresi pria itu menunjukkan raut wajah penuh kekhawatiran saat sang youkai raksasa sudah semakin dekat pada Goku.
"L-lari ...," si tabib berbisik dengan cemas, "lari lah ... Goku."
Goku hanya tersenyum dengan tegar. Ia tahu Hakkai selalu mengkhawatirkannya walaupun nyawanya sendiri sedang di ujung tanduk. Tatapannya berpindah pada Sanzo — biksu yang sudah membesarkan dan merawat serta memberikannya perlindungan selama ini. Sanzo pasti tak akan memaafkannya jika ia menyerah begitu saja.
Tatapannya kini bertemu dengan sepasang mata berwarna merah milik Gojyo — sosok yang selama ini sudah seperti kakaknya sendiri.
Mereka semua sudah seperti keluarganya. Jauh di lubuk hatinya, sejak pertamakali mereka bertemu, ada perasaan rindu yang familiar sejak 500 tahun yang lalu. Sanzo sudah mejadi sosok seperti wali yang mendidiknya dengan keras. Gojyo sebagai sosok kakak yang selalu menggoda dan mengganggunya. Dan Hakkai? Pria itu sudah seperti seorang paman dan guru baginya.
Ia tidak ingat apakah di masa lalu ia memiliki keluarga. Yang pasti, ia harus melindungi semua keluarganya yang ia miliki sekarang. Ia tak ingin kehilangan mereka.
Dengan dibarengi rasa penyesalan, Goku mendundukkan kepalanya. Rambut indah tebal berwarna cokelat menghalangi pandangannya, seakan-akan dirinya tak mampu menatap mereka lebih lama lagi.
"Maafkan aku," bisiknya lemah. Entah pada siapa.
Perlahan, tangan nya terangkat ke atas dan berhenti saat jemari-nya yang bergetar menyentuh benda terbuat dari emas yang selama ini melingkar di sekitar kepalanya.
"Maafkan aku," ulangnya lagi.
Si Youkai raksasa kini sudah berdiri dekat dengannya. Senjatanya terangkat ke atas, siap mengirimkan serangan mematikan terakhir ke anak berambut cokelat —
"GOKKUUUU !" Teriakan histeris kombinasi dari Sanzo, Hakkai dan Gojyo bergema.
Sebuah mahkota emas jatuh tepat di dekat kaki Goku tanpa menimbulkan suara di atas pasir yang tebal.
— gada berduri siap bertemu dengan targetnya. Si youkai raksasa berseru penuh kemenangan. "Mati lah kau, Bocah!"
Namun, gada itu berhenti di tengah serangan saat sebuah tangan dengan cakar panjang di tiap jari menangkap senjata mematikan itu.
Mata si Youkai terbelalak, terkejut dengan tenaga yang tiba-tiba muncul dari si bocah.
Di hadapannya, bukan lagi bocah berambut cokelat pendek yang siap mati. Bukan. Sosok bocah itu sudah digantikan dengan bocah berambut cokelat panjang dengan aura mematikan yang memancar dari sorot kedua matanyanya.
Seiten Taisei tersenyum licik.
Si youkai raksasa menelan ludah. Tamat sudah riwayatnya.
.
~0~0~0~
.
Dia tidak tahu apa yang sedang tejadi — tidak. Lebih tepatnya, ia tahu apa yang sedang terjadi namun ia tidak yakin apakah ini mimpi atau bukan. Hal terakhir yang ia ingat adalah ia melepas youkai limiter-nya dan —
Kegelapan menyelimuti benaknya. Samar-samar, ia mendengar raungan. Lalu desisan penuh kesakitan. Seseorang — tidak, mungkin dua orang atau lebih, sedang meneriakkan namanya. Kepalanya pusing.
Hentikan, hentikan
Suara-suara itu terus memanggilnya. Memintanya untuk berhenti.
HENTIKAAANNNN !
Ia takut.
Sendirian.
Gelap.
Kemana semua orang?
Ha-Hakai ...
Go-Gojyo ...
Sanzooo ...
.
Tidak ada siapa-siapa.
.
Seseorang, ia meratap, kumohon, siapa saja ... seseorang —
Seakan-akan para dewa mendengar tangisannya, seseorang benar-benar datang. Berdiri agak jauh darinya, muncul seorang pria tinggi berpakaian serba putih dengan rambut pirang panjang. Sepasang poni panjang menghiasi kedua sisi pipinya dengan sebuah tanda titik di atas keningnya. Darimana ia datang, Goku tidak peduli.
Siapa? tanyanya. Siapa disana?
Pria itu memandangnya dengan lembut, tidak bergerak sama sekali dari tempatnya.
Goku melangkah pelan ke depan. Dengan agak ragu, ia mendekati si pria misterius. Semakin dekat, ia merasa sosok itu amat familiar baginya. Ia yakin pernah bertemu dengannya.
"S-siapa kau?" tanyanya.
Si pria hanya diam.
Nama. Kau pasti punya nama, kan?
"Paman, siapa nama mu?"
Si pria tersenyum.
"Kau," tunjuk Goku. "apa aku mengenalmu sebelumnya?"
Ya, kita pasti pernah bertemu sebelumnya, kan? Kalau begitu, seharusnya aku tahu siapa namamu.
Sebuah rasa sakit tak terlihat tiba-tiba kembali menyerang tubuhnya. Goku jatuh berlutut. Sebuah suara asing dengan bahasa yang lebih asing lagi berbisik di telinganya, layaknya sebuah mantera. Tubuhnya tak bisa bergerak. Dengan agak kepayahan, ia mengangkat kepalanya, berusaha meminta bantuan pada pria yang ada dihadapannya.
Namun pria itu sudah menghilang.
Dan Goku, sekali lagi, kehilangan kesadarannya.
.
~0~0~0~
.
Sanzo menghela napas lega saat sebuah youkai limiter emas baru terbentuk melingkar di kepala Goku. Sebenarnya, Hakkai sudah memperingatinya untuk tidak banyak bergerak karena racun yang masih berada di tubuh mereka, namun Sanzo tidak peduli. Goku adalah tanggung jawabnya. Hanya ia yang bisa menghentikan Seiten Taisei.
Di tengah padang pasir itu, si youkai raksasa sudah mati. Seluruh tubuhnya hancur terkoyak dengan darah berceceran dimana-mana.
Si biksu mengeratkan pelukannya pada anak yang tertidur pulas di atas pangkuannya. Wajahnya tampak damai dan polos. Terlalu murni dan tak berdosa. Siapa sangka, anak itu merupakan seekor monster yang bahkan lebih berbahaya dari youkai mana pun.
Namun Goku bukan lah monster. Sejak pertama bertemu, baginya Goku hanya lah anak dengan nafsu makan yang luar biasa.
Tanpa sadar, tangannya menyentuh pipi anak itu. Dengan lembut membelainya dengan sebuah senyuman penuh kebanggaan.
'Kau sudah bekerja dengan baik'
Dengan desahan napas panjang lega, si biksu membiarkan tubuhnya jatuh rebah di atas tanah. Tangannya masih tidak melepaskan Goku, membiarkan kepala anak itu bersandar di atas dadanya.
'Suatu hari, kau akan mendengar suara juga,'
Dalam keadaan seperti saat ini, ucapan dari mendiang guru nya kembali terngiang-ngiang di kepalanya.
'Dasar merepotkan,' bisiknya sambil menatap kosong ke atas langit biru yang baru saja dilintasi oleh seekor elang. Ia penasaran apa yang akan masternya pikir-kan jika melihatnya seperti sekarang. 'Aku mendengar suara.'
Dan ia tak akan pernah melepaskannya.
.
~0~0~0~
.
Kegelapan masih belum meninggalkannya. Namun kali ini terasa berbeda dari sebelumnya. Tidak ada lagi teriakan maupun desisan yang mengerikan. Semua terasa damai.
Terasa tentram
Sunyi, memang
Namun ia tidak takut lagi
Entah mimpi atau bukan, tetapi dengan perasaan lega, ia melihat pria berambut pirang panjang masih berdiri di sana. Rasa aman dan keriduan yang amat besar memenuhi dadanya.
Pria disana itu ... ia harus segera menemuinya. Ia harus segera berbicara dengannya. Rasa yakin bahwa pria itu memiliki kunci masa lalu akan dirinya membuat Goku berlari untuk menghampiri pria tinggi berambut pirang panjang dan berjubah serba putih.
Saat jaraknya semakin dekat, Goku menyadari ada yang salah. Ada yang berbeda.
Langkahnya terhenti.
Pria ini ... bukanlah pria yang tadi. Wajahnya terlihat lebih tua namun tiap kerutan menampilkan kesan keramahan yang terpancar dari sana.
Apakah ia pernah melihat pria ini sebelumnya? Ataukah pria ini lah yang selama ini selalu muncul di benaknya setiap kali ia bertransformasi menjadi Seiten Taisei?
Keadaan berbalik. Kini, si pria misterius itu yang berjalan mendekatinya.
Goku mengedipkan mata dengan bingung.
Wajahnya tampak tak asing. Tampak familiar walau terkesan berbeda. Perasaan yang sama saat ia bertemu dengan pangeran Nataku. Ada sebuah nama yang tiba-tiba muncul di benaknya. Ia tahu itu. Nama itu sudah ada di ujung lidah, namun tak bisa diucapkan.
"K -," ia memaksakan diri, memaksa otaknya untuk bekerja lebih keras untuk mengingat. Ingatan samar memberitahunya bahwa nama pria itu berawalan dengan huruf K.
"K - Ko -,"
Dan dilanjutkan dengan bunyi huruf O.
"Ko ...,"
Lidahnya terhenti takkala sebuah tangan mendarat dengan lembut di atas kepalanya. Pria itu kini sudah berdiri tepat dihadapannya. Goku dapat melihat dengan jelas wajah pria itu sekarang. Dari dekat, ia memang terlihat tua, namun masih tampan. Dan pakaiannya — benar-benar mirip dengan jubah yang dipakai Sanzo.
"K-Ko -"
"Itu benar, Nak," akhirnya pria itu berbicara. Suaranya tampak lembut, menenangkan hati siapapun yang mendengarnya. Tatapannya menyiratkan rasa kasih sayang. "Aku Koumyu."
Eh? Siapa?
Tadi dia ingin menyebutkan nama siapa, ya? Koumyu? Master Koumyu? Master-nya Sanzo? Koumyu Sanzo?
Atau kah nama pria lain?
Goku merasakan tangan pria itu bergerak mengusap rambutnya dengan lembut.
"Jadi, kau-lah orangnya," ucap pria itu dengan sebuah senyuman, seolah-olah ia sudah menyelidiki masa Goku sejak lama. "Anak yang suaranya telah mencapai Genjo — Son Goku."
Goku berdecak antara kagum dan kaget. Bagaimana dia tahu? Koumyu Sanzo sudah mati bahkan sebelum Genjo Sanzo menemukannya.
"Aku sudah tahu segalanya," lanjut si pria tua. Tangan yang tadinya berada di atas kepala Goku kini berpindah ke bawah dagu, mengangkatnya seakan-akan sedang mengamati tiap inci dari wajahnya dengan teliti.
"Biar kulihat bagaimana Genjo telah merawatmu," katanya. "Hm, yah kulitmu terlihat bersih dan sehat. Matamu juga bagus — Ah, gigimu juga tampak rapi."
"M-Master Koumyu?" Goku tidak yakin bagaimana cara ia harus memanggil pria di depannya ini. "Apa yang kau lakukan disini?" tanyanya penasaran. "Apakah — ," ia mencoba mengira, sedikit berharap. "Apakah kita pernah bertemu sebelumnya? 500 tahun yang lalu sebelum — "
"Shh ..." Koumyu meletakkan sebelah telunjuk pada bibirnya, tersenyum penuh arti . "Pertanyaan itu, Nak, bukan hak-ku untuk menjawabnya."
Ekspresi Goku tampak lebih bersemangat. "J-jadi ... itu artinya ...kau ... tahu?"
"Aku datang ke sini hanya untuk melihat bagaimana keadaan cucu-ku. Ah, lega sekali rasanya ; kukira Kour — ah, bukan, kukira Genjo akan sering memukul kepalamu."
Goku merasakan wajahnya memerah.
Mengapa Master Koumyu menyebutnya cucu?
Well, yeah, benar ia sudah dengar Master Koumyu sudah seperti ayah angkat bagi Genjo Sanzo.
Dan selama ini ia melihat Genjo sebagai ... sebagai apa?
Sebagai penyelamat?
Sebagai mentor?
Sebagai penjaga?
Atau sebagai ...
Goku merasakan pipinya semakin memerah karena malu.
... orangtua?
Pantaskah ia menganggap Sanzo sebagai ayahnya? Oh, demi Tuhan. Jangan sampai Sanzo tahu!
"Genjo sudah seperti orangtua pengganti untukmu," guman Koumyu, seakan-akan ia bisa membaca pikiran Goku. "Jadi kurasa, sah-sah saja aku menyebutmu cucu."
Goku membuang muka, tidak ingin Koumyu melihat wajah malunya.
"Aku ...," ucapnya pelan, "tak mungkin memanggilmu jii-san, kan?"
Hening beberapa saat. Koumyu tampak terperanjat, kedua matanya yang biasa terlihat tertutup kini melebar. Saat itu, Goku benar-benar telah menyesal karena dengan kurang ajar telah menyebut Koumyu dengan kata jii-san.
"Eh, ti-tidak," dengan cepat, anak itu mengkoreksi-nya. "Maksudnya, aku —"
Tiba-tiba saja Goku mendapati tubuhnya diremukkan dengan pelukan erat dari sang Sanzo yang sudah mati.
"Wah ... manisnya ...," teriaknya dengan girang, mengusapkan pipinya pada pipi Goku. "Genjo telah memberiku cucu yang lucu seperti ini."
Goku terkesiap. Dadanya terasa sesak, sulit bernapas. "L-lepaskan aku, Master — "
"Ah, maaf, maaf," dengan cepat Koumyu melepas pelukannya. Tangannya menyeka sebutir air mata kebahagiaan dari sudut matanya. "Aku terlalu senang! Kau tahu? Kour — Genjo itu tidak pernah memanggilku dengan sebutan ayah. Jadi ada seorang yang mengakuiku sebagai kakek benar-benar membuatku sangat senang sekali. Ah... Ini benar-benar hari yang membahagiakan."
Goku hanya bisa melongo. Inikah Master Koumyu yang legendaris itu? Master yang amat dibanggakan oleh Genjo Sanzo, tak lain hanyalah orang tua yang bangga dengan gelar sebagai kakek.
Yeah, jika itu membuat Master Koumyu senang, maka Goku tak akan menarik kembali kata-katanya.
Lagipula, sebagai orang yang menginginkan keluarga, ia tak keberatan memiliki seorang kakek.
"Ah, sudah saatnya, ya?" kata Koumyu secara tiba-tiba. Matanya menatap ke atas — tepat ke arah udara kosong yang gelap. "Waktunya selesai."
"A-apa maksudnya?" tanya Goku.
Koumyu memberikannya tatapan lembut. "Sudah saatnya kita berpisah, Nak. Dewa sepertinya terlalu pelit untuk memberiku waktu lebih lama dari ini," ia menghela napas dengan kecewa, "lagipula, sudah saatnya kau kembali pada mereka."
Koumyu memberikan tepukan terakhir di atas kepala Goku. Roh-nya semakin menipis, tanda akan adanya perpisahan.
"T-tungu dulu!" dengan cepat, Goku menggenggam lengan jubah Koumyu. "Kau tau masa laluku, kan? Sebelum kau pergi, beritahu aku apa yang terjadi 500 tahun yang lalu?" pintanya dengan nada terburu-buru, khawatir Koumyu akan keburu menghilang sebelum ia sempat mengutarakan seluruh pertanyaannya. "Kau tau alasan aku dikurung di gunung, kan? Siapa aku sebenarnya? Apa ... apa benar aku monster yang sudah menyerang para dewa?"
Apa dosaku?
Mengapa aku tidak bisa mengingat apapun?
Siapa ... siapa pria yang kulihat waktu itu? Jika itu bukan kau, lalu siapa?
"Nak," Koumyu menenangkannya. "Aku tak diijinkan untuk memberitahumu apapun. Masa lalu tidaklah penting. Saat ini, kau sudah bersama dengan keluargamu lagi —"
"T-tapi...," Bukan begitu. Ia tak butuh nasihat klise semacam itu.
"— mereka tidak akan pernah meninggalkanmu. Kau tidak akan pernah sendirian lagi—"
"T-tapi ... tunggu dulu!"
"— Oh, dan sampaikan salamku pada Genjo," tambahnya. "Katakan padanya, aku sangat bangga padanya."
Goku akhirnya harus menerima kenyataan bahwa tak ada kesempatan untuk bertanya lebih jauh lagi. Bukan hanya karena Koumyu tidak mau menjawab pertanyaanya, roh pria tua itu sudah semakin terlihat transparan dan menipis hingga menghilang, menyatu dengan udara.
Dan sekarang, ia sendirian lagi.
'Mereka tak akan pernah meninggalkanmu,' kata-kata Komyu barusan kembali terdengar di telinganya. 'kau tidak akan pernah sendirian lagi.'
.
~0~0~0~
.
Ia ingat mereka sedang dalam perjalanan dengan jeep di tengah padang pasir.
Ia ingat mengeluh kelaparan.
Ia ingat Gojyo menggodanya, memanggilnya kera bodoh.
Ia juga ingat berkelahi dengan Gojyo di atas jeep.
Ingat juga kipas kertas dari Sanzo yang tiba-tiba mendarat dengan keras di atas kepala mereka.
Lalu Hakkai menghentikan jeep secara tiba-tiba.
Ada youkai raksasa — berukuran 3 kali lebih besar dari manusia biasa — menghalangi jalan mereka.
Youkai itu menuntut mereka untuk segera menyerahkan sutera padanya.
Satu youkai besar melawan empat orang yang berpengalaman bertarung melawan ratusan siluman.
Mereka tertawa. Youkai ini tak ada kesempatan untuk menang.
Kemudian mereka bertarung.
Tembakan chi Hakkai berhasil ditangkisnya. Tembakan dari pistol Sanzo berhasil dihindarinya. Sakujo milik Gojyo tak sedikit pun berhasil menggoresnya. Hantaman dari nyoi bo tak terasa sama sekali.
Mereka terlalu meremehkan lawan. 3 kali ayunan dari senjata gada beracun di tiap durinya berhasil melumpuhkan tubuh mereka. Hakkai, Sanzo, Gojyo... mereka langsung jatuh lumpuh takkala senjata sang youkai menghantam mereka. Ayunan ke-4 berhasil dihindari Goku. Sebagai gantinya, cakaran dari youkai berhasil merobek bagian bawah pakaiannya, beserta kulit perutnya yang ada dibaliknya.
Ia ingat merasa tak berdaya. Ia ingat youkai itu akan segera membunuhnya. Ia ingat Hakkai menyuruhnya lari. Ia ingat perasaan ingin melindungi teman-temannya.
Ia ingat melepas youkai limiter dari kepalanya.
Ia ingat ... Ia ingat ...
Goku memejamkan matanya.
Apalagi yang ia ingat setelah itu ?
Sebuah teriakan dan raungan menyakitkan menyadarkannya dari lamunan.
Ia segera bangkit, membuka matanya ...
.
... dan mendapati dirinya sedang terbaring di atas ranjang di sebuah kamar yang asing baginya.
Ini ... dimana?
Ia memposisikan dirinya untuk duduk. Seketika, rasa nyeri luar biasa dari bagian perut menyerangnya. Anak itu mendesis kesakitan. Gerakan dan suara nya ini membangunkan seseorang yang sedang duduk tertidur di lantai dengan posisi kepala bersandar di sebelah kasurnya — seseorang yang telah menjaganya sejak tadi.
Hakkai menguap lelah. "Goku?" gumannya sambil mengedipkan mata beberapa kali.
Goku menoleh, merasa lega yang luar biasa melihat seseorang bersamanya. "Hakkai?"
Si pria berkacamata tersenyum lembut. Ia berdiri. Lalu duduk di atas kasur tepat di samping Goku. "Syukurlah, kau sudah sadar," suara-nya bergetar. Matanya memerah — mungkin karena kurang tidur. Tetapi saat melihat jejak air mata di sana, ada sebuah kesimpulan pria berkacamata itu baru saja menangis.
"Aku sempat khawatir karena sudah 2 hari kau tidak bangun."
Goku merasa bersalah karena telah membuat pria sebaik Hakkai khawatir padanya.
"Hakkai – a-aku ... – Ugh!" Permintaan maaf-nya tertunda saat bocah itu merasakan sensasi seakan-akan ada palu besar yang memukul-mukul kepalanya.
Dengan sigap, Hakkai meraih pundaknya, menahan tubuhnya agar tidak roboh. "Ah, sebaiknya kau kembali berbaring saja, Goku."
Goku tidak menolak saat tangan Hakkai dengan lembut menuntun badannya untuk kembali berbaring di atas kasur. Ia mengawasi pria itu membetulkan letak selimutnya dengan hati-hati.
"Istirahatlah lagi."
Saat melihat Hakkai akan segera beranjak pergi, Goku dengan cepat memanggilnya. "K-kau mau kemana?"
Jangan tinggalkan aku sendiri.
Hakkai tersenyum. "Tidak apa-apa," katanya pelan. "Aku hanya akan keluar sebentar untuk memanggil Sanzo dan Gojyo."
Oh ...
Sesaat setelah Hakkai menghilang dari balik pintu, Goku merenung sembari memandang ke arah langit-langit kamar, mencoba mengingat.
Apa yang terjadi setelah pertarungan mereka dengan youkai raksasa itu?
Bukan.
Lebih tepatnya, apa yang terjadi selama ia menjadi Seiten Taisei?
Apakah ia menyerang teman-temannya lagi?
Saat itulah Goku menyadari bagian atas tubuhnya yang telanjang hanya tertutupi oleh perban yang membalut sekitar perut dan bahunya.
Ia ingat terluka. Ia ingat detik-detik saat Seiten akan mengambil alih tubuhnya.
Tapi ada kejadian lain, kan?
Ada sesuatu yang terjadi setelah itu.
Seorang pria ...
Pirang seperti Sanzo namun lebih panjang, menatapnya dengan lembut.
Pria itu membelai rambutnya dengan kasih sayang dan rasa bangga.
Kemudian ... kemudian sebuah pelukan ...
Perasaan disayangi
Dan ...
... dan ...
.
~0~0~0~
.
Saat Hakkai kembali bersama Sanzo dan Gojyo, mereka mendapati Goku sudah kembali tertidur dengan pulas.
"Apaan, nih," tawa Gojyo dengan nada mengejek. "Si kera itu tidur lagi." Namun wajahnya menyiratkan sebuah kelegaan. Setidaknya, anak itu sudah melewati masa kritis-nya.
"Ssstt ...jangan keras-keras, Gojyo," bisik Hakkai.
Sanzo berjalan mendekati kasur Goku dan duduk di dekatnya, memperhatikan wajah anak asuhnya dengan lekat.
Bibir Goku bergerak, seakan-akan menggumamkan sesuatu. Apakah ia sedang mengingau? Bermimpi? Mimpi buruk-kah? Perlu-kah dibangunkan?
Dengan rasa penasaran, Sanzo mendekatkan telingannya di bibir Goku. Samar-samar, ia mendengar kata yang diucapkan dari sana.
"Oi, Sanzo," panggil Gojyo. "apa yang kau lakukan?"
Sanzo hanya merespon dengan mengangkat sebelah tangan, mengisyaratkan si hanyo untuk diam. Ia sedang mencoba fokus mendengar
... k...km ... kommm ... iiisaaa ...
... iiisaaan ... komm ... uuuu ... iiiisaaannn ...
...kom ... uuu ... iiisaannn ...
Kom u isan?
Si pendeta semakin memusatkan konsentrasinya lagi. Dan dua kata yang berhasil ditangkapnya membuatnya terperanjat sekaligus takjub.
'Koumyu Jiisan'.
Sanzo memandangi wajah Goku dengan ekspresi tak percaya. Apa ini? Anak asuhnya sedang memimpikan Koumyu? Dan ia memanggilnya Jiisan?'
Ingin sekali rasanya ia mengambil kipas kertas miliknya untuk menjitak kepala Goku andai saja ia tidak ingat bocah itu sedang terluka.
Darimana Goku mendapati pikiran untuk menyebut Koumyu — mendiang masternya yang terhormat — dengan kata jiisan?
Memang, kadang ia menceritakan kepada Goku tentang Komyu Sanzo. Namun yang ia ceritakan tak lebih dari sekedar bahwa Koumyu adalah master yang sudah membesarkan dan mewariskannya sutera. Ia tak pernah menyebutkan pada Goku bahwa Koumyu adalah ayahnya. Hubungannya dengan Master Koumyu sama seperti hubungan Goku dengan dirinya.
Tapi, jika Goku menyebut Koumyu sebagai jiisan, itu berarti ... Goku melihatnya sebagai ayah?
'Payah,' bisik Sanzo dengan senyuman terhibur. Ia mengusap kepala Goku, menghela napas seakan-akan sedang menyesal. "Aku masih terlalu muda untuk memiliki anak seusia-mu."
Anehnya, ia sama sekali merasa tidak tersinggung. Malah terkesan benar.
Yeah, siapa tahu, mungkin dikehidupan sebelumnya, ia pernah memiliki anak seperti Goku.
Siapa tahu, kan?
