Naruto © Masashi Kishimoto
Warning: AU. OOC. Typo. Gaje. Sedikit Shonen ai demi kelancaran cerita. NaruSaku fanfiction.
Yesterday and Tomorrow © UchihaMaya
.
.
.
.
"Sapporo?"
Namikaze Kyuubi mengangguk tanpa menoleh. Ia masih terfokus kearah berkas-berkas yang berserakan dipangkuannya. Sementara adiknya, Namikaze Naruto kembali menelusuri buku panduan wisata yang tadi sempat diberikan Kyuubi padanya sebelum pesawat lepas landas.
Sekarang keduanya berada dalam penerbangan menuju pulau Hokkaido. Liburan, begitu kata Kyuubi. Ia tidak tahu apa yang dipikirkan kakaknya itu. Tadi pagi ketika ia sibuk memeriksa beberapa laporan perusahaan, Kyuubi tanpa aba-aba menerobos masuk ruangannya dan menodongkan dua tiket pesawat. Kakaknya bilang urusan perusahaan untuk sementara akan diambil alih sekretaris Naruto. Sementara, mereka berdua akan berlibur untuk beberapa minggu kedepan.
Sungguh, Naruto tidak tahu apa yang dipikirkan kakaknya. Setahunya, kakaknya sedang menangani kasus penting yang tidak mungkin ditinggilkan serta pekerjaannya di perusahaan yang tidak sedikit. Tapi, disinilah mereka, dalam tubuh burung besi yang beberapa jam lagi akan mendarat di Hokkaido.
"Cobalah untuk santai, Naruto. Tak perlu mencemaskan apapun yang ada di Tokyo." Ucap Kyuubi sambil membereskan berkas-berkas yang dari tadi menyibukkannya.
Mau tidak mau akhirnya Naruto menganggukkan kepalanya. Menghargai kakaknya yang rela meninggalkan pekerjaan untuknya.
.
"Kau menyewanya?" Tanya Naruto pada kakaknya yang tengah sibuk didapur, ia sendiri tengah duduk di meja makan yang menyatu dengan dapur. Ia mengamati rumah minimalis yang akan mereka tempati selama di Sapporo.
"Menyewa?" Kyuubi setengah tertawa, "mana mungkin kakakmu ini puas hanya dengan rumah sewaan."
Naruto mendengus, nyaris lupa dengan gaya hidup kakaknya yang cenderung hedonisme. Rumahnya di Tokyo saja mansion-mansion besar dan hebatnya jumlahnya lebih dari tiga.
"Aku tidak tau kau menyiapkan liburan ini sejak lama?"
Kyuubi menghidangkan makan malam a la Prancis dimeja makan, anehnya dibalik gaya hidup yang hedonis, sulung Namikaze itu lihai memasak.
Lelaki usia 25 itu hanya tertawa nista. "Kau kira aku punya waktu sebanyak itu untuk menyiapkan hal seperti ini? Yang benar saja, adikku." Pemuda tampan berambut pirang kemerahan itu melepas apron yang dikenakannya sebelum bergabung dengan adiknya. "Aku baru mendapatkan ide ini kemarin malam dan berdasarkan saran Yugao, akhirnya aku memutuskan pergi ke tempat ini. Selain karena banyak tempat wisata yang bisa kita kunjungi, disini tempat yang tepat untuk berburu wanita cantik."
Naruto mendengus kesal, menyantap masakan yang telah dibuat kakaknya. "Jika kau ingin berburu wanita, kau bisa melakukannya di Tokyo." Ucap Naruto setengah sarkastik.
Sekarang Kyuubi yang mendengus. "Adikku yang pintar, kadang kakakmu yang sempurna inipun membutuhkan sesuatu yang bernama pelarian." Ucapnya dengan nada setengah bercanda.
Naruto menghentikan acara makannya sejenak. Kemudian tersenyum tipis, Kyuubi benar-benar saudaranya sampai-sampai kehidupan cintanya pun mirip dengannya. Gagal. Ia melirik kakaknya sejenak, aktor yang hebat. Tidak seperti dirinya yang masih terus larut dalam kesedihannya, sang kakak dapat terus melanjutkan hidupnya seperti sedia kala. Tetap menjadi kakak yang baik untuknya, melakukan pekerjaannya dengan sempurna, dan mencoba melupakan sang kekasih yang mengkhianatinya.
Naruto termenung. Benar. Kenapa dia tidak bisa melupakan perasaannya pada seseorang yang belum berstatus apapun dengannya. Kyuubi, kakaknya bisa merelakan kepergian tunangannya dengan lapang dada, sementara ia, kenapa ia terus terpaku dengan masa lalunya? Terpaku pada satu orang yang bahkan mencintainya saja tidak. Orang yang memutuskan ikatan persahabatan mereka semudah itu.
"Jangan hanya diam sambil memasang tampang orang bodoh seperti itu. Aku tahu masakanku sangat enak. Tapi tidak perlu seberlebihan itu." Kyuubi berdiri dari kursinya dengan senyum mengejek.
Naruto tersentak dari lamunan panjangnya.
"Bereskan ini, setengah jam lagi kita keluar. Ada yang ingin kutunjukkan padamu."
.
"Salah satu tempat yang paling ingin kukunjungi sejak dulu." Gumam Kyuubi setengah bercanda ketika mereka sampai didepan sebuah okiya .
Naruto mengernyitkan dahinya. "Buat apa kita berada ditempat seperti ini? Baa-chan akan membunuh kita jika ketahuan."
Meski kehidupan malamnya sangat tidak terkontrol, Naruto tak pernah tertarik pada tempat macam ini.
Kyuubi merangkul bahu adiknya. "Jika ketahuan," Kyuubi mengulangi kalimat terakhir sang adik dengan penuh penekanan, "asal kau tutup mulut, tidak akan ada yang tahu jika kita pernah kemari," Namikaze sulung pun akhirnya menyeret adiknya memasuki tempat itu, "dan menurut informasi dari Jii-san, tempat ini cukup bagus."
"Jii-san? Dia pernah kemari?" Tanya Naruto, sambil mencoba melepaskan rangkulan Kyuubi yang serasa mencekik. Agak kesulitan karena lengan kirinya masih sakit akibat kecelakaan seminggu lalu.
Kyuubi menatap tak percaya adiknya, "apa yang kau harapkan dari kakek mesum itu?"
"Lepaskan aku! Aku tidak tertarik dengan tempat seperti ini. Lebih baik kita ke pub saja." Ujar Naruto setengah kesal. Kakaknya seolah menutup mata akan orientasi seksualnya yang menyimpang dan tetap ngotot membawanya ketempat penuh wanita penghibur seperti ini.
"Tega sekali kau mengajakku ke pub." Rajuk Kyuubi. "Sekali ini saja, temani kakakmu minum ocha sambil mendengarkan enka." Bujuk Kyuubi.
"Kalau kau ingin melakukan itu, kenapa tidak mengajak Jiraiya-jiisan atau Kakashi saja? Aku akan meminta Kakashi mengambil cuti dan menemanimu."
Kyuubi akhirnya memutuskan mengabaikan ocehan adiknya. Ia berhasil menyeret masuk Naruto, keduanya disambut seorang wanita berseragam pelayan.
"Aku sudah memesan tempat atas nama Namikaze Kyuubi." Terang Kyuubi pada pelayan itu. Gadis berusmur sekitar 20-an itu mengangguk mengerti dan tanpa basa-basi membimbing mereka menuju bagian yang lebih dalam dari kedai itu.
Pelayan berambut pirang dan bermata biru itu membuka pintu geser salah satu ruangan dan memersilahkan kakak beradik itu masuk.
"Anda menginginkan sake atau minuman lain, Tuan?" Tawar pelayan itu.
Kyuubi duduk diatas bantalan diikuti Naruto dengan ogah-ogahan. "Tidak. Jangan hidangkan minuman atau makanan beralkohol. Cukup bawakan ocha dan makanan ringan. Ingat, tanpa alkohol, Nona." Ucap Kyuubi.
Sang pelayan hanya mengangguk mengerti sebelum memohon diri untuk beranjak. Naruto mendengus mendengar pesanan Kyuubi. Heran, bagaimana pemuda beringas dan agak kejam seperti kakaknya begitu menghindari alkohol.
"Kau tetap tidak bisa minum, Kyuu? For God's sake, berapa umurmu." Ledek sang adik.
Kyuubi cuma mendengus, tampak tak terpengaruh dengan ledekan adiknya. "Aku manusia jenius yang tidak mau merusak tubuhnya dengan minuman keras seperti itu."
Naruto tertawa, ia justru kebalikan dari Kyuubi. Naruto kuat menenggak berliter-liter alkohol tanpa mabuk. Entah sejak kapan, pemuda pirang itu menganggap minuman keras layaknya air putih. "Jadi, kita disini hanya minum teh dan makan dango?"
Kyuubi menggeleng, "mana bisa sesederhana itu? Aku mengundang beberapa orang_geisha maksudku, untuk menemani kita malam ini."
"Kita?" Naruto mendengus, "yang benar menemaniMU." Naruto memberikan penekanan berlebih pada suku kata terakhirnya.
"Well, ini kesempatan yang bagus untuk memikirkan ulang, apa kau sungguh-sungguh tak tertarik pada manusia-manusia berkromosom XX."
Pelayan itu kembali, membawa makanan dibantu beberapa pelayan lain. Menghidangkannya diatas meja.
"Jadi, Nona-"
"Ino, Tuan."
"-baiklah, Ino-san, kapan mereka akan muncul?" Tanya Kyuubi.
Ino, gadis pelayan itu tersenyum a la pedagang. "Mereka akan masuk sebentar lagi, mohon tunggu sebentar." Detik setelah Ino menutup mulutnya, pintu shoji yang lain diruangan itu terbuka, menampakkan dua sosok geisha terbalut sempurna kimono sutra yang tampak mahal.
"Maaf membuat Tuan-Tuan menunggu…"
.
TBC
.
Sign,
UM
