.
.
.
.
"Namikaze-san, baru saja Sai-kun meninggalkan dokumen ini." Yugao mengangsurkan amplop coklat besar kepada Kyuubi yang masih sibuk memabaca berkas kasus yang menggunung dimejanya.
"Dia mengatakan sesuatu?"
Yugao membuka jurnalnya, "dia hanya berpesan agar Anda segera menemui Jiraiya-sama."
Kuubi mendengus. Membanting jilidan berkas yang sebelumnya ia baca keatas meja kemudian membuka amplop yang diberikan Sai. Isinya hanya beberapa lembar kertas berisi informasi mengenai Gaara, Sabaku Gaara.
Kyuubi melihatnya sekilas sebelum beralih manatap asistennya. "Apa malam ini aku ada meeting?"
Yugao mengangguk, "anda dijadwalkan bertemu dengan Maito-san, kasus sengketa tanah."
"Jadwalkan ulang. Aku akan bertemu nenek malam ini." Kyuubi memasukkan kembali berkas ditangannya. "Dan kau bisa pulang lebih awal hari ini."
Yugao mengernyit, "Anda yakin?" Tidak salah jika wanita itu ragu, pasalnya Kyuubi bukan orang yang akan melepas pegawainya pulang lebih awal dengan mudah.
Kyuubi mengangguk enteng. "Atau kau lebih suka tinggal di kantor, eh?"
"Saya akan pulang lebih awal."
Kyuubi tampak memikirkan sesuatu, "apa kau pernah dengar soal keluarga Nara?"
"Nara? Keluarga Shikamaru-san?"
Kyuubi mengangguk.
"Informasi umum yang saya ketahui, keluarga Nara mengelola peternakan dan bisnis pacuan kuda. Tapi, saya juga pernah mendengar rumor jika mereka adalah keluarga Yakuza."
Kyuubi mendengus, "kau bisa pergi."
"Tapi, jika Anda penasaran dengan keluarga itu, saya mungkin bisa membantu mencari tahu."
Yugao Uzuki, memang kadang mengerjakan pekerjaan tidak resmi untuk bosnya. Dan wanita itu sudah sangat terbiasa.
Kyuubi melambaikan tangannya, "tidak perlu. Aku hanya butuh kau membantuku menyelesaikan tumpukan kasus ini secepatnya."
Yugao mengangguk mengerti, kemudian pamit untuk kembali ke ruangannya.
.
Siang itu Naruto masih santai-santai saja menyantap makan siangnya yang tertunda. Kakashi memberikan jeda waktu yang lumayan untuk beristirahat. Sekotak bentou yang dibeli dari kombini terhidang didepannya dengan segelas air mineral. Ia memang wakil presdir Namikaze corp, tapi bukan berarti ia selalu makan makanan buatan koki kelas atas, kadang Naruto pun jenuh dengan hidangan ala hotel bintang lima dan memilih makanan yang lebih merakyat.
Kedatangan Kyuubi dikantornya bukan hal yang tidak mungkin terjadi. Kakaknya memang sangat sering muncul tiba-tiba. Tapi, berita yang dibawa Kyuubi kali ini jelas di luar nalar pemuda bersurai pirang itu.
"Ada apa?" Tanya Naruto, sambil mengamati kakaknya yang duduk di sofa, berseberangan dengannya.
Kyuubi membuka jasnya dan meletakkannya asal di sandaran sofa. Lelaki itu menyodorkan amplop coklat yang ia bawa.
Naruto meletakkan makan siangnya dan membuka amplop tersebut, membacanya dengan cepat. Pemuda pirang itu mengernyitkan dahinya, "Sabaku Gaara? Mau apa kau dengan bocah itu?"
Kyuubi menatap adiknya dengan pandangan malas-malasannya yang biasa. "Aku ingin mengangkatnya jadi anakku."
Yang diajak bicara jelas terkejut mendengarnya, "kau apa?" Agaknya Naruto pun meragukan pendengarannya.
"Aku ingin mengadopsi Sabaku Gaara."
"Kau sadar dengan apa yang kau katakan?"
Kyuubi mengernyit tak suka, "kenapa aku tidak yakin? Kau kira aku sedang membuat lelucon?"
Naruto meletakkan amplop tersebut diatas meja, kemudian memijit keningnya yang terasa sakit. "Kenapa kau harus mengadopsi bocah itu? Tidak cukupkah kau merepotkan diri dengan berusaha mengeluarkan kakaknya dari okiya?"
Kyuubi menghela nafas, "I just want him and that's all."
"Itu bukan alasan, Kyuu. Kau tak bisa mengadopsi seseorang dengan alasan kau menginginkannya. Tidak ketika posisimu sebagai sulung Namikaze."
"Lalu alasan apa yang harus kukatakan agar keputusanku mengadopsi Gaara bisa terwujud?"
Naruto melupakan makan siangnya. "Kau sudah bilang pada nenek?"
"Aku mengatakannya dulu padamu."
"Nenek tidak akan setuju, meski aku paham maksudmu baik. Tapi kau tak bisa semata-mata mengangkat seseorang menjadi anakmu. Anak itu kelak akan mewarisi nama Namikaze juga, Kyuu. Kau paham bukan artinya apa?"
Kyuubi tersenyum mencemooh. "Tentu saja dia akan jadi pewarisku. Aku tahu dan aku tidak keberatan."
"Tapi nenek akan keberatan." Naruto menatap kakaknya lekat. "Nenek bisa saja menentangnya, Kyuu. Pewarismu haruslah seseorang yang memiliki darah Namikaze juga. Lagipula, katakan jika Temari mau kembali padamu, bagaimana status Gaara selanjutnya?"
Kyuubi menghela nafas panjang, "aku melakukan ini karena aku sadar, Temari tidak akan kembali padaku, apapun yang kulakukan."
Naruto mengernyit. "Kau bukan Kyuubi." Tuduh Naruto, karena setahu pemuda itu, kakaknya adalah pribadi yang tidak akan pernah melepaskan seseorang yang menarik untuknya. Seseorang yang Naruto tahu pasti masih dicintai oleh kakaknya.
Kyuubi melempar jasnya kearah Naruto.
"Ah, kau Kyuubi. Karena hanya dia yang berani melempar sesuatu kewajah wakil presdir Namikaze corp."
"Intinya, aku ingin mengambil bocah itu dalam perlindunganku karena dulu aku cukup dekat dengannya waktu aku masih berhubungan dengan Temari. Dan dari informasi yang kuperoleh, Temari yang seharusnya masih bisa menjenguk bocah itu tak pernah muncul. Jadi, aku bisa menyimpulkan jika bocah itu ditelantarkan."
"Kenapa harus Gaara, Kyuu?" Naruto menatap Kyuubi lekat.
Pemuda berambut pirang kemarahan itu menatap langit-langit ruangan Naruto. "Kau bisa mengatakan aku sedang berusaha menyelamatkan masa lalu kita."
Bungsu Namikaze tampaknya mengerti alasan Kyuubi. Naruto menghela nafas, "diskusikan dengan nenek. Aku mungkin bisa membantumu, tapi kali ini tentu tidak gratis."
.
Keduanya kini tengah menemui sang nenek, Naruto yang niat awalnya hari ini ingin mencari tahu siapa gadis yang akan dijodohkan dengannya terpaksa mengikuti kakaknya menghadap sang nenek.
"Jadi, ada angin apa, sampai-sampai kau ingin mengadopsi anak, Kyuubi? Apa kau seragu itu bisa menghasilkan keturunan sampai memilih jalan ini?"
Kyuubi mendidih, tentu saja. Pemuda itu bukanlah orang yang bisa menahan amarahnya dengan mudah. Dan Naruto yang datang bersamanya punya tugas untuk menengahi.
"Begini, Nek, ini bukan perkara dia bisa atau tidak menghasilkan keturunan. Tapi ini lebih masuk ke soal 'Kyuubi menginginkan sesuatu dan tidak ada seorangpun yang bisa menghentikannya'."
"Kau membelanya, Naruto? Kau tidak mengerti posisi anak itu ketika dia menjadi putra Kyuubi? Putra pertama seorang Namikaze Kyuubi?"
Naruto menghela nafas, "aku paham dan kami sudah membicarakannya. Karena Kyuubi menolak jabatannya di perusahaan, otomatis anak dari Kyuu pun tidak punya hak di perusahaan. Tapi bukan itu intinya, Nek. Anak yang diinginkan Kyuubi sangat memenuhi persyaratan. Dia pintar, sedikit dipoles dan dia akan menjadi pewaris Kyuubi yang sempurna."
Tsunade memijit keningnya, ia merasa sepuluh tahun lebih tua. Perkataan Naruto benar, tapi ia tidak bisa begitu saja menyetujui permintaan Kyuubi.
"Katakan Kyuubi, kenapa kau ingin mengadopsi anak itu?"
"Karena aku ingin."
"Jika kau tak mengatakan alasanmu yang sesungguhnya, aku tidak bisa menyetujuinya."
Kyuubi mendengus, melirik Naruto yang mengisyaratkan bahwa pemuda itu tidak bisa membantunya lagi. Kini kepala Kyuubi pun juga terasa pening.
"Sebenarnya keinginanku mengadopsinya sudah terpikir sejak dulu."
Berita baru untuk Naruto dan Tsunade.
"Aku sudah pernah bicara pada bocah itu, bocah menarik, cahaya kehidupan dimatanya tidak meredup sedikitpun saat aku menemuinya di panti asuhan. Dia tangguh, bocah tangguh yang sangat ingin kulindungi." Kyuubi menerawang, menatap langit-langit ruangan itu. "Aku merasa melihat diriku dan Naruto yang hidup dalam diri anak itu dan aku hanya ingin menyelamatkannya."
Tsunade terdiam beberapa saat begitu juga Naruto. Wanita yang tengah menikmati masa senjanya itu menghela nafas, menyerah akan kekeras kepalaan Kyuubi.
"Temui kakekmu, jika dia setuju kau boleh mengambil anak itu sebagai putra sahmu."
.
Hidup seorang Namikaze Kyuubi sebenarnya mudah jika kalian mengesampingkan masalah orang tua dan percintaannya yang kelewat epik.
Hidup sebagai seorang Namikaze memang menuntutnya untuk menjadi sempurna. Tapi Namikaze Kyuubi bukanlah seorang yang menolak menjadi sempurna, karenanya tuntutan sejenis itu tidaklah menjadi perkara untuknya. Ia menikmati kedudukannya dan ia tahu benar cara memanfaatkannya.
Jadi, Naruto tidak begitu heran jika kakaknya tumbuh menjadi pemuda yang seperti sekarang. Omongannya pedas, tidak menurut pada siapapun, egois, kasar, dan segunung sifat jelek lainnya. Namun, Kyuubi tetap punya sifat baik yang tersisa. Setidaknya, ia masih memiliki nurani dan kepedulian yang tinggi pada adiknya.
Karenanya, saat mendengar adiknya dijodohkan, bukan Naruto yang marah, melainkan Kyuubi.
Lelaki itu tahu pasti, dipaksa menerima seseorang yang tidak kau inginkan pastilah menjengkelkan. Ia tidak mau adik kecilnya mengalami hal itu. Apalagi jika Naruto sampai menikahi perempuan pilihan orang tuanya, pernikahan yang tercipta adalah pernikahan politik. Kecil kemungkinan adiknya akan bahagia.
Kyuubi nyaris meremukkan gelas yang ia pegang ketika malam itu kedua orang tuanya mengatakan tanggal yang mereka tentukan untuk mempertemukan Naruto kepada calon mereka pada saat makan malam. Jiraiya meminta mereka untuk setidaknya berkumpul saat makan malam. Tidak ada yang menolak. Tepatnya tidak bisa.
Kemarahan Kyuubi yang sudah mencapai batas, tapi suara Naruto yang tenang mencegah umpatan Kyuubi yang sudah ada di ujung lidah kembali ditelannya.
"Baiklah." Naruto menatap Minato lurus, menantang. "Aku akan menemuinya, tapi tidak lebih dari itu." Naruto menyesap wine yang terhidang perlahan.
"Naruto.."
"Tidak apa-apa Kyuu, aku bisa mengatasinya."
Tsunade menatap cucunya khawatir. "Jika kau tidak ingin datang, kau bisa menolaknya, gaki."
Senyum yang terasa ganjil terbit dibibir Naruto, "tak apa, Nek." Pemuda itu beralih menatap Jiraiya, "tapi aku ingin pertemuan ini tidak melibatkan kakek ataupun nenek. Keberatan, Kek?"
Jiraiya yang memahami maksud tersembunyi Naruto cuma menyeringai. "Kau harus membayarnya dengan sesuatu yang pantas, Naruto."
Pemuda itu mengangguk. "Kabari aku jika kalian sudah menentukan tempatnya," Naruto berdiri dari kursinya, membungkuk singkat. "Aku pamit dulu, ada yang harus kuselesaikan."
"Jadi, Ibu mengizinkan kami?" Minato membuka pertanyaan kepada Tsunade sesaat setelah Naruto pergi.
"Tidak. Aku tidak setuju dengan rencana kalian. Kau sependapat, Kyuu?"
Sulung Namikaze mengangguk dalam kebisuannya.
"Ayah?" Minato beralih pada Jiraiya.
Lelaki tua itu berdehem pelan, "keputusan Naruto adalah keputusanku. Jika dia setuju, aku akan membujuk ibumu."
"Anata…"
Jiraiya mengangkat sebelah tangannya, meminta Tsunade tidak menginterupsi. "Naruto sudah bisa memutuskan apa yang terbaik untuk dirinya, kita sebagai para orang tua hanya bisa mendukung keputusannya dan menasehatinya."
Tsunade mengangguk, setidaknya pendapat Jiraiya masuk akal.
"Aku tidak akan memaafkan kalian jika kalian berani memaksanya." Kyuubi berucap dengan nada tajamnya. "Tidak peduli kalian orang tuaku atau bukan, aku tak akan memaafkan kalian." Pemuda itu berdiri dan meninggalkan meja makan.
Makan malam mereka memang tidak pernah berjalan dengan normal.
.
Naruto masuk ke salah satu bar mewah di daerah pinggiran Tokyo. Kepalanya terasa penuh, ia hanya ingin menenggak beberapa gelas alkohol. Memasuki tempat itu serasa kembali ke masa lalu yang ingin ia tinggalkan. Namun, ia tidak ingin memilih pilihan lain. Ia ingin melepas lelahnya sejenak di tempat ini.
"Yo, Naruto, Sudah lama kau tidak kesini," sapa seorang pemuda berambut spike coklat dengan tato segitiga terbalik berwarna merah dikedua pipinya. Kilat ceria tersirat dimata pemuda yang terlihat seumuran dengan Naruto itu.
Naruto duduk di kursi bar, berhadapan dengan pemuda yang menyapanya tadi. "Aku banyak pekerjaan. Minta bloody merry."
Inuzuka Kiba, pemilik sekaligus bartender bar itu, tersenyum. "Tumben sekali kau peduli pada pekerjaanmu? Sadar dengan prioritasmu?" Sindir pemuda itu.
Naruto mendengus, "hanya tidak ingin kakek tua itu cepat mati karena terlalu keras bekerja." Tanggap Naruto pedas.
Kiba tertawa kencang mendengarnya, kemudian menyodorkan pesanan Naruto. "Aku mendengar desas-desus aneh yang menyangkut namamu, Naruto. Aku ingin mengklarifikasinya. Keberatan?"
Naruto menyesap minumannya perlahan, ia menyukai rasa membakar di tenggorokannya. "Maksudmu soal perjodohanku? Harusnya berita officialnya akan keluar seminggu lagi."
Kiba membelalakkan matanya, "serius? Kukira itu hanya bualan lawan bisnismu."
"Sebaiknya berita itu tidak pernah keluar darimu, Kiba, jika kau masih ingin hidup tenang." Desis Naruto berbahaya.
Kiba hanya mengangkat bahu, tidak terlalu ambil pusing dengan perkataan temannya semasa SMA itu. "Sebagai ongkos tutup mulut, bagaimana jika kau memberitahuku siapa calonmu?"
Naruto menghabiskan minumannya dalam sekali teguk. "Daripada itu, bagaimana jika kau menjual informasi tentang pemilik Brezee padaku?"
"Ha? Kau dijodohkan dengan putri keluarga itu?"
Naruto menatap tajam Kiba, Kiba hanya mengangkat bahu.
"Kenapa kau tertarik pada mereka? Berniat mengakuisisi perusahaanmu dengan mereka?"
"Bukan, bodoh. Aku hanya ingin tahu orang macam apa yang akan kuhadapi."
Kiba menuangkan minuman kedalam gelas Naruto lagi. "Yah, mereka itu tipikal kelaurga kaya yang sempurna." Ucap Kiba sambil mengelap gelas kaca yang sudah mengkilap. "Kalau kau mau data lengkapnya akan kukirim padamu besok pagi."
Naruto mengangguk, "kukirim biayanya setelah aku dapat informasinya."
Inuzuka Kiba memang kadang menjual informasi pada orang-orang yang ia percaya dan Naruto cukup sering membeli informasi dari pemuda itu.
Naruto meminta beberapa botol minuman, kemudian menenggaknya langsung dari botol. "Oi, Kib, jika aku mabuk, bisa minta kakakku menjemputku?"
.
Kyuubi lagi-lagi mengumpat saat merasakan bobot tubuh adiknya yang ia rasa bertambah berkali-kali lipat merosot dari punggungnya.
Kyuubi kesal, ah, bukan, pemuda itu luar biasa kesal. Dibangunkan dering ponsel pada saat ia baru saja terlelap setelah lelah bekerja hingga dini hari, seseorang yang menghubunginya mengatakan jika adiknya mabuk berat dan tidak bisa pulang sendiri. Artinya ia harus menjemputnya.
Kyuubi mengamuk habis-habisan pada pemilik bar, Kiba, yang Kyuubi tahu sebagai salah satu dari sedikit teman adiknya.
Kyuubi membuka pintu penthouse yang sudah ia dan Naruto tempati sejak sepuluh tahun yang lalu. Pemuda itu langsung menghempaskan adiknya di sofa ruang tamu, Kyuubi sendiri merenggangkan ototnya yang kaku.
Kyuubi memperhatikan Naruto yang tampak berantakan. Tertidur dengan agak tersiksa. Kyuubi yang tahu kemampuan minum adiknya sedikit terkejut mendengar Kiba memberitahunya bahwa Naruto mabuk. Pasti adiknya itu minum luar biasa banyak dan Kyuubi tahu apa penyebabnya.
Pejodohan.
Meski Naruto terlihat tidak peduli, tapi anak itu pasti terus memikirkannya.
Kyuubi mendengus kemudian menggoyangkan bahu adiknya menggunakan kakinya, "bangun, Naruto. Pindah kekamarmu sendiri. Aku tidak mau menggendongmu." Ucap Kyuubi dengan nada cueknya yang biasa.
Merasakan guncangan dibahunya, Naruto mengerang kemudian membuka matanya sedikit.
"Bangun."
Naruto bangkit perlahan, duduk di kursi dan menatap Kyuubi sesaat sebelum memijit keningnya yang sakit. "Uh, aku dimana?"
Untuk ukuran orang mabuk, Naruto terdengar cukup waras.
"Dirumah, cepat pindah kekamarmu." Kyuubi berbalik, melepas mantelnya dan hendak masuk kekamarnya sendiri.
Naruto bangkit perlahan, namun baru beberapa langkah berjalan pemuda itu jatuh terhuyung dan membentur lantai, menimbulkan bunyi benturan yang lumayan kencang.
Kyuubi berbalik, sedikit terkejut kemudian menghampiri adiknya.
"Oi, Naruto." Kyuubi mengguncang tubuh Naruto yang tak bergerak. Kyuubi menyentuh pipi pucat Naruto dan rasa panas yang membakar terasa di kulit tangannya. Nafas adiknya juga terdengar berat.
"Cih." Pemuda itu berdecih, kemudian mengangkat dan memindahkan adiknya kekamar.
Kyuubi membuka mantel, jas, sepatu, dan yang lainnya, menyisakan kemeja dan celana kemudian menyelimutinya. Kyuubi beranjak kedapur dan menjerang air. Sambil menunggu ia meraih ponselnya dan menghubungi Tsunade. Setelah menunggu agak lama, akhirnya ada yang mengangkat.
"Nek-"
"-bocah kurang ajar, kaupikir ini jam berapa?"
Kyuubi berdecak sebal mendengar bentakan neneknya. Ia mungkin paham kekesalan neneknya karena dihubungi jam dua pagi seperti ini, tapi ia juga kesal jika harus dibentak.
"Tak perlu membentakku, Nenek tua. Naruto sakit, datanglah kemari." Setelah itu Kyuubi langsung memutus sambungan. Pemuda itu kemudian mengangkat air sudah mulai hangat dan menuangnya kebaskom, membawanya kekamar Naruto.
Naruto masih terlelap. Sedikit glisah karena suhu tubuhnya yang tidak normal.
Kyuubi mengambil handuk kecil dari lemari Naruto dan menggunakannya untuk mengompres adiknya. Pemuda itu menarik kursi dan duduk di sebelah ranjang Naruto.
Kyuubi memang cekatan mengurusi Naruto yang sakit, namun bukan berarti jika adiknya itu sering sakit. Mengabaikan kecelakan yang sering menimpa Naruto belakangan, adiknya itu tergolong sangat jarang sakit. Dan saat-saat adiknya sakit seperti ini selalu membuat pemuda itu gelisah.
Memang sekilas tidak terlihat, namun dari tindakannya semua orang yang mengenalnya tahu jika Kyuubi sangat sayang pada Naruto.
Satu jam kemudian Tsunade datang ditemani supirnya, tanpa mengatakan apapun wanita itu memeriksa Naruto.
"Dia mabuk Kyuu?"
Kyuubi yang duduk di sisi lain ranjang Naruto hanya mengangguk. "Tadi kujemput dari tempat Inuzuka."
Tsunade mengangguk. "Kelelahan, mungkin kecelakaan sebulan lalu mempengaruhi kondisi tubuhnya. Istrahat total tiga hari, jangan biarkan dia keluar kamar."
Kyuubi mengangguk.
"Kau mau merawat bocah ini atau kau mau membawanya ke rumah utama?"
"Biarkan dia disini saja. Aku bisa mengurusnya."
Tsunade menaruh obat-obatan Naruto dimeja nakas, kemudian pulang.
Kyuubi mengganti kompres didahi adiknya sebelum akhirnya terlelap di kursi disebelah Naruto.
.
TBC
.
Sebenernya di chapter ini ada plot holenya. Sengaja saya ilangin emang. Dan cewek yang dijodohin sama Naruto bakan muncul chap depan.
Btw, ini saya aja atau emang review itu bikin mood nulis makin oke? Oya, mohon koreksinya kalau ada beberapa hal yang janggal dari tulisan saya.
Akhir kata, terima kasih yang masih setia membaca.
Sign,
UM
