Naruto © Masashi Kishimoto Warning: AU. OOC. Typo. Gaje. Sedikit Shonen ai demi kelancaran cerita.

Yesterday and Tomorrow © UchihaMaya

.

.

.

.

Naruto turun dari Range Rovernya kemudian melangkah menghampiri kepala pelayan yang sudah menunggunya.

"Nenek dimana?"

"Beliau ada diruang kerjanya. Perlu saya antar, Tuan Muda?"

Naruto menggeleng. "Tidak perlu, aku bisa sendiri." Naruto berlalu kedalam manor dan segera menuju kelantai dua dimana ruang kerja neneknya berada. Sekembalinya dari Hokkaido ia belum sempat menemui neneknya maupun singgah ke rumah utama. Ia terlalu sibuk mengurus tumpukan pekerjaannya di kantor.

Ia mengetuk pintunya pelan, ia masuk setelah mendapat izin dari sang empunya ruang.

"Kukira kau sudah melupakanku, gaki." Tsunade menatap cucunya yang melenggang dan duduk di sofa ruangannya. "kukira kau akan melarikan diri seperti dulu."

"Aku datang karena aku menghormatimu, Nek."

"Sejak kapan kata-katamu jadi manis begitu?"

"Berterima kasihlah pada seseorang." Naruto melemaskan otot-ototnya yang kaku setelah bekerja seharian. Ia bahkan belum sempat beristirahat sekembalinya ia dari Hokkaido, tubuhnya terasa rontok.

"Kau belum merapikan dirimu?"

Naruto menyandarkan tubuhnya disofa dan memejamkan matanya. "Rapi atau tidak, tak akan berpengaruh pada ketampananku."

Tsunade menatap cucunya dengan pandangan mencela. Tapi, ia sadar Naruto tampak berbeda.

"Kau terlihat lebih baik dari pada dua minggu yang lalu."

Naruto mengabaikannya dan menyamankan dirinya di sofa. " Oya, Nii-san mungkin akan terlambat. Sidangnya memakan waktu lebih lama dari perkiraan."

Tsunade menghela nafas. "Itu bukan bagian dari rencana kalian bukan?"

"Nenek bisa memeriksanya sendiri. Aku leleh, izinkan aku tidur disini sebentar."

"Tidurlah dikamarmu."

Naruto bergumam, "meski aku datang, bukan berarti menemui mereka adalah hal yang mudah. Dan kurasa hanya di ruangan ini mereka tidak akan menggangguku."

Tsunade mendiamkannya. Ia sadar, ada yang berubah dengan cucunya hari ini. Pemuda itu tampak lebih tenang, lebih hidup, dan lebih menerima keadaannya.

Meski ia tampak lelah karena pekerjaannya, tapi ada sesuatu yang membuat pemuda itu tampak cerah. Mungkin rencana Kyuubi membawa adiknya ke Hokkaido membuahkan hal yang baik.

Tsunade beranjak dari kursi kerjanya. "Kushina akan datang sebentar lagi, sementara Minato akan bergabung saat makan malam nanti."

"Aku tahu," gumam Naruto, ia masih memejamkan mata.

"Aku akan memanggilmu saat makan malam siap. Istirahatlah."

Tsunade berlalu, menutup pintu pelan.

Naruto membuka matanya, ia berganti posisi menjadi berbaring telentang disofa panjang. Mata sapphirenya menatap langit-langit ruangan, menerawang.

Ingatannya terbang kebeberapa hari yang lalu saat ia berbicara pada Sakura. Mungkin benar jika kedua orang tuanya berpisah. Meninggalkan ia dan kakaknya dengan luka batin yang tak bisa hilang. Tapi, setidaknya keduanya masih berada di dunia yang sama dengannya. Orang tua tetap menjadi orang tua, meski keduanya memutuskan berpisah, tapi tetap saja, kenyataan bahwa merekalah yang membawa mereka kekehidupan ini tak dapat disangkal.

Mungkin, ia harus mencoba memaafkan orang tuanya, atas luka yang mereka torehkan, atas kekecewaan yang ia rasakan, dan sebagai ungkapan terima kasih atas hidup yang telah mereka berikan padanya. Ia tak bisa terus-menerus menjadi anak yang seolah menghianati orang tuanya.

Naruto memejamkan matanya kembali. Ia ingin beristirahat sebentar, sambil mempersiapkan diri untuk menghadapi hal terberat dalam hidupnya.

.

Kyuubi memarkirkan mobilnya, setelahnya ia tak langsung keluar. Ia menghela nafas. Sidangnya tadi cukup menguras tenaga dan pikirannya. Ia tidak tahu ia bisa cukup tenang menghadapi orang tuanya atau tidak.

Perlahan ia turun, merapikan setelan jasnya yang sebenarnya sudah sempurna. Seorang pelayan menyambutnya dipintu depan.

"Semua sudah menunggu, Kyuubi-sama."

"Naruto sudah datang?"

"Beliau sudah disini sejak jam 5 tadi. Mari."

Kyuubi mengikuti langkah pelayan itu. Mereka langsung menuju ke ruang makan. Disana sudah duduk dengan posisi Jiraiya di ujung meja, di kanannya ada Tsunade, disamping Tsunade ada Naruto, berhadapan dengan Tsunade ada Minato, dan disamping Minato ada Kushina.

Kyuubi bergabung dan duduk diujung meja yang lain. "Maaf aku terlambat, siding hari ini memakan waktu lebih lama."

Jiraiya mengangguk mengerti. "Baik, karena semua sudah berkumpul, bagaimana kalau kita mulai makan."

Mereka makan dalam keheningan. Kyuubi tahu, adiknya makan hanya sebatas formalitas dan sopan santun dihadapan kakek dan neneknya. Atmosfer yang tercipta pun terasa semakin berat saat hidangan penutup selesai disantap.

"Jadi, apa yang membawa kalian berdua kembali ke Jepang?" Jiraiya membuka pembicaraan, basa-basi menurut Naruto, karena ia yakin kakeknya sudah tahu maksud kedatangan orang tuanya bahkan sebelum orangnya tiba di Jepang.

Minato menatap kedua putranya. "Ada beberapa hal yang ingin kulakukan disini," jawabnya. "Dan aku juga ingin memperkenalkan seseorang pada Naruto."

Naruto yang sedari tadi menunduk kini mengangkat kepalannya dan menatap langsung pada Minato. Pemuda itu tidak terkejut, tentu saja, terima kasih pada Sai yang terlalu piawai mengorek informasi.

"Apa maksudnya Minato?" Tanya Tsunade.

Kushina menyela, "kami mendengar tentang tindakan Naruto yang sama sekali tidak dewasa beberapa tahun terakhir. Jadi, kami pikir akan lebih baik jika dia memiliki seorang pendamping, dengan begitu dia bisa berpikir jauh lebih dewasa."

Tsunade menghela nafas. Ia menatap keduanya yang masih bungkam. Tsunade tentu tahu pasti apa yang dipikirkan cucunya, ia menatap dua orang dewasa didepannya. "Aku tidak ingin kalian mengambil keputusan sepihak."

"Kami sudah memikirkannya masak-masak, dan kurasa ini hal terbaik ya-"

"-aku tidak bisa menerimanya." Ucap Naruto. Ia tidak mengeluarkan nada emosinal ataupun yang menggambarkan apa yang ia rasakan. Suaranya tenang dan terkendali. Terlalu tenang, sampai membuat Tsunade dan Kyuubi takut.

"Naruto, jangan menyela ayahmu." Ucap Kushina tajam.

Pemuda yang memiliki wajah identik dengan sang ayah itu berujar dengan tenang, sesuatu yang tak pernah ia lakukan 15 tahun belakangan, "Maaf, jika aku lancang, tapi aku tidak ingin kalian mencampuri urusan pribadiku. Dan aku juga minta maaf, jika selama ini aku bertindak bodoh dan membuat kalian khawatir."

Kyuubi dan Tsunade tentu terkejut mendengar penuturan anak itu. Kata maaf adalah kata yang tak pernah Naruto ucapkan pada Minato maupun Kushina setelah keduanya bercerai.

"Ayah dan Ibu sudah memutuskan, Naruto. Dia gadis yang baik."

Naruto beralih menatap kakek dan neneknya. "Kakek, Nenek, kukira aku tidak bisa meneruskan pembicaraan ini, aku permisi dahulu." Naruto berdiri dari kursinya.

"Tunggu dulu, Naruto, kau tidak bisa mengabaikan kami begitu saja, sudah cukup ulah yang kau perbuat selama ini."

Naruto tak menjawab, pemuda itu meninggalkan ruangan menuju ruang depan, beranjak pulang ke penthousenya

Kyuubi tersenyum kecil. "Sayangnya, Naruto bisa mengabaikan kalian. Dia mungkin membuat banyak masalah, tapi kami yang ada disini, yang menjaga dan merawatnya, tidak akan mengambil jalan keluar seperti itu. Ini hidupnya, dia sudah bisa memutuskan hidup seperti apa yang ia inginkan."

"Dia pewarisku." Ucap Minato.

"Dia tidak menginginkan perusahaanmu, sama halnya denganku." Kyuubi menatap sendu, "kami hanya ingin hidup normal. Karena itu, kalian kuminta jangan mencampuri hidup kami lagi. Dan jangan pernah mencoba melakukan hal yang sama dengan yang kalian lakukan padaku dimasa lalu." Setelah Kyuubi mengucapkan hal itu, ia beranjak, tanpa mengucapkan sepatah katapun.

"Anak itu." Desis Minato marah.

Tsunade menatap kepergian cucunya dalam diam. "Mereka punya banyak hal untuk dikhawatirkan, kalian tidak perlu menambahnya." Ucap Tsunade. Wanita yang masih tampak cantik diusia senjanya itu mulai berujar, menunjukkan kekuasaannya. "Perusahaan disini membutuhkan Naruto, jangan mencoba menjatuhkan bocah itu lagi. Sementara Kyuubi, dia sudah bisa memilih sendiri hidup yang ingin dia jalani."

"Kaa-san, izinkan kami mencoba, setidaknya biarkan Naruto bertemu dengan gadis pilihan kami."

Tsunade berdiri, "aku akan sangat marah jika hal itu melukai cucuku lebih dari ini." Tsunade pun beranjak.

Jiraiya yang dari tadi diam, membuka suara. "Ibumu terlalu menyayangi cucunya. Dan kuharap kalian tidak mengulang kesalahan yang sama karena keegoisan kalian."

.

Kyuubi keluar dari manor. Ia mendapati Naruto yang masih berdiri bersandar pada mobilnya.

"Kukira kau langsung pulang?" Tanya Kyuubi.

Naruto diam beberapa saat, "aku khawatir kau akan membuat kekacauan yang tidak perlu."

Kyuubi mendengus, "kau pikir aku masih bocah labil yang suka mengamuk seperti dulu?"

"Long habit die hard, right?"

"Kelihatannya kau juga berubah banyak, Naruto, kau lebih terkendali."

Naruto tersenyum, "mungkin, aku memang harus berterima kasih untuk liburan ke Hokkaido." Pemuda itu kemudian memasuki mobilnya, "mau makan bersama dulu?"

Kyuubi beranjak dari mobilnya, ia mendekati mobil adiknya dan masuk, "yah, aku kelaparan. Yugao tidak memberiku istirahat tadi."

"Kata-katamu terdengar ambigu, Nii-san. Kau ingin makan apa?"

Kyuubi terdiam sebentar. "Aku ingin makan katsudon."

Naruto mulai menjalankan mobilnya. "Tidak biasa, tapi, baiklah"

Keduanya terdiam beberapa saat. "Ne, Naruto, kau tidak terganggu dengan apa yang direncanakan kedua orang itu?"

Naruto menyetir dengan santainya, pandangannya masih fokus kejalan raya. "Bohong jika itu tidak menggangguku. Tapi, setidaknya kita sudah tau apa rencana mereka."

Kyuubi menghela nafas, "aku tidak tahu, mungkin mengacaukan hidup kita adalah obsesi mereka."

Naruto tersenyum. "Aku tidak membenci mereka, Kyuu, tidak lagi. Tindakan mereka bisa kupahami, mereka punya alasan. Berbeda denganmu dulu." Gumam Naruto pelan.

Kyuubi cukup terkejut mendengarnya.

"Tapi, aku juga belum bisa memaafkan mereka. Hanya saja sekarang aku sadar, membenci atau mendendam pada mereka tidak menguntungkanku. Aku hanya ingin hidupku berjalan dengan baik, tanpa ada kebencian lagi, aku hanya ingin bahagia."

"Sakura, nama gadis yang kau kenal di Sapporo. Aku tidak tahu mantra apa yang ia ucapkan hingga kau berubah sedemikian banyak."

Namikaze bungsu tertawa, "entah, aku juga tidak tahu, mungkin aku bisa mengajaknya kemari saat ayah dan ibu memperkenalkan seseorang itu." Cengiran licik terbit di bibir Naruto.

.

"Kakashi, kosongkan jadwalku malam ini, aku ingin bertemu kakek dan mendiskusikan sesuatu."

Kakashi yang tengah merapikan berkas-berkas di meja Naruto hanya mengangguk singkat.

"Kemudian selidiki siapa gadis yang dibawa ayah dan ibu kemari." Naruto mengangkat tas berisi laptopnya kemudian beranjak keluar ruangan.

"Kau bisa megandalkanku, Naruto."

Pemuda berambut pirang itu mengangguk pelan sebelum berjalan keluar dari kantor. Rencananya siang ini ia akan makan bersama dengan Kyuubi. Katanya ada sesuatu yang mendesak yang perlu ia diskusikan.

Naruto menghela nafas lelah, memasuki mobil hitamnya dan membawanya menuju salah satu restoran perancis dipinggir kota.

Ketika ia maemasuki restoran itu ia langsung bisa mengenali sosok kakaknya yang duduk di meja paling pojok. Didepannya sudah terhidang makanan pembuka dan orangnya sendiri tengah menyibukkan diri menggoyangkan gelas berkaki tinggi berisi cairan kemerahan yang sangat familier dimata Naruto.

Pemuda itu cukup terkejut dan menghampiri kakaknya dengan langkah tergesa. Naruto mengambil gelas yang sudah menyentuh bibir kakaknya dengan cepat, menghirup aromanya dan seketika ia tahu ada yang tidak beres dengan kakaknya.

"Kau minum?"

"Apa salahnya jika aku minum?" Kyuubi menatap Naruto marah.

Naruto duduk disamping Kyuubi, meletakkan gelas itu diatas meja. "Pasti sesuatu yang sangat hebat sampai-sampai kau pesan wine. Tapi untuk ukuran orang yang tidak pernah minum alkohol, seleramu boleh juga." Kini ganti Naruto yang menghirup aroma wine tersebut kemudian menyesapnya perlahan.

Kyuubi menghela nafas, "aku cuma ingin mencoba."

Naruto malah tergelak, "Jangan mencoba sesuatu yang bisa membunuhmu, Kyuu. Kukira kau cukup cerdas untuk tidak mencoba." Pemuda itu menenggak minumannya dengan cepat. "Jadi bisa jelaskan padaku, apa yang terjadi sampai kau stress begini?"

Sulung Namikaze menghela nafas panjang dan meneguk air putih yang tersedia diatas meja dengan rakus. "I just feel that I can't save Temari and can't reach her anymore."

Sedikit banyak Naruto sudah mendengar apa yang terjadi dari Kakashi, rahasia tidak akan bisa bertahan lama di antara mereka.

"Aku bisa membantumu dengan koneksiku. Menyeret dua keluarga, I mean Nara dan Yamanaka, dalam pertemuan resmi untuk mendiskusikan keinginanmu. Kurasa kita bisa mendapatkan Temari dengan sedikit menyalah gunakan nama Namikaze yang kita sandang."

Kyuubi mendengus. "Kau kira aku tidak bisa mendapatkannya dengan usahaku sendiri?"

Naruto mengangkat bahu kemudian memesan makanannya, ia tak punya banyak waktu untuk bersantai. "I just give you a simple way to fix your problems. Lagi pula kau perlu cara yang lebih cepat jika tidak ingin wanita itu semakin hancur."

"Biarkan aku mengusahakannya sendiri sekali lagi, jika aku gagal, aku akan mengambil jalan pintas."

Naruto menyunggingkan senyum sinis setengah menyindirnya, "pilihan bijak."

.

Tsunade menatap anak dan menantunya yang tengah memperkenalkan seorang gadis yang cukup familier dimata Tsunade.

Setelah mereka pamit, Tsunade sempat menahan putra tunggalnya, ia menatap tajam Minato.

"Aku tidak bisa menyetujui rencana kalian. Ingatlah, dulu aku membiarkanmu untuk memilih sendiri cintamu, membebaskan hatimu untuk mencintai siapapun."

"Tapi setidaknya aku tidak mencintai seorang lelaki, Kaa-san."

Penyimpangan orientasi Naruto memang sudah diketahui keluarganya, namun tidak ada seorangpun yang pernah menyinggung hal tersebut dihadapan Naruto.

Tsunade menghela nafas. "Kau tidak tahu apa apa tentang dia, Minato. Kau bahkan gagal memahami putra pertamamu. Karenanya, kedua putramu enggan mengakui keberadaanmu, keberadaan kalian."

Minato menghela nafas. "Aku hanya ingin yang terbaik untuk calon penerusku, Kaa-san, tidak lebih."

Tsunade beranjak menuju pintu, "aku tetap tidak mengizinkanmu, Minato."

.

Naruto masuk kedalam onsen pelan-pelan. Kakeknya sudah masuk beberapa menit lebih awal. Mereka memang sering bertemu di pemandian air panas atau restoran tradisional Jepang untuk membicarakan sesuatu, entah bisnis maupun urusan yang sifatnya lebih personal.

"Kudengar dari nenekmu, kau belum membuat ulah setelah kembali dari Hokkaido."

Naruto memejamkan matanya dan bersandar ditepi kolam. "Hn. Kurasa sudah saatnya aku berhenti."

Jiraiya mengangkat sebelah alisnya. Cucunya yang keras kepala, meski dilarang dengan berbagai ancaman tidak pernah mau berhenti dari kegiatan hura-hura dan cenderung membahayakan nyawa, akhirnya sadar dengan sendirinya. Mengejutkan.

"Apa karena ayah dan ibumu ingin menjodohkanmu kau jadi berubah?"

Naruto tidak langsung menjawab, namun beberapa menit berlalu, pemuda berambut pirang itu pun bersuara. "Aku tidak peduli. Selama aku tidak menyetujuinya, perjodohan itu tak akan terlaksana. Lagi pula bukan itu alasanku, Kek."

Jiraiya tertawa. "Nenekmu marah besar." Lelaki yang masih terlihat kuat diusia senjanya itu menatap lekat cucunya, "bagaimana kalau kau kenalkan aku pada gadismu?"

Naruto membuka matanya, "siapa?"

"Seseorang yang kau temui di Sapporo."

Naruto menghela nafas, jelas tahu siapa yang dimaksud kakeknya. Apa sih didunia ini yang tidak diketahui Namikaze Jiraiya. "Dia bukan gadisku."

Jiraiya menyeringai. "Baiklah jika kau belum mau memperkenalkannya. Jadi, bagaimana pekerjaanmu?"

Naruto sedikit menegakkan tubuhnya. "Tidak ada masalah berarti. Pembangunan hotel di Yokohama juga sudah dimulai, minggu depan aku akan melihatnya."

"Tidak biasa kau mau melihat langsung lokasi pembangunan?"

Naruto mengangkat bahu, "aku hanya mau bekerja sebagaimana mestinya. Lagi pula aku juga tidak ingin mengusik Kyuubi."

Kyuubi adalah salah satu pengacara Namikaze Group.

"Kudengar kakakmu berurusan dengan Nara Shikaku. Dia belum menemuiku sejak kembali dari Hokkaido."

Naruto mendengus sebal. "Aku sudah mengusulkan untuk memakai nama Namikaze agar bisa melakukan negosiasi dengan Paman Shikaku dan Yamanaka Inoichi, tapi dia ngotot ingin berusaha dengan caranya sendiri lebih dulu tanpa membawa-bawa nama keluarga."

"Naruto, apa kakakmu benar-benar menganggap perempuan itu berharga?"

"Mungkin. Kyuubi sampai mau repot begitu." Naruto mengangkat bahu, kemudian bangkit. Beranjak dari kolam pemandian itu. "Tapi belum saatnya kita ikut campur, Kakek."

Jiraiya tak menyahut, menatap cucunya yang tengah berdiri di tepi onsen. "Aku pergi dulu,"

"Oya, gaki, jika kau mulai tertarik dengan seorang gadis, kuharap kau akan memperjuangkannya seperti kakakmu."

Naruto menoleh sedikit sambil tersenyum miring. "Aku hanya memperjuangkan sesuatu yang pantas untuk diperjuangkan."

.

TBC

.

Akhirnya memutuskan buat update. Saya memang suka lama dan inipun setelah galau si Kyuubi mau tak apain. Sepanjang cerita kayaknya dia yang bakal punya kisah paling ngenes. #plaks

Btw, saya memang nggak jago bikin fic romens. Saya tipe yang suka bikin cerita yang karakternya maso.

Moga chapter selanjutnya bisa cepet saya kerjain. Terima kasih untuk yang masih setia baca fic saya.

Sign,

UM