Naruto © Masashi Kishimoto

Warning: AU. OOC. Too much drama.

Yesterday and Tomorrow © UchihaMaya

.

Chapter 12

.

Siang itu, Naruto keluar dari bandara. Ia merapatkan mantelnya, hidungnya memerah karena udara dingin. Sesekali manik sapphirenya mengamati keadaan disekelilingnya yang ramai.

"Aku kira kau tak akan keluar dari persembunyianmu, Naruto?"

Naruto sedikit kaget, pasalnya ia tidak menyadari sejak kapan Sai sudah mengiringi langkahnya. Naruto berdecih sebal, "tutup mulut busukmu, Sai." Umpatnya.

Sai hanya terkekeh. "Kau harusnya yang paling tahu, jika mengurus bayi besar macam Kyuubi tidaklah mudah. Ia merengek ingin menyusulmu." Terangnya.

Naruto menyeringai, "kau akan mati jika Kyuubi mendengarnya."

Sai tersenyum dengan senyumnya yang biasa.

"Kenapa kau ada disini?" Tanya Naruto, karena memang secara resmi Sai tidak bekerja untuknya.

Sai tak menjawab dan hanya tersenyum kemudian mensejajari langkah Naruto, keduanya berjalan berdampingan menuju tempat parkir.

"Kau berniat mempermainkanku?"

"Sebenarnya aku ingin melakukannya, tapi…"

"Dobe..."

Keduanya otomatis menghentikan langkah mereka. Sai memasang wajah tanpa ekspresi sementara Naruto telah berbalik dan mendapati lelaki yang meninggalkannya dulu, berdiri beberapa meter jauhnya dengan wajah dingin yang masih sama seperti dulu.

Naruto tak berkata-kata, tapi sapphirenya mampu mengungkapkan badai yang tengah berkecamuk dalam diri lelaki Namikaze itu.

"Bagaimana kabarmu?" Sapa Sasuke dengan suara dinginnya.

Naruto menatap manik jelaga itu, manik yang masih sama kelamnya dengan saat SMA dulu. Lehernya terasa tercekik, terlalu susah untuk mengeluarkan kata-kata.

Sai berbalik, ia memposisikan dirinya diantara Naruto dan Sasuke, "Naruto-sama, Presdir menunggu Anda di kediaman utama sekarang juga." Ucapnya rendah.

Namun Naruto tak mendengarnya. Ia mendorong Sai menjauh, dengan langkah yang tegas ia maju dengan mantap menghampiri Sasuke dan meninju rahang lelaki Uchiha itu keras mengakibatkan Sasuke tersungkur ke lantai, menjadikan keduanya konsumsi mata-mata yang penasaran.

"Bajingan!" Desis Naruto, ia luar biasa murka. Ia mencengkram kerah Sasuke dan mendaratkan beberapa pukulan lain. "Berani sekali kau muncul dihadapanku."

Sai tak berniat melerai, namun lelaki pucat itu memerintah anak buahnya untuk menghalau pengunjung bandara, menjauhkan adik bosnya dari skandal lainnya.

Sasuke diam saja, membiarkan Naruto menaiki perutnya dan menghajarnya.

"Tiga tahun yang lalu kau memperlakukanku seperti sampah dan kau berani memperlihatkan wajah busukmu seolah-olah tak terjadi apapun." Desis Naruto. Luka itu kembali terbuka, kesedihan itu kembali meraja dan mungkin saja perasaan yang sudah hampir berhasil Naruto lupakan kini merangkak kepermukaan.

Sasuke menangkap tinju Naruto, "kenapa kau begitu marah, Dobe? Kau seperti wanita yang pernah kucampakkan saja."

Dan Naruto tak pernah mengerti mengapa sorot mata Uchiha Sasuke seolah melukiskan sakit hati yang begitu mendalam.

Naruto menghempaskan Sasuke kasar dan menjauh dari lelaki itu. "Aku anggap kita tak pernah bertemu, Uchiha. Dan jika sekali lagi kau berani muncul dihadapanku, jangan salahkan aku jika aku menghancurkanmu."

Naruto berjalan pergi, diikuti Sai yang membimbing calon Presdir Namikaze menuju mobil. Meninggalkan Uchiha Sasuke yang masih diam diposisi duduknya.

.

Kyuubi duduk tenang didepan Temari sambil menyesap tehnya pelan. Ketenangan yang tidak Temari pahami, ketenangan yang tak pernah Temari lihat bahka saat dulu mereka bertunangan.

Kyuubi yang Temari tahu merupakan pribadi yang meledak-ledak dan tidak pandai menyembunyikan perasaanya pada orang-orang terdekatnya. Temari tidak pernah menyangka hari ini akan tiba, hari dimana Kyuubi menjelma menjadi seseorang yang begitu dewasa.

"Aku tidak tahu menemuimu akan sesulit ini." Ucap Kyuubi tenang. "Kupikir kau tidak punya banyak waktu, jadi akan kupersingkat saja," Kyuubi menatap mata Temari lekat, "keluarlah dari Okiya."

Temari masih meletakkan tangannya diatas pangkuannya, tak menyentuh minuman yang tersaji didepannya.

"Aku tahu kau berharap aku tidak akan ikut campur, tapi maaf Temari, aku bukan lelaki seperti itu." Jelasnya.

"Kenapa?" Tegas, Sabaku Temari tidak pernah menunjukkan kelemahannya pada siapapun. "Kenapa kau melakukan ini?"

Kyuubi tersenyum, senyum yang tak dapat dipahami oleh Temari dan Temari pun tahu ia tak lagi punya hak untuk menanyakan arti senyuman itu.

"Karena aku menghargai masa lalu kita." Tandas Kyuubi. "Dan aku hanya ingin merelakan semua yang pernah terjadi diantara kita."

"Bukan kau yang harus menebusnya, kau tidak punya kewajiban itu."

Kyuubi menatap Temari, "aku punya, karena aku yang masih mencintaimu sampai akhir."

Kyuubi bangkit dari kursinya, "terima kasih untuk tahun-tahun yang pernah kau habiskan bersamaku." Kyuubi tersenyum tipis. "Sekarang kau bisa pergi dari tempat Yamanaka-dono atau tinggal, terserah, kau bebas, Temari."

Kyuubi mengambil matelnya dan meninggalkan Temari sendirian. Meninggalkan cinta pertamanya juga merelakan semua yang pernah terjadi diantara mereka. Agar Kyuubi bisa hidup dan melindungi keluarganya.

Sekarang ia bisa menjemput Gaara, calon putranya, untuk pulang.

.

Pikiran Naruto penuh, sangat penuh hingga membuatnya nyaris gila. Kegilaan yang ditimbulkan karena pertemuannya dengan Sasuke.

Ia tak bisa memungkiri jika ia luar biasa kecewa, kekecewaan yang dulu nyaris bisa ia luruhkan dari hatinya kini kembali becokol didadanya. Belum lagi masalah Sakura yang akan bertunangan dengan Hyuuga Neji, serta penolakan Sakura tempo hari sedikit banyak mempengaruhinya. Karena meski ia bisa menyadari perasaan Sakura yang sebenarnya, tapi ia tak bisa membaca apa yang dipikirkan gadis kelewat misterius yang mampu membangkitkan perasaan tak wajar tersebut.

Naruto turun dari mobil sendirian setelah memaksa Sai untuk singgah ke Four Season untuk mengambil mobinya dan mengamankannya ke apartemen. Senja telah turun saat ia menginjakkan kaki dikediaman utama. Seperti biasa ada pelayan yang menyambutnya di pintu depan dan mengawalnya menuju ruang keluarga dimana kakek dan neneknya tengah menikmati teh sore.

"Aku kembali."

"Bukan aku pulang, Naruto?"

Naruto angkat bahu, kemudian duduk disofa didepan kakeknya yang tengah menghisap pipa.

"Aku tak akan basa basi," ucapnya serius, "aku bahkan tidak peduli jika kalian tidak setuju dengan keputusanku."

Tsunade mengerutkan dahinya, ia sama sekali tidak mengerti ucapan Naruto, "kau menghilang dan saat kembali mengatakan hal hal aneh, ada masalah dengan kepalamu?" Tanya Tsunade sinis.

Jiraiya menepuk pelan bahu Tsunade kemudian meminta Naruto melanjutkan. sepertinya kakek tua itu tahu sesuatu.

"Aku menginginkan Haruno Sakura, ah, maksudku, Sarutobi Sakura."

Tsunade terkejut, tentu saja.

"Kau apa?" Ia bahkan meragukan telinganya.

"Kau mendengarku, Nek."

"Kau tahu bukan dia sudah dijodohkan?" Jiraiya angkat suara.

"Aku tahu dan aku masih menginginkan dia," ia mentap Jiraiya lekat, pemuda itu telah menemukan sesuatu yang membuatnya mau melanjutkan hidupnya dan Jiraiya tau ia tak akan bisa menghalangi pemuda didepannya.

"Aku tidak akan membantumu, semua keputusan ada pada Sakura."

Naruto menghempaskan tubuhnya kesandaran sofa, ia bahkan belum sempat mengganti pakaiannya ataupun makan sejak kemarin lusa. ia seolah lupa akan hal hal remeh macam itu.

"Kakek tidak menentangnya?"

Jiraiya mengisap pipanya lagi, "inginnya begitu, tapi Sarutobi Mebuki adalah salah satu wanita cantik baik hati yang pernah kutemui, dia sempurna, sama sempurnanya dengan Kushina." Jiraiya menatap Naruto, "kesalahannya hanya satu, dan kau harus tahu, Naruto,"

"Mebuki jatuh cinta pada seorang lelaki bermarga Haruno,"

"Kenapa kakek tahu?"

Jiraiya tersenyum, "dia nyaris menjadi istri ayahmu jika saja dia tidak jatuh cinta pada Hiro dan ayahmu tidak memilih ibumu."

Naruto cukup terkejut, ia tak pernah tahu masalah ini.

"Karena masalah itu, hubungan kita dengan Sarutobi tidak baik."

Naruto mahfum, ia bisa menduga betapa marahnya Jiraiya dan Hiruzen waktu itu, sama seperti ayahnya saat ini.

"Seperti yang kau tau, aku akhirnya mengalah pada keputusan ayahmu, sementara Hiruzen tidak rela putri kesayangannya berakhir dengan lelaki biasa macam Haruno, dia menghancurkan Haruno dan memisahkan mereka."

Naruto menyimak, sementara Tsunade diam saja.

"Namun, Mebuki terlanjur jatuh pada Haruno, dia mengandung kemudian melahirkan Sakura. "

"Awalnya Mebuki tetap tinggal di kediaman Sarutobi, tapi setelah lima tahun ia meninggalkan rumah, ia memilih Hiro. karena itu lengkap sudah kemarahan Hiruzen, dia benar benar menghancurkan Hiro, membuat lelaki itu tak diterima bekerja dimanapun, menjadinya gelandangan menyedihkan, dan akhirnya ia juga membenci Sakura yang ia anggap merebut Mebuki."

Naruto memejamkan matanya, meresapi fakta fakta yang ia terima dari Jiraiya.

Ia mengerti kenapa Shikamaru begitu melindung gadis merah muda itu.

"Aku akan menemui Sakura," ucap Naruto.

"kita tidak diterima di rumah mereka." Ucap Tsunade.

"Aku cukup dekat dengan calon pewaris mereka." Sahutnya ringan, "Konohamaru tak akan keberatan mengundangku ke rumahnya."

Tsunade menyeringai, "kau mencintainya,"

Naruto tertawa, "aku tidak tahu nama perasaan ini, aku hanya ingin melindungi dan menghadirkan kebahagiaan kehadapan Sakura." ia menerawang, "kami memang baru bertemu, tapi perasaanku padanya bukan sesuatu yang akan pudar dalam hitungan tahun. Kalian tahu aku sulit jatuh cinta."

"Untuk yang terakhir, aku akan memintanya pada Sakura, jika dia menolak, aku akan mundur."

Tsunade dan Jiraiya diam saja. Namun Tsunade mengenali sorot mata yang Naruto yang begitu sedih.

"Kau bertemu Sasuke?"

Ekspresi Naruto yang semula ringan berubah sendu. Tsunade mengenali sorot mata Naruto yang terlihat mati.

"Bisakah kita tidak membicarakannya?"

Tsunade menghela nafas. Wanita yang masih cantik diusia senjanya itu berdiri, "istirahatlah. Aku menahanmu disini untuk sementara."

.

Naruto kembali ke kantor. Semakin sibuk dengan gunungan pekerjaan dan jadwal perjalanan bisnisnya. Kakashi kini selalu mengekorinya kemana-mana, memastikan Naruto baik-baik saja.

Tsunade merasa terlalu khawatir akan reaksi Naruto terhadap kedatangan Uchiha Sasuke, wajar ia khawatir mengingat bagaimana dulu Naruto hendak membuang nyawa karena jijik pada dirinya sendiri yang mencintai sahabatnya sendiri yang seorang laki-laki.

"Naruto-sama, anda yakin ingin ke Osaka?"

Naruto masih berkonsentrasi pada lembar-lembar keras di tanganya menggumam, "ya, memang kenapa?"

Kakashi berdehem dibalik maskernya, "anda tahu, konferensi itu dihadiri Uchiha juga. Saya kira Anda tidak menginginkan bersinggungan dengan keluarga itu."

Naruto berdecih, belum menghilangkan fokusnya dari dokumen ditangannya, "Uchiha Madara ada disana, aku ingin bertemu dengannya membahas bisnis di Cina." Naruto membubuhkan tanda tangan di kertas itu. "Asal bukan anak dari Fugaku Uchiha, aku tidak terlalu bermasalah dengan Uchiha."

Kakashi mengangguk, "saya akan mengkonfirmasinya kepada Jiraiya-sama." Ucap Kakashi.

Naruto mengangguk saja. "Oya, apa ada jadwalku yang kosong?"

Kakashi memeriksa tabletnya, "malam ini Anda tidak memiliki jadwal karena Jiraiya-sama yang mengambil alih pertemuan dengan menteri lingkungan." Terangnya.

Naruto mengangguk, melonggarkan dasinya dan melempar dokumen terakhirnya yang perlu diperiksa hari ini ke meja. "Kalau begitu aku pergi dulu. Jangan ganggu aku malam ini."

Naruto bangkit dari kursinya. Membiarkan Kakashi yang membereskan tumpukan dokumen menyebalkan itu.

Saat Naruto sampai di lobi, ia mendapati kakaknya tengah menggandeng seorang bocah kecil berambut merah berwajah datar. Naruto mengernyit, sepertinya ia melewatkan banyak hal.

"Kyuu?"

Kyuubi menoleh, melihat adiknya yang menenteng jas sambil melihatnya dengan pandangan menuduh.

"Kalau tahu kau pulang sekarang aku langsung ke apartemen tadi." Sungut Kyuubi.

Naruto menatap bocah yang berdiri disamping Kyuubi, "jadi kau Gaara?" Tanya Naruto, maaf saja, ia tidak begitu tahu cara beramah tamah dengan anak kecil.

Bocah itu mengangguk singkat, "salam kenal, Paman." Gumamnya.

Naruto menyeringai, "kenapa mencariku?"

Kyuubi mengedikkan kepalanya, meminta Naruto mengikutinya keluar gedung. "Aku hanya ingin memberitahumu kalau aku akan membawa Gaara tinggal di apartemen."

"Lalu?"

"Jika kau keberatan, kau bisa pindah." Kyuubi menyeringai.

Naruto mendengus, "aku malas memindahkan barang-barangku."

"Kau bisa ke kediaman utama."

"Kau mengusirku?"

Kyuubi tersenyum mengejek, "tidak." Lelaki itu masuk ke mobil Naruto, mengambil posisi di balik kemudi setelah menyuruh Gaara naik ke kursi belakang. Naruto menyusul, menempati kursi disebelah Kyuubi.

"Nah, Gaara, kita akan tinggal dengan paman Naruto." Jelas Kyuubi yang dibalas anggukan Gaara. "Kau lebih suka tingal di rumah yang memiliki halaman luas atau apartemen?"

Gaara tampak berpikir sebentar, "aku tidak masalah dengan yang manapun. Asal ada kau kukira aku bisa tinggal dimanapun."

Kyuubi tersenyum.

Naruto diam saja mengamati interaksi mereka.

"Jadi bagaimana pekerjaanmu? Kau tak membuat masalah bukan?"

Naruto mendelik sinis, "kau kira aku anak kecil."

"Ya, beberapa bulan lalu kau masih sangat ingin bunuh diri. Jadi aku menganggapmu belum benar-benar waras."

"Aku akan ke Osaka minggu depan."

Kyuubi mengangkat alisnya heran, pasalnya Naruto tidak pernah mau mengikuti konferensi antar pengusaha semacam itu. "Apa tujuanmu?"

"Uchiha Madara." Ucapnya. "Aku tahu, aku pernah murka karena Kakashi membicarakan kerja sama dengan mereka, tapi kakek Madara berbeda. Dia punya pengaruh yang lebih besar daripada Uchiha yang berada di Jepang."

"Apa maumu?"

"Dia aktif di wilayah Asia dan Eropa, kakek tua itu hanya memberikan Uchiha Fugaku kendali atas bisnisnya di Jepang."

"Suatu saat, bisnis Madara akan berpindah tangan pada Uchiha Fugaku atau putranya kan?"

Naruto menggeleng, "aku sudah menyelidikinya. Kau ingat Uchiha Kagami?"

Kyuubi mengangguk, "meninggal akibat kecelakaan di daerah Miyagi bersama istrinya, aku pernah membaca berkasnya kasusnya, kejadian itu dicurigai sebagai pembunuhan."

"Dia mempunyai seorang putra." Tandas Naruto.

Uchiha Kagami adalah kakak dari Uchiha Fugaku. Kagami adalah putra kesayangan Madara karena selain pintar, Kagami juga mampu memegang kendali perusahaan Uchiha di usianya masih belasan.

"Benarkah?" Informasi baru. Kyuubi baru mendengar yang satu ini.

"Namanya Uchiha Shisui, selama ini dia selalu menjadi bayangan kakeknya dan dialah yang akan mewarisi semua aset milik kakek Madara."

Kyuubi bersiul, jelas tahu seberapa kaya dan seberapa berpengaruh lelaki yang tengah dibicarakan adiknya. "Kenapa kau mendekatinya?"

"Aku benar-benar ingin mengamankan posisiku." Gumam Naruto. "Aku menolak perjodohan dengan keluarga Blanc, aku tidak yakin mereka masih mau meneruskan kerja sama atau tidak. Untuk berjaga-jaga aku ingin menjalin kerja sama dengan Uchiha Madara."

"Kau yakin Madara akan mau menerima kerja samamu jika tahu motivasimu yang sebenarnya?"

Naruto mengamati jalanan yang ramai sore itu, "dia pernah menawariku kerja sama itu."

Kyuubi nyaris kehilangan kendali mobil, "apa?"

"Kakek Madara tahu apa yang terjadi, antara Uchiha Fugaku dan Uchiha Kagami, antara aku dan Uchiha Sasuke." Bisiknya. Ia menatap jendela disampingnya. "Aku heran kenapa semua kakek-kakek suka mencampuri masalah orang lain."

"Jangan bilang Uchiha Fugaku menyingkirkan Uchiha Kagami?"

Naruto angkat bahu, "itu hal lumrah dikalangan pebisnis bukan? Kita tak saling menyingkirkan karena aku tidak tertarik dengan perusahaan begitu juga kau. Tapi keluarga lain yang memiliki pewaris lebih dari satu?"

Kyuubi terkekeh. "mereka terlalu memuja harta."

"Tidak salah juga kan?"

"Yah, kalau menuruti keserakahan memang tidak salah."

Kyuubi melirik Gaara yang ternyata menyimak pembicaraan keduanya, "Bagaimana menurutmu, Gaara?"

Bocah 10 tahun itu menatap Kyuubi, "kenapa Paman Naruto begitu ingin menyingkirkan Uchiha dengan bekerja sama dengan Uchiha? Bukankah itu konyol?"

Kyuubi menyeringai. "Pamanmu memang konyol Gaara, dia begitu takut posisinya digeser oleh seseorang."

"Kau bilang Namikaze itu kuat, ternyata tidak sekuat yang kubayangkan." Bocah itu menatap Kyuubi dengan iris polosnya.

Kyuubi terkekeh, "dia paranoid Gaa-chan."

"Jangan memanggilku chan dan kau berbohong padaku kemarin. Paman Naruto sepertinya tak sehebat yang kau ceritakan."

Naruto medelik, "jaga bicaramu, bocah."

Gaara hanya angkat bahu dan Kyuubi tertawa kencang.

"Seperti yang dikatakan Gaara, kau terlalu berlebihan, Naruto."

Naruto diam saja, melengos kesal. "Terserah. Pokoknya aku akan mendapatkan kontrak kerja dengan M Company." Tatapan Naruto berubah menjadi sendu, "setidaknya aku harus melakukan sesuatu untuk keluarga kita."

.

"Kalau kau tidak suka, kita bisa pindah." Ujar Kyuubi.

Keduanya telah sampai di apartemen, sementara Naruto pergi entah kemana.

Bocah itu menatap seisi kamar. Kamar itu biasa saja, bedcover nya berwarna merah polos, dinding bercat putih bersih, perabot disana rata-rata terbuat dari kayu, namun ada satu buah sofa panjang berwana merah disudut ruangan.

"Kau tahu, aku bahkan masih bingung kenapa kau mau menjemputku dari panti asuhan." Bisik Gaara. Untuk ukuran bocah berusia 10 tahun, Gaara tergolong dewasa.

Kyuubi mengacak surai merah Gaara dan mendorongnya masuk ke kakamar. "Kau tahu, waktu seusiamu aku sudah tinggal disini karena orang tuaku tidak begitu akur."

Gaara mengikuti Kyuubi yang duduk di atas ranjang.

"Tapi karena aku kaya, ada beberapa pelayan yang akan datang kesini untuk menyiapkan makanan dan membersihkan apartemen ini. " Disini Kyuubi terkekeh. "Aku tahu bagaimana rasanya makan sendirian, pulang kerumah dan tidak disambut siapapun, bermimpi buruk pada malam hari dan tak ada yang menenangkan, sakit tanpa seorangpun tahu, wali yang tak pernah datang ke sekolah saat diminta."

"Tapi itu bukan bagian terburuknya." Kyuubi menatap Gaara, "bagian terburuknya saat kau tahu ada orang lain yang merasakan hal yang sama denganmu."

"Paman Naruto pun merasakan hal yang sama, diusia yang lebih muda dan aku tidak bisa berbuat apa-apa."

"Kau menyayanginya?" Tanya Gaara.

Kyuubi tersenyum, "sangat. Dia adikku satu-satunya."

Kyuubi bergeser ke hadapan Gaara, berlutut dengan satu kakinya. "Aku menjemputmu karena aku menginginkanmu untuk menjadi bagian dari keluargaku." Kyuubi menggaruk belakang kepalanya, ia tidak pandai berkata-kata. "Aku mungkin bukan orang terbaik yang bisa menjadi keluargamu, tapi aku bisa menjamin aku tak akan pernah meninggalkanmu."

Bulir air mata meluncur membasahi pipi bulat Gaara, membuat Kyuubi gelagapan.

"Apa? Apa aku mengatakan sesuatu yang menyinggungmu?"

Gaara menggeleng, mengusap matanya dengan lengannya. "Bodoh." Bisik bocah itu.

Dan Kyuubi hanya bisa mengelus puncak kepala tomat Gaara.

.

"Aku tidak menyangka kau mau berkunjung kesini, Nii-chan." Konohamaru melonjak gembira saat Naruto datang. Dia bahkan menyambut Naruto dipintu depan kediaman Sarutobi.

Naruto angkat bahu, "kau tahu aku bukannya mau menemuimu." Ucap Naruto pedas.

Konohamaru terkekeh. Ia meminta Naruto untuk mengikutinya ke sayap kiri mansion itu, bagian yang menjadi daerah kekuasaan Konohamaru.

"Aku benci kolam renang." Ucapnya saat Konohamaru mengajaknya ke sebuah gazebo didekat kolam renang.

"Mau kuajari berenang?"

Naruto mendelik sebal. "Jadi, mana sepupumu?"

Konohamaru memeriksa arlojinya, "kurasa sebentar lagi dia kesini." Konohamaru duduk disalah satu kursi dan menuangkan teh untuk Naruto. "Berhubung Nee-san belum datang, bagaimana kalau kita membicarakan permintaanku kemarin?"

"Lehermu akan digorok kakekmu jika dia tahu apa yang kau lakukan."

"Ayolah, aku hanya ingin mengembangkan perusahaan yang belakangan ini terlalu monoton."

Naruto menatap Konohamaru, "sebenarnya aku suka penawaranmu, kurasa kita bisa melakukannya."

Konohamaru tersenyum lebar kemudian menubruk Naruto, memeluknya erat. "Aku sayang padamu, Nii-chan.". Jeritnya girang.

Naruto mendorong pemuda itu menjauh, "jangan terlalu berlebihan."

Konohamaru terkekeh, "oya, mengenai pertunangan Nee-san, sebenarnya aku lebih senang jika hal itu batal." Curhatnya.

Naruto mengangkat alisnya heran, "kenapa?"

Wajah Konohamaru memerah, "Nii-chan tahu Hanabi?"

"Model yang pernah punya skandal denganmu?"

Konohamaru mengangguk, "sebenarnya aku menyukainya."

Naruto tertawa, "benarkah? Lalu dimana letak masalahnya?"

"Dia adik Neji, Hyuuga Hanabi."

"Aku tidak akan membantumu menyingkirkan Neji."

"Aku tidak bilang begitu, aku hanya memberitahumu, Nii-chan."

"Jadi ada apa kau memanggilku, Konohamaru-kun?" Suara feminin wanita mengintrupsi percakapan mereka.

Naruto mendapati Sakura telah berdiri diujung undakan gazebo.

Konohamaru berdiri, kemudian turun dari gazebo. "Ada seseorang yang ingin bicara padamu, Nee-san." Konohamaru pergi begitu saja, meinggalkan keduanya dalam kebisuan.

Sakura berbalik begitu saja, menyusuri jalan setapak ditepi kolam renang. Naruto bergegas menyusul Sakura.

"Sakura, komohon, aku ingin bicara denganmu, sebentar saja." Naruto menangkap lengan kurus Sakura.

Sakura menyentak lengannya kasar. "Membicarakan apa? Kita tidak punya urusan lagi, Naruto-san."

Naruto menatap lekat Sakura. "Tidak adakah kesempatan untukku?" Suaranya melemah, saat Sakura menjauhinya, ia merasa dunianya kembali runtuh. Mereka semua salah, Naruto tak sekuat yang terlihat. Dia sudah hancur.

Sakura menggigit bibirnya. Saat ia melihat Naruto bercengkrama dengan Konohamaru, harusnya ia pergi saja. Karena sekarang Sakura merasa ia tidak mampu lagi membendung perasaannya.

"Sakura?"

Dan bodohnya, Sakura dibuat tersesat oleh sapphire yang menatapnya penuh harap. Sapphire yang seolah mengundangnya untuk menyelami apa yang ada dibaliknya.

"Kau tahu, kau bilang setiap kehidupan berharga, dan aku sungguh ingin menghargainya." Naruto memulai. "Tapi belakangan semuanya seolah kembali menjadi begitu memuakkan."

Sakura tidak bergerak dari posisinya, karena begitu ia bergerak ia tahu ia akan langsung mengubur diri dalam dekapan Naruto.

"Entah kenapa aku begitu lelah, Sakura." Bisiknya. "Aku kehabisan alasan untuk hidup." Ya. Pertemuannya dengan Sasuke membangkitkan sesuatu dalam hatinya, membuatnya kembali menganggap dirinya begitu menjijikkan.

Sakura merasa hatinya teriris, ia seolah bisa mengerti kecamuk yang dialami Naruto.

"Aku tidak berhak untuk kesempatanmu, aku terlalu menjijikkan untuk itu." Naruto tersenyum, senyum yang megoyak hati siapapun yang melihatnya. "Karena itu, berbahagialah."

Naruto menjauh, Naruto lelah dengan semuanya.

Dan Sakura hanya berdiri diam disana tak mencoba menghentikan lelaki pirang itu.

.

TBC

.

Akhirnya berhasil update. Super lama, hahahaha. Biarlah, daripada discontinue.

Saya tahu ini makin drama. Mungkin pada tanya kenapa nggak bikin Sakura langsung berbalik terus bilang cinta sama Naruto, tapi ya masa semudah itu. Sakura juga punya masalahnya sendiri.

Banyak nama baru bermunculan, konflik melebar lagi, Sasuke muncul lagi.

Naruto mungkin terlihat super lembek, tapi saat kita ditinggalkan oleh orang yang penting untuk kita berkali-kali, rasanya nggak akan semudah yang kita bayangkan.

Thanks to ara dipa, NenkcChubby, elleoni Eileen, ayuhanifah, Acchan48, Aion Sun Rise, Guest, luffi syahrizal, Andromeda, Yudha Bagus Satan Lucifer, kuziya, Dea, ariwidian12, dan Lol. Review kalian sungguh berarti untuk saya. Mohon maaf jika ada kesalahan penulisan pen name.

Untuk adib alfyan, maaf jika tulisan saya kurang berkenan untuk anda.

See you~