Disclaimer: I own nothing. I don't own Inuyasha, I'm just renting them from Rumiko Takahashi, Viz, etc. I will make no money from this fic, I write for my own enjoyment and the enjoyment of my readers.
Summary : Demi kebanggaan dan kemuliaan, Sesshoumaru dan Kagome terpisahkan, bukan dalam kehidupan, tapi oleh kematian.
Pairing : Sesshoumaru/Kagome
Genre : Tragedi
Setting : All Human/Alternate Universe/WWII
.
.
Gegap gempita perayaan di siang hari telah berlalu. Doa telah dipanjatkan. Seruan masyarakat kepada para prajurit_yang sebentar lagi menjadi_pahlawan telah teredam oleh permadani malam. Akan tetapi, perjamuan utama baru dihadiahkan oleh para petinggi militer.
Di sebuah tenda besar yang berfungsi sebagai aula, makanan lezat dan sake yang disajikan telah tandas. Usai melahap makan malam, para prajurit yang terpilih untuk tugas penting esok hari disuguhkan geisha tercantik yang ada di sekitar kamp. Meski begitu, ada satu dua prajurit yang memilih untuk menghabiskan malam terakhir mereka dengan tidur nyenyak.
Sesshoumaru, putra sulung keluarga Taisho itu berjalan di antara tenda. Baru saja laki-laki tegap itu memasuki tenda kecilnya, sebuah suara familiar memanggil namanya. Sedetik, ia membeku. Perlahan, remaja berusia sembilan belas tahun itu membalik badan.
Tebakan yang juga harapan terbesarnya hadir di depan mata. "Kagome!?" ucapnya tak percaya.
Rambut legam sepunggung terurai indah, bulir keringat menghias pelipis raut lembut itu. Iris biru kelabu yang tergenang kerinduan menatapnya dalam-dalam. Perempuan yang telah ia kenal sejak bisa mengingat itu terdiam, tapi ekspresinya menampilkan sejuta pernyataan. Kebanyakan adalah rasa keberatan.
"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya sang pilot Kamikaze.
Gadis itu menelan ludah. Ia berkedip, dua tetes air mata jatuh. Dengan tangan kanan, ia lantas mengelap mukanya hingga kering. "A-aku, menolong Sango dan ibunya memasak untuk perjamuan." Cepat-cepat, Kagome meralat ucapannya, "Aku memaksa keduanya untuk memperkerjakanku khusus hari ini. A-aku mendengar bahwa esok mereka akan mengirimmu untuk misi bunuh diri. Oleh karena itu, aku ingin bertemu denganmu untuk terakhir kali."
Dua kata terakhir itu seakan melesakkan tikaman tepat di jantung sepasang insan yang saling menaruh hati.
Sesshoumaru takkan pernah lupa bagaimana sahabatnya itulah yang menentang keputusannya meninggalkan kampus dan menjadi bagian dari kebanggaan Jepang. Oleh karena itu, ia menceritakan, "Saat upacara kelulusan dari pelatihan, Kaisar Hirohito datang dengan menunggangi kuda putih. Ia seakan memintaku secara personal untuk membantunya. Tekadku kian bulat."
Suara baritone itu masih sama tegasnya seperti saat lelaki itu hendak masuk ke kamp pelatihan, enam bulan lalu. "Aku tak akan pernah berubah pikiran."
Tak punya nyali untuk langsung mengonfrontasi, Kagome berkomentar asal, "Potongan rambut yang mereka buat itu tidak cocok denganmu." Rambut Sesshoumaru yang biasanya mencapai kuping itu dipangkas habis hingga menyisakan sebagian di puncak kepala. "Kau terlihat lebih tampan dengan rambut sedikit lebih panjang."
Mengerti maksud lawan bicaranya, Sesshoumaru kembali ke topik inti. "Aku siap mati demi Kaisar."
"Aku tahu." Kagome tertawa putus asa. Ia melanjutkan dengan tercekat, "Aku tahu, kau mendaftarkan diri sendiri. Ini adalah pilihanmu. Kau selalu mengagungkan nasionalisme dan kesetiaan kepada Kaisar. Kau rela mati demi mencapai kemuliaan tak terbatas. Kau sepenuh hati mengambil bagian dalam pertempuran yang menentukan takdir kekaisaran."
Intonasi gadis bermarga Higurashi itu meninggi, "Namun, kau sungguh bedebah egois! Kau akan meninggalkan keluargamu."
"Tidak ada 'aku', ini tentang membela negara. Kaulah yang bertindak egois, Kagome."
Nada perempuan itu terdengar pilu, "Kau benar, di sini, aku memang orang yang mementingkan diri sendiri. Aku egois karena mengutuk perang. Aku cuma tidak sanggup lagi melihat orang terdekatku menjadi korban. Impianku adalah dunia yang damai. Aku hanya ... " Ia menarik napas sebelum melengkapi, "Aku hanya tidak ingin kau pergi!"
Kesedihan yang telah ditahan ratusan hari tak lagi terbendung. Derai air mata pun berjatuhan. Suaranya menghilang perlahan kala mengakhiri racauannya dengan ratapan, "Sungguh, aku menyayangimu dan aku membenci kenyataan bahwa kau akan meninggalkanku, Sesshoumaru."
Sekejap mata, jarak keduanya lenyap. Sesshoumaru merangkul tubuh mungil itu. Satu tangannya mengusap kepala gadis yang ia sayangi sepenuh hati, sedangkan tangan yang lainnya membelai punggung.
Kagome tersedu-sedu. Ia mendekap erat dan membenamkan wajah di dada satu-satunya lelaki yang ia kagumi. Lara gadis itu pun membludak, kesedihannya meledak, isakan tertahan menjadi raungan tangis.
Semua doktrin dan propaganda selama 182 hari pelatihan super keras secara fisik demi menekan emosi, menghalau kecintaan pada duniawi demi menjadi prajurit yang siap mati, sontak terlupakan. Untuk sesaat, Sesshoumaru menjadi manusia biasa yang memiliki impian untuk hidup lama bersama perempuan yang didamba.
Dengan luapan hasrat yang merebak, Sesshoumaru menahan bagian kepala belakang gadis yang setahun lebih muda darinya itu. Ketika Kagome mendongak, sang patriot muda mengecup kelopak merah jambu itu dengan lembut seraya menghirup aroma cinta yang manis dan titik tangis.
Di sisi lain, Kagome menerima serta meresapi momen itu ke dalam inti sanubari.
Sayangnya, kerlip asa di antara dua remaja itu tak cukup untuk menghalau semua keteguhan dan prinsip yang telah terbangun sekian lama di diri Sesshoumaru. Pada akhirnya, sang prajurit menggenggam lengan gadis itu dan menciptakan jarak.
Kala Kagome mampu mengangkat kepala, semua bagai terjadi dalam gerak lambat. Si prajurit menyampaikan pesan terakhirnya, "Hiduplah dengan baik, Kagome." Tangan laki-laki itu meluncur turun, kini, Sesshoumaru meremas kedua tangannya dengan penuh afeksi.
Ini adalah perpisahan.
"Aku mengerti," sahut si sulung Higurashi dengan suara serak. Dengan air muka yang basah dan merana, gadis itu memandang lelakinya dan berkata, "Kau memilih mati dibanding bersamaku."
Kagome melangkah mundur. Tatkala jari jemari mereka tak lagi terkait, bulir nelangsa kembali terbebas dari kedua manik indah gadis itu. "Kendati demikian, aku ingin kau tahu bahwa aku akan mengenangmu sepanjang hidupku. Karena, bukan aku yang memilih untuk hidup tanpamu, Sesshoumaru." Dengan itu, ia memutar tumit.
Baru setapak diambil Kagome, samar-samar, ia mendengar kehendak Sesshoumaru yang membuat hatinya luluh lantak. Tanpa berpaling, gadis itu terus berlari.
.
.
.
Pagi itu, sinar matahari terbit terlihat lebih menyilaukan. Bulan April, tanggal 6, tahun 1945, Operasi Kikusui (bunga kekwa terapung)untuk pertempuran Okinawa dilaksanakan. Sake kembali dituangkan untuk para pahlawan bangsa. Banzai diteriakkan mengiringi kepergian heroik para prajurit muda yang menaiki pesawat khusus yang disebut 'Ohka'.
Pesawat layang kecil itu didesain minus gir untuk mendarat, tanpa parasut, dengan pintu terkunci, dan berton-ton bahan peledak di kepala dan sayap-sayap pesawat.
Akhirnya, seribu lima ratus burung besi yang dibagi menjadi tujuh gelombang itu lepas landas. Di ketinggian, bunyi deru mesinnya bergema tajam hingga ke seluruh Pulau Okinawa. Tak berselang lama, mata para prajurit telah menangkap target besar di atas lautan.
Celakanya, berada di langit luas menjadikan mereka bidikan tembak yang mudah. Jangankan menabrakkan diri, bahkan mendekati kapal selam yang menjadi incaran pun suatu hal yang mustahil. Sebagian besar, para pilot Kamikaze ikut meledak di langit bersamaan dengan pesawat yang mereka tumpangi. Namun, beberapa prajurit yang sejak awal berniat tulus membela tanah air, mendapat kehormatan untuk meledakkan diri tepat ke jantung kapal musuh.
Ketika pertempuran berakhir, tiga puluh empat kapal sekutu Amerika tenggelam, tujuh ribu korban tewas, dan kerusakan besar lainnya diderita pihak lawan. Walaupun begitu, Jepang tetap kalah dalam peperangan.
Keesokan harinya, nama-nama prajurit pilot Kamikaze yang gugur dalam perang diumumkan di koran. Benar atau salah aksi patriotik maupun perang itu sendiri, semua yang gugur akan selalu dikenang dalam linangan air mata orang-orang terdekat mereka.
Termasuk Kagome, yang akan terus mengingat mendiang kekasih, serta kalimat terakhir yang dilisankannya, "Aku harap, kita bisa bersama di kehidupan berikutnya."
.
~Fin~
.
Akhir-akhir ini lagi suka channel yang ngebahas sejarah dan berbagai macam konflik. Karena itu, jd terinspirasi nulis ini.
Cerita ini bukan bermaksud untuk membuat Jepang di masa itu terlihat baik, not at all. Mungkin kita semua tau sebagian besar kekejamannya saat menjajah Indonesia juga di negara lain saat WWII.
Maaf untuk semua kekurangan dan kalo ada kesalahan dalam cerita yg berkaitan dgn pilot Kamikaze ini kalian bisa review/pm dan aku akan dengan senang hati memperbaikinya.
Hope u had a nice weekend!
05/12/2021
