Naruto © Masashi Kishimoto

Warning: AU. OOC. Too much drama. Jika anda tidak berpikir terbuka tentang hubungan sesama jenis, lebih baik tekan tombol back. NaruSaku fanfiction.

Yesterday and Tomorrow © setyavvati

.

Chapter 14

.

"Jadi?"

Segelas minuman disodorkan dan diterima jemari lentik sang penanya.

Namikaze Naruto tersenyum, senyum yang bahkan tak sampai ke matanya. "Kau keberatan?"

Shion tertawa kecil dan mengamati sekeliling ballroom pesta yang dipenuhi pebisnis kelas kakap. Tampak beberapa pasang mata menaruh tatapan penuh minat pada keduanya.

"Kau mencari pelarian, Naruto-san?"

Naruto meneguk minumannya sendiri. "Inginnya begitu." Gumamnya, matanya mengawasi seorang lelaki tua klan Uchiha yang tengah berbincang dengan sepupu neneknya. "Sayangnya aku sudah menyerah."

"Aku tak tahu Hashirama-sama masih tertarik dengan bisnis." Ujar Shion, ikut melihat sesuatu yang menarik minat Naruto. "Kukira setelah dia menyerahkan Senjuu pada Tsunade-sama, dia tak akan mau terlibat lagi."

"Dia hanya mengunjungi teman lamanya." Naruto menyahut. "Kakek Hashirama tak akan sudi mencicip dunia bisnis lagi."

"Sayang sekali." Gumam Shion. "Senjuu pernah begitu berjaya ditangannya."

Naruto angkat bahu.

"Kudengar kau ingin menjalin kerja sama dengan Uchiha Madara-sama?"

Naruto mengguk, "begitulah."

Shion menatap Naruto lekat, "Kau yakin?" Shion menimbang apa yang hendak ia ucapkan. "Kau tahu bukan jika dia licik?"

Naruto tersenyum tipis, "memang kita tidak?"

Shion sedikit terkejut dengan tanggapan santai Naruto, kemudian menatap orang-orang disekitar mereka. "Kau benar."

"Tapi…" Naruto meletakkan gelasnya, "kali ini aku tak punya motif apapun selain bisnis."

"Kukira ada sangkut pautnya dengan Sarutobi." Sahut wanita cantik itu.

Naruto angkat bahu.

"Namikaze?"

Naruto mendapati Uchiha Madara berdiri di belakanganya bersama Hashirama. Ia tersenyum kemudian mengulurkan tangannya dan Madara menyambutnya.

"Lama tak bertemu, Madara-sama."

Lelaki tua itu mengangguk, "aku tak menyangka akan menerima proposal kerja sama darimu," Madara melirik Hashirama, "sejak Senju bergabung dengan Namikaze, perusahaan kita tak bernah sekalipun bersingggungan."

"Jangan katakan kau masih marah, Madara?" Sela Hashirama.

Sang Uchiha tak menjawab, namun mengirimkan tatapan tak senang pada Hashirama dan ditanggapi dengan senyum oleh yang bersangkutan.

Naruto ikut tersenyum melihat interaksi mereka. "Saya merasa, sudah saatnya hubungan Namikaze-Senju dengan Uchiha kembali dijalin."

Madara masih memasang wajah keruh. "Aku tak tahu pasti apa motivasimu, Namikaze."

"Saya sudah menjalin kerja sama dengan Breeze untuk pasar Jepang dan Eropa, sementara saya mengajukan kerja sama dengan Uchiha untuk menangani wilayah Asia daratan dan Asia Tenggara." Naruto dengan kepercayaan diri seorang pebisnis yang sudah terlatih sejak ia masih remaja berujar lancar. "Saya yakin proyek yang menanti kita tidak akan mengecewakan."

"Kau mengejek, bocah?" Dengus Madara. "Jangan kira aku tak tahu deal-mu dengan keluarga Wang."

Naruto tersenyum, "maka dari itu Anda pasti bisa membayangkan, proyek macam apa yang mampu kita kerjakan." Ia berujar santai namun terdengan sangat persuasif, seoah yang tengah dibahas hanya mengenai cuaca hari itu. "Kita sama-sama tahu bagaimana keluarga Wang memimpin pasar Asia daratan."

Madara masih memasang wajah dingin khas Uchiha dan Hashirama terkekeh, "sudahlah, Madara, aku tahu kau sudah setuju detik kau melihat proposal Naruto di mejamu."

"Tutup mulutmu," Uchiha senior mendelik tak suka. Ia kemudian beralih menatap Naruto, "kuharap kau tak mengecewakanku, bocah."

Naruto tersenyum dan membungkuk singkat, "terima kasih, Madara-sama."

Madara berbalik dan Hashirama masih mengekorinya.

"Tangkapan besar, Naruto-san." Celetuk Shion setelah ia kembali dari acaranya beramah tamah dengan koleganya.

Naruto berjalan menuju pintu keluar. "Urusanku disini sudah selesai, kau masih ingin tinggal?"

Shion memperbaiki gaunnya dan mengikuti langkah Naruto. "How about dine? I'm straving."

Naruto mengangguk. "Tapi aku sedang tak ingin makan di restoran mahal seperti kebiasaanmu."

Shion tersenyum, "tidak masalah."

.

"Aku ingin berkas pendukungnya sudah ada dimejaku sore nanti."

Kyuubi berjalan dengan wajah bersungut-sungut. "Dan dapatkan rekaman CCTV yang sudah disingkirkan bajingan itu."

Yugao yang sedari tadi mengikuti Kyuubi, mengangkat sebelah alisnya, "Anda ingin menjatuhkan klien Anda lagi?"

Seringai muncul di wajah lelaki itu. "Dia yang memulai, Yugao, dan aku tak mungkin mengabaikannya begitu saja."

Sang asisten mengehela nafas, "Akan buruk untuk reputasi_"

"_persetan dengan reputasi." Kyuubi berdecak. "Tak ada seorangpun yang boleh meremehkanku. Para pecundang itu harus sadar dimana tempat mereka."

"Harusnya kau jadi jaksa saja, Bos, kau bebas menggigit orang-orang yang kau benci." Sai yang menunggu Kyuubi di lobby menyahut.

"Diam, Sai."

"Kalau begitu saya akan mendapatkan permintaan Anda, Kyuubi-sama. Saya permisi." Yugao pamit.

"Jadi?"

Sai tersenyum kemudian mengeluarkan beberapa lembar foto dari dalam amplop yang dibawanya.

"Perempuan itu berada di Shizuoka." Jelas Sai sambil berjalan beriringan bersama Kyuubi menuju tempat parkir. "Dan menurut pendapatku, dia akan berusaha menemui Naruto."

Kyuubi mendengus. "Dia sudah menolak Naruto."

"Kau bodoh, Bos, dia hanya takut mengecewakan Sarutobi, lagi." Senyum Sai menghilang, "Haruno Sakura tidak dibesarkan sepertimu, dia tahu apa itu penderitaan, karenanya, Naruto jatuh hati padanya."

"Aku tak peduli." Tandasnya, "aku tak akan membiarkan adikku terluka lebih dari ini."

Kyuubi meraih hadle pintu mobilnya, "jangan biarkan dia menemui Naruto."

"Kau iri?"

Delikan tajam didapat Sai.

Sai melambaikan tangannya dan berbalik pergi, "aku akan mengabari perkembangannya, tapi aku tak janji akan mencampuri hubungan mereka."

.

"Nee-san yakin?" Tanya Konohamaru.

Sakura merapatkan mantelnya dan mengangguk mantap. "Aku ingin menemui, Naruto-san."

Konohamaru, lelaki muda itu menghela nafas, bukannya ia tak senang Sakura ingin menemui Naruto, hanya saja situasi saat ini masihlah belum tenang. Ia khawatir, pertemuan keduanya justru menambah runyam masalah.

Konohamaru menimbang, kemudian mengambil kunci mobil yang ia letakkan di samping televisi, "aku akan mengantarmu." Putusnya. Akan lebih mudah jika ia menemani Sakura, ia bisa langsung mengambil tindakan jika sesuatu terjadi.

"Tidak perlu repot-repot, Konohamaru-kun."

Pemuda beranjak dewasa itu menggeleng mantap, "aku juga ingin menemui Naruto-nii, ada beberapa hal yang perlu aku bahas dengannya." Ia berkelit. Jujur ia lebih mengkhawatirkan Sakura. Ia khawatir, Naruto masih terluka akan penolakan Sakura sebelum ini.

Ia sedikit banyak tahu bagaimana Naruto menjalani hidupnya sebelum ini. Ia tahu setan macam apa yang diperangi Naruto untuk bisa bertahan sampai saat ini. Tapi, ia hanya orang luar. Ia dan Naruto memang dekat, namun bukan berarti lelaki bermarga Namikaze itu membuka semua rahasianya.

Sakura meremas tangannya, sedikit gemetar dan gugup. "Apa tidak apa-apa aku menumuinya, setelah semua yang kulakukan?"

Konohamaru yang menyetir tersenyum tipis, "akupun tidak tahu, Nee, hanya saja kau akan lebih menyesal jika tidak berusaha menemui Naruto-nii."

Sakura menghembuskan nafasnya lelah. "Aku sudah keterlaluan."

"Minta maaf akan memperbaikinya."

.

Naruto terdiam saat mendapati Sakura yang berdiri didepannya. Sapphirenya melebar untuk beberapa detik, tenggorokannya tiba-tiba saja tercekat.

"Naruto-san," Sakura berucap ragu. Gadis berambut merah muda itu memakai sundress berwarna kuning pucat, dan entah kenapa penampilan cantik Sakura tidak bisa menutupi gurat-gurat lelah diwajahnya.

Naruto berdehem, berusaha membersihkan tenggorokannya. "Sepertinya kita harus mencari tempat duduk, Sakura," ujar Naruto, ia memimpin jalan dan membawa gadis itu ke kafe di lantai dasar apartemennya.

Setelah memesan secangkir Americano, keduanya duduk berhadapan di kursi yang paling jauh dari pintu.

"Apa kabar?" Tanya Naruto dan demi tuhan ia tidak mengerti kenapa suaranya terdengar begitu bergetar. Setelah penolakan Sakura, ia berusaha menerimanya. Dihadapkan pada Sakura secara langsung seperti ini tentu hal yang tidak mudah untuk Naruto, meski ada bagian dalam dirinya yang merasakan kehangatan saat ia mendapati sosok Sakura.

"Aku baik." Sakura menggigit bibir bawahnya, terlihat ragu dan sepertinya tidak terlalu yakin menemui Naruto adalah pilihan yang benar. "Aku… minta maaf atas kejadian beberapa hari yang lalu." Akhirnya gadis itu berujar kaku.

Naruto menunduk, menatap cangkirnya, "tidak ada yang perlu dimaafkan, Sakura." Jawab Naruto.

Gadis itu meremas tangannya yang berada dipangkuannya. "Tetap saja, aku sudah menyakitimu. Seharusnya aku…"

Senyum Naruto yang begitu sendu menghentikan Sakura. "Aku menyukaimu dan jika kau tidak merasakan hal yang sama, itu bukan kesalahanmu."

Lidah Sakura terasa kelu. Ia menunduk dalam, matanya terasa menghangat, ia tidak tahu apa lagi yang harus diucapkannya.

"Sakura, kau tidak perlu merasa bersalah dan bertanggung jawab atas perasaanku." Naruto menatap Sakura sambil tersenyum, "aku akan baik-baik saja."

"…apa kau tidak lagi menyukaiku?" Tanya Sakura, suaranya kecil sekali, namun Naruto yang duduk didepannya masih mampu mendengarnya.

"Tatap mataku." Ujar Naruto pelan, "angkat wajahmu dan tatap mataku, Sakura."

Sakura mengangkat wajahnya, manik emeralnya bertemu dengan sapphire Naruto yang tampak dalam.

"Aku memang mencintaimu, Sakura, aku bisa melakukan apapun untukmu jika kau juga merasakan hal yang sama. Dan jika kau tidak menginginkanku, aku tidak berhak memaksakanmu dan kau tidak perlu merasa bersalah karena itu." Jelas lelaki itu.

Naruto tampak jauh lebih dewasa, aura yang dimilikinya pun terasa berbeda sejak terakhir kali mereka bertemu. Sakura mengakuinya.

"Berbahagialah, Sakura." Lanjut lelaki itu dengan nada yang begitu menenangkan membuat mata Sakura yang memang sudah merah mengeluarkan bulir-bulir air mata.

Naruto mengusap puncak kepala gadis itu dengan sayang.

Isakan Sakura terdengar, gadis yang biasanya jarang berekspresi itu entah bagaimana biasa begitu emosional dihadapan Naruto.

"Bagaimana jika aku juga menyukaimu?"

Gerakan Naruto terhenti untuk sesaat, namun kembali mengusap kepala Sakura lembut. "Bagaimana kalau kita mengambil waktu untuk diri kita sendiri, Sakura?"

Gadis itu kembali menatap Naruto dengan mata basah.

Naruto menatap lekat kedua netra Sakura. "Kau baru saja melewati banyak hal dalam waktu singkat. Kau masih punya banyak waktu untuk memikirkan semuanya." Senyum terukir diwajah lelaki pirang itu.

"Tidak perlu buru-buru." Lanjutnya. "Aku akan menunggumu Sakura, jika nanti kau masih ingin menghabiskan sisa hidupmu bersamaku, aku berjanji akan menyambut keinginanmu."

Naruto mengambil sapu tangan dari sakunya dan menyeka air mata Sakura. "For now, let's figure it out what the best for us."

.

Minato duduk berhadapan dengan Kyuubi di salah satu restoran di pusat kota Tokyo. Kyuubi menatap Minato tanpa minat dan sesekali menyesap kopi yang dipesannya.

"Bagaimana kabar adikmu?" Tanya Minato.

Kyuubi mengangkat sebelah alisnya, emosi diwajahnya tidak terbaca. "Kenapa kau peduli?"

Minato juga masih memasang wajah tenangnya. Sudah lama ia tidak berbicara berdua dengan kedua putranya dan jujur saja ini terasa sangat tidak nyaman. Namun, Minato mencoba berpikir ulang tentang semua hal yang terjadi pada keluarganya dan juga kekacauan yang mungkin saja ia timbulkan tanpa sengaja semenjak ia bercerai dari Kushina.

"Aku tahu kalian masih membenciku." Ujar Minato tenang, "dan aku juga tahu tidak seharusnya aku mencampuri hidup kalian lagi."

"Lalu?"

Minato menghela nafas, "aku hanya ingin minta maaf atas apa yang terjadi padamu dan adikmu."

Kyuubi tertegun. Yang ia pahami Minato adalah sosok yang tak pernah mau mengakui jika dirinya bersalah apalagi meminta maaf. Yang ia yakini hubungannya dengan Minato memang telah berakhir bertahun-tahun silam. Kyuubi tak pernah mempersiapkan diri jika suatu hari ayahnya akan melunak padanya dan adiknya.

"Kenapa?" Hanya itu yang bisa diucapkan lelaki bersurai pirang kemerahan itu.

Minato menghela nafas, lagi. "Katakan saja aku mulai mengingat alasan-alasan mengapa aku memilih Kushina, alasan aku memulai sebuah keluarga dengannya."

Benar. Beberapa minggu terakhir Kushina dan dirinya banyak berbicara sambil mengenang masa lalu mereka. Sedikit banyak, alasan kenapa Minato memaksa Naruto untuk menikahi wanita yang dipilihkannya adalah karena ia tidak ingin putranya gagal seperti dirinya.

Dan ditambah kabar jika Naruto memiliki kecenderungan seksual yang menyimpang, lengkap sudah alasan Minato ingin menjodohkan putranya.

Yang orang lain ketahui, Minato adalah sosok diktator yang tak tersentuh. Tak akan ada seorangpun yang menyangka jika ia menyalahkan dirinya sendiri atas kegagalan rumah tangganya. Ia berpikir jika saja ia menerima perjodohan yang dulu ditawarkan Jiraiya, bisa saja ia berakhir bahagia.

Tapi ia melupakan beberapa hal. Ia lupa bagaimana dulu ia pernah begitu mencintai wanita bersuarai merah itu. Bagaimana ia begitu bahagia kala itu.

Ia lupa, jika Naruto bukanlah dirinya.

Kyuubi diam saja. Pikirannya mengawang, gamang ia rasakan.

"Mungkin sudah terlambat bagiku untuk menjadi ayah yang layak untuk kalian, tapi aku ingin mencoba memperbaikinya."

"Naruto menyukai seseorang." Ujar Kyuubi. "Karena alasan itulah ia menolak perjodohan itu." Sambungnya. Kyuubi baru sadar, jika kisah adik dan ayahnya tidaklah berbeda.

Minato mengangguk, "aku tahu."

"Kau akan menghalanginya?"

Minato menatap putra sulungnya dalam, "aku menemuimu agar kau membiarkan Naruto mengambil keputusan sendiri."

Kyuubi mengernyit, kemudian mendengus. Sepertinya Minato tahu niatannya untuk menghalang-halangi pertemuan Naruto dan Sakura. "Kau membuatku curiga." Ucapnya.

Minato hanya tersenyum, senyum yang tak pernah Kyuubi lihat lebih dari satu dekade. "Oh ya, dimana Gaara? Kau tidak membawanya?" Tanya Minato.

Kyuubi berdecak, ia benci dengan keluarganya yang seolah tahu segalanya, "dia masih di sekolah." Kyuubi melirik arlojinya. "Dan sekarang aku harus menjemputnya." Lelaki itu berdiri.

"Keberatan jika aku ikut?"

.

Kyuubi menggandeng Gaara menuju apartemennya setelah keduanya makan malam bersama Minato dan Kushina beserta pasangan Namikaze senior.

Ruang tamu masih gelap dan terdapat cahaya dari arah bar kecil didekat dapur yang berdampingan dengan jendela tinggi yang menyajikan pemandangan kota yang luar biasa. Naruto duduk disana seorang diri.

Kyuubi menginstruksikan Gaara untuk masuk ke kamarnya sementara ia menghampiri sang adik.

Kyuubi ikut duduk disamping Naruto, menuang brandy yang sama yang sedang dinikmati adiknya.

"Aku ingin mengurus bisnis di Singapore." Ujar Naruto sambil menatap liquid kecoklatan digelas pendek yang ia pegang. "Kurasa ada baiknya kerja sama yang kita sepakati dengan kakek Madara memperoleh hasil yang memuaskan."

Kyuubi menyesap minumannya dengan khidmat, "jujur aku juga menginginkan hasil yang melebihi ekspektasi." Si sulung menyetujui. "Hanya saja aku kurang suka mendengar idemu setelah aku menerima kabar jika kau bertemu Haruno."

"Seharusnya kau senang, Kyuu," sahut si mata sapphire, "aku tahu kau mencoba menghalang-halangiku bertemu dengannya."

"Sai harus belajar cara menjaga mulutnya."

Naruto terkekeh, kembali meneguk brandy digelasnya hingga tandas kemudian mengisinya lagi. "Tapi, satu hal yang akhirnya kupahami." Ujar Naruto menatap lekat gelas ditangannya, "bahwa apa yang kurasakan berbalas."

Kyuubi mengernyit, menatap adiknya lekat, namun bibirnya membentuk satu garis kaku.

"Aku tahu, sejak awal, Sakura juga merasakan sesuatu, karenanya aku mati-matian mengejarnya." Tandasnya. "Aku memahami alasannya menolakku berkali-kali."

"Karena itu kau memilih pergi?"

Naruto menghela, menatap manusia yang berbagi darah yang sama dengannya lekat, "aku ragu."

Kyuubi menghela nafas, "kau tahu, aku tidak suka ide kau bertemu muka dengan Haruno." Ujarnya tajam, "aku tahu kau pasti akan kacau karenanya."

Kekehan Naruto terdengar. "Seharusnya aku senang saat ia bilang ingin bersamaku, tapi aku malah meragu." Ia menerawang, "aku mencintainya, tapi aku takut dia tidak benar-benar bahagia dengan pilihannya, aku takut ia akan menyesal nantinya."

"Pergilah." Ujar Kyuubi tegas, "kalian memerlukan waktu untuk memikirkan perasaan kalian masing-masing."

"Kalian tahu, semenjak kalian bertemu, banyak hal terjadi dan aku merasa seolah waktu kalian terhenti dan aku tidak menyukainya." Kyuubi berdecak, "kalian harus belajar untuk melangkah lagi, saat semuanya membaik dan kalian yakin dengan perasaan kalian masing-masing, aku bersumpah akan membantu kalian agar bisa bersama."

"Sejak kapan kau menjadi seorang filsuf, Kyuu?"

Sulung Namikaze membuang nafas berisik, kembali mengisi gelasnya yang isinya tandas, "setelah Minato dan Kushina meminta maaf."

Naruto menoleh cepat, menatap kakaknya lekat, mencoba mencari kebohongan. "…"

"Sebelum kau berangkat, lebih baik kau bicara dulu dengan mereka." Kyuubi meneguk minumannya. "Setidaknya mereka berusaha memperbaiki hubungan orang tua dan anak yang sudah lama hancur."

.

Konohamaru membaca berkas-berkas yang ada didepannya dengan tekun. Setelah selesai ia menandatanganinya dan mengembalikannya pada Naruto.

"Aku mendengar kabar burung tentang Nii-san yang akan mengambil alih cabang Asia Tenggara." Konohamaru memulai. Pemuda belia itu manatap Naruto dengan pandangan yang sulit diartikan.

Naruto tersenyum tipis. "Kau mencemaska kakak perempuanmu?"

Hembusan nafas terdengar, Konohamaru menyandarkan tubuhnya ke belakang. Keduanya tengah mengadakan pertemuan disalah satu restoran kenamaan di Tokyo, pertemuan untuk memulai jalinan kerja sama perusahaan mereka secara resmi.

Dua bulan berselang semenjak putusnya pertunangan Hyuuga-Sarutobi, keadaan sudah berangsur tenang dan kabar jika calon penerus Namikaze akan mengambil alih cabang perusahaan di Asia Tenggara sebelum dirinya menerima wewenang yang lebih besar mulai menyebar dikalangan pebisnis. Ajang pembuktian, begitu yang orang-orang tahu.

"Nee-chan sungguh-sungguh." Ujar Konohamaru. "Nii-san pasti bisa merasakannya saat kalian kenapa kalian malah memutuskan untuk mengambil jarak?" Pemuda itu mengiba.

Senyum Naruto menjadi lebih sendu. "Kami butuh ruang dan waktu untuk melihat segalanya dengan lebih jelas, Konohamaru." Naruto menatap anak itu lekat. "Karena hubungan yang ingin kumulai dengannya adalah hubungan yang akan berlangsung selamanya, aku ingin dia benar-benar yakin. Aku tidak ingin Sakura menyesalinya."

Pemuda itu gusar kemudian menghembus nafasnya kasar, "baiklah, jika memang itu pilihan Nii-chan."

"Pilihan kami." Tegasnya. "Aku pasti kembali." Ujar Naruto tegas, "aku pasti kembali saat kami bisa menerima masa lalu kami dan mengerti dengan baik perasaan kami. Hingga saat itu tiba, jika memang Sakura masih menginginkan hal yang sama, aku tidak akan membuat alasan untuk menolaknya."

"Untuk saat ini, biarkan kami mengambil waktu dan mencoba menjalani hidup dengan benar."

Konohamaru terdiam, seulas senyum sedih terlukis dibibirnya, "sebesar itukah Nii-chan mencintai Sakura-nee?"

"Ya." Lelaki itu tersenyum lebih lembut, "karena itu, kali ini, aku tak ingin terbur-buru."

Naruto merogoh saku jasnya dan mengangsurkan sebuah kotak perhiasan pada Konohamaru. "Tititp ini untuk kakakmu." Ia menunjuk map yang tadi diserahkan Konohamaru, "ini pekerjaan terakhirku disini."

.

TBC