Chanyeol X Baekhyun

BoysLove!AU

.

.

Recommended playlist:

EXO – Walk on Memories

EXO – What U Do?

.

.

oOo

.

"Ini.. untukku?" Baekhyun menunjuk dirinya sendiri, bergantian dengan sebuah kemasan dingin yang disodorkan melalui permukaan meja pantry kepadanya.

"Um.. ya," Yang ditanyai menjawab seadanya, mengusap kikuk bagian belakang leher sambil tersenyum kecil.

Tangan lentik Baekhyun lantas menyentuh dan menarik kemasan serupa cup berukuran layaknya mangkuk makanan itu, merasakan sensasi dingin yang ditimbulkan pada jemarinya. Warna merah muda dengan gambar stroberi di bagian tutupnya otomatis mengundang senyum dari bibirnya.

"Terimakasih banyak, aku benar-benar membuatmu repot." kata Baekhyun, tak sadar pipi sudah dibubuhi semburat kemerahan.

Chanyeol menghibas-ngibaskan tangannya cepat, "Tidak! Aku tidak merasa direpotkan.." Ia mengusap tengkuknya sekali lagi. "Aku hanya merasa ingin membawakan sesuatu. Saat melihat es krim stroberi, aku langsung teringat padamu," tambahnya, dan Baekhyun menangkap rona di pipi hingga telinga pria itu. Lucu sekali.

Baekhyun merasakan pipinya menghangat, "Bagaimanapun, terimakasih sudah mau datang. Maaf karena tidak menyiapkan apapun untukmu." kata Baekhyun pada si tinggi yang duduk berdampingan dengannya di meja pantry.

"Tidak!" bantah Chanyeol, dan itu sebenarnya cukup mengejutkan Baekhyun karena suara Chanyeol cukup besar. "Kau tidak perlu," tambahnya. "Kau suka itu?" tanya Chanyeol, merujuk pada wadah plastik yang berada di bawah telapak tangan Baekhyun.

Mengangguk, Baekhyun menjawab pelan, "Aku suka es krim stroberi." Ia menggigit bibir, malu. Ia semakin merona dengan pikiran bahwa mereka bicara seperti sepasang remaja kasmaran. Ugh, pikiran macam apa itu?

"Syukurlah," Chanyeol tersenyum lebar, menampakkan lesung pipit di pipi kirinya.

Chanyeol tidak tampak canggung dari yang Baekhyun kira, padahal, Baekhyun telah melakukan hal bodoh begitu pria itu sampai. Dirinya sendiri pun malu luar biasa atas apa yang ia lakukan bahkan sebelum mempersilahkan Chanyeol masuk ke apartemen. Bisa jadi pipinya tak berhenti merona sejak sadar ia telah begitu saja memeluk tubuh tinggi Chanyeol begitu mendapati pria itu di depan pintu apartemennya.

Beruntung, di saat Baekhyun merutuk dalam hati dan berucap maaf berkali-kali, Chanyeol tidak sama sekali keberatan. Dia hanya bilang itu wajar bagi orang yang mengalami mimpi yang benar-benar buruk.

"Jadi, kau tinggal sendirian?" Chanyeol bertanya saat Baekhyun sudah mulai menyuap makanan manis nan dingin itu ke mulut.

Baekhyun menjilat lelahan es krim di bibir, "Ya,"

"Keluargamu?"

"Aku punya seorang kakak. Dia sudah menikah dan tinggal di Incheon."

Chanyeol mengangguk-angguk. Dia menyesap kembali kopi yang disajikan Baekhyun sebelumnya. "Ah, orangtuamu?"

"Orang tuaku sudah meninggal," jawab Baekhyun singkat. Ia rasa jawaban itu ia berikan dengan cara cukup santai karena sungguh ia tidak merasa itu termasuk hal yang sensitif—itu terjadi sudah lama sekali—tetapi Chanyeol tampak jelas terkejut.

"B—benarkah? Maaf, kurasa aku bertanya terlalu jauh." Park Chanyeol membungkuk sedikit di kursinya, bereaksi seolah ia telah melakukan hal paling buruk sedunia kepada Baekhyun.

"Tidak, tidak apa-apa. Kau terlalu berlebihan." Baekhyun menempatkan tangannya ke lutut si tinggi, berusaha memberitahu betapa ia sungguh baik-baik saja. Ia.. justru begitu senang memiliki Chanyeol yang terus bertanya seperti itu di rumahnya yang sepi.

"Bagaimana denganmu?" tanya Baekhyun. Sedikit-banyak, ia juga punya keinginan untuk mengenal Chanyeol lebih jauh.

"Uh?" Alis pria tinggi itu terangkat sekilas, "Aku tinggal bersama kakakku. Kedua orang tuaku ada di Jepang." katanya.

"Jepang?"

Chanyeol mengangguk. "Mereka menetap di sana, sementara aku dan kakakku kembali ke Korea."

Baekhyun membentuk bulatan dengan bibirnya. Jepang, ya? Ia ingat Chanyeol menyebutkan soal kepindahannya ke negara itu. Baekhyun jadi ikut teringat akan kebohongan yang ia lontarkan pada Chanyeol pada malam itu. Apakah itu tidak apa-apa?

"Baekhyun?"

"Ya?" Baekhyun menarik kembali pandangannya kepada Chanyeol setelah menatap wadah es krim di hadapannya.

"Kau baik-baik saja?"

Baekhyun hanya memberi sorot penuh tanda tanya karena ia tidak menangkap maksud dari pertanyaan itu.

"Oh, maksudku, kau tahu, kau.. menangis, tadi."

"Ah, itu," Baekhyun menjepit sendok plastik di bibir, "Aku.. sudah bilang padamu tadi.." Pipinya lagi-lagi memanas, mengingat apa yang ia katakan pada Chanyeol nyaris secara tidak sadar melalui sambungan telepon pagi tadi. ".. setelah mendengar suaramu di telepon, kurasa mimpiku tidak lagi terasa seburuk itu,"

Melihat Baekhyun menjawab dengan suara kecil sembari menggigit sendok di bibirnya, Chanyeol menelan ludah. Pipi Baekhyun tampak bersemu dan semua kombinasi itu seperti menggelitik perutnya.

"Apa itu sering terjadi?" tanya Chanyeol.

"Kurasa.. ya. Tetapi tadi yang terburuk. Aku.. tidak pernah merasa setakut itu," jawabnya, sembari mengingat-ingat betapa kacau perasaannya sebangun tidur.

Chanyeol merasa kelebat rasa khawatir menyambangi perasaannya. Baekhyun tinggal sendiri, dan ia sering mengalami mimpi buruk sehebat itu.

"Kau.. keberatan bila aku sering berkunjung?"

Mendengar itu, Baekhyun nyaris tersedak oleh ludahnya sendiri.

"Ap—apa?"

Chanyeol berdeham. Sial sekali, ia kelepasan menyuarakan pertanyaan itu sebelum benar-benar matang berpikir.

"Uh.. aku.." Chanyeol kehabisan kata. Ia pun tidak tahu apa penjelasan untuk permintaan tersebut.

Mata Baekhyun berkedip. Ia mengaduk-aduk isi wadah es krimnya. Pipinya kembali memanas dan ia sekali lagi merasa malu atas pikirannya yang mengatakan dirinya benar-benar mirip remaja kasmaran. Ya Tuhan, ia bahkan belum pernah tau rasanya punya kekasih seumur hidupnya.

"M—maaf, kalau kau keberatan—"

"Tidak!"

Chanyeol terlonjak dengan sentakan nyaring Baekhyun.

"—astaga, maaf," Baekhyun merutuk karena reaksi spontannya barusan. Mulutnya tahu-tahu saja menyahut untuk membantah kalau dirinya keberatan akan permintaan itu. "Maksudku.. kenapa?"

Butuh beberapa detik untuk Chanyeol menangkap maksud pertanyaan itu. "Uhm.." Ia berkedip-kedip, ".. untuk.. menemanimu?"

Jawaban itu seketika membuat keduanya tersipu. Hawa apartemen mungil itu tiba-tiba saja terasa panas dan keduanya seperti membutuhkan pasokan oksigen lebih.

Setelah berhasil menenangkan detak jantungnya yang entah sejak kapan berdetak kencang, Baekhyun menemukan kembali kata untuk ia ucapkan.

"Aku akan dengan senang hati menyambutmu, kalau begitu." ucapnya dengan suara teramat pelan. Ia lagi-lagi menggigit bibir menyadari betapa cheesy-nya kalimat itu. Tetapi Baekhyun tidak punya kalimat lain lagi untuk mengungkapkan rasa membuncah yang ia dapatkan saat Chanyeol melontarkan alasan itu. "Terimakasih,"

Chanyeol sempat kebingungan tentang bagaimana seorang pria dewasa seperti Baekhyun bisa tampak begitu menggemaskan di matanya. Beberapa hari yang singkat mengenal Baekhyun, Chanyeol seolah merasa tidak akan sekalipun ragu melakukan apapun untuk lelaki ini.

"..Chanyeol?" panggil Baekhyun. Setelah bertukar banyak percakapan dengan pria bermarga Park itu, Baekhyun masih sempat merasa isi perutnya berputar-putar hanya karena menyuarakan panggilan informal berupa nama tanpa embel-embel, yang tentunya, dalam artian yang menyenangkan.

"Hm?"

"Biarkan aku mentraktirmu makan. Aku tidak punya apapun di lemari." Baekhyun mulai mengemasi sisa es krimnya untuk disimpan, lantas beranjak berdiri menuju lemari pendingin.

"Eh? Tidak perlu—" Chanyeol menahan lengan Baekhyun,

"Kumohon..? Aku sudah terlalu banyak merepotkanmu," pinta Baekhyun, tulus memohon sebab ia agaknya merasa begitu tidak tahu terimakasih telah membiarkan tamunya duduk tanpa sajian apapun.

Seperti sebuah mantra, kalimat Baekhyun meluruhkan Chanyeol. Pria tinggi itu meloloskan lengan Baekhyun dan akhirnya mengangguk patuh. Membiarkan lelaki mungil itu beranjak.

"Tolong tunggu sebentar," Baekhyun berlalu menuju kamar untuk mengambil beberapa keperluan.

Begitu kembali, ia sudah mengenakan kemeja santai sewarna langit di atas kaus putihnya, beserta sebuah dompet di tangan.

"Kau keberatan kalau kita naik taksi? Aku tidak punya kendaraan."

"Oh," Chanyeol berdiri dari kursinya, telah sempurna mengenakan jaketnya kembali. "Aku membawa skuterku,"

"Skuter?" ulang Baekhyun, matanya berbinar penuh antisipasi membayangkan sebuah sepeda motor kecil lucu yang selalu ingin ia coba naiki.

Chanyeol menggaruk kepalanya yang tak benar terasa gatal, "Ya, kalau kau juga tidak keberatan naik kendaraan seperti itu," katanya, sedikit tersipu.

Sementara itu, Baekhyun justru tersenyum senang. Pipi dengan rona merah muda miliknya merekah dan matanya menyipit seperti sabit. "Itu justru terdengar menyenangkan," katanya, menghampiri Chanyeol dan menarik lengannya menuju pintu. "Ayo."

Park Chanyeol semakin tersipu melihat bagaimana Baekhyun menarik lengannya hingga mereka sampai dengan cepat ke tempat Chanyeol memarkirkan skuternya.

Baekhyun tidak menyembunyikan rasa senangnya mendapati sebuah skuter berwarna putih keemasan di hadapannya. Ia selalu ingin mencoba kendaraan itu. Tanpa banyak bicara, Baekhyun menerima helm cadangan yang Chanyeol ambil dari kompartemen kendaraan.

Begitu motor melaju, Baekhyun merasakan bagaimana perasaannya begitu bertolak belakang dari kacaunya ia pagi tadi. Merasakan bagaimana hanya dengan menempatkan genggaman pada sisi jaket Chanyeol benar-benar dapat membuat dirinya merasa aman.

Angin segar pagi hari berembus pelan. Seiring jarak yang ditempuh, Baekhyun membiarkan tangannya merangkak melingkari pinggang si pria tinggi, merebahkan kepala di punggung lebar itu dan menikmati angin yang menerpa wajahnya.

Baekhyun, tidak pernah merasa seringan ini sepanjang kehidupan sepinya.

Dan Chanyeol, tidak akan pernah sekalipun keberatan dengan semua sentuhan yang lelaki mungil berikan.

.

oOo

.

.

So, kim jongdae has changed into kim jongdad by yesterday..

Selamat buat babang chen, semoga putrinya dianugerahi kesehatan /lovelove/ Exols siap jadi aunty!

P.s. Saya udah rindu chanbaek sampe stadium akhir ini, gaada niatan bikin moment apa, nyol? /toel canyul/

Best love for reviewer: socloverqua | .jjang1