Naruto © Masashi Kishimoto
Warning: AU. OOC. Typo. Gaje. Sedikit Shonen ai demi kelancaran cerita.
Yesterday and Tomorrow © UchihaMaya
.
.
.
.
"Uchiha brengsek!" Ucapan kesal Kyuubi terdengar dari pintu depan.
Naruto yang tengah duduk santai di ruang tamu sambil memeriksa laporan perusahaan tampak terganggu ketika telinganya mendengar nama Uchiha disebut-sebut.
"Ada apa, Kyuu?"
Kyuubi menghempaskan tubuhnya dikursi seberang Naruto. Melepas mantelnya kasar dan melemparnya kesembarang arah kemudian menjatuhkan kepalanya kesandaran sofa.
Naruto menggelengkan kepalanya melihat kelakuan kakaknya. Ia beranjak dan mengambil sekaleng soda dan menyodorkan ke kakaknya. Kyuubi menerimanya kemudian meneguknya dengan kasar.
"Kau tahu, Uchiha Itachi mencampakkan Temari karena orang tuanya tidak menyetujui hubungan mereka." Ucap pemuda merah itu sesaat setelah minuman di tangannya berpindah ke lambungnya. "Yang lebih menyebalkan, laki-laki itu seolah membutakan matanya ketika Temari dijual ayahnya, ayah Temari maksudku, untuk dijadikan geisha." Lanjutnya dengan geram.
"Tidak heran sih, Uchiha keluarga yang sangat kolot jika menyangkut pendamping hidup penerusnya. Apalagi Uchiha Itachi pewaris utama mereka, calon istrinya minimal dari keluarga sekelas Hyuuga." Naruto masih terfokus pada layar laptopnya yang menampilkan data-data dari perusahaan yang dikirimkan Kakashi. "Daripada kau berceloteh seperti itu, Nii-san, akan lebih baik jika kau menjemputnya dari okiya itu."Ucap Naruto.
Kyuubi mengacak rambutnya frustasi. "Aku sudah minta Sai untuk melakukannya, sialnya tidak semudah yang kukira. Mereka masih mempertahankan tradisi, bukan cuma soal uang."
Naruto mengerutkan dahinya. "Sai? Memang urusannya di Irlandia sudah selesai?"
"Aku tidak peduli, aku memintanya kembali ketika tahu Temari ada di Sapporo." Ucap Kyuubi, "bagaimana jika aku minta Sai menculiknya?"
Yang dibicarakan Kyuubi adalah Himura Sai. Bawahan kepercayaannya, serba bisa dalam artian sebenarnya. Bisa melakukan pekerjaan legal dan normal maupun ilegal dan diluar batasan akal.
"Jika kau melakukannya, aku tidak akan membelamu kalau Tsunade-baachan berniat mengulitimu." Ucap Naruto santai, "kau tahu kan, meski terlihat santai begitu, nenek cukup memperhatikan soal hukum dan peraturan. Dan lagi kau yang paling mengerti soal hukum tak mungkin dimaafkan nenek dengan mudah." Ia sudah tahu, kakaknya itu tidak akan bisa bersikap tenang jika menyangkut wanita yang dicintainya itu.
"Lalu aku harus bagaimana?"
"Bagaimana apanya?"
Kyuubi menggeram kesal, "jika aku tidak cepat, Temari akan terluka."
Naruto mengangkat sebelah alisnya, " bukannya dulu dia juga melukaimu?"
Kyuubi melirik adiknya kesal, "aku laki-laki bermartabat, aku tak akan membalas dendam pada perempuan yang dulu kucintai."
Bungsu Namikaze mengalihkan perhatiannya ke tumpukan kertas di kursi sebelahnya. "Dari yang kudapat, okiya itu milik seseorang bernama Yoshino. Cukup susah mendapat identitas pemilik okiya itu, datanya di jaga ketat. Dugaanku, dia punya back up yang cukup kuat, yakuza misalnya." Gumam Naruto sambil membaca kertas ditangannya.
Kyuubi menatap adiknya lekat, "darimana kau mendapatkannya?" Tanya Kyuubi yang tidak digubris Naruto.
"Okiya disini merupakan salah satu, kalau boleh kubilang bagian kecil, dari jaringan okiya raksasa miliknya yang tersebar diseluruh Jepang. Hanya sejauh itu yang di beberkan oleh kakek, kalau kau ingin tahu lebih banyak, temui dia secara langsung." Akhir dari penjelasan Naruto. "Kurasa kau harus berkonsultasi pada kakek mesum itu."
"Kau sama sekali tidak membantu."
"Setidaknya aku sudah memberimu saran dan lagi koneksi kakek lebih banyak."
Kyuubi mendengus kesal, kemudian beranjak meninggalkan Naruto. "Bukannya koneksimu juga sama banyaknya?" Kyuubi memandang adiknya dengan jengkel. "Saranmu itu, adalah cara terakhir yang akan kulakukan untuk bisa keluar dari masalah ini."
Kyuubi menuju pintu dan membukanya kasar. "Oya, Naruto, kau masih berhubungan dengan bocah Nara itu kan?"
Naruto kembali sibuk dengan kertas-kertas di meja ruang tamu. "Memangnya kenapa?"
"Kau tahu sekarang dia tinggal dimana?"
Naruto menatap kakaknya heran, "terakhir aku bertemu sebulan yang lalu, ia masih tinggal di Shibuya."
"Tanyakan padanya, sekarang ia berada dimana. Aku mau jawabannya saat aku kembali nanti."
.
Lagi-lagi ia merokok. Meski sudah beribu-ribu kali kakaknya menasehatinya, ia tetap tidak bisa berhenti dari kebiasaannya saat sedang kalut. Dari informasi yang diberikan sekretarisnya, ia tahu Shikamaru ada di Sapporo entah untuk urusan apa. Karena sepengetahuan Naruto, pemuda jenius itu tidak suka berada di daerah yang jauh dari modernisasi apalagi dimusim dingin seperti ini.
Hembusan asap putih keluar dari mulut Naruto, membumbung ke udara. Ia kembali melangkah setelah berhenti untuk menyalakan rokoknya. Pantovelnya begitu kontras menapak diatas salju.
Kadang dia bingung kenapa ia ada disini sekarang. Masih melakukan pekerjaannya selaku wakil presdir perusahaan keluarganya dan rela melepas mimpi-mimpi kecilnya. Ia tidak bisa membedakan apakah yang ia lakukan saat ini adalah bentuk dari kedewasaannya, tanggung jawab, atau pelariannya.
Naruto tak mengerti. Apakah yang tengah ia lakukan di Hokkaido ini benar dan bermanfaat untuknya.
Memuaskan rasa ingin tahunya tentang Sakura. Gadis merah muda yang mau tak mau ia akui menarik perhatiaannya. Bukana dalam kadar romansa, tapi ketertarikannya sebagai manusia dengan manusia lain yang menurut pandangan Naruto sangan berbeda dengan dirinya.
Helaan nafas panjang keluar dari mulut Naruto. Ia masih saja merasa kosong. Kekosongan nyata yang membuatnya muak. Ia benci hidupnya yang seperti ini, terlihat sempurna dari luar namun ketika kau mau melihat lebih dalam terdapat kecacatan yang selalu membatnya ingin lari, lepas dari beban masa lalunya.
"Ah.."
Naruto terkejut, rokoknya terjatuh begitu saja keatas jalanan bersalju. Mata sapphirenya membelalak melihat Sakura muncul dari balik tikungan secara tiba-tiba dengan keadaan kacau.
Sementara Sakura, bisa Naruto anggap lebih dari terkejut. Gadis itu tampak memucat dan ketakutan melihatnya. Sakura hanya mengenakan kemeja berantakan, sementara wajahnya memar dan lengan kirinya tampak menggantung lemas disisi tubuhnya.
Sebelum Naruto sempat bereaksi, gadis itu sudah mendorong Naruto untuk minggir dan berlari dengan langkah yang goyah. Refleks Naruto hendak mengikuti, namun, tetes cairan bening yang menggenang dipelupuk mata gadis itu membuatnya diam terpaku.
Naruto tahu, bukan porsinya untuk ikut campur masalah gadis itu sekarang.
Naruto mendecih kemudian kembali melanjutkan perjalanannya, meski dikepalanya muncul ratusan pertanyaan soal Sakura. Karena bagi Naruto, Sakura bukan hanya gadis yang pernah ia selamatkan, tapi juga kunci jawaban atas kekosongan yang ia rasakan.
.
Naruto menghentikan langkahnya didepan sebuah rumah besar bergaya Jepang lama. Rumah tradisional. Pemuda pirang itu mengamati dengan seksama keadaan sekeliling rumah itu. Kemudian ia mengetuk pintu itu perlahan.
Seorang wanita tua membuka pintu, menatap penuh ingin tahu pada Naruto.
"Konichiwa, obaasan, apa Shikamaru ada?"
Wanita itu tersenyum ramah dan membuka pintu gerbang lebih lebar. "Anda pasti teman Tuan Muda, silakan masuk, anda sudah ditunggu."
Naruto mengikuti wanita itu masuk kerumah. Setelah melewati pintu, ia sedikit terkejut karena interior rumah itu sangat bergaya modern. Ia tak ambil pusing.
Wanita itu mengantarkannya sampai di depan sebuah ruang berpintu kaca, ia bisa melihat Shikamaru yang duduk di kursi dibelakang meja kerjanya.
"Yo, Shika. Long time no see you, buddy."
Naruto masuk, Shikamaru menyambut pemuda itu dengan senyum kecil. "Kau makin mirip orang Eropa, Naruto."
Shikamaru membimbing Naruto ke sofa didekat perapian, mengisyaratkan pada pelayan yang masih berdiri didepan pintu untuk meninggalkan mereka.
"Apa yang dilakukan wakil presdir Namikaze ditempat seperti ini?"
Naruto melepas coatnya, memperlihatkan setelan jeans dengan kemeja hijau tua. "Aniki memaksaku kemari seminggu yang lalu." Naruto menerima wine yang disodorkan Shikamaru.
"Kudengar dia menangani kasus milik salah satu anggota dewan, tidak kusangka itu cuma gosip."
Naruto menggoyangkan wine dalam gelasnya dnegan santai. "Bukan gosip. Kau tau sendiri kan bagaimana sifat Kyuu."
Pemuda berambut dan bermata hitam itu mendengus, "yeah, dia termasuk senior yang paling dihormati, kau tahu?"
Naruto angkat bahu, "mungkin karena nama Namikaze yang ia sandang."
Shikamaru tertawa, "memang itu salah satu alasannya, tapi tanpa nama itupun kakakmu sudah sangat dihormati oleh pengacara lain, senior maupun junior."
"Aku kemari bukan untuk mendengarmu memuji Kyuubi."
Pemuda Nara itu mengangkat sudut bibirnya, "jadi, ada apa kau tiba-tiba menghubungiku, Naruto? Oya, dari informasi yang kudapat kau tengah dekat denagn seorang gadis, namanya Sakura."
Naruto meletakkan gelasnya, manatap Shikamaru dengan mata memincing tajam. "Aku tidak pernah ingat mengizinkanmu memata-mataiku, Shikamaru?"
"Kau masuk teritoriku, Naruto. Mau tidak mau, informasi tentang wakil presdir Namikaze mengunjungi kota kecil macam Sapporo sampai ke kaki tanganku."
Naruto mendengus, tau benar ia tak akan menang mendebat si jenius di angkatannya semasa kuliah dulu. "Sepertinya kau tahu sesuatu soal Sakura, sebelum membicarakan masalah Kyuubi, bisa beri tahu aku sesuatu tentang gadis itu?"
Shikamaru mengangkat bahu. "Dia temanku, dulu, waktu aku masih tinggal di Kyoto."
Naruto mengangkat sebelah alisnya, "benarkah?"
"Terserah jika kau tak mau percaya." Shikamaru membuka jendela di ruangan itu, membuat angin dingin masuk ke dalam ruangan, pemuda itu sendiri menyalakan sebatang rokok, menghisapnya dalam-dalam. "Kau tertarik pada Sakura?"
Naruto tidak pernah menduga jika pertanyaan macam itu yang akan Shikamaru ajukan. "Kenapa kau bertanya?"
Shikamaru memandang Naruto lekat, "meski aku sudah tidak berhubungan dengannya lagi, tapi aku tidak ingin siapapun bermain-main dengannya."
"Siapa dia sebenarnya?"
Lagi-lagi Naruto terkejut, tidak sekalipun dalam ingatannya ia pernah melihat seorang Nara Shikamaru membuat ekspresi sendu seperti saat ini.
"Dia teman yang ingin kulindungi. Cuma itu."
"Kau menyukainya, Shika?" Naruto ikut menyulut rokok.
"Bukan begitu, aku hanya menganggapnya sebagai adik."
Naruto menatap langit-langit ruangan, "aku mungkin tertarik padanya, tapi bukan dalam kadar romansa. Aku tidak bisa menjelaskannya. Dia gadis kuat, dia seolah-olah menarikku untuk mencari tahu lebih banyak tentang dirinya."
Shikamaru menghela nafas, "aku hanya berpesan, jangan main-main dengannya. Dan jika kau berniat serius dengannya, maka lakukan dengan cara yang benar."
Naruo megernyit, setengah tidak mengerti dengan ucapan Shikamaru. Ketika ia hendak membuka mulut, Shikamaru lebih dulu mengangkat tangan kirinya, memintanya untuk tidak berbicara.
"Jadi, ada apa dengan Kyuubi?"
Naruto menghela nafas, padahal banyak hal yang ingin ia tanyakan soal Sakura, tapi toh akhirnya ia mengalah. Tujuannya kemari karena ingin membantu kakaknya. "Aku kemari untuk minta bantuanmu, sebagai teman."
"Tak perlu basa-basi."
"Kyuubi sedang menyelidiki seseorang, ia ingin mencari celah untuk mendekati orang itu. Dan menurut Kyuubi, kau bisa menolong kami."
Shikamaru menghela nafas lelah. "Sepertinya aku tahu apa maksudmu."
"Hm?"
Pemuda Nara itu menyandarkan tubuhnya di sofa dan merentangkan tangannya disandaran sofa. "Kalian ingin tahu soal Yoshino, Nara Yoshino, bukan?"
Naruto tentu saja terkejut. "Nara?"
Shikamaru menggelengkan kepalanya, merasa sedikit heran kenapa Naruto bisa tidak tahu nama itu. "Jangan bilang kau lupa nama ibuku?"
.
Kyuubi menatap okiya didepannya dengan pandangan kelewat benci. Ia sendiri tengah duduk didalam mobil dengan Sai yang mengemudi.
"Punya rencana yang lebih elegan, bos?" Tanya Sai setengah menyindir. Senyumnya yang tak sampai dimata terasa beribu kali lebih menyebalkan dari pada biasanya.
"Bawakan aku informasi yang lebih berguna, kau kubayar bukan cuma untuk menjadi supirku." Ucap pemuda berambut pirang kemerahan itu pedas.
Sai masih tersenyum. "Aku sudah mencarinya. Dan seperti yang kukatakan kemarin, semuanya berujung pada satu nama." Sai menyalakan mesin mobil dan membawa benda itu menjauh dari kawasan okiya tersebut. "Dan aku menyarankan untuk bertanya pada kakekmu. Dia punya koneksi ke dunia bawah."
Kyuubi mendengus. "Itu hal terakhir yang akan kulakukan didunai ini."
"Suatu saat kau akan jatuh karena harga dirimu yang kelewat tinggi itu."
Kyuubi tidak menyahut. "Bagaimana dengan keluarganya? Kau mendapat sesuatu?"
"Tidak ada yang khusus. Adik bungsu Temari, Gaara, dia sekarang tinggal di panti asuhan, sekarang usianya sekitar enam tahun." Ucap pemuda itu, dia membawa mobil tersebut kekawasan pertokoan.
Kyuubi mengernyit. "Kenapa Gaara ada di panti asuhan? Kemana ayahnya?"
"Kau belum mendengar kabar? Ayah Temari sudah meninggal setahun lalu. Karena Temari tidak bisa mengurus anak itu, makanya dia dikirim ke panti asuhan."
Kyuubi menghela nafas, menatap keluar jendela. Dari gelagatnya, Sai tahu Kyuubi tengah merencanakan sesuatu yang tidak masuk akal."
"Bagaimana jika aku mengadopsi anak itu?"
Sai tahu, dugaannya benar. Kyuubi memang bukan majikan yang punya pemikiran normal.
"Lebih baik kau bicarakan dulu dengan keluargamu. Kurasa nenek berdada besar itu tidak akan setuju begitu saja."
Kyuubi menghela nafas. "Cari tahu panti asuhan mana bocah itu berada."
Sai mengangguk kemudian memberhentikan mobilnya didepan sebuah kedai kopi. Kyuubi turun dan masuk, menghampiri seorang gadis berambut pirang panjang. Yamanaka Ino.
.
TBC
.
Well, saya masih belajar menulis. Jadi mohon maaf kalau ada kesalahan disana-sini. Dan berkenaan dengan okiya dan geisha, saya memang sengaja membuatnya menjadi tempat bisnis prostitusi. #plaks
Meski aslinya, okiya hanya tempat buat nyari hiburan macam dengerin musik jepang tradisional dan geisha sendiri sebagai pekerja seni. Hohoho~
Terus mengenai pendeknya cerita per chapter, no comment deh. Aku mah gitu orangnya. Hehehe
Akhir kata, terima kasih sudah membaca dan sampai ketemu chapter depan.
Sign,
UM
