Naruto © Masashi Kishimoto Warning: AU. OOC. Typo. Gaje. Sedikit Shonen ai demi kelancaran cerita. NaruSaku fanfiction.

Yesterday and Tomorrow © UchihaMaya

.

.

.

.

"Bagaimana, Otouto?"

Naruto berjalan beberapa langkah didepan Kyuubi. Tanpa melihat ekspresi adiknya, Kyuubi tahu adiknya tidak dalam mood yang bagus. "Jangan pernah mengajak aku kesana. Mereka... memuakkan." Desis Naruto.

Kyuubi terkekeh, "mereka mempesona dengan cara mereka sendiri." Ia menatap langit mendung Sapporo, "bukan keinginan mereka untuk menjadi geisha, Naruto. Tidak seperti kita yang selalu dilimpahi banyak harta, mereka harus bekerja keras demi sesuap nasi." Bisiknya.

"Bukan berarti mereka bisa menjual diri kan." Katanya dengan nada dingin.

Salju perlahan turun, angin dingin berhembus, Naruto tidak berniat mengancingkan mantelnya yang terbuka, kemudian ia berhenti sejenak, "kau punya hubungan dengan wanita pirang itu, Nii-san?"

Kyuubi ikut berhenti, matanya belum lepas dari angkasa. "Namanya Sabaku Temari." Sahutnya, "satu-satunya wanita yang kucinta."

Naruto tertegun mendengar nada penuh kepedihan dan kekecewaan dari kakaknya. Ia tak mengira luka milik kakaknya setahun lalu belumlah memudar sedikitpun. "Lalu_"

"_kenapa aku mengunjunginya?" Kyuubi menyela. "Kau tahu, ini salah satu skenario tuhan yang paling ingin kuhindari. Aku tidak menyangka, hari ini, disini, ditempat ini, aku akan berjumpa dengannya. Padahal, seperti yang kau ketahui, aku disini untuk melepaskan sakit ini walau sejenak. Menjauh dari bagian masa laluku sejenak." Tutur Kyuubi. Pemuda itu benar-benar terlihat putus asa.

"Kau mencintainya." Ujar Naruto. "Kau mencintai wanita itu." Lanjutnya lirih.

Kyuubi tersenyum, senyum sedih penuh duka. "Kita sangat menyedihkan, dijatuhkan oleh orang bermarga sama."

Naruto menatap kakaknya, "apa maksudmu?"

Helaan nafas terdengar, berat. "Uchiha Itachi, lelaki yang dipilih oleh Temari. Padahal kala itu kami sudah menyiapkan rencana pernikahan." Ia mengambil nafas sejenak, "aku tidak pernah memberitahumu, karena aku tahu kau masih terluka karena anak ayam Uchiha."

"Lalu kenapa ia berakhir di tempat seperti ini? Wanita yang dipilih Uchiha pastilah dilimpahi banyak harta." Ya. Uchiha. Salah satu nama yang menjadi pesaing perusahaan keluarganya. Namun belum cukup kuat untuk bisa menjatuhkan raksasa bisnis keluarga Namikaze.

Kyuubi kembali melangkahkan kakinya, "percayalah Naruto, aku pun sedang bertanya-tanya kenapa hal itu terjadi."

Sepertinya liburan mereka ke Sapporo menghasilkan sesuatu yang tidak menyenagkan.

.

Naruto membatalkan niatnya untuk kembali ke rumah. Ia memilih memisahkan diri dengan Kyuubi, ia merasa membutuhkan waktu untuk sendiri. Jadi, disinilah ia sekarang. Di sebuah bar kecil, duduk sendirian disudut remang-remang, sambil sesekali menenggak bir. Tidak berbeda jauh dengan kebiasaannya di Tokyo ketika ia sedikit luang.

Ia mengamati suasana bar yang ramai, ini malam sabtu. Akhir pekan. Tidak heran jika lebih banyak orang yang menghabiskan malam di tempat itu ditemani wanita penghibur. Mata sapphirenya menjelajahi lantai dansa, ia tak mungkin salah mengenali beberapa gadis yang ia tebak masih SMA. Ia menggelengkan kepala, bahkan di tempat yang jauh dari ibu kotapun kehidupan malamnya tidak begitu banyak berbeda.

Ia melirik bartender yang sibuk meracik minuman, dari dulu ia ingin tahu rasanya berdiri dibalik counter bar dan berprofesi sebagai bartender. Terdengar keren menurutnya. Tapi nyatanya ia berakhir di kursi direktur perusahaan yang dipimpin kakeknya.

'Drtt..drtt...drtt..'

"Hm?" Ia mengangkat telepon tanpa melihat siapa yang mengganggu acara minumnya.

"Naruto-sama, maaf mengganggu acara liburan anda. Saya ingin menyampaikan sesuatu yang penting."

"Aku mendengarmu."

"Ada tawaran kerja sama dari Uchiha_"

"_tolak!" Gumamnya kasar, nada suaranya agak tinggi. Entah kenapa perasaan tak enak seperti ketika ia keluar dari okiya tadi kembali menjalari hatinya.

Dari seberang ia mendengar helaan nafas panjang. "Tapi proyek ini akan sangat menguntungkan ki_"

"_for God's sake, Kakashi, aku sungguh tidak peduli. Bahkan jika proyek yang ditawarkan mereka akan membuatku menguasai dunia. Sudah kukatakan padamu, aku tidak ingin terlibat dengan keluarga itu. Tidak dan tidak."

Dari seberang sana, ia bisa mendengar Kakashi yang mendesah lelah. "Jiraiya-sama meminta anda membaca proposal mereka."

Naruto menghela nafas. "Aku akan bicara dengan Jii-san, kau cukup pastikan apapun yang berkaitan dengan Uchiha tidak akan menggangguku ketika aku masih disini atau setelah aku kembali." Ia mengucapkannya dengan nada lelah. "Kuharap kau mengerti, Paman." Lanjutnya.

Hening untuk beberapa saat sebelum Kakashi menyahut. "Baiklah, pastikan disana kau tidak melakukan hal bodoh, Naruto." Ucap Kakashi sebelum memutus saluran telepon itu.

Naruto membanting smart phonenya ke atas meja dengan kasar, peduli setan jika benda itu rusak. Ia memejamkan matanya sejenak, merasa berdiam ditempat itu tak akan membuat moodnya membaik, melirik arlojinya yang menunjukkan pukul 11 malam, ia mengambil beberapa lembar uang dari dompetnya dan menaruhnya di meja, menyambar smart phone berwarna orange hitamnya sebelum beranjak.

"BRAK!"

Naruto berhenti, beberapa meter dari tempatnya berdiri seorang gadis berseragam pelayan keluar dengan paksa dari dalam ruangan khusus yang bisa disewa. Pakaiannya berantakan. Tak lama seorang lelaki tambun bersama kedua rekannya keluar.

"Mau kemana, manis. Temani kami sebentar, tidak usah pura-pura malu begitu." Lelaki tambun itu berucap, sepertinya pimpinan dari trio itu.

Gadis itu mundur beberapa langkah, kemudian berputar menuju kearah Naruto hendak berlari, namun teman pria tambun itu lebih dulu mencegatnya. Sebelum gadis berambut merah muda, Naruto tidak tahu itu asli atau hasil pengecatan, lelaki ketiga sudah memeluknya dari belakang dan mengunci lengannya dibelakan tubuh. Naruto bisa melihat sorot ketakuatan dari mata hijau gadis yang ia tafsir usianya masih belasan.

Lelaki tambun itu menatap tubuh gadis itu dengan pandangan menjijikkan, tanggannya terangkat hendak meraih kemeja gadis itu. Sebelum keinginan itu terlaksana, mereka dikejutkan ketika salah satu dari ketiga pria itu sudah terbanting dengan keras menghantam lantai.

Naruto bukanlah seorang yang mau merepotkan dirinya dengan ikut campur urusan orang lain. Namun, ia selalu ingat ajaran neneknya, yang memang dari kecil mengasuhnya, untuk selalu menghormati dan melindungi wanita. Dan disinilah dia, mengintrupsi acara senang-senang ketiga pemuda itu. Ia dengan mudah dapat menendang lelaki tambun itu hingga menabrak pintu dibelakangnya.

"Bisakah kau melepaskannya?" Tanya Naruto.

Lelaki yang tengah menahan gadis itu mendorong sandranya kesamping hingga terjatuh, meraih sesuatu dari kantung jaketnya. Sesuatu yang berkilat melesat kearah Naruto, ia menangkisnya, sedikit terlambat karena punggung tangan kanannya sedikit tersayat. Merasa terlalu membuang waktu jika harus berkelahi, ia menarik gadis itu berdiri dan membawanya keluar dari bar.

"Arigatou." Gumam gadis itu.

Keduanya berhenti di depan mini market 24 jam. Agak terengah karena mereka berlari agak jauh dari bar tadi.

Setelah sampai di tempat terang, Naruto baru sadar jika gadis yang ditolongnya masih sangat muda. Terlalu muda untuk bekerja di bar, menurutnya.

"Berapa umurmu?" Pertanyaan itu meluncur begitu saja dari mulutnya.

Gadis itu menatapnya lama, "yang jelas sudah cukup umur untuk bekerja di tempat itu." Ucapnya pelan.

Naruto berdecak, ia mendekat kearah vending machine, memasukkan beberapa koin untuk mendapatkan dua kaleng teh hangat. Ia kemudian duduk di bangku didepan mini market itu, menaruh salah satu kaleng minuman itu disebelahnya, "minumlah."

Gadis merah muda itu dengan sedikit ragu mendekat. Mungkin masih agak syok dengan kejadian yang baru menerimanya, tapi akhirnya dia tetap meraih kaleng teh itu dan duduk disebelah Naruto.

Gadis itu tampak menggigil karena suhu udara yang memang rendah ditambah pakaiannya yang hanya kemeja putih ketat lengan panjang dan rok mini hitam diatas lutut, khas pelayan bar. Naruto melepas mantelnya dan mengangsurkannya kepada gadis itu. "Aku tidak suka penolakan." Gumam Naruto. Gadis itu menerimanya.

"Kau baik-baik saja? Aku bisa mengantarmu ke dokter jika kau mau." Tanya Naruto.

Gadis itu menggeleng pelan, mantel Naruto tampak menenggelamkan tubuhnya. Kedua tangannya tertelungkup memegang kaleng teh, Naruto bisa melihat tangan itu masih gemetaran. Kepalanya tertunduk. "Tidak perlu, Tuan."

Naruto berdecak, "siapa namamu?"

"Sakura."

"Hm?"

"Hanya Sakura." Terang gadis itu. "Anda sendiri?"

"Naruto." Ucap Naruto, kemudian menenggak tehnya. "Kau tahu kan, bar bukan tempat yang cocok gadis seusiamu?" Kata Naruto, ia tidak tahu kenapa ia tidak segera pulang dan meninggalkan gadis itu saja. Yang jelas ia merasa tidak suka ketika melihat gadis muda harus bekerja ditempat yang 'tidak layak'.

Sakura masih terdiam. Menundukkan kepalanya, bahunya bergetar. Naruto tahu gadis itu menangis. Ia mengangkat tangannya, hendak menyentuh pundak itu. Tapi tiba-tiba gadis itu berdiri.

"Ma...maaf," gumamnya sebelum berlari meninggalkan Naruto dan menghilang ditikungan diujung jalan.

Naruto hendak menyusulnya, tapi ia membatalkan niatnya. Buat apa dia menyusul gadis tak dikenal itu?

.

TBC

.

Sign,

Uchiha Maya