Tokyo, 2016

Tahun itu adalah kelulusannya dari universitas dengan predikat paling memuaskan dalam satu angkatan. Untuk seorang Uchiha, menang dalam urutan nilai adalah hal yang biasa. Bahkan karena terlalu banyak prestasi yang ia ukir tahun itu, ia mendapatkan tawaran untuk extend melanjutkan studinya tanpa pengambilan biaya sedikitpun. Sasuke memandang sertifikat kelulusannya dengan bosan. Terlalu banyak hingga ia ragu untuk menyimpannya secara pribadi atau menjadikan satu dengan kertas hasil penelitiannya dalam satu tahun terakhir untuk dikembangkan.

Rumahnya di distrik Shibuya, dekat dengan Yoyogi. Setiap hari ia harus bolak-balik menggunakan Yamanote-sen untuk ke Tokyo, harusnya ia senang setelah berakhirnya masa studi itu maka ia tidak perlu berkerumun di gerbong paling padat di jam-jam kritis. Tapi perpanjangan masa studi nya itu membuat dia harus terus bergelut dengan gerbong paling jahanam untuknya. Awalnya ia sangat enggan untuk menerima, tetapi baru-baru ini ia menemukan seorang gadis yang menarik perhatiannya selama di Yamanote-sen.

Selama akan berangkat ke Tokyo, gadis itu akan naik dari Ueno. Saat kembali dari Tokyo, Sasuke harus keluar lebih dulu. Sedikit yang ia tahu, gadis itu adalah anak dari gedung Timur di universitas. Masa perpanjangan studi sepertinya tidak akan buruk untuknya, Sasuke tidak menyangka jika ia cukup tertarik dengan eksistensi gadis yang bahkan tidak ia ketahui namanya.

Musim panas hari itu ia baru saja dari Yoyogi kembali ke Tokyo dengan bus ketika Itachi menyuruhnya untuk mampir ke klinik hewan peliharaan di Tokyo. Sebenarnya ia enggan untuk datang karena terik matahari sangat menyengat dan udaranya sangat panas hingga lembab, Sasuke ingin segera kembali sampai di rumah dan berendam. Tapi ia teringat jika akhir-akhir ini Shiro sering muntah jadi ia sedikit bertahan hari itu. Alamat yang dikirimkan Itachi sudah benar dan ia tak menyangka jika yang dimaksudkan adalah klinik hewan Inuzuka, adik tingkatnya yang super duper cerewet seperti Naruto. Tapi demi anjing kesayangannya, ia tak punya pilihan lain selain masuk ke dalam sana dengan tenang.

"Uchiha-senpai!"

Sasuke menengok ketika Kiba dari sisi pintu datang dengan terburu-buru menyambut. "Ada keperluan apa?"

"Kebetulan aku sedang ada di daerah ini, jadi Itachi sekalian menyuruhku untuk mampir membeli obat."

"Itachi? Ah, Uchiha Itachi?"

'Ya, siapa lagi?'

"Ya begitulah, anjing kami Shiro sering muntah akhir-akhir ini. Apakah ada rekomendasi obat?"

Kiba sedikit berpikir, "Sebenarnya aku tidak cukup yakin untuk merekomendasikan beberapa obat yang bagus untuk Shiro karena kakak ku kebetulan sedang tidak ada dirumah. Bagaimana jika aku menjemput Shiro untuk diperiksa dulu oleh kakakku jadi bisa dilihat lebih lanjut penyebabnya? Anggap saja ini sebagian service untuk pelanggan tetap kami."

"Baiklah." Sasuke sedikit menghela napas

"Jadi ayo kita berangkat. Kita akan kemana?"

"Shibuya." Kiba mendesah pelan. Sasuke tahu musim panas begini terjebak di Yamanote-sen pasti sangat pengap. Semua orang tahu pasti tidak ada yang mau jika tidak dalam kondisi yang benar-benar mendesak.

"Baiklah."

Sepanjang perjalanan menuju stasiun Kiba selalu mendominasi percakapan antara dirinya dengan Sasuke. Sasuke sesekali hanya tersenyum menanggapi obrolan lucu pemuda itu. Saat tiba di stasiun, pandangannya terhenti pada gadis yang menarik perhatiannya selama ini tengah duduk di salah satu peron dengan bawaan yang cukup banyak. Sasuke melirik Kiba ketika ia menyapa gadis itu dan berjalan sedikit meninggalkannya di belakang.

"Oh, Hinata!"

"Kiba," Sasuke berjalan menutup jarak dan berdiri di belakang Kiba, "sedang apa kau disini?"

"Aku bekerja paruh waktu di klinik hewan kakakku, kebetulan sekarang akan menjemput hewan klien." Sasuke masih memerhatikan gadis itu dengan perlahan. Kiba sedikit tersenyum sebentar, kemudian ia melihat tas jinjing yang ada di samping Hinata. "Kau akan ke Kyoto hari ini?"

Hinata berdiri terlebih dahulu kemudian mengangguk dan tersenyum menjawab pertanyaan Kiba, ia mengalihkan pandangannya pada Sasuke. Kyoto? Sasuke masih bingung, apakah gadis itu akan pindah ke Kyoto?

Seakan mengerti, Kiba buru-buru mengenalkan Sasuke yang di sampingnya. "Ah, ini klien tetap kami di vet. Kebetulan aku tahu dari Naruto-senpai jika dia senior kita di gedung Barat. Kau tahu, kan?"

"Uchiha Sasuke." Sasuke itu sedikit membungkuk dan merendahkan pandangannya.

Hinata buru-buru membalas dan membungkukan badannya. "Hyuuga Hinata."

.

.

.


Lima Tahun


Hachi Breeze


Seluruh karakter yang di ambil dari cerita ini:

Naruto©Masashi Kishimoto


©Hachi Breeze


©2021


[2] Uchiha Sasuke


.

.

.

Tokyo, 2017

Tahun itu saat Tanabata. Sasuke harus pergi ke Osaka karena penelitian yang di adakan kali ini akan berada disana. Pemuda itu sedikit kecewa karena dia yang akan menjadi perwakilan dan pergi sehingga dia tidak bisa melihat seorang Hyuuga Hinata dalam beberapa waktu kedepan. Sasuke mendorong kopernya perlahan sambil berjalan menuju pintu masuk Bandara. Ia menengok ke kanan dan ke kiri berharap menemukan Naruto atau setidaknya tim penelitiannya, tapi pandangannya terhenti pada gadis yang ia kenali.

Iya melihat Hinata berjalan dari arah yang berlawanan dengannya. Mendorong koper dan melihat cafe yang ada tak jauh dari tempatnya berdiri. Apakah ini kebetulan menemukan seorang Hinata disaat ia enggan meninggalkan Tokyo untuk bisa melihat gadis itu?

Sasuke masih berdiri di salah satu cafe pura-pura tidak melihat gadis itu mendekat ke arahnya.

"Um, Uchiha-senpai?"

Sasuke menoleh sebentar sebelum mengarahkan seluruh badannya menghadap gadis itu, "Oh, Hyuuga."

Sasuke mendorong tas dorongnya ke sisi kanan tubuhnya, Hinata pun melirik koper yang dibawa pemuda itu nyaris sama dengannya. Hinata tersenyum sebentar. "Tidak kusangka akan menemukanmu disini, senpai."

Sasuke pun terkejut. Pandangannya jatuh pada koper yang ada di samping Hinata, "Kau mau kemana?"

"Oh," Hinata mendekatkan kopernya ke badannya. "Tokushima. Tapi aku akan transit dari Osaka."

'OH! Lucky! Naruto, aku berhutang padamu!'

Sasuke berusaha menahan perasaan senangnya, "Oh, penerbangan dua jam lagi?"

"Ya." Gadis itu tersenyum.

"Sepertinya tujuan pesawat kita sama. Aku juga sedang akan ke Osaka, tapi karena Naruto salah membeli tiket jadi tim kita akan berangkat dari Narita sementara beberapa yang lain sudah berangkat dari Haneda." Ia tersenyum pelan sambil melepaskan kacamata hitamnya.

Mereka terdiam, Sasuke tidak tahu apa yang selanjutnya harus ia bicarakan dengan gadis itu. Ia merasa cukup canggung untuk membuka obrolan dengan gadis itu mengingat Hinata juga menutup pembicaraan. Ia melirik cafe yang ada di dekat mereka, kemudian pandangannya kembali jatuh ke Hinata yang masih menunduk karena merasa canggung.

"Kau tidak mau masuk untuk sekedar membunuh waktu?" Hinata mendongak ketika Sasuke menawarkan untuk masuk ke dalam cafe yang ada di depan mereka.

"Tentu saja, maaf merepotkan." Gadis itu melangkah di ikuti oleh Sasuke di belakangnya. Ia tidak bisa mengontrol rasa senangnya ketika Hinata menerima ajakannya. Keduanya berhenti di muka cafe untuk menitipkan koper mereka. Mendapatkan kunci dan menggemboknya di deretan penitipan koper.

"Uchiha-senpai, kau ingin duduk di sebelah mana?" gadis itu berbalik dan bingung mencari spot yang bagus sembari menunggunya melepaskan jaketnya.

"Sebelum itu, bisakah kau tidak memanggilku senpai? Itu memalukan untukku." Sasuke masih melirik beberapa spot yang menurutnya nyaman dan menarik untuk dua orang melakukan interaksi dalam dua jam ke depan.

"Ah, bagaimana dengan Uchiha-san?" Hinata memandangnya ragu.

Sasuke hanya tersenyum, "Tidak buruk. Bagaimana jika di dekat rak buku yang ada disana?"

Hinata sedikit tertawa, "Tentu."

.

.

.

Shibuya, 2018

"Ah, musim panas yang sangat menyebalkan!" Naruto sedikit berteriak di dalam kamar Sasuke. Keduanya saling mengisi lembar penelitian dan menyalin data yang keluar masuk dari laptop.

"Jika kau tidak ingin mengerjakannya, pulang saja. Kan sudah kuperingatkan untuk tidak datang."

"Tapi kau mengancam akan mendepak namaku dari tim, itu jahat sekali!"

Naruto menjatuhkan dirinya di atas kasur Sasuke sementara sang pemilik masih duduk di bawah dengan meja lipat kecil yang penuh dengan tumpukan kertas. Naruto memandang bosan langit-langit kamar Sasuke, ia memandang ke meja di dekat kasur Sasuke dan meraih ponselnya yang ada disana tanpa sengaja.

"Hei, Sasuke."

Pemuda itu tidak menanggapi nya dengan serius, "Hmm?"

"Jadi bagaimana kelanjutannya dengan Hyuuga yang pernah kau ceritakan itu? Bukankah kalian saling follow up di media sosial?"

"Tidak ada."

"Ha? Masa? Jalan keluar bareng atau kemana gitu? Kulihat kau sering memerhatikannya."

Sasuke berhenti menyalin dan memandang kosong layar laptopnya. Ia merasa mungkin mereka sedang saling kejar-mengejar dari setiap postingan di sosial media tapi untuk dirinya hal itu masih bisa menimbulkan salah paham. Sosial media bukanlah tempat dimana kau bisa melihat dengan benar bagaimana orang itu ke kita secara langsung. Sasuke tidak berani mengambil kesimpulan jika Hinata juga tertarik dengannya.

"Bagaimana dengan Sakura yang sepertinya juga tertarik denganmu? Kau tidak tahu betapa kentaranya dia melayangkan perhatiannya?"

Sasuke tidak menggubris.

"Kau akan memilih Sakura atau tetap pada Hinata?"

"Hei. Apa kau tidak bisa diam, Naruto?"

Naruto menatapnya sebentar sebelum menjawab, "Tidak."

Pemuda itu lanjut memainkan ponsel Sasuke. "Ngomong-ngomong, kenapa kau tidak pernah memberi like pada postingannya sekalipun?"

Sasuke langsung berbalik menghadap ke Naruto ketika pemuda itu sudah rebahan dengan ponsel miliknya. "Hei!"

"Oh, dia memosting foto baru! Siapa ini? Apa ini kakaknya?" Sasuke yang penasaran langsung meraih ponselnya secara paksa dari tangan Naruto dan mencoba memerbesar foto yang diposting oleh Hinata untuk melihat lebih dekat.

"Kurasa ini kakaknya karena matanya sangat mirip." Naruto menyentuhkan telunjuknya pada salah satu wajah dimana Sasuke masih menekan ponselnya untuk memerbesar layar. Kemudian tanpa sengaja dari tindakan Naruto yang sederhana itu muncul tanda like pada foto itu.

"Oh," Naruto yang tidak sengaja melakukan itu masih berusaha mencerna.

"AAAAAHHH!"

"AAAHHHH!" Naruto juga ikut berteriak karena terkejut Sasuke tiba-tiba berteriak di sampingnya kemudian melemparkan tubuhnya menghadap kasur, memunggunginya. Hari itu, Naruto tidak pulang kerumah karena mendapat omelan dari Sasuke hingga larut malam.

.

.

.

Tokyo, 2019

Sasuke memerhatikan ponselnya berharap ada berita terbaru dari media sosial Hinata. Semenjak gadis itu menjalankan proyek beberapa bulan terakhir diluar wilayah universitas, Sasuke jadi jarang melihat gadis itu. Akhir tahun ini Sasuke juga sudah harus menjalankan tugas luar yang mengharuskan untuk tidak berada di Tokyo sampai tahun depan, gadis itu pasti tidak akan bisa diraih oleh pandangannya. Sejak tahun lalu mengikuti media sosial Hinata, Sasuke merasa jika gadis itu memang jarang memosting kegiatannya dalam jangka panjang. Walaupun sebentar dan segera menghilang tapi Sasuke tidak pernah melewatkan sedikitpun berita dari media sosial Hinata, meski dari aplikasi stalking.

Musim gugur hari itu nampak lebih kelabu ketika Sasuke tidak mendapati berita terbaru Hinata. Dedaunan yang gugur, mengering dan menguning sudah menjadi tanda akhir tahun sebentar lagi akan datang. Jika ia memang tidak bisa bertemu dengan Hinata dalam waktu dekat, mungkin dia harus menunggu lebih lama untuk tidak bisa melihat langsung gadis itu.

"Uchiha, hari ini berkas yang akan dikirim ke Hokkaido sudah kau periksa?"

Sasuke menengok ketika salah satu teman penelitiannya, Gaara, tengah duduk sambil menyodorkan beberapa lembar hasil data yang akan dilakukan pengesahan. Pemuda itu menerima lembaran kertas yang disodorkan oleh Gaara kemudian ia buka-buka sebentar, "Untuk beberapa bagian sudah dilakukan revisi dan pengesahan. Hanya tinggal laporan yang dari Naruto saja yang belum benar-benar diperiksa."

Gaara menyesap susu cokelat dari gelas yang dibawanya, ia mengangguk sebentar. "Pertama kali berangkat ke Hokkaido benar-benar akan tepat musim dingin, ya?"

"Kuharap alergi mu terhadap suhu rendah bisa beradaptasi dengan lebih baik." Sasuke terkekeh dan menutup lembar hasil data sampel. Giliran Gaara yang tertawa.

.

.

.

Sapporo, 2020

Sudah dua bulan Sasuke berada di Hokkaido tanpa melihat Hinata melewati timeline media sosialnya. Pemuda itu rindu tapi ia tidak bisa berbuat banyak. Terlebih ketika ia harus fokus menyelesaikan berkas pemindahan data hasil penelitiannya, ia mendapatkan nasib buruk. Ia merupakan salah satu korban yang terkena kontak dengan virus sehingga ia harus dikarantina dalam obserbvasi. Sasuke satu-satunya yang meneruskan penelitian dalam observasi perkembangan virus yang tengah digadang-gadang berbahaya itu dalam musim dingin. Ia harus berjuang.

Gaara dan Naruto yang menemani Sasuke dalam karantina dengan menggenakan baju hazmat bagaikan astraunot itu sangat hati-hati. Gaara menyodorkan segelas air hangat kepada Sasuke yang masih terbaring di sofa dengan tumpukan lembar penelitiannya.

"Diluar sangat dingin. Minumlah ini. Apakah perlu suhu ruangannya aku naikkan?"

Sasuke melirik ke arah Gaara dengan napasnya yang pelan dan terputus-putus. Ia hanya menggeleng pelan sebelum akhirnya kembali ditinggalkan oleh Gaara dan Naruto. Sasuke meraih ponselnya, tidak ada notifikasi apapun dari Hinata di media sosial rupanya. Pemuda itu memutuskan untuk mengunggah segelas cangkir hangat yang diberikan oleh Gaara kepadanya untuk ia posting di media sosial.

.

.

.

Sasuke terbangun dengan napas kecilnya yang terputus-putus. Di hidungnya sudah dipasangkan ventilator support dan infus yang mengalir ke pembuluh darah kanannya. Keadaan pandangannya tidak stabil, banyak pergerakan dan goyangan yang membuat Sasuke masih sulit menerima respon otaknya. Di samping kirinya sudah ada dua orang yang terus menerus memanggil namanya untuk mencuri perhatiannya. Sasuke perlahan melirik dan berusaha mengenali orang yang ada dibalik baju panas itu. Ah, rupanya Naruto dan Gaara.

"Sasuke! Kau sudah sadar?!"

"Apa yang terjadi?" Sasuke masih berusaha untuk mencerna keadaan ketika google Naruto sudah berembun. Ia juga bisa melihat wajah cemas Gaara yang ada di sampingnya.

"Kau tidak sadar selama satu setengah hari dan sekarang kita sedang menuju ke rumah sakit."

Ah, begitu rupanya. Sasuke masih menatap kosong atap mobil yang begitu kabur di pandangannya. "Dimana ponselku?"

"Aku sudah menghubungi Sakura, dia merekomendasikan untuk datang ke rumah sakit yang paling direkomendasikan untuk keadaan darurat. Dia bilang juga akan segera turun langsung menanganinya karena jaga disana. Sasuke kau harus bertahan!" Naruto masih menangis, ia tidak bisa menyentuh Sasuke dengan sembarangan karena instruksi dari tenaga medis yang memasangkan ventilator untuk Sasuke yang lemah.

"Pon-sel, ku?"

"Aku membawanya. Aku juga sudah menghubungi orang tuamu." Gaara masih melihat jika Sasuke masih mengharapkan sesuatu yang lain. "Aku juga melihat ada notifikasi untukmu, kuharap kau bisa lebih bersemangat setelah ini."

Gaara membuka layar ponsel Sasuke dan menunjukkan kepada pemuda itu di wajahnya dari jauh. 'Kuharap Hokkaido akan sedikit lebih hangat dan Uchiha-san baik-baik saja setelahnya.'

Itu adalah api kecil yang mengobarkan harapan untuk bertahan bagi Sasuke.

Naruto dan Gaara terus menerus mengajak Sasuke untuk tetap terjaga dan tidak kehilangan kesadarannya lagi. Mereka berdua menjaga komunikasi satu arah walaupun Sasuke terus menerus berbisik tidak jelas dan tidak dapat ditangkap oleh Naruto atau Gaara karena suaranya yang hampir hilang dengan deru napas pendek yang cepat. Sopir yang bertugas saat itu sudah berusaha untuk sampai di rumah sakit dengan segera sementara tenaga medis yang lain masih memantau Sasuke dengan komunikasi yang dilakukan oleh Naruto dan Gaara.

Begitu mobil ambulance itu sampai di lobby rumah sakit yang sudah ramai dan sesak karena kasus darurat yang sama, beberapa tenaga medis sudah datang dari dalam dan membuka pintu bagian belakang mobil.

"Cepat persiapkan ranjang dorong yang baru, pasien sudah tiba!" Naruto melihat Sakura sudah menyambutnya ketika pintu ambulance dibuka. Naruto tahu jika orang ini adalah Sakura walaupun sulit dikenali karena tertutup pelindung diri. Beberapa tenaga medis yang ada di belakang Sakura menurunkan roll bed Sasuke dengan perlahan. Kemudian mereka semua mengecek tubuh Sasuke sebelum memindahkan ke tempat tidur yang baru.

"All clear! Hands up! Pindahkan pasiennya sekarang!" gadis itu juga memakai pakaian yang sama seperti Naruto dan Gaara, tapi dokter muda itu dengan lantang menyuarakan suaranya yang terhalang alat pelindung diri yang tebal demi menyelamatkan Sasuke malam itu.

"Sakura, bagaimana keadaan Sasuke?"

"Dilihat dari kondisinya, sepertinya ia sekarang sedang melalui badai sitokin. Ini bisa menjadi buruk apabila tidak ditangani cepat. Kuharap keluarganya segera datang, akan kami usahakan semaksimal mungkin untuk meredakan gejalanya." Sakura menjelaskan secara singkat ketika Naruto dan Gaara di terlihat cemas, ia kemudian menginstruksikan kedua pemuda itu untuk menunggu di aula recovery agar meminimalisir kontak dengan daerah darurat infeksi virus. "Percayakan kepadaku."

Sakura berlanjut menarik ranjang dorong Sasuke untuk segera masuk ke dalam ruangan gawat darurat untuk dilakukan pemasangan ventilator yang lebih besar. Begitu memasuki ruangan, beberapa tenaga medis yang tadi menemani sudah berhamburan untuk segera menyiapkan peralatan darurat.

"Sasuke, sebisa mungkin tetap bersama kami. Jangan sampai kehilangan kesadaran." Sasuke masih bernapas dengan cepat ketika Sakura mendekatkan badannya untuk berbisik pada pemuda yang hampir kehilangan kesadarannya lagi.

Sasuke melirik ke arah Sakura, pemuda itu menangis. Dengan napasnya yang tergesa-gesa dan pendek, pemuda itu tidak kuasa menahan air matanya di antara kesadarannya. Ia sadar jika sekarang dia sedang meregang nyawa di antara hidup dan mati. Pemuda itu menangis. Jika ia di ijinkan untuk memutar waktu sebelum kejadian ini, ia ingin melihat Hinata lagi. Ia ingin lebih ramah pada gadis itu. Ia ingin lebih lama mengobrol dengan gadis itu. Percikan api yang selama ini ditiupkan oleh Hinata kepadanya, Sasuke ingin mengembalikan itu semua dalam bentuk satu kehangatan yang hanya Hinata terima.

Sasuke meremas lemah ujung hazmat Sakura yang hendak menjauh itu, gadis itu merendahkan tubuhnya untuk lebih dekat. "Tolong, selamatkan aku. Ada hal yang belum kulakukan dan tidak ingin ku sesali seumur hidup. Akan kulakukan apapun yang kau mau jika kau menyelamatkanku, aku akan berhutang budi seumur hidup."

Sakura iba. Dari sekian emosi yang Sasuke tunjukan kepadanya selama ini, baru kali ini ia menangis dan memohon kepadanya. Gadis itu sekiranya tahu apa yang pemuda itu ingin lakukan, tapi ia tidak bisa menebak. Dengan memanfaatkan momen ini, Sakura mendekatkan dirinya kembali pada Sasuke dan membisikan sesuatu, "Jika kau bisa selamat setelah ini, dan aku berhasil menyelamatkanmu. Aku ingin kita secara resmi menjadi kekasih."

.

.

.

Tokyo, 2021

"Sasuke lihat ke kamera dong!"

Setahun sejak saat itu, Sasuke selamat. Dengan kesepakatan sebelumnya akhirnya Sasuke menerima tawaran Sakura dengan menjadi kekasihnya yang hanya sepihak. Pemuda itu masih sesekali mengecek media sosial Hinata apabila ada berita terbaru darinya atau tidak. Musim berganti terlalu cepat ketika ajang pesta olahraga internasional yang di adakan di Tokyo di adakan besar-besaran. Arena sepak bola yang tidak begitu ramai dan penuh, bangku penonton yang diberi jarak, permainan sepak bola yang tidak begitu seru seperti tahun sebelumnya yang pernah ia tonton dengan teman lainnya terlihat membosankan bagi Sasuke. Ia masih memakai masker ketika Sakura yang duduk di sampingnya mengambil potret mereka berdua disana.

"Foto ini boleh kuposting, kan?"

"Terserah kau." Sakura melirik kembali ke arah Sasuke. Gadis itu memerhatikan jawaban singkat yang selalu dilontarkan pemuda itu setiap ia menanyakan pendapat Sasuke. Di satu sisi Sakura bisa merasa lega karena menjaga Sasuke bisa tetap dekat padanya, tapi di tempat di hatinya ia juga merasa bersalah karena memanfaatkan titik terlemah Sasuke untuk mendapatkan apa yang ia mau.

Karena sudah mengantongi ijin akhirnya gadis itu memosting foto yang baru saja ia ambil untuk ia masukan ke dalam media sosial. Di samping mereka berdua ada Naruto dan Itachi, kakak Sasuke, yang memang ingin menghadiri festival dunia ini.

.

.

.

Sasuke tidak tahu ini sudah berapa lama bahkan berapa tahun ia tidak melihat Hinata dengan mata kepalanya sendiri. Pemuda itu tidak bertemu dengan Hinata sejak terakhir kali di bandara. Musim sudah memasuki fase penurunan suhu. Sebentar lagi salju akan turun, musim dingin akan tiba. Sejak setahun yang lalu, dunia sudah tak lagi sama. Sasuke duduk di bangku cafe yang ada di dekat rumah Naruto. Keduanya sudah berjanji akan bertemu disana.

Sasuke sudah berada disana lebih awal karena ia membutuhkan temperatur hangat cafe. Naruto baru masuk cafe dan langsung memesan minuman hangat di bagian depan kemudian ia membawa kedua gelas hangat itu menghampiri meja Sasuke.

"Bagaimana kabarmu?" Sasuke mendongak ketika Naruto menyodorkan satu gelas hangat kepadanya. Ia masih memakai maskernya sementara pemuda di hadapannya sudah menyeruput kopi hangat yang dipesannya.

"Paling tidak tahun depan kita sudah bisa mendapatkan bonus hasilnya."

Naruto hanya mengangguk-angguk sambil menyeruput kopinya, "Oh, kau sudah melihat pameran digital yang akan diselenggarakan exhibition tahun depan?"

Sasuke menjawab singkat pertanyaan Naruto dan mulai membuka maskernya, pemuda itu melihat secarik kertas yang disodorkan oleh Naruto. "Aku dapat dari depan saat membayar, lihatlah. Kurasa ada Hinata di dalamnya."

Sasuke dengan buru-buru memeriksa lembar pameran yang disodorkan oleh Naruto. Kemudian ia membuka pamflet pameran digital dan menemukan foto Hinata di dalamnya dengan kode barcode di sampingnya. Sudah lama ia tidak menemukan berita gadis itu sama sekali. Seakan-akan Hinata menghilang dari jangkauannya begitu saja. Ia membuka layar ponselnya dan melakukan pemindaian kode barcode itu. Dilayar ponsel Sasuke langsung di arahkan untuk pembelian tiket exhibition dan premiere pameran galeri seni, disana juga ada kolom foto beberapa hasil seni yang akan ditampilkan di exhibition.

Satu sosok yang sangat dirindukan oleh Sasuke, postur tubuh yang kecil. Sebagian tubuhnya sedikit memunggungi view bidik foto, rambut lurusnya yang tergerai menutupi punggung kecilnya, sorot matanya memandang lurus ke poin kamera seakan dapat menangkap Sasuke yang tengah memerhatikan foto pembuka. Sasuke benar-benar merindukan sosok itu. Ada pula foto dimana Hinata mengikat rambutnya dengan gaya yang sangat serius. Ia ingin menghadiri pameran itu dan menemukan foto Hinata yang lain.

"Aku barutau jika Hyuuga berbakat juga menjadi model ya, hahaha."

"Aku sudah lama tidak melihatnya langsung."

"Kudengar dari Kiba jika akhir-akhir ini dia sedang sering berjalan dengan seorang pemuda."

Sasuke terkejut. "Hah?!"

Bahkan Naruto sampai tersedak ketika Sasuke dengan tiba-tiba menaikkan volume suaranya. "Itu masih gosip! Bisa saja jika itu adalah fotografer yang memintanya menjadi model, kan?"

Sasuke tidak habis pikir, pemuda itu jadi tidak dapat berpikir jernih. Gadis itu sudah menghilang dari media sosial bahkan berita secara riil nya pun sangat simpang siur. Sasuke bisa menjadi gila.

Naruto melirik ke arah Sasuke. "Tidak kah kau ingin datang kepadanya dan menjelaskan semuanya?"

"Memangnya apa yang perlu dijelaskan?"

"Kau tahu, tentang kau yang hampir mati setahun lalu dan bagaimana kau dengan Sakura."

Sasuke tidak menjawab, ia hanya menyesap kopi hangat yang tadi Naruto berikan kepadanya. "Aku tahu jika kau tidak serius mencintai Sakura. Tapi setidaknya kau harus memutus salah satu sisi, Sasuke."

"Naruto, terkadang hidup tidak bisa kau putuskan begitu saja untuk mengakhiri semaumu sendiri. Di belakangnya ada tanggung jawab yang besar setelah kau memutuskan untuk memilih. Aku memutuskan untuk tetap hidup walaupun tidak bisa memiliki atau bahkan berada dekat dengannya."

Naruto memerhatikan Sasuke yang meletakan gelas yang telah di sesapnya itu. "Aku memutuskan untuk tetap hidup agar bisa melihatnya bahagia, jika memang akhirnya seperti ini."

"Dan aku-"

"Tapi apa kau tidak pernah berpikir jika kau tidak bahagia?"

Sasuke memalingkan wajahnya. "Bukankah mencintai tidak harus memiliki?"

Naruto terkekeh mendengar kalimat puitis dari Sasuke, "Lalu apakah kau bisa membayangkan jika dia bersama dengan orang selain kau? Bagaimana jika bukan kau yang ada disana ketika dia menyambut setiap pagi dengan hangat, pernah kah kau berpikir sampai disana?"

.

.

.

Sasuke dan Naruto memakai masker mereka dan berjalan sambil mengobrol keluar dari cafe. Keduanya saling mengeratkan mantel ketika udara dingin semakin terasa tebal. Suhu semakin turun dan tidak ada kendaraan yang melintas hari itu karena sangat dingin dan licin. Keduanya hendak menyebrang ke lampu merah yang ada di persimpangan jalan ketika mendadak suasana yang mereka lewati mendadak ramai tidak seperti jalan sebelumnya.

Disana banyak sekali kerumunan orang yang mengelilingi lampu penyebrangan. Karena terlalu banyak orang yang berkumpul dengan menjaga jarak akhirnya saat Naruto dan Sasuke mendekat mereka melihat sekilar jika ada yang terkapar disana. "Ada apa ini?" Naruto berusaha mencari informasi sebelum berjalan lebih dekat.

"Barusan ada tabrak lari, korbannya langsung terkapar. Sudah menghubungi layanan ambulance tapi katanya masih dalam antrian."

Sasuke terkejut ketika ia semakin mendekat dan menemukan sosok yang dirindukannya tak berdaya disana, "Hyuuga!"

"Hei, jika kau mengangkatnya seperti itu.. kita tidak tahu apakah ada patah tulang di leher dan kepalanya." Sasuke tetap mengangkat tubuh Hinata yang tak berdaya untuk berada di punggungnya.

"T-Tidak apa-apa, ini teman kami. M-Maaf." Naruto membungkuk kepada beberapa orang yang ada disana. Sasuke masih berusaha mengeratkan gendongannya pada Hinata yang ada di punggungnya. Ia melepaskan syal yang ada di lehernya dan melingkarkannya pada tubuh Hinata kepada dirinya. Naruto mengambil semua barang yang terurai di jalanan milik Hinata, beruntungnya sudah dibantu oleh beberapa orang memungut untuk segera dibawa.

Sasuke segera berlari sekuat tenaga di suhu dingin hari itu. Ia menggigil tapi pikirannya kacau saat darah dari pelipis dan tubuh Hinata menetes hingga mengenai tubuhnya. Ia berusaha memanggil nama gadis itu terus menerus, berusaha membuatnya sadar. Dengan putus asa dia berlari sambil mengatur napasnya yang kian menderu dan pendek. Menengok ke kanan dan ke kiri memastikan arah jalan rumah sakit terdekat yang sebisa mungkin bisa menolong Hinata.

"Uchi-ha.. -san?"

"Hyuuga?! Kau sudah sadar?!" Sasuke menurunkan kecepatan berlarinya ketika ia mendengar dengan perlahan suara gadis itu di belakang tubuhnya.

"Kenapa kau datang?"

"Ha?!"

"Aku ... sedang tidak ingin kau melihatku disaat, seperti ini." Hinata mengerjapkan matanya berulang kali dengan lemah ketika Sasuke mulai berlari lagi.

"Diamlah, fokus bernapas!"

Sasuke merasa sesak. Ia berlari dengan sekuat tenaga, merasa putus asa di tengah suhu yang kian menurun hingga kepulan asap terbentuk di setiap kali ia membuang napas pendeknya.

"Aku-"

"Kubilang diamlah, Hyuuga! Jangan bernyali untuk meninggalkanku tidak berdaya, ada banyak yang harus kita bicarakan, Hyuuga! Kumohon tetaplah bersamaku!" Sasuke sudah melihat rumah sakit yang muncul paling pertama dipikirannya. Hinata hanya mendesah pelan sambil mengangguk mengiyakan permintaan Sasuke untuk tetap diam. Sasuke menerobos ruang gawat darurat dan langsung menemukan sosok dokter muda yang ia kenali. Dengan buru-buru ia mengatur napasnya.

"Pasien ..., wanita ...," Sasuke masih sambil mengatur napasnya, "-dua puluh empat tahun ..., kasus tabrak lari."

Sasuke menatap dengan tajam orang yang ada di depannya. "Kumohon, selamatkan lah dia, Sakura."

Sakura memandangnya kosong sambil memerhatikan gadis yang kehilangan kesadarannya di punggung Sasuke. "Aku akan melakukan apa saja, selama kau bisa menyelamatkannya. Kumohon, dia adalah satu-satunya alasan aku bisa hidup."

Gadis itu kembali mengamati Sasuke hingga akhirnya hanya menghela napas pelan. "Baiklah. Tapi, sebelum itu aku ingin kita akhiri saja hubungan ini. Dan kita harus bicara setelah ini."

Sakura berbalik meninggalkan pemuda itu dan menyuruh beberapa tenaga medis untuk memindahkan Hinata pada ranjang yang segera dimasukan ke ruang darurat.

.

.

.

Naruto duduk di samping Sasuke yang bagian pundaknya berlumuran darah. Keduanya masih menunggu Sakura kembali dari ruangan yang bagian atas pintu nya terdapat lampu warna merah dan tertera tulisan sedang dalam perawatan. Sasuke mengetuk-ketukan salah satu kakinya gusar karena perawatannya cukup lama untuk kasus menutup jahitan.

Begitu lampu yang ada di atas pintu berubah menjadi hijau, seseorang keluar darisana. Mereka berdua bisa tahu jika itu adalah Sakura walaupun dalam balutan pakaian medisnya. Sasuke dan Naruto berdiri ketika Sakura mendekat. "Bagaimana?"

"Tidak cukup serius tapi kepalanya ada benturan hebat, mungkin akan agak sedikit memar di bagian belakang kepalanya. Sekarang dia akan dipindahkan ke recovery room."

"Bagaimana dengan keluarganya?" Sakura melanjutkan dengan memandang kedua pemuda yang ada di depannya.

"Kami masih berusaha menghubungi, terlebih keluarganya ada di Kyoto."

Sakura menghela napas. "Ada yang perlu kita bicarakan."

Ketiganya masih hening, tidak ada yang memulai perbicaraan. Sakura memandang Naruto ketika pemuda itu masih tidak menangkap maksudnya. Beberapa detik ketika Naruto sadar ia langsung paham, "A-Ah, kalau begitu aku akan mencoba menghubungi keluarga nya dan membayar biaya administrasinya ya, hahaha. Lalu aku akan ke ruang yang tadi disebutkan saja."

Naruto melambai kepada Sakura dan Sasuke yang masih diam disana. Sakura melirik kembali ke arah Sasuke yang masih tidak mengalihkan pandangannya dari ujung sepatunya. "Duduklah Sasuke, kau tidak biasanya seperti ini."

Sakura berdiri di hadapan Sasuke yang mulai duduk dengan tenang setelah gadis itu menyuruhnya duduk. Sakura tidak duduk sama sekali, ia masih berdiri disana dalam balutan pakaian medisnya yang tertutup seluruh tubuh.

"Apa yang ingin kau bicarakan?"

"Seperti yang kita bicarakan tadi, aku ingin hubungan kita berakhir disini."

Sasuke masih diam. "Sebelumnya aku minta maaf karena aku terkesan memaksa mu untuk bermain disini."

"Hari ini aku melihat setelah sekian lama pura-pura tidak tahu tentang keberadaan gadis ini. Aku bisa melihat sosok Sasuke yang tak pernah kutemui sebelumnya."

Sasuke tidak bergeming, "Sasuke maafkan aku."

"Tidak ada yang perlu dimaafkan, aku berhutang banyak kepadamu." Pemuda itu menatap ujung kaki Sakura yang ada di hadapannya.

"Dari awal kau sudah sangat membantu banyak, aku tidak keberatan jika harus membayar seperti ini."

"Tapi Sasuke, ini semua salah. Dan aku terlihat sangat jahat disini." Sakura merendahkan tubuhnya untuk melemaskan otot kakinya yang sudah berdiri hampir dua jam itu.

"Aku juga ingin melihat kau bahagia, bukankah gadis yang kau gendong dengan putus asa di musim dingin seperti ini adalah orangnya? Mulai sekarang jangan merasa berhutang kepadaku, ini sudah menjadi tugasku sebagai seorang tenaga medis." Sakura berakhir tersenyum kemudian menepuk pundak Sasuke pelan lalu berjalan menjauhi pemuda itu.

.

.

.

Hinata membuka matanya perlahan, ia mengerjapkan beberapa kali dengan lemas. Sasuke masih berada disana sambil terkantuk duduk di samping Hinata. Gadis itu tidak bisa menggerakan kepalanya karena bagian lehernya di gips, hanya bisa melirik dari bagian ujung matanya. Kepalanya juga diperban melingkar.

"Uchiha-san?"

"Oh," Sasuke masih mengumpulkan kesadarannya dan meregangkan ototnya karena kaku. "-kau sudah sadar?"

Hinata hanya menjawab dengan mendesah pelan.

"Keluargamu sudah ku hubungi, mereka sedang dalam perjalanan kemari. Jadi ..., kau tak perlu khawatir."

Hinata hanya mengeluarkan suara kecilnya kembali.

"Apa yang kau lakukan di Tokyo?"

Gadis itu diam sejenak, "Aku mengambil beberapa barang di apartemenku kemudian hendak pergi ke minimarket. Aku tidak tahu akan bertemu denganmu disana,"

Hinata masih memikirkan kalimat yang pas, "-dalam keadaan seperti itu."

Keduanya masih terdiam canggung. Gadis itu mengerjapkan pandangannya karena masih berusaha untuk beradaptasi setelah sadar. Pandangannya kabur ketika menangkap wajah Sasuke yang ada di dekatnya. Sementara pemuda itu masih diam.

"Hyuuga, ada yang ingin kubicarakan."

"Hmm?" gadis itu hanya menjawab dengan senandung kecil.

"Aku sangat egois," Pemuda itu tak berani menatap wajah gadis di depannya. "-berulang kali aku berpikir jika ah, beruntungnya bisa berada di dekatnya. Atau ini pasti sebuah takdir karena kebetulan yang terjadi terlalu sering."

Gadis itu masih diam, "Tapi aku tidak pernah berani untuk memulai mendekatimu. Bahkan ketika aku begitu dekat denganmu pun, aku hanya bisa melihat sosial mediamu."

"Aku egois ketika aku melihatmu menjadi model pameran di galeri, aku tidak ingin orang lain melihatmu. Aku juga egois ketika aku mengetahui kau dekat dengan orang lain. Aku egois karena ingin kau selalu seperti itu."

"T-Tunggu, Uchiha-san," Hinata berusaha untuk berdiri dari posisi nya yang tidak bisa melihat pemuda itu dengan benar. Sasuke buru-buru berdiri dan membenarkan posisi ranjang yang semula tidur untuk berubah menjadi duduk. Ia membantu gadis itu untuk bersandar pada ranjang yang hampir sembilan puluh derajat itu.

Hinata memang masih belum seberapa jelas menangkap wajah Sasuke tapi kini ia bisa menghadapi pemuda itu dengan benar. "Yang pertama, aku tidak dekat dengan seseorang sama sekali. Kemudian, yang kedua..,"

"-bukankah kau sudah memiliki seseorang?"

Sasuke masih tercekat untuk menjelaskan. Ia tidak bisa menceritakan bagaimana menderitanya ia selama setahun terakhir setelah terkena virus yang masih semakin liar ini, pemuda itu masih berusaha menata kalimat di otaknya.

"Aku memiliki hutang dengan seseorang, dan dia membebaskanku untuk melunasinya hanya dengan menemaninya saja. Hanya itu saja, bahkan aku tidak benar-benar mencintainya."

Gadis itu masih menunggu, "Tapi aku sama sekali tidak pernah mengembalikan hal yang sama kepadanya, bukankah aku jahat?"

"Aku, sudah lama ingin bilang jika aku menyesal tidak maju kepadamu sejak lama." Hinata masih diam dan menunggu pemuda itu untuk meneruskan.

"Maaf jika aku terlalu banyak menyakitimu."

"Uchiha-san," gadis itu menyela pernyataan Sasuke. "-sebenarnya aku juga jahat."

Gadis itu tersenyum sebentar, "Saat tahu kau bersama dengan orang lain, aku juga berpikir sama denganmu."

"Kita ternyata memang jahat, ya?" Hinata tertawa sebentar ketika Sasuke menimpalinya dengan tawa yang sama.

Pemuda itu meraih helai rambut yang jatuh menutupi sebagian wajah Hinata. "Lihat wajahmu, kau sampai babak belur seperti ini."

"Kita berdua benar-benar babak belur," keduanya sama-sama tertawa. "Bagaimana jika kita mulai semuanya dari awal lagi?"

Sasuke tersenyum tipis, "Tentu saja. Hai, aku Uchiha Sasuke."

Gadis itu menimpali dengan tertawa. "Hyuuga Hinata sangat senang bertemu denganmu."

.

.

.


The End


.

.

.

Author Note:

Akhirnya selesai juga ini hahaha, susah karena harus ijin dengan yang bersangkutan dan sedikit mengubah beberapa bagian agar tidak terlalu benar-benar mirip dengan yang asli atas permintaan sumber. Kalau boleh jujur, saat menulis bagian di tahun 2020 saya sempat menangis dan merasa emosional. Karena dunia kita memang benar-benar berubah sejak 2019 dan saat dunia kita terhenti di tahun 2020, semuanya tidak lagi benar-benar sama. Akhirnya perasaan dan emosi saya naik turun di bagian penulisan tahun 2021. Saya juga merasakan bagaimana karakter yang ada di dalam cerita, terlebih saya juga tenaga medis sehingga saya bisa menjelaskan secara detail. Tapi apabila terlalu terlihat dipaksakan mohon maaf karena ada permintaan dari yang bersangkutan untuk tidak terlalu membuka semua yang sudah pernah terjadi sebelumnya.

Terlebih saya juga tidak terlalu percaya diri jika akan banyak yang menikmati tulisan ini seperti dulu-dulu karena saya juga sama sibuknya di dunia nyata. Saya harap pembaca sekalian tidak pernah menyontek atau menyalin cerita ini. Saya harap pembaca untuk menjadi pintar dan selalu menikmati karya seseorang dengan menghargai karya penulis.

Sekian dari saya, terima kasih banyak.

Salam sehat selalu, semoga harimu selalu ceria.

hachibreeze