Disclaimer : Saiyuki bukan punya saya.
A Boy
Gojyo terkejut ketika mendapati pria asing yang tiba-tiba muncul di depan rumahnya yang sederhana. Terlebih lagi, pria ini bukanlah orang biasa, melainkan seorang biksu tingkat tinggi — seorang sanzo yang amat dihormati di seantero Shangri-La. Sialnya, biksu yang terlihat angkuh ini malah memerintahnya untuk memberikan seorang kriminal bermata hijau bernama Cho Gonou. Nama yang jelek. Namun Gojyo memiliki firasat Cho Gonou adalah orang yang ia selamatkan beberapa hari lalu. Seseorang yang kini sedang bersembunyi di balik pintu rumahnya.
Lebih sial lagi, biksu ini juga dilengkapi dengan senjata mematikan! Karena itu lah ia segera berteriak pada Cho Gonou untuk segera kabur.
Oh, kesialan masih berlanjut. Sanzo ini juga membawa seorang anak kecil! Mungkin berusia sekitar 14-15 tahun — entahlah. Wajahnya tampak bodoh, berambut cokelat panjang dengan sebuah mahkota aneh yang melingkar dengan pas dikepalanya. Menariknya, kedua mata anak itu berwarna emas. Warna yang sangat indah. Ironisnya, ia tahu mata berwara emas melambangkan kesialan yang bahkan lebih dibenci daripada mata merah miliknya.
Gojyo nyaris tak percaya ketika Cho Gonou tiba-tiba merenggut pistol milik sang sanzo yang terjatuh dan segera mengarahkannya ke arah si bocah. Tidak! Jangan! Gojyo tiba-tiba merasa khawatir Cho Gonou akan membunuh anak itu. Jika sampai anak itu mati, maka terkutuklah biksu yang sudah membawanya ke sini. Terkutuklah Cho Gonou yang membunuhnya. Dan terkutuklah ia yang sudah memungut seorang pembunuh.
Ah, untung saja Cho Gonou hanya menggertak. Gojyo dapat merasakan sanzo yang sedang ia lawan bernapas lega. Sepertinya, anak itu — Goku, kalau tak salah si sanzo itu meneriakkan namanya — sangat berarti bagi si biksu.
Bocah berambut cokelat panjang dan bermata emas — entah mengapa Gojyo merasa anak ini bukan lah manusia.
.
.
Innocence
Gojyo merasa kesal sekarang. Anak bernama Goku yang sempat ia khawatirkan, kini sedang menghabiskan seluruh makanan di atas meja dengan rakus sementara ia sedang mengobrol dengan si biksu. Tingkahnya benar-benar mirip dengan monyet yang kelaparan. Ya, mulai sekarang ia akan menyebut bocah itu saru. Julukan yang cocok, kan?
"Hei, Sanzo," panggil si bocah itu. "Apa orang itu memang orang jahat?"
Oh, sepertinya anak itu ingin membicarakan tentang Cho Gonou.
"Mengapa kau bertanya seperti itu?" si sanzo balik bertanya.
Si bocah tampak merenung sebentar. "Entahlah. Aku merasa dia bukan seperti orang jahat."
Gojyo sedikit takjub sekaligus heran! Yang benar saja?! Pria bernama Cho Gonou itu baru saja mengancamnya dengan pistol dan anak itu malah berpikir Cho Gonou bukan orang jahat?
.
.
Hair
Gojyo sangat kesal ketika bocah itu tiba-tiba menjambak rambut berwarna merah darahnya. Dasar nakal!
"Apa-apaan, kau?!"
Tapi bocah itu malah memasang raut wajah kecewa. "Apaan nih, ternyata dingin?"
"Apa maksudmu?"
Ekspresi wajah anak itu berubah jadi ceria. Sambil lalu mengejar master sanzo nya, Gojyo mendengarnya mengatakan sesuatu tentang rambutnya. "Habisnya warna nya merah membara, jadi kukira bakal panas."
Eh? Apa?
Anak itu sebenarnya bodoh atau apa? Bukan kah seharusnya warna rambut yang amat ia benci ini mengingatkannya pada darah?
Gojyo menatap si pemilik anak itu — sang sanzo angkuh yang terhormat — yang menatap balik padanya dengan seringaian penuh kepuasan. Entah biksu itu yang sudah mendidik anak itu dengan baik atau dia hanya merasa bangga padanya.
.
.
Eyes
Gojyo merasa Cho Gonou benar-benar berhutang budi pada anak bermata emas itu. Bagaimana tidak? Anak itu sudah mencegah Cho Gonou untuk tidak mencongkel mata terakhirnya. Ia sudah tahu Cho Gonou sudah tidak peduli lagi untuk hidup. Ia tahu Cho Gonou sudah berencana untuk mati. Namun anak bermata emas itu berhasil mencegahnya.
"Kenapa?" Gojyo mendegar anak itu bertanya pada Cho Gonou, nadanya terdengar putus asa. "Kau kan memiliki bola mata yang indah!"
Ok, benar dugaannya bahwa anak itu terlalu polos. Terlalu murni bahwa ia tidak melihat kebusukan di dunia ini. Tidak melihat warna darah pada rambutnya. Tidak menyadari sorot mata pembunuh pada Cho Gonou.
Atau kah mungkin anak itu mampu melihat sesuatu yang tidak mampu dilihat orang lain?
.
.
Crimson
Gojyo memandangi dirinya di depan cermin. Memandangi untaian demi untaian rambut merah nya yang membara. Rambut yang selalu mengingatkan pada identitasnya sebagai hanyou. Sebagai anak tabu. Rambut yang mengingatkannya pada warna merah darah — darah ibu tirinya yang terciprat padanya saat kakaknya membunuh ibu mereka dan —
Bayangan bocah bermata emas yang sedang tersenyum ceria kembali merasuki pikirannya.
— rambut yang sudah tidak ia benci lagi.
Ia tersenyum pada dirinya sendiri.
Rambut — untuk pertamakalinya ia menyadari — tidak lagi merefleksikan darah.
Rambut — yang pada akhirnya — harus ia akhiri untuk melupakan semua kenangan buruk yang tersimpan di dalamnya.
Meraih sebuah gunting, Gojyo memangkas rambutnya. Merasa sedikit bersalah pada bocah bermata emas yang sudah membuatnya melihat sisi lain dari warna merah. Ia tahu rambutnya pasti akan kembali memanjang dengan warna yang sama. Bedanya, ia sudah tidak peduli lagi. Semua sudah berakhir. Cho Gonou sudah mati. Biksu itu mungkin tidak akan muncul lagi di depannya.
Begitu juga dengan si anak bermata emas.
