Title : REDAMANCY
Pair : Yagi Shokichi (Exile Shokichi) ft. OC!Aihara Miyu
Genre : Romantis
Rate : M
.
.
.
Enjoy!
Setelah mendapatkan kabar dari kakaknya yang berada di london mengenai sang ayah yang kritis karena penyakitnya, Aihara Miyu langsung meminta izin kepada manajer utama untuk mengambil cuti lagi. Miyu merasa tidak enak kepada Goro, selaku manajer utama grup Exile, karena ia selalu meminta cuti dengan jangka waktu yang sangat panjang. Sebelumnya Miyu juga sudah mengambil izin cuti selama 1 minggu untuk bertemu ayahnya yang kala itu masih terlihat agak sehat meskipun ayahnya, Ashton Chambers sedang mengidap penyakit berat 2 bulan yang lalu.
Saat Miyu berada di london 2 bulan yang lalu, kakaknya terus meminta Miyu agar tinggal di london bersama dengan dirinya dan juga ayahnya. Miyu harus mempertimbangkan kembali, karena Miyu sudah tidak memiliki keluarga lagi di jepang. Namun, tidak semudah itu bagi Aihara Miyu yang langsung memutuskan untuk pindah ke london bersama kakaknya, karena Miyu masih memiliki pekerjaan yang sangat ia minati di jepang, terlebih lagi alasan Miyu bekerja di sebuah agency besar sebagai seorang manajer yaitu karena penyanyi terkenal seperti Yagi Shokichi.
Miyu saat ini sedang berdiri di depan ruang latihan grup Exile. Miyu tahu kalau di dalam saat ini seluruh member Exile sedang latihan menari dengan koreografer. Sebagai manajer pribadi Shokichi, biasanya Miyu meninggalkan ruangan untuk beristirahat atau mengerjakan pekerjaan yang lain, karena Goro yang akan membantu personil grup di dalam ruangan. Miyu membuang napas panjang dan kemudian membuka pintu. Saat Miyu hendak membuka pintu, dari dalam pintu sebelumnya sudah di tarik duluan oleh seseorang.
"Eh?" ucap laki-laki dihadapan Miyu yang membuka pintu dari dalam, Sekiguchi Mandy.
"Su–sumimasen, Mandy-san." Miyu merundukkan kepalanya dan meminta maaf kepada Mandy tanpa memandang wajah Mandy.
"Kenapa kamu meminta maaf, Miyu-chan. Mau bertemu dengan Shokichi-san ya?~" goda Mandy yang senang melihat bagaimana tingkah Miyu saat ia menyebut nama Shokichi.
Faktanya, hampir seluruh member Exile sangat senang menggoda Miyu.
"Sebenarnya aku ingin bertemu Goro-san." Miyu tersenyum malu.
Dari kejauhan, Goro yang sedang berbincang dengan orang-orang di dalam melihat Miyu dan Mandy yang sedang berbincang. Goro izin pamit sebentar dari perbincangannya dan ia mendekati kedua orang tersebut.
"Oh, Miyu-chan, ada apa?"
.
.
.
Kini Goro dan Miyu berada di ruang tunggu di dekat pintu masuk gedung. Miyu dan Goro saling duduk berhadapan
"Baiklah, jadi ada apa?"
Miyu benar-benar sangat canggung untuk mengatakan hal ini kepada Goro. Sebelum Miyu memulai perbincangannya dengan Goro, Shokichi yang sebelumnya melihat Miyu di ruang latihan pun sangat penasaran tentang apa yang ingin Miyu bicarakan dengan Goro, sehingga laki-laki tersebut menguping pembicaraan Goro dan Miyu tanpa sepengetahuan mereka berdua.
"A–ayahku masuk rumah sakit dan kini ia sedang dalam perawatan intensif." ucap Miyu dan Goro memasang wajah sedikit terkejut.
"Lalu, bagaimana keadaannya?"
Miyu perlahan mengangkat kepalanya dan memandang wajah Goro dengan tatapan sedih, "Kabar terakhir yang aku dengar dari kakakku, ayahku saat ini sedang kritis."
Goro membenarkan posisi duduknya, "Jadi... kau sudah memutuskan tawaran kakakmu untuk tinggal di london?"
Shokichi terkejut mendengar pertanyaan Goro, laki-laki itu merasa gelisah dan penasaran dengan percakapan mereka berdua selanjutnya bagaimana.
"Belum. Aku belum memutuskannya. Hanya saja..." Miyu terlihat malu untuk mengajukan permintaannya untuk mengambil cuti lagi, "Jika Goro-san mengizinkan aku, aku ingin mengambil cuti, lagi."
Goro membuang napas panjang dan terlihat lega sekali mendengar ucapan bahwa Miyu tidak mengambil tawaran untuk pindah ke london.
"Baiklah, aku mengerti. Mungkin kamu bisa mengambil cuti selama satu minggu lagi. Tapi sebelum itu, kamu harus memintanya izin terlebih dahulu kepada Shokichi-san."
Miyu cukup senang mendengarnya, perempuan itu mengangguk-angguk, "Terima kasih, Goro-san."
.
.
.
Malam pun tiba,
Ini adalah waktu untuk kembali pulang ke rumah masing-masing dan tidur untuk beristirahat. Di dalam mobil, Miyu yang duduk bersebelahan dengan Shokichi merasa sangat canggung untuk mengatakan kepada Shokichi jika lusa ia mengambil cuti lagi untuk pergi ke london. Shokichi yang berada di dalam mobil nampak serius memainkan ponsel pintarnya dan terlihat cuek kepada Miyu yang sudah terbiasa di diamkan seperti itu oleh Shokichi, tidak di ajak berbicara.
Setelah sampai di apartemen Shokichi. Miyu yang membantu membawa barang-barang Shokichi masuk ke dalam dan meletakkannya di atas meja. Shokichi berjalan melewati Miyu dan memulai kebiasaannya untuk bersikap dingin kepada Miyu.
"A–anoo, Shokichi-san." Miyu memanggil Shokichi dengan nada suara yang benar-benar takut untuk bersuara.
Shokichi berhenti dan memutar badannya melihat Miyu, "Ada apa?"
"Lu–lusa aku mengambil cuti lagi, ja–jadi seluruh jadwal kegiatan dan yang lainnya akan di handle oleh Goro-san." ujar Miyu.
"Apa ini soal ayahmu?"
Miyu mengangguk.
"Berapa lama?" tanya Shokichi yang sebenarnya ia sudah tau alasan kenapa Miyu cuti.
"Satu Minggu."
Shokichi membuang napas panjang, "Baiklah, jangan terlalu lama disana, aku sangat membutuhkanmu, Hiyoko-chan."
Miyu tersenyum, "Ba–baik! Terima kasih, Shokichi-san."
Shokichi seketika langsung terpanah melihat senyuman Miyu. Laki-laki itu langsung terlihat salah tingkah dan membuang wajah.
"Yasudah, ini sudah malam, kamu harus pulang dan beristirahat."
Miyu mengangguk, "Baik, kalau begitu, selamat malam Shokichi-san, kau juga harus tidur dan beristirahat. Aku pamit dulu."
Miyu memutar tubuhnya dan pergi keluar dari apartemen Shokichi.
Saat Miyu sudah pergi meninggalkan apartemennya, Shokichi masih berdiam diri. Laki-laki itu memegang dada kirinya dan terlihat bingung dengan perasaannya sekarang.
.
.
.
Keesokan harinya,
Siang ini Shokichi ada jadwal wawancara dengan salah satu media terbesar di Jepang. Shokichi saat ini sedang membaca sebuah naskah wawancara dan duduk sendiri di ruangan kosong. Sejak tadi pagi, manajer pribadinya, Aihara Miyu tidak menemaninya untuk memulai kegiatan seperti biasanya, karena Miyu harus mempersiapkan penerbangannya besok, namun Miyu berjanji, jika semuanya sudah selesai, Miyu akan kembali untuk menemani Shokichi. Untuk saat ini, Shokichi ditemani oleh manajer utama, Goro.
"Shokichi-san, maaf menunggu lama." ucap Goro saat ia masuk ke dalam membawa dua gelas kopi panas dan melihat Shokichi yang terlihat tidak seperti biasanya.
Goro duduk di hadapan Shokichi dan Goro melihat Shokichi tengah melamun memandang naskah wawancara. Shokichi tidak membalas sapaan Goro.
"Shokichi-san?"
Shokichi tidak menyaut.
"Anoo, Shokichi-san?" Shokichi langsung terkejut dan melihat Goro.
"Eh?"
"Shokichi-san, kau tidak apa-apa? Kau nampak terlihat tidak sehat dan sedari tadi kau terus melamun.
Shokichi tidak tahu harus menjawab apa, dia juga mulai bertingkah aneh di depan Goro, "Aku?" Shokichi tertawa kecil. "Ha-ha! Aku tidak apa-apa, Goro-san." Shokichi kemudian melihat 2 gelas kopi di tangan Goro.
"Kopi itu untukku?"
"Ah, iya-iya, silahkan." Goro memberikan satu gelas kopi untuk Shokichi.
Shokichi menyesap kopi panas itu dan kemudian Goro pun ikut menyesap kopinya.
Selesai menyesap kopinya, Shokichi melihat jam di arloji yang melingkar di tangan kirinya.
"Tiga puluh menit lagi aku akan mulai wawancara, tapi dia belum datang kesini." gumam Shokichi yang di dengar oleh Goro.
"Eh, siapa?" celetuk Goro saat ia mendengar ucapan Shokichi.
Shokichi kemudian tersadarkan dengan apa yang ia katakan barusan, Shokichi menggeleng, "Oh, tidak-tidak, bukan apa-apa." Shokichi tersenyum.
Goro hanya mengangguk-angguk.
Setelah itu, Shokichi langsung memandang ke arah lain dan memegang dada kirinya.
"Belakangan hari ini, perasaanku semakin aneh jika aku terus memikirkan Hiyoko-chan." batin Shokichi.
Tok! Tok!
Baik Shokichi maupun Goro, keduanya langsung melihat pintu. Pintu terbuka dan terlihat Miyu datang dengan napas yang cukup terengah.
"Shokichi-san, Goro-san, gomenasai! Aku sempat tertinggal oleh bis saat kemari." Miyu mendekati mereka berdua yang sedang duduk dan merunduk minta maaf.
"Oh, Miyu-chan! Ah, tidak apa-apa. Sekarang kamu duduk saja disini dan temani Shokichi-san. Aku harus menemui seseorang." ujar Goro yang menarik Miyu dan membuat Miyu duduk di kursi sebelumnya.
Dengan senyuman lebar, Goro pamit ke keduanya dan membiarkan Shokichi dan Miyu di dalam ruangan.
Miyu membuang napas panjang dan terlihat keringat membasahi wajahnya. Miyu membersihkan keringatnya dengan punggung tangan.
"Ambil ini." Shokichi memberikannya sebuah sapu tangan miliknya.
Miyu menggeleng, "Tidak perlu Shokichi-san, jika aku pakai nanti—"
"Aku benci dengan orang yang menolak."
Miyu seketika langsung terdiam dan kemudian perlahan ia mengambil sapu tangan dari tangan Shokichi.
"Te–terima kasih."
Miyu mengusap wajahnya dengan sapu tangan milik Shokichi. Shokichi pun tersenyum melihat Miyu dan kembali membaca naskahnya. Untuk sekarang, Shokichi terlihat merasa damai dan senang karena ada Miyu bersamanya.
Saat membaca naskah, sesekali Shokichi melirik Miyu. Shokichi terus memperhatikan Miyu dari atas sampai bawah. Sudah hampir setengah tahun ia bekerja bersama Miyu, Shokichi sangat menyukai bagaimana penampilan khas Miyu. Terlihat seperti gadis muda yang sangat lugu dan polos.
Miyu yang meras sedang di perhatikan oleh Shokichi pun langsung menatap balik Shokichi. Shokichi yang ketahuan tengah menatap Miyu langsung salah tingkah dan pura-pura membaca naskah di tangannya. Setelah itu, Miyu langsung merunduk dan terlihat ragu untuk mengatakan sesuatu, kini sekarang giliran Miyu yang menatap Shokichi tengah membaca naskah dan memberanikan diri untuk mengatakan sesuatu.
.
.
.
"Shokichi-san, anoo..."
Shokichi mengalihkan pandangannya dari naskah dan ia melihat Miyu, "Ada apa?"
Saat ingin mengatakan sesuatu, tiba-tiba saja Miyu mengurungkan niatnya untuk mengatakan sesuatu kepada Shokichi. Miyu pun menggeleng, "Ma–maaf, tidak ada apa-apa Shokichi-san."
Shokichi membenarkan posisi duduknya menjadi tegak, "Hiyoko-chan, bisakah kamu duduk di sebelahku?"
"Eh?"
Shokichi memberikan space sofa untuk Miyu duduk di sebelahnya, "Kemarilah, aku pikir ada sesuatu yang harus kamu lakukan untukku sekarang."
Miyu dengan polosnya pun mengangguk. Ia berdiri dan kemudian duduk di sebelah Shokichi. Shokichi tersenyum dan memberikan Miyu tangan kirinya, "Aku ingin kamu memegang tanganku sampai wawancaranya dimulai."
"Eh, ke–kenapa?"
"Aku tidak tahu, tapi hari ini aku merasa aku sedang tidak percaya diri. Aku ingin kamu membantuku, sebagai seorang manajer untuk menyemangati ku."
Miyu terkejut mendengar ucapan Shokichi, karena ini pertama kalinya Shokichi meminta sesuatu yang seperti ini.
Miyu langsung menggenggam tangan Shokichi dengan kuat, "Shokichi-san harus semangat, aku akan menggenggam tangan Shokichi-san."
Shokichi tersenyum, "Thank you!"
Dan kini Shokichi kembali membaca naskah sambil menggenggam tangan Miyu.
.
.
.
Sekarang ini, Miyu sedang berdiri di samping panggung dan melihat Shokichi sedang di wawancarai oleh pembawa acara. Miyu terlihat diam dan terus memandang Shokichi yang tertawa dengan pembawa acara lain. Miyu jatuh hati pada Shokichi. Melihat Shokichi tertawa seperti itu membuat perasaan sukanya terhadap Shokichi semakin besar. Tangan kanannya terus menempel di dada kirinya selama sesi wawancara telah berlangsung, kemudian ia mengingat saat ia bergenggaman tangan dengan Shokichi. Miyu melihat tangan kanannya yang mungil, lalu ia masih bisa merasakan tangan besar Shokichi menggenggam erat tangan kanannya.
Miyu menarik napas panjang dan kemudian pergi melewati beberapa kru televisi. Miyu sedikit berlari melewati beberapa orang yang ada di lorong-lorong gedung. Miyu mencari-cari ruangan dan akhirnya ia memilih untuk masuk ke kamar mandi yang kosong. Miyu menatap dirinya sendiri di depan cermin besar dan perlahan mendekati cermin itu.
Miyu mencoba menahan tangisannya dan terlihat wajahnya sudah mulai memerah. Miyu terlihat sedih karena sesuatu yang hal yang tidak bisa ia dapatkan.
"Sadarlah, kamu tidak pantas untuk Shokichi-san." batin Miyu untuk dirinya sendiri.
Miyu merasa kalau dirinya terlihat sangat tidak cocok dengan Shokichi, Miyu juga merasa minder jika melihat wanita-wanita lain yang berada di sekitar Shokichi. Saat melihat wanita-wanita itu, Miyu langsung berpikir untuk berhenti berharap terhadap Shokichi. Karena menurutnya, berada di sisi Shokichi sudah cukup baginya. Jika memang Shokichi bukan takdir untuknya, maka pertemuan pertama mereka di pantai saat itu hanyalah suatu kebetulan yang direncanakan oleh tuhan. Dari awal, seharusnya Miyu tidak terlalu berharap lebih pada hubungan Idol dan manajer ini. Bagi Shokichi, Miyu hanyalah seorang manajer di mata Shokichi.
Miyu menggeleng pelan dan kemudian menangis. Ia menangis bukan karena hal ini saja, tapi karena sesuatu yang mungkin sudah ia putuskan untuk dirinya yang lebih memilih tinggal bersama kakaknya di London dan meninggalkan seluruh kehidupannya di Jepang. Bisa jadi, Miyu berpikir kalau malam ini adalah malam perpisahan bagi Miyu dengan Shokichi dan yang lainnya.
.
.
.
Saat ini, Shokichi dan Goro sedang di belakang panggung. Mereka berdua menunggu kedatangan Miyu setelah 5 menit yang lalu Goro menelepon Miyu. Terdengar suara Miyu yang sedang berlari dan meminta maaf untuk menyela orang-orang yang berada di studio.
"Sumimasen! Sumimasen!" Miyu kini berdiri di depan Goro dan Shokichi, "Maafkan aku, aku baru saja dari toilet dan mampir sebentar untuk beli minum." Miyu memberikan sebotol air putih untuk Shokichi. "Silahkan, Shokichi-san. Terima kasih untuk hari ini, kamu sudah melakukan yang terbaik!"
Shokichi membuang napas dan mengambil botol minum dari tangan Miyu, "Ha'i, terima kasih juga karena kamu tahu apa yang aku butuhkan sekarang." Shokichi membuka tutup botol dan meneguk minumannya.
Goro menatap Miyu dan menepuk bahu Miyu, "Kalau begitu, sekarang sisanya aku berikan padamu. Aku ada pertemuan penting dengan tamuku." Goro melenggang pergi dan meninggalkan Shokichi serta Miyu bersama beberapa kru televisi yang sedang merapihkan alat-alat.
Selesai minum, Shokichi menatap Miyu, "Hei, kau berangkat besok 'kan?"
"Y–ya."
"Jam?"
"Delapan pagi."
Shokichi mengangguk-angguk, "Okay. Besok aku yang akan mengantarmu, aku akan meminta Goro-san untuk mengubah jadwalku."
Miyu terkejut mendengarnya, "E–eh tapi itu tidak perlu, aku bisa—"
"Hiyoko-chan." Shokichi memotong ucapan Miyu.
"Ya?"
"Kau habis menangis?"
Miyu langsung membuang wajah dan mengusap wajahnya, "A–apa aku terlihat habis menangis? Ha-ha! Maafkan aku Shokichi-san, aku tadi mengantuk dan aku mencuci wajahku, jadi aku terlihat seperti habis menangis."
Shokichi menarik bahu Miyu dan memutar badannya kembali agar Miyu kembali menatap wajahnya, "Jangan berbohong, kau tidak pandai berbohong. Cepat, sekarang katakan, apa atau siapa yang membuatmu menangis?" Shokichi bertanya serius.
"Benar bukan apa-apa kok!"
Shokichi menunggu jawaban jujur dari Miyu. Miyu sendiri terlihat takut saat melihat Shokichi yang terus mengintimidasinya agar Miyu mau membuka suara. Miyu membuang napas panjang dan ia mencoba sebaik mungkin untuk mengatakan sesuatu yang berbeda.
"Aku hanya memikirkan keadaan ayahku." ujar Miyu yang membuat Shokichi mempercayai hal itu.
"Hm, maafkan aku."
Miyu menggeleng, "Tidak-tidak, Shokichi-san tidak perlu meminta maaf. Ha-ha, wajar saja kan jika aku sedih karena ayahku."
Shokichi langsung terdiam saat mendengar ucapan Miyu. Shokichi memejamkan matanya dan kemudian membuang napas panjang.
"Aku tahu apa yang kamu rasakan." Shokichi tersenyum.
.
.
.
Kini Miyu dan Shokichi berada di dalam studio pribadi milik Shokichi. Mereka tidak berdua saja, di dalam sana ada beberapa kru yang bekerja. Saat ini Shokichi dan Miyu sedang duduk di sofa panjang berwarna merah. Seperti biasanya, Shokichi selaku terfokus pada layar ponsel pintarnya dan mengabaikan Miyu yang hanya duduk diam.
Miyu juga memiliki sesuatu hal yang harus di bahas dengan Shokichi, namun Miyu tidak bisa mengatakannya di dalam ruangan yang cukup ramai dengan beberapa orang yang sedang bekerja di dalam studio.
"Ada apa, Hiyoko-chan? Kamu terlihat ingin mengatakan sesuatu, tapi kau selalu menahannya." Shokichi berucap dan Miyu mengangkat kedua alisnya terkejut.
"Eh– ya, soal itu..." Miyu tertawa canggung.
Shokichi mematikan ponsel pintarnya dan menaruhnya di saku celana, "Katakan saja, aku siap mendengar."
Miyu melihat sekeliling ruangan dan ia merasa tidak nyaman dengan orang-orang di dalam studio jika ia mengatakan sesuatu hal pada Shokichi. Shokichi yang memahami itu pun langsung berdiri dan meraih tangan Miyu, membawa Miyu keluar dari studio.
.
.
.
Setelah keluar, Shokichi membawa Miyu ke sebuah lorong sepi.
"Nah, ayo katakan, ada apa?" Shokichi menunggu jawaban dari Miyu.
Miyu mengalihkan kontak mata dengan Shokichi. Sejujurnya ia tidak tahu harus merangkai kata-kata seperti apa tentang keputusannya yang mungkin akan lebih memilih untuk tinggal di London dan mengundurkan diri sebagai manajer pribadi Shokichi.
"Shokichi-san, sebenarnya aku belum memutuskan dengan baik soal tawaran kakakku yang memintaku untuk tinggal di London. Jadi, aku ingin mengundurkan diri sebagai manajer pribadimu."
Shokichi terkejut mendengarnya, kenapa tiba-tiba seperti ini. Shokichi tertawa, "Kalau kau belum memutuskan dengan baik soal tawaran kakakmu itu, kenapa kau langsung membuat pernyataan tentang pengunduran diri?"
Sesungguhnya, dari dalam diri Shokichi, Shokichi takut jika Miyu benar-benar pergi dan memutuskan untuk mengundurkan diri dari pekerjaannya.
"Tapi, begini bukankah lebih baik? Maksudku, selama aku selalu mengabaikan Shokichi-san karena aku sering sekali meninggalkan pekerjaanku akibat masalah pribadiku, akan lebih baik lagi jika Shokichi-san mencari manajer baru. A–aku akan mengatakan hal ini pada Goro-san."
Shokichi membuang napas berat dan ia terlihat marah yang di campur dengan kesedihan yang ia tutupi, "Tidak, aku tidak akan mencari penggantimu sampai kau benar-benar bisa memantapkan hatimu. Bagaimana bisa kau membuat perasaan setengah-setengah seperti ini, kalau kau ingin pindah ke London, silahkan saja."
Nada suara Shokichi seketika berubah menjadi nada suara emosi. Miyu pun langsung dibuat bingung.
"Maaf, Shokichi-san. Ini memang pilihan yang sangat sulit, aku sebenarnya tidak bisa memilih salah satu dari pilihan ini. Kalau bukan karena ayahku, aku—"
"Stop." Shokichi menahan ucapan Miyu. "Jangan bertele-tele lagi, kau harus benar-benar memantapkan hatimu sebelum kau memutuskan salah satu pilihan itu."
Miyu hanya terdiam paham.
Shokichi membuang napas panjang, "Sekarang pulanglah, kau besok ada jadwal penerbangan pagi. Aku ada jadwal makan malam bersama dengan yang lainnya. Ingat, besok aku yang akan mengantarmu." Shokichi tersenyum dan mengelus pucuk kepala Miyu.
...Miyu berjalan gontai saat ia masuk ke dalam flat kecilnya. Perempuan itu terlihat lesu sekali akibat percakapannya dengan Shokichi. Seketika Miyu berpikir kalau ucapan Shokichi itu benar, Miyu tidak boleh ambil keputusan setengah-setengah dalam memilih sesuatu. Rasanya Miyu ingin sekali menangis saat ini.
Miyu melihat koper yang berisi pakaian di tempat samping tempat tidurnya, kemudian ia melihat sebuah amplop yang berisi tiket pesawat dan juga passport di atas meja kerjanya. Miyu membuang napas panjang dan kemudian menjatuhkan dirinya di atas tempat tidur.
Miyu yang menyembunyikan wajah di bantal pun bergumam dan menyebut nama ibunya, "Ibu, apa yang harus aku lakukan."
Selang beberapa detik kemudian, terdapat panggilan masuk di ponsel pintar Miyu. Miyu bangun dan mengambil tas kecil yang biasa ia pakai untuk bekerja. Miyu mendapatkan panggilan masuk dari Trevor, kakaknya.
"Halo, kak?"
.
.
.
Seluruh member Exile the second saat ini sedang makan malam bersama di sebuah kedai resto, tentu saja Goro, sebagai manajer utama ikut bergabung. Mereka membicarakan segala hal yang biasa mereka bahas, namun saat ini Shokichi terlihat tidak semangat seperti biasanya.
"Hei, kau tidak apa-apa?" tanya Kuroki Keiji, salah satu performer grup.
Shokichi menggeleng pelan dan meneguk Soju nya lagi, "Tidak apa-apa."
"Oh iya, dimana Hiyoko-chan? Bukankah dia selalu nempel dengamu, Shokichi." member lain bertanya sambil meledek, dia adalah member tertua di grup ini, Tachibana Kenchi.
"Aku menyuruhnya pulang duluan karena besok dia memiliki jadwal penerbangan pagi." jawab Shokichi.
"Oh benar juga, besok Miyu-chan akan cuti lagi selama satu minggu. Tunggu, apa itu tidak apa-apa, Goro-san? Miyu-chan masih sangat muda sekali, tapi rasanya dia sudah memukul beban yang banyak." tambah Nesmith, sang vokal grup Exile.
"Yah... Aku tidak ragu dengan kemampuan dan kegigihan Miyu-chan, perempuan itu sangat giat sekali dalam bekerja. Aku menyukai semangat mudanya." ujar Goro dan kembali menyesap minumannya.
Semuanya kembali seperti semula, sehingga nada dering ponsel Goro berbunyi. Goro mengangkat panggilan itu.
"Moshi-moshi."
Setelah mengangkat panggilan itu, Goro merasa sangat asing dengan suaranya. Namun saat si penelepon mengatakan siapa dirinya dan juga menggunakan bahasa Jepang yang kurang lihai, Goro langsung mengetahuinya. Si penelepon itu adalah Trevor, kakak Miyu.
Wajah Goro seketika langsung berubah menjadi terkejut, semuanya yang melihat itu pun penasaran.
"Ada apa, Goro-san?" tanya Shokichi.
"Baik, saya mengerti. Tidak-tidak, anda tidak merepotkan sama sekali. Baik, saya akan menemui Miyu sekarang."
Sambungan terputus.
"Ayah Miyu-chan baru saja meninggal." ucap Goro.
Semuanya ikut terkejut mendengarnya, terutama Shokichi yang terlihat khawatir.
"Maaf semuanya, aku harus mengunjungi Miyu-chan sekarang. Kakaknya takut jika terjadi sesuatu hal buruk pada Miyu-chan setelah Miyu-chan mendengar kabar ini. Setelah di telepon, tidak ada reaksi atau dari Miyu-chan."
Baru saja Goro ingin bersiap-siap, Shokichi menahan Goro, "Goro-san, biar aku saja!"
Shokichi memakai jaketnya dan keluar tanpa pamit terlebih dahulu.
.
.
.
Di dalam flat kecilnya, Miyu menangis dan menyembunyikan wajahnya di tepi kasur. Ia menangis sesenggukan dan terlihat sedih sekali setelah mendengar kabar dari London. Miyu belum sempat bercerita banyak pada sang ayah, namun sekarang kesempatan untuk berbicara banyak tidak ada lagi.
Setelah hampir 30 menit menangis di kamar sendirian dan ponselnya terus berdering karena panggilan masuk, pintu flatnya terbuka lebar dan memperlihatkan Shokichi yang datang dengan napas terengah.
"Hei!" Shokichi berlari kecil dan mendekati Miyu. "Tenanglah, semua akan baik-baik saja." Shokichi memegang punggung Miyu.
Shokichi kemudian melihat dan mendengar nada dering ponsel di hp Miyu, ada panggilan masuk dari seseorang yang Miyu panggil sebagai 'Onii-san'. Shokichi mengangkat panggilan itu.
Shokichi mengatakan semuanya pada Trevor di panggilan itu, sekarang Miyu sedang menangis dan Shokichi berada bersama dirinya sekarang. Shokichi meminta agar Trevor tidak terlalu khawatir dengan Miyu, karena Shokichi yang akan menemaninya. Setelah menerima panggilan itu, Shokichi meletakkan ponsel Miyu dan kini berpaling untuk menenangkan Miyu.
"Hiyoko-chan, sshhh... tidak apa-apa, kemarilah." Shokichi memegang tubuh Miyu dan menarik Miyu ke dalam pelukannya.
Miyu menangis di pelukan Shokichi dan Shokichi terus mengelus punggung Miyu dan menenangkan Miyu. Miyu pun tidak berbicara dan dia hanya menangis terus menerus. Shokichi semakin mengeratkan pelukannya pada Miyu dan sesekali ia mencium pucuk kepala Miyu.
Malam ini, Aihara Miyu kembali kehilangan seseorang yang sangat ia cintai. Lagi-lagi, Miyu harus menerima ketakutan ini, ketakutan akan ditinggal oleh seseorang yang sangat ia cintai.
—Fin
