Naruto © Masashi Kishimoto

Warning: AU. OOC. Typo. Gaje. Sedikit Shonen ai demi kelancaran cerita. NaruSaku fanfiction.

Yesterday and Tomorrow © UchihaMaya

.

.

.

.

3 tahun kemudian…

"Namikaze-san?"

Yugao Uzuki, sebenarnya mencintai pekerjaannya sebagai asisten seorang pengacara. Tapi, ada juga saat dimana ia begitu membenci pekerjaannya. Seperti saat ini. Wanita cantik itu tengah mengejar atasannya yang tiba-tiba saja meninggalkan klien tanpa sepatah katapun. Dan setelah ia meminta maaf secara kilat pada klien, ia bergegas mengejar Kyuubi, Namikaze Kyuubi.

Ia agak kesulitan menyusul karena sepatu hak tinggi yang ia kenakan. Ketika sampai di lobi kantor, tiba-tiba Kyuubi berhenti. Yugao yang tidak siap akhirnya menabrak punggung sang Namikaze hingga ia terjengkang. Untung saja suasana sepi dan Kyuubi dalam keadaan serius, jika tidak ia pasti sudah jadi bahan tertawaan.

"Batalkan semua janji temuku untuk sebulan kedepan. Aku ada urusan," ucap Kyuubi cepat, tak menghiraukan jika asistennya masih terjatuh dan speechless mendengar ucapan cepat Kyuubi.

Setelah itu, pemuda yang baru menginjak usia 25 itu melangkah meninggalkan gedung. Agak tergesa-gesa menghampiri mobil Mazda hitamnya. Baru saja ia menerima pesan singkat dari neneknya yang seorang kepala rumah sakit besar di Tokyo jika adiknya baru saja mengalami kecelakaan, lagi. Tak sempat membaca penjelasnnya lebih lanjut, pemuda itu langsung meluncur menuju rumah sakit.

.

Seorang wanita yang terlihat masih muda diusia senjanya, mendesah pelan ketika melihat sosok yang terbaring diranjang praktik di ruangannya. Tangannya bergerak untuk memijit keningnya yang berdenyut menyakitkan. Gurat-gurat diwajahnya menunjukkan seberapa banyak hal yang ia pikirkan.

"Aku tidak habis pikir, sebegitunya kau ingin bunuh diri, eh? Menabrakkan mobil pada truk adalah hal paling idiot yang dilakukan seorang Namikaze." Ucapnya, mewakili kemarahannya atas tindakan bodoh cucunya. "Ada apa denganmu, gaki? Semenjak bocah Uchiha itu pergi, kau jadi sering berkelahi, mabuk, dan yang lebih parah hobi menantang maut. Kau pikir dirimu punya sembilan nyawa? Apa kau tidak bisa berhenti menyia-nyiakan hidupmu?" Lanjutnya dengan suaranya yang keras dan tajam.

Pemuda yang diajak bicara hanya memejamkan matanya tak peduli. Seolah ucapan neneknya hanya angin lalu untuknya. Ya, ia tidak peduli. Ia merasa hatinya telah mati karena ditinggalkan seseorang dengan luka nganga. Luka yang mengucurkan darah segar, luka yang mencabik jiwanya hingga ia tak mengingkan dunia. Ia lagi-lagi jatuh, terjatuh dijurang keputus asaan karena ditinggalkan, apalagi kini yang meninggalkannya adalah orang yang diam-diam ia cintai.

"Aku tidak tahu apa yang terjadi diantara kalian, tapi bukan berarti hidupmu berhenti ketika bocah itu pergi." Tsunade tahu, ia tidak buta untuk tidak menyadari apa yang dirasakan pemuda pirang itu. Tapi, sayang ia tidak tahu seberapa dalam cucunya terluka.

"Tapi nyatanya hidupku berakhir ketika dia pergi." Gumam Naruto tanpa membuka matanya.

Tsunade mendesah lelah. "Kau itu lelaki, Naruto. Kau sudah bukan remaja lagi. Tidak seharusnya kau bersikap seperti ini. Tegarlah. Banyak hal yang lebih baik menantimu diluar sana jika saja kau mau keluar dari gua gelapmu itu."

Naruto hanya mendengus tidak peduli. "Ketegaranku sudah habis saat kedua orang itu pergi." Ucapnya, kali ini ia membuka matanya sehingga neneknya bisa melihat sorot penuh luka dari sapphire itu. "Aku muak dengan semua ini." Lanjutnya penuh kegetiran.

Tsunade terdiam mendengarnya. Tak tahu bagaimana harus menanggapi ucapan Naruto.

"Jika bisa, aku bahkan memilih untuk tidak dilahir-"

"-hentikan omong kosong itu Naruto." Seseorang menyela ucapan Naruto. Pemuda yang dua tahun lebih tua darinya yang sedari tadi diam dibalik pintu mendengar percakapan adik dan neneknya.

Namikaze Kyuubi melenggang memasuki ruangan dengan ekspresi datarnya yang biasa, kemudian mendudukkan dirinya didepan meja kerja neneknya. "Jelaskan padaku, apa lagi yang kau perbuat kali ini?" Tanya pemuda itu sambil melirik lengan dan kepala adiknya yang diperban. "Sebegitunyakah kau ingin mati?"

Naruto diam saja. Dia tahu jika jawabannya hanya akan membuat Kyuubi semakin marah.

Satu-satunya wanita diruangan itu menghempaskan tubuhnya kesandaran kursi. Lagi-lagi mendesah kesal, "Kepalanya terbentur sementara lengan kirinya sedikit retak, lainnya hanya lecet dan memar ringan." Jelasnya, tanpa menatap kedua cucunya. "Aku hanya berharap ini yang terakhir."

Kyuubi memeijit keningnya yang berdenyut sakit. Dia merasa sangat tua diusianya yang baru menginjak seperempat abad. "Kau itu adikku satu-satunya, keluargaku satu-satunya, jika_for God's sake_terjadi sesuatu padamu, kau pikir aku tidak akan apa-apa? Hentikan hal konyol ini, Naruto." Ucap Kyuubi, jengkel. "Demi tuhan, aku tidak suka kau melakukan hal bodoh seperti ini terus-terusan. Kau bukan lagi anak kecil, berhentilah merusak diri-"

"-kau pikir aku suka hidup seperti ini. Aku juga tidak suka, Kyuu. Aku tidak suka aku begini, aku tidak suka, bahkan membenci hidup seperti ini. Ditinggalkan berkali-kali bukanlah hal yang menyenagkan!" Ucap Naruto, ia bangkit dari tidurnya kemudian berjalan keluar dari ruangan Tsunade. Menghiraukan kepalanya yang masih berdenyut sakit dan luka-lukanya yang perih.

Tsunade sendiri hanya menatap kepergian cucunya dalam diam, kemudian melihat ekspresi Kyuubi yang terperangah. "Sudahlah Kyuubi, dia memiliki luka yang lain dan kukira kali ini lebih dalam."

"Aku tidak habis mengerti, kenapa kepergian si brengsek Uchiha itu merubahnya sejauh ini. Dia bahkan sama sekali tidak mempertimbangakan bagaimana aku mengkhawatirkannya." Desahnya pelan. "Apa aku bukan kakak yang baik?" Lirihnya.

Tsunade menatap lekat sang Namikaze sulung. "Dia menyayangimu, hanya kau yang ia punya saat ini. Buang pikiran itu jauh-jauh dari kepalamu." Tsunade terdiam beberapa saat sebelum melanjutkan, "dia butuh waktu untuk menata hantinya. Sayang akupun tidak tahu seberapa lama waktu yang ia butuhkan."

Naruto terdiam dibalik pintu. Ia menyesal membuat kakaknya kecewa. Entah kenapa ia baru menyadari kenyataan itu sekarang. Ia bukan lagi remaja, ia sudah dewasa.

Dalam diam Naruto bertekad untuk menjauh dari bayang-bayang masa lalunya. Meski ia tahu, hal itu sesulit membalikkan aliran waktu.

.

TBC

.

Arigatou, untuk yang sudah bersedia membaca dan mereview.

Sign,

UM