Chanyeol X Baekhyun
BoysLove!AU
.
.
Recommended playlist:
EXO – Forever
EXO – Day After Day
EXO – Going Crazy
.
.
oOo
.
Baekhyun merasa ada hal yang aneh dengan dirinya—tidak, Baekhyun merasakan banyak hal aneh. Banyak sekali. Dan kesemuanya tak terdeskripsikan.
Saat pria bernama Chanyeol itu bertanya, Baekhyun merasa hatinya penuh. Begitu penuh sampai ia merasa sesak. Tapi sesak itu tidak menyakitinya. Ia justru merasakan sesuatu yang lain—sesuatu yang jelas berkebalikan dengan definisi rasa sakit.
"Bolehkah.."
"—aku mengantarmu?"
Baekhyun merenung sendiri sepanjang perjalanan. Begitu mendapat pertanyaan itu, alih-alih terkejut, Baekhyun justru menanyakan bagaimana mereka akan melakukannya—seolah-olah ia pun tak sabar mewujudkan itu, seolah-olah ia juga menginginkan itu.
Bahkan setelah tahu tempat tinggal mereka terpaut jarak enam kilometer, Chanyeol tidak mempermasalahkannya. Katanya, tempat Baekhyun tetap searah dengan miliknya dari titik di mana mereka bertemu tadi. Chanyeol hanya perlu memutar arah dan menempuh jarak itu untuk kembali ke rumahnya.
Dalam keadaan seperti ini, Baekhyun hanya tahu satu kata untuk mendeskripsikannya.
Aneh.
Aneh, karena mereka baru saja bertemu beberapa waktu yang lalu, namun kini keduanya berdampingan di dalam sebuah taksi menuju kediaman salah satunya.
Aneh, karena mereka baru saja bertemu beberapa waktu yang lalu, namun kini duduk bersisian dengan begitu nyamannya.
Chanyeol memang asing bagi Baekhyun. Secara fisik, ia asing. Hanya saja Baekhyun tak mampu sama sekali menampik rasa familiar yang menggelayutinya tentang pria itu.
Baekhyun melepas pandangannya dari pemandangan di balik kaca mobil yang mereka tumpangi. Kepalanya menoleh sempurna pada pria di samping kanannya. Taunya, yang ia tatap juga tengah melakukan hal yang sama.
Kecanggungan mereka hilang entah ke mana. Keterasingan yang sempat hinggap pada rekognisi tidak lagi bersisa. Yang ada hanya, suatu rasa tak bernama yang begitu familiar.
Lama bersitatap, baik Chanyeol maupun Baekhyun tidak berminat untuk sedikitpun beranjak. Mereka sama-sama terpaku satu sama lain.
"Baekhyun.." Yang lebih tinggi memanggil, meski tanpa itu pun, yang dipanggil sudah kepalang menjadikannya pusat atensi. Baekhyun menggumam sebagai jawaban. Itu aneh bagaimana Baekhyun merasa begitu senang hanya karena Chanyeol tidak lagi menggunakan embel-embel formal pada namanya.
"Apakah dulu kita berteman baik? Sangat baik?" tanyanya.
Baekhyun tahu itu omong kosong. Dan dirinyalah yang menciptakannya. Tetapi entah bagaimana, ia tidak peduli. Sesuatu yang menjadi fokusnya saat ini adalah, bagaimana menahan diri untuk tidak meletakkan tangannya pada patri wajah di hadapannya.
"Memangnya kenapa?" Baekhyun balik bertanya. Tidak ada alasan khusus, hanya ingin tahu mengapa pria ini bertanya, dan mengapa itu dibarengi dengan tatapan serupa ia menatap Chanyeol juga.
"Aku.. tidak mengingatmu. Awalnya." Chanyeol mendekat, inginnya mengamati wajah mungil itu lebih lekat lagi. "Tapi.." Suara rendah Chanyeol akhirnya mengundang sebuah degupan hebat pada jantung Baekhyun."..kau tidak terasa asing sama sekali."
Baekhyun tidak menjawab. Atau lebih kepada, ia tak benar-benar menaruh perhatian pada kata-kata itu. Mata, telinga, dan pikirannya hanya berisikan si empunya suara. Yang lagi-lagi membuat Baekhyun ingin membawa tangannya pada wajah itu.
Tidak ada yang ragu atau keberatan saat akhirnya mereka menghabiskan sisa perjalanan dengan saling bersandar pada bahu dan kepala satu sama lain, dengan telapak saling menggenggam. Tidak pula ada yang tahu siapa yang memulai. Dan, tidak ada yang berminat untuk mengakhiri kenyamanan itu.
.
oOo
.
Ledak peluru berdentum. Empat kali tembakan. Lebih dari cukup untuk membuat dua yang menjadi sasaran terhempas di atas tapak pedestrian.
Baekhyun mempertahankan kerjap matanya agar tetap hidup. Setidaknya, sampai napasnya benar-benar habis dan jiwa diangkat dari raganya. Sampai detik di mana hal itu terjadi, ia ingin memandang kekasih hatinya.
Dengan sisa tenaga yang tertinggal, Baekhyun mengeratkan genggamannya pada sang kekasih. Di saat seperti ini kekasihnya itu masih melempar senyum padanya—meski nyaris tak kentara, sebab keduanya benar sedang berada di ambang batas.
"Baekhyun.. aku—" bisikan itu lebur di antara napas satu-satu. Baekhyun dapat melihat banyak sekali warna merah serupa warna rambutnya di antara dirinya dan kekasih di bawahnya. "—aku mencintaimu, kau tahu itu—'kan?"
Mata sembab milik Baekhyun melengkung membentuk sabit. Sisa napasnya ia gunakan untuk memaksakan itu, ingin memberi senyum terbaik di penghujung waktu mereka. Bagaimana pun ia berusaha memindahkan tubuhnya yang menimpa kekasihnya, ia tak bisa. Tinggal hitungan milisekon, ia tahu waktunya akan habis. Pun sama dengan Chanyeol, ia lagi tak mampu mengangkat tangannya demi menyentuh helai rambut merah kekasihnya, meski ia sangat ingin.
Tapi setidaknya, mereka masih saling mendekap hingga akhir menjemput.
.
oOo
.
Baekhyun meraup napas banyak-banyak. Bola matanya bergerak tak terkendali, persis begitu ia membuka mata. Sinar matahari pagi seharusnya menyambut pagi dengan hangat, tapi kali ini Baekhyun merasa sinar itu membakarnya. Gerah. Panas. Sesak. Ia tak sadar matanya basah dan masih pula menumpahkan bulir ke kedua pipinya setelah ia terjaga.
Sambil terengah, Baekhyun menghempas selimutnya terburu. Dia berjalan tanpa fokus berarti, linglung menuju pantry untuk mendapatkan satu-dua teguk air.
Gemerincing bunyi benturan gelas-gelas kaca kala Baekhyun menarik salah satunya dengan tangan gemetar. Air minum yang ia dapatkan ia teguk cepat-cepat. Tak merasa lebih baik, ia mengulanginya. Mengambil beberapa dan kembali menenggaknya.
Baekhyun mulai terisak. Ia bingung. Ia bangun dengan perasaan luar biasa gelisah, dan tubuhnya nyata memberi reaksi. Jantungnya bertalu-talu sedang jemarinya gemetar. Tubuhnya dibanjiri keringat dan napasnya seperti dibekap tangan tak kasat mata.
Ia yakin mimpi buruk baru saja mengganggu tidurnya. Baekhyun merasa nyaris saja kehabisan napas bila ia tak segera membuka mata. Tapi bukankah ini terlalu hebat untuk disebabkan oleh sekadar mimpi? Mengapa ia begitu gelisah?
Sekilas Baekhyun ingat bagaimana hal serupa terjadi di hari kemarin serta hari sebelumnya pula, di hari ia melewatkan haltenya karena tertidur di bus sepulang kerja dan keesokan malamnya. Itu serupa—seperti terbangun dari mimpi yang tak kau ingat tentang apa, namun terekam jelas seperti apa kesannya. Dan hanya rasa itu yang tertinggal, yang mampu tertangkap oleh kesadaran.
Apa yang terjadi sekarang jauh lebih dari sebelumnya. Baekhyun tidak mampu bahkan untuk sekadar berpikir bagaimana cara meredakan perasaan yang muncul. Ia gelisah, takut, sesak, dan entah ia benar menamai atau tidak, ia.. sedih. Air matanya masih mengalir turun, bahkan setelah berkali-kali tarikan napas dan tegukan air minum.
Baekhyun mencari-cari, apapun, apapun yang kiranya mampu membantu. Meja pantry-nya kosong. Ia kembali ke kamar. Mata bergulir panik menyisir seluruh ruangan.
Saat matanya menangkap benda pipih berlayar hitam di atas nakas, Baekhyun meraihnya. Tangannya gemetar. Meski tidak sepenuhnya mengerti alasan mengapa ia melakukannya, Baekhyun mencari sebuah nama di daftar kontaknya. Ponsel hitam itu nyaris terjatuh saat ia menggulirkan jari pada layar dengan tidak sabaran.
Begitu nama itu ia temukan, sebuah panggilan dibuat.
Hanya butuh dua kali nada sambung dan suara seseorang di seberang panggilan terdengar,
"Halo?"
Begitu suara itu terdengar, tangis Baekhyun lolos. Ia tutupi bilah bibirnya agar tak kena mengeluarkan isak keras, namun percuma. Ia jatuh terduduk pada sisian tempat tidur, menangis sejadi-jadinya begitu suara itu tertangkap oleh inderanya.
"Baekhyun? Baekhyun ada apa?!"
Bukan ia menangis karena kegelisahan itu lagi, melainkan rasa lega tak terhingga karena suara dari seberang nyatanya mampu mengangkat semua beban tak kasat mata yang sejak tadi memberatkan dirinya. Baekhyun membiarkan isakannya lolos lagi, sebagai bentuk syukur atas betapa lega hatinya kini.
"Baekhyun, tolong jawab aku.. apa yang terjadi? Kau baik-baik saja?"
Setelah sekali menyusut hidungnya dan tersedak ludahnya sendiri, Baekhyun mencoba bersuara. Itu masih terdengar buruk—serak dan tersendat-sendat. Namun saat akhirnya Baekhyun berhasil mengucap, seseorang di seberang panggilan menghela napas lega.
"M—maaf.. Kurasa—aku.." Baekhyun memaksa menelan apapun yang terasa mengganjal tenggorokannya, "..aku baru saja—mimpi buruk."
Sadar orang yang ia hubungi tak merespon, Baekhyun mulai memiliki sedikit kemampuan untuk menjalankan pikirannya. Dan ia mendapati fakta, bahwa ia sedang menghubungi seseorang yang baru dikenalnya dua hari yang lalu hanya untuk melapor akan suatu mimpi buruk di Minggu pagi.
Tapi Baekhyun lupa akan pikiran itu saat suara dari seberang panggilan kembali menyapa telinganya.
"Kau membuatku khawatir. Katakan padaku bagaimana keadaanmu sekarang." katanya. "..kumohon."
"Aku.." Baekhyun tercekat. Tangisnya habis meski matanya masih merah. "Aku baik—" Ia menggigit bibir, "—setelah mendengar suaramu."
Lagi, Baekhyun disambut keheningan. Ia tiba-tiba diliputi rasa bersalah. Mengapa ia mengatakan itu? Chanyeol di seberang sana mungkin sedang kebingungan luar biasa.
Baekhyun hanya tidak mengerti. Mencari nama pria itu di tengah kegelisahan yang ia rasakan dan menghubunginya, Baekhyun juga tidak sadar benar melakukannya. Untuk sebuah alasan yang tidak ia ketahui, otaknya refleks meneriakkan kalau ia sungguh membutuhkan pria itu. Saat itu juga.
Baekhyun baru membuka mulutnya untuk sekali lagi melontarkan maaf, tapi suara di seberang telepon menginterupsi,
"Kau.. m—maksudku.. kau mungkin—"
Baekhyun berharap-harap cemas menunggu Chanyeol menuntaskan kalimatnya.
"—mungkin.. kau ingin aku.. ada di sana? M—maksudku bolehkah aku—"
"Ya." potong Baekhyun begitu ia menangkap maksud pria itu. "Maksudku aku—" Baekhyun menggigit bibir bawahnya, "—tolong datanglah ke sini." pinta Baekhyun.
Meski sadar betul dirinya seperti memberi perintah yang jelas-jelas ia tak berhak melakukannya, Baekhyun tidak memikirkan pilihan yang lebih bagus dari itu. Kehadiran orang itu.. mungkin bisa berperan sesuatu.
Setelah mendengar persetujuan yang menandakan bahwa mereka sepakat akan hal itu, Baekhyun merasa dadanya ribuan kali lebih ringan dari sebelumnya. Ia mampu meloloskan embusan napas lega begitu sambungan telepon ditutup.
.
oOo
.
.
Kangen chanbaek, huhu..
Thanks to nanaseID7 dan socloverqua atas review-nya di chap 1 kemarin~ Saya lupa untuk menyebut kalian di chap 2, hehe.
Saya sedang dalam keadaan sangat-amat-rindu-chanbaek, adakah yang sama?
.
