ROTG is from Dreamworks
WARNING: SLASH Sexual Content!
Jack sudah sangat lelah. Dia tak ingin terbangun lagi, lalu terprovokasi dan tercuci otak oleh Pitch lagi, dan dia pun jadi kambing hitam lagi.
"Seseorang, tolong... aku..."
Itu adalah perkataan refleks. Jack pernah melihatnya sebelumnya. Saat seorang anak tersangkut di ranting pohon yang cukup tinggi, anak itu berteriak seperti itu. Jack yang langsung menolongnya membuat anak itu terlihat sangat bahagia, sampai menangis. Bagaimana rasanya?
Apakah dia juga bisa berkata begitu? Meminta tolong, yang bahkan tak ada jaminan ada orang lain di sekitarnya saat ini. Dia terbiasa melakukan hal sendiri termasuk pada saat-saat yang benar-benar bahaya. Terlebih lagi sekarang dia ada di...
Oh, tidak. Ini tanah berdedaunan gugur. Banyak pohon tanpa daun yang menjulang tinggi mengerikan. Langitnya gelap kemerahan, dan... bulan merah.
Oh, tidak. Oh, tidak. Oh, tidak.
Untungnya, dia ada di tengah jalan berpaving yang banyak lampu jalannya. Terseok-seok mencari tempat perlindungan, Jack akhirnya menemukan sebuah gubuk kayu kecil yang diterangi lampu bohlam kecil.
Entah milik siapa, untuk apa dan kenapa bisa ada gubuk kecil di pinggir jalan lereng gunung seperti ini, Jack pun segera berlindung di sana.
Setidaknya cahaya kuning yang hangat dari lampu bohlam cukup membuatnya merasa aman. Meskipun di luar sana, angin berhembus kencang menerbangkan dedaunan kering, dan bulan yang kian merah.
'Hahahahaha.'
Tawa itu. Tawa mengerikan yang bergema besar sejauh telinga mendengar, diikuti oleh bayangan-bayangan raksasa Pitch yang berkeliling merayap pada benda-benda berpermukaan luas.
Pitch telah mengetahui kelemahannya. Kelemahan terhadap kegelapan, kelemahan terhadap tongkat yang terpisah darinya, dan kelemahan terhadap kesendirian.
Jack akan habis malam ini. Tubuhnya menggigil hebat, tak bisa berpikir jenih karena tongkatnya, tongkat yang selalu bersamanya, kini tak ada dalam rengkuhannya.
"Jack?"
Panggil sesosok makhluk dari kejauhan. Jack bangkit dan mengintip dari jendela kecil gubuk.
Bunny.
Tidak. Ini red flag.
Jantungnya berdegup kencang. Segera ia meringkuk lagi lebih rapat dari yang tadi ia lakukan.
Bunny di sini. Dia bahkan tahu Jack ada di sini, dan dia memanggil namanya. Sungguh, Jack merasa riwayatnya akan habis di sini. Tak ada satupun rekan Guardiannya yang tahu kalau dia diculik oleh Pitch hingga akhirnya tersesat di tempat antah berantah seperti ini. Man in Moon? Apakah itu artinya jika sedang gerhana Man in Moon tak bisa membantunya?
Tapi secara teknis, Man in Moon juga tak pernah benar-benar membantunya. Berbicara padanya pun tak pernah. Yang Jack tahu, dia hanya harus percaya pada MiM, entah apa yang terjadi.
"Jack? Di mana kau?"
Suara itu tak terdengar mengerikan. Ini suara Bunny seperti biasa. Bahkan suara itu terdengar khawatir. Tapi sayangnya, Jack telah mengibarkan bendera merah duluan. Dia sudah memilih untuk tak terdistraksi, apapun alasannya.
"Jack, ini aku. Bunny."
Oh, tidak! Suara itu tahu-tahu sudah jauh lebih dekat beberapa meter. Jack memejamkan matanya erat. Dia tak bergeming dari sudut pojok gubuk kecil sedari tadi.
"Jack. Jangan takut. Ini aku."
Suaranya berada persis di hadapannya.
Jantung Jack berasa terhenti seketika. Dan yang lebih gilanya lagi, Jack refleks membuka mata.
Bunny sudah masuk ke dalam dan sekarang ada di depannya. Manik hijau zamrudnya menatap khawatir.
"Jack? Kau tidak apa-apa?"
"Bu... Bunny-"
"Ayo kita pulang." Tangan Bunny bergerak mearih tangan Jack.
"Tidak! Kau... kau...," Jack menepisnya kasar.
"Aku tidak apa-apa, Jack. Kenapa?"
"Kau... bulan... kau...," Jack terbata-bata. Jari telunjuknya yang bergetar hebat menunjuk ke arah bulan. Bunny ikut melihat ke arah luar.
"Pitch di sini. Kemarilah, Jack. Kau tak perlu takut padaku."
"Tapi... kau..."
"Ada apa denganku?"
"Kau tadi bilang jangan menemuimu saat gerhana bulan! Tapi kenapa kau yang mendekatiku!"
"Dengar! Dengarkan aku!" Bunny yang segera sadar bahwa dia membentak Jack pun menghela napas. "Apa yang telah kau ketahui tentangku, Jack?"
"Seri... serigala...," kata Jack terbata-bata. Sungguh, Jack sangat takut menyebutkan kata itu.
"...Baiklah," respon Bunny singkat. Terlampau singkat malah. Jack tak menyangka Bunny akan merespon hanya seperti itu. 'Hanya'? Tunggu. Jangan terdistraksi.
Di luar, Pitch merasa rahangnya mengeras. "Aku sudah terlalu lama menunggu!" Kemudian menggerakkan pasir hitamnya dengan cepat membentuk sulur panjang, yang menghantam jendela hingga pecah, lalu menghantam lampu bohlam.
KRASH!!
'Hahahahaha.'
Tawa besar bergema itu terdengar lagi, tepat pada saat suasana akhirnya gelap gulita.
Dan yang sudah Jack duga... mata Bunny berpendar merah. Gigi taringnya berkilau memantulkan cahaya bulan kala ia menyeringai.
Jack yang menatap nanar, hanya membiarkan air matanya berjatuhan dan sudah pasrah menerima ajalnya sekarang. Ia mengusapnya, tapi tak bisa menghentikannya. Rasa bersalah terbesarnya adalah tak pernah belajar mengeluarkan kekuatannya tanpa bantuan tongkat. Jack pernah coba tapi dia tak bisa, meskipun dia yakin itu adalah suatu hal yang bisa dipelajari.
Apakah dia akan dimakan? Setidaknya Jack berharap dibunuh dulu sebelum dimakan, agar Jack tak merasakan tersiksanya mati perlahan.
Bunny mendaratkan kedua tangannya, menjadikan tubuhnya mamalia berkaki empat sempurna, dan berjalan perlahan mendekati Jack.
Ia baru saja hendak menjilat leher Jack sebelum ditahan oleh 'mangsa'-nya tersebut. "Bunuh saja aku dulu, Bunny." Jack berkata parau.
"Tidak," jawab Bunny dengan suara yang berubah menjadi sangat berat dan serak basah, seperti suara monster.
"Kumohon, bunuhlah saja aku dulu, sebelum kau memakanku."
"Tidak. Aku 'memakanmu' dengan cara lain."
Jack mengernyit bingung.
Bunny mendekatkan wajahnya pada telinga kanan Jack dan berbisik seduktif, "Kau akan menikmatinya, Jack." Lalu menjilat daun telinga itu.
Terus menjilat hingga turun ke leher Jack. Bersamaan dengan tangan berbulu lembutnya yang menyusup ke dalam hoodie biru yang usang itu dan menjelajah setiap inci tubuh Jack dengan sangat perlahan. Bunny benar-benar memanfaatkan tubuhnya yang berbulu halus untuk merangsang kulit manusia Jack dengan sensasi gelitik.
Dan langsung terkabul.
Jack tersentak dan menggeliat risih, tapi tubuhnya ditahan kuat oleh Bunny dan bahkan kedua tangan Jack diarahkan untuk melingkar di bahu Bunny.
"Nngghh...," Jack sekuat tenaga menahan suaranya.
"Jangan ditahan, Sayang. Keluarkan saja, yang keras."
"Ngg... hhh... bunuh dulu aku, Bunny..."
"Tidak, Jack. Diam dan nikmati saja."
Kuku Bunny yang kian runcing dan memanjang bergerak untuk menggores hoodie Jack hingga tersobek. Segores demi segores, hingga akhirnya koyak dan Bunny pun menghentikan aktivitasnya untuk menyobek hoodie malang itu dengan sekali tarikan.
"Argghh!" Jack tersentak kaget.
Bunny menunduk lagi. Lidahnya menjilat-jilat lapar mulutnya sendiri sambil mata merahnya tak lepas dari tubuh atas Jack yang telanjang. "Kau benar-benar sempurna, Jack."
Setelah itu ia bergerak ke leher Jack lagi, untuk menyesap satu titik di bagian kanan tapi tanpa digigitnya. Jack mengerang lagi.
Suara-suara seperti itu merupakan prestasi bagi Bunny. Itu artinya dia berhasil menghilangkan akal sehat Jack. Dengan perlahan Bunny menggesekkan bulu di wajahnya menggelitik leher putih pucat itu, untuk mendapatkan respon erangan yang lebih banyak.
"Ngghh... uh... North, Tooth, Sa-Sandy..."
"Kenapa memanggil nama mereka, Jack? Kenapa bukan namaku?"
Bunny yang sedikit kesal--lebih banyak nafsunya--jadi semakin beringas mencumbui tubuh Jack yang lebih bawah. Tangannya pun juga lebih agresif menguntai tali sialan yang melilit erat pada celana Jack.
Setelah tali merepotkan itu berhasil lepas, dengan cepat Bunny melucuti celana usang coklat dari kaki kurus Jack. Dia sudah tidak sabar.
