Only One Thank You For You!

Disclaimer: ©KLab (Aopella Project)

Warning: OOC parah, sangatlah cringe, cocoklogi yang gak banget (?), sayo-centric, just headcanon, dll.

Author tidak mengambil keuntungan apa pun dari fanfic ini, dan semata-mata dibuat demi kesenangan pribadi.


Chapter 1:

Luka Shihou


Seingat Sayo Soenji, tiga puluh November tidak sekalipun menjadi tanggal tahunnya, dan angka serta bulan seperti itu justru lebih akrab dengan perayaan natal, bukan? Namun, di sinilah Luka Shihou berada. Tepat di depan Sayo sembari menyodorkan bentuk persegi empat, dibungkus pula dengan kertas kado berwarna manis, ditambah hiasan pita senada rambut Sayo, seolah-olah memang ingin merayakan kelahirannya. Suasana pun hening cukup lama. Tubuhnya yang membungkuk bahkan membuat tanggapan orang-orang berimajinasi terlalu luas.

"Emm ... Luka?" panggil Sayo dipenuhi nada ragu. Senyumannya pun sedikit kaku akibat harus merasai bingung, terkejut, dan kehabisan ide, di dalam waktu yang sama. Tak bisa Sayo pilih-pilih membuatnya turut memiringkan kepala.

"I-iya? Ke ... kenapa, Sayo?"

"Eh ...? Jangan gugup begitu, dong. Rasanya kamu benar-benar seperti menembakku pakai cokelat, atau sejenis itu ..."

Membungkuk sambil memberikan hadiah yang warnanya dijodohkan dengan terang benderang, cara bicaranya lantas terbata-bata, dan terkesan malu bagaimana mungkin orang-orang tak merasa ambigu? Mendengar itu, kespontanan terburu-buru mengangkat tubuh Luka agar ia berdiri biasa saja. Tetapi naasnya belakang kepala Luka malah menabrak tiang listrik. Lumayan kencang menyebabkan Sayo khawatir kalau-kalau Luka mengalami benjol.

"Kepalamu baik-baik saja? Sakit banget, kah? Kupangggilkan ambulan, deh."

Gawai di saku celana segera Sayo ambil. Nomor 911 hampir saja dihubungi, apabila Luka tidak menggeleng-geleng dan sekali lagi menyodorkannya. Berharap Sayo langsung menerimanya agar secepat mungkin, Luka dapat kabur dari kerumunan yang telanjur memperhatikan. Seribu untung kali ini Sayo menerima, walaupun masih terheran-heran. Jadikah kakinya bersiap-siap bergerak, andaikata Luka tak menyaksikan Sayo membuka pemberiannya dengan polos. Benar-benar gagal diduga oleh Luka, sehingga keringat dinginnya bercucuran deras.

"Ko-kok dibukanya sekarang?!"

"Harus di rumah, kah? Maaf soal itu, Luka. Aku tidak tahu. Omong-omong pula Luka ingat, kan, tiga puluh November bukanlah ulang tahunku? Setidaknya bolehkah aku tahu apa ini?"

Kertas kado yang masih menempel tak lagi Sayo lepaskan. Mendadak Luka terdiam seribu basa, selagi telunjuknya menggaruk pipi berulang-ulang. Ada kebingungan yang tergambar pada wajahnya, di mana apakah baiknya Luka memberitahu pakai kata-kata, atau membiarkan Sayo melihatnya langsung? Kira-kira manakah yang lebih memalukan? Buat Luka, sih, dua-duanya sama saja, tetapi ia harus memilih atau semua ini tak kelar-kelar.

Jika tidak kunjung selesai, bisa-bisa Sayo melahirkan perasaan bersalah lainnya. Apabila begitu, Luka yakin ia hanya bertambah–

"Gawat. Kok aku baru kepikiran, ya, Luka salah memberikan kado ke orang? Duh. Udah telanjur kubuka lagi. Sebagai gantinya aku akan–", "Sebenarnya ... sebenarnya dibuka di sini pun enggak apa-apa, sih. Tetapi aku malu. Apalagi, ya ... bagaimana bilangnya, ya? Intinya, sih, begitu," potong Luka panik, barulah ia menyesal karena mengandalkan kata-kata. Ucapannya pasti sulit dimengerti oleh Sayo saking samarnya.

Sifat pemalu Luka yang mungkin tidak akan betul-betul hilang mana mungkin Sayo salahkan. Toh, begini-begini ia yakin dengan otaknya, sehingga Sayo memilih menganalisis yang bagi Luka, dia malah lebih malu dibandingkan sebelumnya. Omong-omong, ternyata ini adalah buku. Nama sang pengarang setidaknya familier bagi Sayo, dan mendadak ia tersenyum lembut ke arah Luka yang ketar-ketir.

"Aku baru tahu Luka hobi menulis." Pengarangnya adalah Luka Shihou. Telunjuk Sayo sampai menunjuk tulisan yang dimaksud yang tentu saja, wajah Luka bertambah merah akibat rasa malunya kian menggila.

"Jujur saja ... itu adalah percobaan pertamaku. Akhir-akhir ini Sayo sering membaca cerita sci-fi, bukan? Selain mengunjungi bandara bersamaku. Jadilah aku membuat satu, walaupun kualitasnya pasti enggak sebagus yang dijual di toko buku." Tiba-tiba kepalanya berat. Jujur saja Luka lebih banyak meragukan dibandingkan percaya, tetapi mau bagaimana lagi? Apa pun yang ia berikan … sebenarnya akan Luka pertanyakan juga. Entahlah memperhatikan Sayo, atau kekurangan kepercayaan diri seperti biasanya.

"Ah. Jadi ini bisa disebut hadiah natal?"

"Lebih tepatnya lagi tidak ada alasan khusus di balik kadoku itu. Anggaplah sebagai rasa terima kasih, karena Sayo sudah berbuat banyak. Waktu itu juga Michikata bilang, kau mau menghadiahiku gym, ya? Nah, aku juga berterima kasih buat hal tersebut, meski hadiah ini kagak seberapa."

Selama ini Sayo selalu memasak untuknya, dan anggota Riruhapi yang lain. Konsep lagu, jadwal latihan, mengkoordinasi penampilan ... Sayo selalu melakukannya dengan telaten, tetapi di satu sisi baik itu Luka, Michitaka, Hajime ataupun Rin sadar, adakalanya mereka menerima ketulusan Sayo secara berlebihan. Jadilah keempat-empatnya ingin mengembalikannya kepada Sayo, kendatipun hanya menggunakan cara-cara kecil yang penampilannya sepele.

Oleh karenanya, Rin mengusulkan untuk memberikan apa pun kepada Sayo, sepanjang itu dibuat oleh buah kerja keras–bukan membeli atau mengambil bekas. Mereka ingin memulangkan tulus yang terlalu banyak ini, serta menjadi secukupnya saja, sebab keempat-empatnya percaya Sayo berhak menyimpan ketulusan dari diri sendiri untuk diri sendiri, supaya Sayo ingat. Agar Sayo pun sama seperti Luka, Rin, Hajime, ataupun Michikata, di mana Sayo juga menerima.

Kira-kira, begitulah cara untuk menggambarkan perasaan mereka berempat. Meski tentunya setelah itu, masing-masing dari mereka mempunyai tujuan tersendiri sehingga menyetujui Rin.

Luka sendiri berpikir walaupun Sayo bukanlah Shiragaki Akira–seseorang yang ia kagumi–Sayo juga sangatlah keren. Dia baik, tetapi kalimat itu hanya berada di luar Sayo. Di dalam dirinya hingga ke ujungnya, bahkan lebih baik lagi sekaligus lembut, dan ia memberikan mata kepada hal tersebut; tak berniat menyembunyikannya. Tiada jua perasaan malu yang Sayo kecap, walaupun ia jadi mempunyai kelemahan-kelemahan yang sebelumnya tidak Sayo miliki.

Berbeda dengan Luka yang justru merasa, lembut tuturnya membuatnya kerdil, dan begitu lembek. Menjadikan ia kurang percaya diri, lalu kekaguman yang ditaruh kepada namanya mengakibatkan Luka merasa bersalah. Seolah-olah mereka yang memujinya sangatlah keliru, padahal itu tak lebih dari sebuah harapan kecil agar Luka selalu positif. Rasa sayang yang tak dapat Luka terima sebagai rasa sayang yang diam-diam menyakitinya.

"Gym-nya kagak jadi dibeli padahal gara-gara dihentikan Michitaka. Makanya jangan berterima kasih kayak–", "Jika kupikir-pikir, aku pun ingin sepertimu yang baik, tetapi bukan lembek melainkan kuat. Oleh karena itu, terimalah hadiahku dengan seutuhnya. Jangan bilang aku ini merepotkan diriku sendiri, soalnya diam-diam aku kagum padamu."

"Kalau aku berkata kagum padamu ... Sayo enggak akan bilang aku merepotkan diriku sendiri, kan?"

Demi Sayo dia sampai sebegitunya, ya? Tengkuk yang tidak gatal jadi Sayo usap-usap. Beberapa lembar kertas kado yang masih menempel akhirnya Sayo lepas. Ia tersenyum tipis mendapati Luka pun berusaha menggambar.

"Terima kasih, Luka. Sesampainya di rumah akan kuberikan komentar. Rin, Michitaka sama Hajime pun harus tahu. Cerita buatanmu pasti keren."

"Gak sebegitunya juga kali. Lagian aku ini penulis amatir."

"Soalnya aku suka banget, dan makin suka sama Luka. Pangeran yang pemalu itu unik, lho. Apalagi dia berusaha banget buat lebih percaya diri demi teman-temannya."

Tiba-tiba Sayo mengerem kalimatnya. Keramaian pusat perbelanjaan, dan Luka yang sebelumnya mengejar-ngejar Sayo, dua hal itu mendadak lebih indah tatkala Sayo memeluk Luka. Jujur saja rasanya menyenangkan sekali.

"Terima kasih sudah menganggapku sebagai salah satu orang yang sangat baik, Luka, makanya kamu memutuskan berubah," sambung Sayo pelan. Akhirnya dibandingkan malu-malu kucing atau memanas, Luka bisa tersenyum meskipun tipis. Ujung-ujungnya pula tetap saja Sayo yang memberikan sesuatu, ya? Berarti Luka harus membalasnya di masa depan; sebuah lingkaran setan.

Lingkaran setan yang bisa-bisanya terlihat sangat indah, di mana hanya Sayo Soenji seoranglah yang dapat menciptakan hal seperti itu, bukan?


Bersambung …


A/N: Yahahaha … mari ketawa miris dulu, karena bisa-bisanya aku bikin fic kayak begini. Lalu juga aku mau bicara panjang x lebar. Semisal gak berkenan, silakan skip.

Baru-baru ini aku suka aopella, iya, dan kuharap udah ada fanfic-nya walaupun kata temenku, dia belum menemukan satu pun fic aopella selain fanart. Mungkin gara-gara mendapatkan ilham lewat mimpi, makanya aku nekat bikin fic sayo-centric ini apalagi aku suka sayo. Dalam mimpiku itu, sayo jadi tokoh sentral di mana dia mendapatkan berbagai hadiah dari anggota lain, karena sayo udah bekerja keras sampai memasakkan makanan buat mereka. Sebagai author fluff, tentu kesempatan ini gak bisa kubiarkan. Abis disemangati kak aya juga, seenggaknya lebih yakin walau bakalan super ngaco wakaka.

Karena belum ada satu pun fic aopella, tentunya aku gak punya referensi. Jadi ya mohon maaf, semisal luka dan sayo sangat OOC. Tapi aku sendiri udah cari-cari info soal karakteristik mereka, meskipun ya 1 paragraf yang terdiri dari 4 baris sebenernya kurang membantu. Mau dengerin drama CD pun, aku kagak bisa bahasa jepang masalahnya. Translate english pun belum muncul sampai sekarang.

Bisa-bisanya pula aku masukin cocoklogi di mana luka merasa sayo itu keren, karena sayo baik tetapi kuat, dan dari info yang kuperoleh luka itu kek lack of confidence akibat merasa dia ini lembek. "Lembek" di sini kuartikan bahwa dia takut dia ini terlalu baik anaknya. Btw itu cocoklogi murni ngarang ya. Aku enggak tau dinamika luka-sayo, apalagi di komik aopella yang kutemukan interaksi luka sama sayo perasaan kagak ada (?). Palingan sayo-michitaka, atau luka-michitaka. Cuma ya karena konsep fic ini adalah hubungan sayo dengan anak2 riruhapi, makanya aku bakal bikin sayo-michitaka, sayo-hajime, sayo-rin juga biar lebih intim. Semisal gak males, semoga aku bisa update sehari 1 chapter. Soalnya singkat-singkat isinya. Kalo males, semoga aku update seminggu satu kali. Total ada 4 chapter.

Intinya demi kak aya, aku rela mempermalukan diriku sebanyak 3x lagi. Aku justru malu banget karena kemungkinan besar, hanya kak aya yang baca. Semoga kak aya suka ya. Maafkan diriku yang gaje ini kak uhuhuhu.