Disclaimer: At Masashi Kishimoto and Ichiei Ishibumi.


Chapter 3: Ikatan

Before Great War, Heaven ….

"Mau apel lagi?"

Naruto tersenyum sambil menyodorkan sebuah apel segar merwarna merah kepada malaikat kecil yang berada di pangkuannya, Raynare. Malaikat kecil itu dengan riang menerima apel yang disodorkan oleh Naruto.

Sasuke yang berdiri di samping Naruto memandang mereka. "Padahal baru tadi dia menghabiskan apelnya," ucap malaikat berambut hitam tersebut.

Naruto terkekeh sesaat, wajahnya menampilkan kesejukkan yang dapat membuat siapa saja yang melihatnya terpesona. Raynare memakan apel itu dengan lahap. Kedua tangan mungilnya memegang apel bersamaan mulut kecilnya yang terus mengunyah. Mata besarnya menatap apel dan Naruto secara bergantian.

"Ngomong-ngomong, Sasuke."

"Ada apa?"

"Nampaknya perseteruan antara malaikat jatuh dan iblis semakin memanas saja. Bagaimana tanggapan Michael atas hal ini?" tanya Naruto.

Sasuke diam sesaat. Matanya menerawang ke depan. "Michael telah mengutus beberapa malaikat untuk berbicara dengan kedua belah pihak. Salah satunya aku. Besok aku akan pergi ke kediaman Lucifer untuk membahas masalah ini."

Naruto mengangguk. "Begitu."

Keduanya larut dalam keheningan. Tidak ada yang berbicara lagi. Mereka sama-sama menikmati semilir angin yang menerpa wajah mereka. Ini benar-benar sangat nikmat. Tak lama kemudian Sasuke pergi untuk bersiap pergi ke wilayah iblis Lucifer, meninggalkan Naruto dan Raynare yang telah menghabiskan apel keduanya.

Tidak lama setelah kepergian Sasuke, sosok malaikat yang dikatakan paling indah datang dengan sayap sucinya, mendarat di dekat Naruto. Malaikat itu bernama Gabriel.

"Naruto-kun, ternyata kau di sini."

Naruto mengangguk sambil tersenyum. "Aku sedang istirahat sambil bermain dengan malaikat kecil ini."

Gabriel melihat Raynare yang tengah menggeliat di pangkuan Naruto, ia lalu mendekat dan duduk di sebelah temannya tersebut. "Malaikat kecil ini begitu manis. Sini, biar aku yang gendong."

"Baiklah." Naruto menyerahkan Raynare kepada Gabriel. Awalnya, malaikat kecil itu memberontak karena tak mau lepas dari pelukan Naruto. Namun, tak lama kemudian ia segera merasa nyaman berada di pangkuan Gabriel.

"Aku ingin tidur sebentar," kata Naruto lalu menutup mata. Tubuhnya bersandar di batang pohon dan kulitnya menikmati semilir angin. Wajahnya begitu damai membuat Gabriel yang melihatnya tersipu.

Gabriel tak mau mengganggu Naruto, ia bermain bersama Raynare sampai akhirnya malaikat kecil itu mulai menunjukkan tanda ngantuk. Gabriel menatap gemas Raynare yang berusaha menahan kantuknya. Namun, tak lama kemudian ia telah terlelap di pangkuan Gabriel.

Dua orang telah tidur dengan wajah damai. Gabriel tak tahu harus berbuat apa lagi. Lantas ia pun bersandar ke dada Naruto dan mulai tidur. Pemandangan ini sangat pas dilakukan oleh sepasang suami-istri dengan anak mereka.

-o0o-

Present Time ….

Beberapa hari kemudian, rapat yang membahas tentang tempat dan tanggal pernikahan diadakan. Rapat ini dihadiri oleh Azazel sebagai pihak dari malaikat jatuh serta Sirzechs dan Serafall sebagai pihak dari fraksi iblis.

Dalam rapat yang memakan waktu hampir 1 jam itu kedua belah pihak telah mencapai kesepakatan, di antaranya tempat pernikahan Naruto dan Sona akan diadakan di Mekai, lebih tepatnya di kediaman utama keluarga Sitri. Jadwal pernikahan adalah 1 minggu ke depan, cukup cepat memang tapi perdamaian tidak bisa ditunda lagi. Untuk undangannya, mereka setuju bahwa pihak yang diundang adalah ras iblis, malaikat, dan malaikat jatuh.

Azazel yang telah kembali dari rapatnya langsung menemui Naruto di ruangannya untuk menyampaikan hasil rapat tadi.

"Bagaimana dengan rapatnya, Azazel?" tanya Naruto.

"Berjalan lancar. Tempat dan tanggal pernikahanmu sudah ditetapkan," jawab Azazel.

"Jadi kapan dan di mana?"

"Satu minggu lagi di kediaman utama keluarga Sitri."

Naruto sedikit terkejut dengan jawaban Azazel. "Satu minggu? Itu terlalu cepat, bukan? Apa Sona-hime bisa menerimanya?"

Azazel menghela napas sesaat. "Jawabannya sudah jelas bukan? Sona tidak mungkin menolak keputusan yang sudah dibuat. Mau tidak mau ia harus menerimanya," jawab Azazel sambil angkat bahu.

"Aku takut Sona-hime tertekan dengan hal ini," gumam Naruto. Membayangkan bagaimana kondisi calon istrinya sekarang.

"Dan aku percaya kau bisa mengatasinya."

"Sekarang aku ingin mendiskusikan tentang siapa saja yang kita undang. Tentu saja jabatan Jenderal Malaikat Jatuh ke atas wajib untuk datang. Dan kau akan mengundang siapa saja?" Azazel bertanya.

"Kemungkinan hanya Kapten dari masing-masing kelompok kecuali Raynare. Kau tahukan pihak Iblis sudah menganggap mereka mati."

"Begitu, jadi kau hanya akan mengundang 4 orang di skuadmu?"

"Begitulah. Sisanya kau yang urus."

-o0o-

Disaat yang bersamaan di ruang OSIS, Sona terlihat menundukkan kepalanya. Ia menenggelamkan wajahnya di meja kerja. Sona bukannya frustasi atau apa, tapi berita tentang pernikahannya yang akan diadakan seminggu lagi membuat dia terkejut. Hati Sona masih belum siap menuju pelaminan. Namun, seperti yang dikatakan Azazel, Sona tidak mungkin menolak keputusan yang telah dibuat. Apalagi keputusan ini berasal dari para pemimpin ras. Sona bisa apa untuk melawan?

Sona berusaha untuk kuat menerima keputusan yang tadi disampaikan oleh kepala maid keluarga Sitri. Ia harus menerima takdirnya dan menjalankannya.

"Aku harus cepat-cepat belajar menjadi istri yang baik dan benar."

-o0o-

Surga, tempat yang tidak seorang pun bisa membayangkan keindahannya. Surga terdiri dari 7 lantai dan di lantai paling atas adalah tempat para Seraph berdiam, pemimpin dari ras malaikat. 5 menit yang lalu Michael menerima undangan pernikahan dan ia langsung mendiskusikannya dengan yang lain.

Semua Seraph berdiskusi kecuali satu orang yang sedari tadi diam, Gabriel.

Michael yang melihat kondisi Gabriel cemas, ia tahu Gabriel tidak mungkin melupakan penyesalannya pada Naruto. "Gabriel, apa kau akan ikut juga?" tanya Michael.

Para Seraph setuju untuk membawa mereka beserta para ace masing-masing saat pernikahan.

Gabriel tertunduk diam, hawa di sekitarnya suram. Keceriannya sudah lama lenyap.

"Aku …."

-o0o-

Suatu hari di tengah malam, Rias terlihat gelisah dalam tidurnya. Tubuh indah yang tak terbalut sehelai benang pun mulai mengeluarkan keringat dingin. Tubuhnya tak bisa diam dengan wajah yang terlihat begitu ketakutan. Rias sedang bermimpi kala dirinya dan seluruh peerage-nya melawan Kokabiel. Lalu … orang itu pun datang menyelamatkan.

Dalam keadaan yang sangat kacau, tubuhnya tertunduk lemas, bajunya robek sana-sini, jantungnya berpacu dengan cepat bersamaan dengan napas tak stabil. Ini adalah medan perang pertama bagi mereka–Rias dan peeragenya.

Di atas permukaan tanah yang kacau, melayang sesosok esensi kuat bernama Kokabiel. Ia menyeringai sambil menyombongkan 5 pasang sayap gagahnya. Menatap rendah para iblis remaja yang sudah tidak bisa berbuat apa pun untuk menghiburnya.

Rias berusaha berdiri saat semua budaknya tak bisa bangkit lagi. Ia ingin menjadi motivasi bagi bawahannya, ia harus menjadi yang terkuat agar hal itu terwujud. Dengan susah payah, kedua kaki Rias berdiri tegak. Mendongkak ke atas dengan sorot mata penuh akan keberanian–meski ia tahu tidak ada kesempatan menang melawan musuhnya.

"Sungguh tekad yang kuat, Gremory." Kokabiel berbicara dengan memuji gadis cantik berambut merah darah tersebut. "Tapi kau sudah tahu bukan bahwa tidak ada kesempatan untuk menang untukmu."

"Aku tahu," ucap Rias di sela nafasnya yang memburu. "Tapi aku tidak akan menyerah secepat itu meski tidak ada kata kemenangan yang menjemputku!"

Kokabiel yang mendengar itu semakin memperlebar seringainya. "Sungguh kalimat yang indah. Tapi, keindahan itu akan sirna menjadi peperangan mengerikan saat esensimu lenyap dari dunia ini, Rias Gremory."

Bersamaan dengan ucapannya, Kokabiel membuat Light Spear berukuran cukup besar. Tombak cahaya yang sama saat dirinya pertama kali menunjukkan kekuatan dengan menghancurkan satu gedung sekolah.

"Selamat tinggal, pewaris Gremory!"

Dengan satu ayunan tangan, tombak cahaya itu melesat cepat. Rias merentangkan tangan ke depan, hendak membuat lingkaran sihir pelindung meski ia tahu itu hanya akan sia-sia. Namun, sesaat kemudian dirinya merasakan seseorang melingkarkan tangan ke bahunya kemudian tanpa Rias sadari, ia telah berada di dekapan seseorang. Membenamkan wajahnya pada dada bidang yang entah milik siapa.

Hal berikutnya yang Rias tahu, tidak ada rasa sakit di sekujur tubuhnya. Ia mulai memberanikan diri menatap ke depan. Mata Rias membulat. Tombak cahaya yang seharusnya menghancurkan dirinya dan budaknya telah lenyap. Ia lalu sedikit mendongkak.

Kedua mata berbeda warna itu bertemu. Mata emas yang memancarkan kedamaian dengan mata ungu yang menunjukkan kelelahan.

"Kau tidak apa-apa?"

Rias tersadar setelah mendengar pertanyaan dari pemuda pirang yang telah menyelamatkannya. Ia mengangguk lemah. Pemuda pirang yang bernama Naruto itu mengangguk.

Dekapan hangat yang Rias rasakan telah hilang setelah Naruto melepaskan tangannya dari punggung Rias. Gadis iblis itu sedikit mundur ke belakang lalu bertanya dengan terbata-bata. "K-kau siapa?"

Naruto diam membisu, tak menjawab. Hingga akhirnya suara tinggi Kokabiel menyerukan namanya.

"NARUTO!" teriak Kokabiel dengan wajah keras.

Naruto menatap rekan sesama malaikat jatuhnya melalui ekor mata. "Kokabiel, perbuatanmu telah melewati batas. Aku di sini untuk menghentikanmu, selamanya."

Kokabiel mendecih. Pelipisnya mengeluarkan keringat dingin. Sesombong-sombongnya Kokabiel, ia tahu bahwa melawan Naruto sama saja dengan bunuh diri. Meski benci, ia harus kabur jika ingin selamat. Namun, sangat sulit baginya untuk lepas dari pengawasan Naruto.

Naruto kemudian menatap Rias lagi yang terlihat kaget. Ia mendekati gadis manis itu. Rias masih terus menatap wajah Naruto, tak tahu ekspersi apa yang dikeluarkannya saat ini karena Naruto memakai syal putih yang menutupi mulutnya.

Malaikat jatuh berambut pirang tersebut melepas blazer hitamnya. Kemudian menggantungkan blazer tersebut di pundak Rias. "Sebagai wanita, kau tidak boleh memperlihatkan auratmu di depan umum meski ini di medan perang."

Perkataan Naruto membuat Rias tersentak. Ia menatap ke bawah dan melihat payuradanya yang terekspos ke mana-mana akibat robekan bajunya. Ia lalu menutupinya dengan kedua tangannya.

"Terima kasih."

Naruto mengangguk singkat. Ia kemudian menghadap Kokabiel. Melihatnya dengan sorot mata yang paling dingin. Hal berikutnya yang Rias lihat adalah bagaimana Naruto menyiksa Kokabiel dengan begitu keji. Dimulai dari menghancurkan semua pasang sayap Kokabiel sampai memotong kaki dan tangannya.

Rias yang saat itu melihatnya mati-matian menahan rasa mual.

Rias terbangun tiba-tiba dengan tubuh yang penuh keringat. Napasnya tak beraturan, ia mengambil air putih yang berada di meja samping kasurnya. Meminumnya sampai habis lalu menenangkan diri.

"Sona," gumam Rias sambil melihat sebuah blazer yang tergantung di depannya.

-o0o-

Hari ini kegiatan melajar-mengajar berjalan seperti biasa. Guru yang masuk kelas seperti biasa dan para murid yang mendengarkan. Tidak ada kejadian aneh, semua berjalan normal. Namun, hanya ada satu orang yang nampaknya bersikap tidak sebagaimana mestinya. Dan sahabatnya menyadari itu.

Himejima Akeno, namanya. Sesosok gadis cantik ala Jepang terus memperhatikan sikap ketuanya yang semakin lama semakin aneh. Ini bermula sejak pertemuan para petinggi fraksi dan berakhir dengan perjodohan Sona.

Akeno tahu bahwa Rias mengkhawatirkan Sona, tetapi sikapnya saat ini sangat aneh. Rias terlihat sangat gelisah dan tidak fokus pada pekerjaannya sebagai King. Saat ini, ia membulatkan tekad untuk bertanya.

"Rias," panggil Akeno.

Rias yang tadi terlihat diam di kursi king-nya tersentak. Ia lalu melirik wakilnya. "Ada apa?"

"Apa kau menghawatirkan Sona?"

Rias mengangguk. "Tentu saja. Sona adalah sahabat terdekatku. Aku ingin ia menikah dengan orang yang dicintainya. Bukan diperjodohkan seperti ini. Apa lagi dari pihak malaikat jatuh."

Akeno bisa memaklumi jawaban ketuanya tersebut. Rias adalah orang yang pernah merasakan perjodohan sepihak tanpa dirinya dapat mengajukan penolakan kecuali dengan rating game. Perasaan kesal, marah, dan benci tentu Rias rasakan tatkala mengetahui bahwa pria yang menjadi jodohnya memiliki sifat busuk.

Namun, apa yang dihadapi Sona jauh lebih sulit. Tidak ada celah untuk menolak karena pernikahan ini bertujuan menciptakan perdamaian. Apa jadinya jika Sona menolak lalu perang tak dapat dielakan?

Rias menghela napas pasrah. Posisinya saat ini tak bisa membantu Sona. Gadis berkacamata itu juga telah mengatakan bahwa ia akan menangani ini dengan caranya sendiri. Sona melarang Rias untuk ikut campur.

-o0o-

Bel pertanda pulang sekolah berkumandang. Murid-murid berhamburan keluar sekolah untuk pulang ke rumah atau mampir ke suatu tempat. Sona Sitri, siswi yang biasanya sepulang sekolah akan pergi ke ruang OSIS kini terlihat berjalan bersama murid lainnya menuju gerbang. Serafall telah mengatakan bahwa kegiatan bidak iblis Sona akan dihentikan untuk sementara waktu sampai pernikahan dirinya diadakan. Ini bertujuan agar Sona fokus pada satu hal saja, yaitu perjodohannya.

Sambil membaca novel romance, gadis berambut hitam pendek itu berjalan pelan keluar gerbang sekolah. Namun, langkahnya terhenti karena di depannya saat ini terdapat kerumunan siswi.

Sona menghela napas. Hal seperti ini pasti penyebabnya adalah lelaki tampan. Apa Kiba sedang melakukan sesuatu sampai menciptakan kerumunan seperti ini atau bagaimana? Apa pun alasannya, sebagai ketua OSIS ia harus membubarkan kerumunan ini.

Saat hendak menepuk pundak siswi paling belakang, tangan Sona terhenti karena dirinya samar-samar melihat wajah orang yang belum lama ini dikenalnya berada di tengah kerumunan. Wajah yang berekspersi tegas tapi disaat yang bersamaan menyiratkan kelembutan.

"Naruto-dono," gumam Sona sedikit kaget. Dirinya tidak menduga jika calon suaminya akan datang ke sekolahnya.

Setelah berdiam diri sesaat, Sona kemudian melanjutkan niatnya untuk membubarkan kerumunan siswi yang nampaknya tertarik dengan ketampanan dan aura Naruto. Mendapati ketua OSIS yang terkenal tegas menghampiri mereka mau tidak mau semua siswi itu terdiam. Dan saat Sona menyuruh mereka bubar maka tidak perlu waktu lama bagi mereka membubarkan diri.

Sona menghela napas kecil. Tangannya membenarkan letak kacamata yang agak melorot. Ia berdiri menghadap seorang pria tinggi dan kekar, novel romance-nya sudah disimpan di tas.

"Naruto-dono, aku tidak menyangka Anda akan mampir ke sekolah saya. Kalau boleh tahu ada usuran apa Anda kemari?" tanya Sona dengan sopan.

Naruto tersenyum tipis. "Pertama-tama, tolong jangan gunakan bahasa formal seperti itu. Tidak lama lagi kita akan menjalin ikatan pernikahan. Aku ingin mengenalimu lebih dekat lagi."

Pipi Sona memerah saat melihat senyum tipis Naruto yang begitu narutal. Ia mengangguk sambil sedikit menundukkan kepalanya agar rona merah di pipinya tidak dapat dilihat oleh lawan bicara. "Kalau begitu, boleh aku panggil Naruto … kun?"

Naruto mengangguk. "Itu lebih baik. Kalau begitu aku akan memanggilmu Sona. Jadi, apa hari ini kau ada kesibukan?"

Sona menatap lawan bicaranya setelah berhasil mengatur detak jantung dan perasaannya. "Aku tidak ada kegiatan hari ini. Normalnya kesibukanku sehari-hari adalah mengurus kegiatan OSIS. Tapi karena adanya pernikahan kita maka OSIS diurus oleh Tsubaki."

"Kau memiliki bawahan yang pengertian, itu bagus." Naruto menyodorkan telapak tangannya ke depan. "Jadi, bolehkah aku memintamu untuk ikut bersamaku? Aku ingin mengajakmu jalan-jalan."

Tubuh Sona seketika bergetar karena grogi, tapi ia meraih tangan Naruto dan mengangguk kecil. Sona dapat merasakan kulit Naruto yang halus dan hangat, entah kenapa saat tangannya digenggam oleh Naruto muncul perasaan nyaman dan aman di dalam hatinya.

Mereka berdua kemudian berjalan menjauhi sekolah dengan bergandengan tangan. Seperti kebanyakan pasangan muda-mudi, Naruto dan Sona menghabiskan sore hari ini dengan pergi ke pusat hiburan.

Awalnya Sona tetap berdiam diri jika tidak ada yang memulai pembicaraan. Sifat pendiamnya sudah dimiliki sejak ia masih kecil. Untungnya, Naruto bisa mencairkan suanana dan mencari topik yang pas untuk mereka berdua bahas. Dari sini, baik Naruto maupun Sona dapat lebih mengenal pasangan masing-masing.

Sudah beberapa jam mereka menikmati hampir sebagian besar wahana di taman bermain Kuoh, kini langit mulai gelap dan mereka memutuskan untuk beristirahat sebentar sebelum pulang di salah satu bangku taman.

"Ini." Naruto menyodorkan segelas thai tea kepada Sona.

"Terima kasih." Sona menerima minuman itu dan menyeruputnya dengan perlahan. Tegukan pertama membuat mulutnya segar kembali. Rasa manisnya membuat ia sedikit rilex.

Naruto duduk di samping Sona. Diam sambil memandang kerumunan manusia yang berlalu-lalang bersama pasangan atau keluarga mereka. Melihat itu Naruto tersenyum singkat. Sungguh damai melihat wajah-wajah manusia yang berseri.

"Sona, ini adalah pertemuan terakhir kita sebelum hari pernikahaan. Aku tidak bisa menemuimu lagi karena ada banyak hal yang harus aku urus. Aku harap kau mejaga diri baik-baik." Naruto menatap gadis mungil di sampingnya dengan wajah damai.

Sona mengangguk mengerti. "Pekerjaan sebagai salah satu Jenderal Malaikat Jatuh memang bukan pekerjaan ringan, aku mengerti kondisi Naruto-kun. Aku harap juga Naruto-kun tidak mendapat masalah yang merepotkan."

Naruto tersenyum. "Terima kasih." Ia menggerakkan tangannya perlahan, penyuntuh ujung kepala Sona kemudian mengelusnya lembut.

Sona yang belum siap menerima sentuhan itu tentu saja diam mematung sambil menahan gejolak darah di sekitar pipinya agar warna wajahnya tetap stabil. Baru setelah Naruto selesai mengelus rambutnya ia bisa sedikit tenang.

Naruto bangkit berdiri dan berjalan beberapa langkah ke depan. Gadis berkacamata tersebut menatap punggung Naruto yang dibelakangnya terpancar sinar mentari sore.

"Kuharap hubungan yang kita jalin akan bertahan selamanya." Naruto mulai berbicara. "Aku pernah mencintai satu perempuan, tapi aku tidak sanggup melindunginya hingga aku kehilangan dia. Oleh karena itu, di kesempatan kedua ini aku tidak ingin mengulang hal yang sama."

Naruto melirik Sona melalui ekor matanya. "Aku akan melindungimu … dan membahagiakanmu."

Bersambung


AN: Yahalloo, balik lagi dengan Hana. Pertama Hana minta maaf karena update yang terlalu lama dan wordsnya tidak sebanyak chapter sebelumnya. Hana masih belum bisa fokus ke ffn.

Perkembangan perasaan Naruto dan Sona akan diperlihatkan seiring berjalannya waktu. Mungkin cerita ini sedikit berbeda dari kebanyakan cerita di fandom Naruto x DxD yang dimana si Heroine tiba-tiba jatuh cinta karena ketampanan atau kekuatan tokoh utama. Di fic ini, Hana ingin membuat Sona jatuh cinta secara perlahan pada sosok Naruto.

Untuk FF. Agus-kun, Aphrodite Yocasta, Labut, Ookami zYangNoLimit, azkia291, Darth Dradlos, Called Ram, Unlimited Lost Works, Uchiha D. Itachi, kamikaze31, BelumLogin, Train Heartnett, Hikimori terima kasih telah menyambut kembalinya Hana ke ffn. Kalian ter dabest.

Hana juga lagi mengerjakan chapter selanjutnya dari fic The Strongest Yonkou.

Remake 01-12-2021