Disclaimer : Saint Seiya adalah milik Masami Kurumada~


"Cancer Deathtoll, apa yang sudah kau beritahukan kepada muridmu?"

Cardinal berjalan dengan menggendong anak muridnya di tangannya. Suaranya setajam tatapannya, namun ia tetap mengontrol Cosmonya supaya tidak membuat Aphrodite terkejut.

Deathtoll bergidik. Temannya yang satu ini tidaklah mudah marah, namun sekalinya ia murka, mereka hanya bisa berdoa kepada Athena atau dewa apapun yang sedang berbaik hati untuk melindungi mereka dari malapetaka.

"Ahaha, bukan- bukan apa-apa..? Hanya perbincangan biasa diantara guru dan murid~"

"Tapi tadi gur- HURMPFH?!" Deathtoll membungkam mulut Angelo sebelum ia sempat mengutarakan apapun.

"Ya, seperti yang ku katakan, hanya perbincangan biasa~ Ada apa? Tidak biasanya kau singgah di kuilku." Deathtoll mencoba melanjutkan mengalihkan pembicaraan mereka. Yah, bukannya itu membuahkan hasil apapun. Cardinal semakin memicingkan matanya kearah Deathtoll.

Sambil sedikit membungkuk, Cardinal memanggil Angelo dengan senyuman kecil untuk membawa Aphrodite ke kamarnya untuk beristirahat. Tak lupa, ia juga mengingatkan Angelo untuk tidak berada terlalu dekat dengan Aphrodite. Angelo bingung, namun ia tetap menganggukan kepalanya, masih sedikit takut dengan ekspresi pada wajah Saint Pisces didepannya ini.

Setelah kedua anak didik mereka pergi, senyuman kecil di wajah cantik Cardinal menghilang, digantikan dengan ekspresi yang tajam, terlihat kurang lazim berada di wajahnya.

Sambil mengambil tempat duduk didepan Deathtoll, Cardinal meletakkan satu tangannya diatas meja kayu, dan satunya lagi menyangga wajahnya. "Duduk, letakkan adonan pastamu itu." Ia tidak meminta, ia memerintah, dan Deathtoll mengerti akan posisinya disana. Ia memang siap mati kapan saja, tapi mati di tangan Cardinal yang sedang murka? Tidak terima kasih.

Ia meletakkan adonannya didalam kulkas, melepaskan celemek pinknya yang lucu, lalu duduk didepan Cardinal.

"Kau kira informasi macam apa yang kau beritahukan kepada anak semuda itu? Apa yang kau pikirkan?"

Deathtoll menggaruk kepalanya, "Yah, kupikir ia kelak juga akan mempelajarinya, jadi kupikir tidak akan ada salahnya ia mengetahui kebenarannya sejak dini. Lagipula, Ia bilang ia siap menanggung konsekuensinya." Ujarnya. Cardinal mengerutkan keningnya, ia tampak tidak senang dengan jawabannya.

"Meski ia berkata begitu, itu tidak berati ia perlu mengetahuinya pada umur semuda ini.." pemuda berambut pirang itu menghela nafasnya. "Sejauh apa kau mengatakannya kepadanya?"

"Sekitar sampai cerita awal penerusan cloth Gold Saint? Kukira kau mendengar semuanya?" Cardinal mengangguk. "Aku hanya ingin memverifikasi kembali."

"Deathtoll, dengar baik-baik. Angelo masih sangat muda. Bayangkan bagaimana perasaannya apabila dia tahu bahwa ia harus membunuh gurunya untuk mendapatkan Cloth Cancer? Aku tahu kau tidak keberatan Mati sekarang, tapi bayangkan perasaan Angelo yang harus kehilangan sosok Ayahnya di usianya yang dini."

Deathtoll hanya mengangkat bahunya. Ia bukan tipe yang suka menyerang lawan bicaranya. Namun ia sendiri juga sudah cukup penasaran sejak tadi. "Bukankah hal yang sama juga bisa dikatakan kepadamu? Kau juga mengatakan hal tertentu kepada muridmu bukan?"

Alis mata Cardinal berkedut. Ia sedikit menggigit bibirnya sebelum menghela nafas lagi, "Deathtoll, kasusku dan kasusmu adalah berbeda. Lagipula, aku bahkan belum mengatakan apapun secara detail kepadanya. Aphrodite mengetahuinya sendiri, seakan-akan.. ia sudah pernah melihatnya.." Cardinal sedikit terhenti dalam kata-katanya. Mungkinkah? Tidak, itu tebakan yang terlalu diluar nalar.. tapi.. tapi kalau memang benar dugaannya..

'Kau baru saja mengatakannya bahwa Angelo terlalu muda untuk ini semua. Apa yang membuatmu berpikir kalau anak didikmu berbeda dari anak didikku?" Deathtoll menaikkan sebelah alisnya. Pertanyaan dari Deathtoll mematahkan kereta pikiran dari Cardinal.

Cardinal menutup matanya, Ia sedang menyusun kata-katanya supaya ia tidak tanpa sengaja membeberkan rahasia Saint Pisces.

"..Akan butuh waktu yang panjang untuk proses suksesi Cloth Pisces. Tidak seperti Saint lainnya, Calon Saint Pisces memerlukan waktu bertahun-tahun untuk bisa.. mendapatkan Cloth Pisces dari gurunya.."

Deathtoll tidak paham, namun ekspresi dari Saint Pisces didepannya mengatakan bahwa ini bukanlah tempatnya untuk bertanya.

"Uh.. maaf? Aku hanya ingin meringankan kekhawatiran Angelo. Anak itu mungkin bertingkah sembrono, tapi ia memiliki hati yang lembut seperti tahu." Cardinal tertawa kecil. "Lihat siapa yang berbicara. Bukankah kau juga sama?"

Atmosfer yang tadinya mencengkram kini menjadi ringan. Tawa kecil dan candaan bisa didengar dari dapur kuil ke-empat itu.

setelah beberapa waktu, Cardinal berdiri dari kursi yang sedari tadi ia duduki. "Aku harus pergi sekarang. Ingat Deathtoll, jaga perkataanmu. Setidaknya pikirkan perasaan Angelo." Lalu ia akhirnya berputar dan berjalan keluar dari dapur, meninggalkan Saint Cancer itu sendirian dalam Dapurnya. Deathtoll tau bahwa perkataan Cardinal ada benarnya. Ia sekali lagi menggaruk kepalanya, kali ini karena frustasi.


Angelo menggendong Aprhodite ke kamarnya. Wajah temannya itu terlihat tenang, tidak seperti tadi pagi. Ia masih memikirkan perkataan gurunya. Apakah benar ia harus.. gkh! Ia bahkan tidak sanggup memikirkannya! Tch, jika ia harus membunuh gurunya untuk mendapatkan Cloth Cancer, maka persetan dengan Cloth itu! Tidak mungkin ia akan melukai gurunya demi sebuah Cloth.

Setelah mencapai kamarnya, Angelo meletakkan Aphrodite di atas kasurnya dengan perlahan.

"Wajahnya seperti Putri tidur yang biasa diceritakan Pope." katanya sambil berjalan ke arah meja belajarnya. Ia ingin berada didekat temannya itu, terutama setelah kejadian tadi pagi. Namun ia juga tidak berani melanggar perkataan Cardinal. Ia memang bebal dan nekad (tidak takut mati kalau kata gurunya), tapi ia rasa ia masih belum ingin dilempari Piranian Rose hingga menjadi kej- kepiting Swiss.

Sambil sedikit menggelengkan kepalanya dan memberikan pandangan kepada temannya sekali lagi, Angelo mengambil sebuah buku dan mulai membaca. Tidak, ia bukan kutu buku seperti anak didik Saint Aquarius yang baru saja masuk minggu lalu (Kalau tidak salah namanya kamus? Camus? sesuatu seperti itu). Ia hanya tidak tahu kegiatan apa yang harus ia lakukan selain membaca.

Suara langkah kaki bisa terdengar dari luar kamarnya. Angelo menutup bukunya lalu menoleh kearah sumber suaranya. Disana ia menemukan sosok Cardinal yang juga menatapnya dengan satu jari di mulutnya, seakan menyuruhnya untuk tetap diam, Angelo menutup mulutnya dengan kedua tangannya dan menahan nafasnya secara refleks.

Cardinal menggendong anak muridnya dengan lembut, lalu mulai berjalan keluar, tapi tidak sebelum mengucapkan terima kasih kepada Angelo yang bahkan lupa kalau dia sedang menahan nafas.


Dua orang berzodiak Pisces itu sudah pergi dari kuil Cancer. Angelo berlari menuju gurunya, begitu bersemangat untuk mendengar kelanjutan cerita tadi.. ..oke mungkin tidak sesemangat itu, tapi yang pasti dia penasaran dengan kelanjutannya.

Ia menemukan Deathtoll masih berada di dapur, duduk lebih tepatnya. Celemeknya sudah dilepas dan didepannya adalah adonan pasta yang tadi ia aduk. Tangannya kelihatan menggiling tipis beberapa pasta. Tanpa berpikir panjang, Angelo duduk di tempat yang sama dimana Cardinal duduk tadi, tangannya tanpa sengaja memukul meja dengan sedikit keras, membuat gurunya sedikit tersentak.

"Guru! Ayok lanjutkan!"

"lanjutkan apa?" Deathtoll menaikkan sebelah alisnya, seolah tidak mengetahui apa yang dimaksud oleh anak didiknya.

Angelo memutar bola matanya. "Kisah tadi! ayok lanjutkan guru, tadi kan terpotong ditengah jalan!!" Namun Deathtoll masih berpura-pura tidak paham. Ia hanya menatap muridnya seolah-olah ia telah tumbuh kepala kedua.

"Angelo, sedari tadi aku tidak mengisahkan apa-apa. Apa kau yakin itu bukan spirit yang bermain denganmu?" Deathtoll kembali menggiling pastanya. Angelo disisi yang lain, terlihat sangat bingung.

'hah ada apa ini..? masa iya guru kena amnesia mendadak??' pikirnya.

"Masa iya kau terlalu lelah hingga berhalusinasi? Ckckck, kelihatannya kau masih kurang latihan ya." Deathtoll menggelengkan kepalanya. Sekarang istirahatlah dulu di kamarmu, kalau pastanya sudah selesai, nanti akan kupanggil."

Angelo hanya mengangguk dalam kebingungan sebelum beranjak dari kursinya dan berjalan kembali ke kamarnya. Masa iya tadi itu spirit? Masa iya dia berhalusinasi?? Dih, masa iya dia jadi gila karena terlalu banyak berlatih?!! Enggak deh! dia cukup yakin tadi itu gurunya! Tapi kalau begitu kenapa gurunya pura-pura tidak tahu apa-apa?

Angelo tidak paham.

To be continued...


Wah, enggak disangka sudah satu tahun ya Semoga enggak pada lupa sama chapter sebelumnya _

!! Feli bakal berusaha buat makin rajin update cerita ini! semoga readers juga enggak bosen bacanya yaa~ terima kasih buat yang sudah sabar nunggu satu abad buat update Sampai jumpa~