Away From you
Chapter 8 – I needed you
Satu minggu keluarga Hughes akan berlibur ke rumah mertua Gracia, a.ka rumah orang tua Maes. Mereka membawa serta Elycia. Tadinya, Riza ditawarkan untuk ikut… namun masalah pekerjaanlah yan membuatnya terikat di north.
Hari-hari membosankan seperti biasanya… Tapi belakangan ini ia mulai bisa berbicara dengan General Hakuro. Ia harus bisa bertahan di sini. Di sana, Roy juga pasti sedang berjuang, kan ?
"Lieutenant…"
"ya, sir ?"
"sudah berapa lama ?" ekspresinya tidak berubah, tetap sambil menulis, tanpa mengalihkan perhatian pada dirinya.
Riza memasang tampang bingung di wajahnya, walau ia tahu atasannya tidak melihat hal itu. "maksud anda, sir ?"
"anak itu…"
"anak itu ?"
"tidak perlu pura-pura….kuganti saja pertanyaannya. " baru ia meletakan pennya di atas meja, melipat kedua tangannya di atas meja. "apakah itu milik Colonel Mustang?"
Dari mana ia tahu ! Tidak mungkin rahasia mereka terbongkar lagi secepat ini. Bagaimana kalau Roy dipecat gara-gara dirinya ? Bagaimana kalau ia menggunakan hal ini untuk menjadikan kelemahan kami ? gawat…
"….da…dari mana anda tahu hal itu ?"
Hakuro hanya tertawa, lalu bangkit dari tempat duduknya. Ia berjalan ke arah Riza, tepat di depan mejanya. "dokter yang memeriksamu itu sahabatku…perlu kau tahu kalau koneksiku ada di mana-mana…."
Riza hanya terperangah mendengar apa yang baru saja ia dengar. Atasannya memang adalah orang yang perlu ditakuti…. "ann..anda mau melaporkannya kepada atasan ?"
"hukum fraternization, eh !"
Riza mengangguk perlahan. Tangannya sedikit tergetar, dan kepalanya berteriak-teriak. Ia kacau sekali. "pasti gara-gara Gran…"
Ha ! Bukannya ia dan Gran berteman… ! Memang, mereka sama-sama menyeramkan. Dua orang atasan yang termasuk bermuka besi, dan hati baja. Paling dibenci, ditakuti, sekaligus dihormati di military, tentu kecuali Fuhrer.
"Dia memang sengaja menyebarkan berita miring itu untuk menjebak Colonel Roy Mustang. Ia tahu benar sifat dasar Mustang yang suka bemain wanita itu, dan berharap salah seorang di mliter itu jatuh, dan tentu kau tahu… dengan begitu, ia dengan mudah menjatuhkannya…"
Riza melongo keheranan. Setahu dirinya, hakuro juga kurang suka pada Roy. Buktinya waktu ia datang ke East di masalah Scar, ia malah marah-marah dan protes. Sekarang, ia malah membela dirinya ? aneh.
Keesokan harinya, Riza sudah datang pagi-pagi ke kantornya, namun mendapatkan General Hakuro sudah bekerja di atas mejanya. Apakah ia terlambat ? tidak. Jam tangannya saja baru menujukan pukul setengah delapan. Dengan tenangnya, ia menyapa Hakuro dan berjalan ke atas mejanya. Dilihatnya secangkir kopi bertengger di sana.
"sir ?"
"untukmu, Lieutenant."
Wow. Sifat yang tumben baik yang keluar daripadanya. Ia tidak menyangka si seram itu dapat berbuat baik. Hey… manusia berubah, kan ? tapi ia ingin Roy tidak berubah untuknya –tapi kalau jadi lebih sayang padanya sih boleh aja..-
Waktu berjalan cepat sekali. jam waktu makan siang pun segera berlalu, dan akhirnya sore, waktu hampir pulang pun tiba. Hakuro berjalan ke arah pintu, hendak pulang ke rumahnya. Namun, bukannya mengambil jas yang ia gantungkan di hanger yang ada di belakang pintu, justru ia menggantungkan jas military birunya di sana.
"kau belum minum kopimu, lieutenant ?"
"ah..iya. terima kasih." Dengan segera Riza menyeruput kopinya. Ia bukan tipe orang peminum kopi karena ia tidak begitu suka rasanya yang sedikit pahit, apalagi buatan hakuro yang dicampur dengan black chocolate. Namun sebagai wujud menghargai kebaikan atasannya, ia minum juga. "hm… manis ? terima kasih, sir."
"ya… kukira kau terbiasa minum kopi susu…. " katanya sambil mengunci pintu kantor dan kembali ke mejanya.
"ada…yang ketinggalan, sir ?"
"yap… bisa tolong kau ambilkan dokumen di file F nomor 3 ?"
"sebentar, sir…." Riza sibuk mencari filenya, namun merasakan bayangan hitam yang menghalangi pemandangannya. Dilihatnya hakuro berada di hadapannya. "a…ada apa ?"
"riza…kau ingat apa kata-kataku kemarin ?" tanyanya semakin mendekat kearahnya, mencekram kedua tangannya. Mata Riza terasa sedikit berat, dan ia tidak senang namanya dipanggil seperti itu.
kemarin…apa yang ia katakan kemarin ? ia tahu kalau ia sedang mengandung anak Roy. Ia juga tahu kalau hukum fraternization itu sebenarnya tidak ada, hanya alasan gran untuk menjatuhkan Roy. Tunggu. Tidak ada anti fraternization…. Terntara bebas berhubungan antara atasan dan bawahan…. Apa maunya Hakuro sekarang ? dia tahu kan kalau ia sudah mempunyai pasangan, bahkan tengah menunggu anak mereka ? lagipula Hakuro kan sudah punya dua orang anak dan seorang istri di rumah…. Apa lagi yang dia inginkan hanya dari seorang bawahannya ini ?
Matanya berat sekali. berkali-kali batinnya berteriak untuk tetap membuka, namun tidak bisa. Ia curiga atas kopi yang ditawarkannya tadi. Sepertinya sudah dimasukkan obat tidur.
Ia merasakan tangan hakuro dibawah coat militaryna, berjalan ke sana kemari berusaha melepaskan kancing-kancingnya. Dengan seluruh sisa kekuatan yang ada padanya, ia ingin berteriak, namun tidak sanggup. Ia hanya bisa menangis perlahan, sambil berkali-kali mendesiskan nama roy hingga pandangannya betul-betul kelam, dan mimpi buruk yang paling menyedihkan menunggunya.
----
Hari itu, sepulang kerja, ia hanya dapat berlari ke kamar mandi, langsung menyalakan shower dan membersihkan dirinya berkali-kali. Air mata dan air dari shower sudah bercampur di wajahnya. Ia tidak perduli. Riza membenturkan kepalanya di dinding kamar mandi berkali-kali, lalu ia menjatuhkan dirinya, tertelungkup dibawah pancaran air.
Perlakuan pelecehan itu terulang lagi di benaknya. Berkali-kali dan berkali-kali.
BHOEEEK !
Ia tidak tahan lagi.
Roy…. Kau… dimana ? aku butuh kamu….
-----
"Riza ! kami pulang !" teriak Gracia dari arah depan rumah. Terdengar suara langkah kaki yang berjalan dengan cepat ke arah kamarnya. Sepertinya suara Elycia yang sudah tidak sabar lagi ingin bermain dengnanya.
Elycia membuka pintu kamar itu perlahan, lalu melihat ke dalam. Ia menemukan tantenya yang sedang bergulung di dalam selimut, sepertinya sedang menangis. Gadis kecil yang pandai itu segera menutup pintu kamar itu kembali, menyesal perbuatannya tadi yang berisik itu. Ia berlari ke arah mamanya sambil memberitahu apa yang baru saja dilihatnya.
"kau kira ada apa ?" tanyanya pada Maes yang hanya dapat menaikkan bahunya.
"lebih baik mengecek keadaannya saja."
Krrriittt… pintu berdecit. Riza menengadah dari dalam selimutnya. Matanya merah. Rambutnya berantakan. Ia masih dalam seragam militernya namun sepertinya keadaannya seperti bukan riza saja. Gracia masuk perlahan dan duduk di atas ranjangnnya.
"riza…kenapa ?"
Ia tidak menjawab. Hanya menangis saja, berharap mimpi buruknya akan segera berakhir. Gracia keluar kamar sambil menunduk dan menggelengkan kepalanya.
"ia tidak mau bicara apa pun…"
Maes hanya terdiam, lalu mengingat sesuatu. Tangannya cepat menekan tombol telepon yang ada, lalu menekan nomor yang lumayan sudah dihafalnya. Beberapa jam kemudian, seorang pria berambut hitam sudah ada di depan pintu rumah. Perlahana ia masuk ke kamar Riza, menunggunya sadar akan kehadirannya.
"Riza…" pangglnya perlahan. Suara itu… jelas familiar di teilnganya. Ia keluar dari selimut yang menutupi dirinya yang menangis itu untuk melihat orang yang memanggilnya tadi. Hatinya menciut, tidak melihat orang yang ia harapkan, namun setidaknya….ini sudah cukup.
"colonel ?" tanyanya sambil terisak.
"riza… ada apa ?" suaranya mengalun lembut. Walau berbeda dengan milik Roy, tapi keduanya punya cirri khas masing-masing yang klasik terdengar di telinganya.
Riza mengggeleng, menolak untuk berbicara. Tapi ia tahu… ini sebuah masalah dimana ia tidak sanggup untuk menanggungnya sendiri. Dengan suara yang masih terisak, ia maju dan membisikkan sesuatu di telinga Havoc, yang membuat tatapan orang itu menajam, seolah siap untuk membunuh. "kurang ajar dia…"
Riza menangis lagi setelah memberitahukannya. Bayangkan…. Selama satu minggu berturut-turut setiap harinya dia diperlakukan hal yang sama….sudah ketujuh kalinya ditambah hari ini… Dan ia tidak bisa melawan. Ia membenci dirinya yang sekarang kian melemah. Ia….ia takut. sekarang ia trauma. Bayangan itu selalu muncul dikala ia tidur. Setiap malam ia akan terbangun, dengan keringat dan air mata di matanya, dan tidak akan dapat tertidur lagi karena takut memimpikan hal yang sama.
Havoc menarik Riza dalam dekapannya. "maaf…. Aku terlambat…. Roy pasti akan marah besar padaku…"
Roy. Apa yang akan ia katakan kalau ia mendengar hal ini ? ia tidak tahu lagi….
"sudahlah, riza… jangan begini terus…. Masih banyak hal yang harus kau kerjakan…. Termasuk menjaga Roy Jr. mu itu… "
Riza tidak menjawab. Ia sudah tertidur duluan karena kelelahan menangis.
----
Tadi malam, ketika ia sudah lelap, Maes dan Jean membicarakan tentang masalahnya dan meminta agar Riza tidak ditempatkan dibawah Hakuro lagi. Riza terlihat lebih lega mendengar berita itu.
Sekarang… masalahnya tinggal bagaimana ia menjaga si kecilnya ini agar tidak tersebar dari mulut hakuro yang Ia takutkan ingin balas dendam.
TBC
