"Blue Forest"
.
.
.
.
.
Chapter Seven :
-Miss Hashibira-
.
.
.
.
.
Main Character :
-Inosuke Hashibira-
X
-Aoi Kanzaki-
.
.
.
.
.
Other Character :
-Tanjirou Kamado-
X
-Kanao Tsuyuri-
-Giyuu Tomioka-
X
-Shinobu Kochou-
.
.
.
.
.
Kimetsu no Yaiba - Fanfiction
.
.
.
.
.
Warning (!)
OOC : Inosuke Being A Bucin Boy
.
.
.
.
.
This is My Fourth Fanfiction I Published
I Hope You Like It
Don't Forget To Review After Read
Regards, Aletha.
Inosuke membuka matanya, menampilkan iris hijau yang cantik itu.
Satu hari lagi terlewat setelah sadarnya dirinya dari masa kritis tiga hari yang lalu. Inosuke berhasil melewati itu semuanya, daya tahan tubuh nya yang memang tidak main-main membuat Inosuke bisa kembali sehat seperti sekarang.
Atas bantuan minyak sakura dari Nenek Tua itu, dan juga keberhasilan Shinobu Kochou untuk menyelamatkan lewat operasi itu.
Inosuke sudah berterimakasih kepada Hashira Serangga itu, ah mungkin selanjutnya ia akan mengirim surat untuk Nenek Tua pemilik Rumah Sakura itu.
Sudah tiga hari Inosuke sadar. Setiap harinya Inosuke hanya banyak berdiam di kamar perawatannya. Walaupun beberapakali kali Tanjirou, Zenitsu dan Kanao mengajaknya keluar Butterfly Mansion untuk sekedar latihan atau berbincang sejenak. Tapi Inosuke tetap menolak dengan alasan ia tidak memiliki semangat akan hal itu.
Mengetahui apa yang memang terjadi pada diri Inosuke saat ini membuat ketiganya juga tidak memaksa Inosuke. Terutama Kanao, ia tahu sendiri hubungan istimewa antara Inosuke dan sahabatnya itu. Jadi dia cukup memaklumi keadaan Inosuke saat ini.
Bicara tentang Kanao. Gadis itu telah sadar dua hari yang lalu. Lebih lambat dari Inosuke satu hari. Tapi setidaknya saat ini Kanao sudah bisa beraktifitas dengan baik, walaupun kadang sulung Kamado itu suka melarangnya melakukan pekerjaan yang berat.
Inosuke membalikan tubuhnya kearah kiri, objek yang menjadi fokus matanya berada di sebelah ranjang rawatnya.
Aoi masih tertidur tenang.
Sejak empat hari yang lalu berarti terhitung, Aoi belum menunjukkan tanda-tanda sadarnya dirinya.
Shinobu yang setiap hari memeriksanya juga mengatakan hal yang sama, Aoi memang selamat dari masa kritisnya. Tapi itu bukan berarti Aoi bisa sadar dalam kurun waktu cepat.
Inosuke sebenarnya tidak mempermasalahkan hal itu. Karena ia yakin Aoi baik-baik saja, hanya mungkin gadisnya ini terlalu nyenyak pada tidurnya.
Tapi bagaimana pun juga Inosuke merindukan ocehan garang Aoi. Bagaimana gadis itu selalu memarahinya karena mencuri makanan. Juga tatapan tajam gadis Kanzaki itu ketika Inosuke menggodanya.
Tidak dapat dipungkiri, Inosuke merindukan Aoi.
Karena selain itu, ia belum sempat memberikan permintaan maafnya kepada Aoi.
Sibuk dengan pikirannya, Inosuke menatap Aoi yang tertidur tenang di ranjang rawatnya.
Iris cantiknya menatap wajah Aoi yang memang masih dihiasi beberapa lukanya yang sudah mengering. Surai hitam gadis itu yang terurai membuat Inosuke tersenyum tipis.
Walaupun dalam keadaan seperti ini, Aoi masih tetap manis dan bertambah cantik berkali-kali karena sosoran cahaya mentari pagi yang masuk melalui ventilasi kamar rawat Butterfly Mansion ini.
"Kawaii desu ne..." Inosuke bergumam pelan dengan senyumannya. Terlihat pipinya yang sedikit menirus karena kejadian di Hutan belakang markas Pilar itu, memerah samar-samar.
"Eugh..."
Melotot. Inosuke terkejut bukain main ketika jari tangan kiri Aoi bergerak. Mata gadis itu mengerjap pelan.
"Aoi...!" Inosuke terbangun dari posisinya.
Aoi yang masih berusaha untuk mengembalikan kesadarannya, perlahan-lahan menoleh pada sumber suara disebelahnya. Matanya terbuka dan menyipit berusaha menyesuaikan diri dengan cahaya mentari yang menyorotnya.
Walaupun sedikit buram, Aoi berusaha menajamkan penglihatannya.
Hingga benar-benar melihat dengan jelas laki-laki berpiyama tanpa dikancing yang tengah menatapnya tidak percaya itu.
"Inosuke...?" Lirihnya hampir tidak terdengar.
Inosuke saat itu pula langsung melompat turun dari kasurnya dan berjongkok tepat disebelah ranjang Aoi.
"Aoi... omae-wa..." Inosuke bertanya terbata-bata tidak percaya akan kesadaran Aoi.
Aoi menatap Inosuke yang terlihat begitu bahagia hingga tidak bisa berkata-kata saat ini.
Tangannya perlahan-lahan terangkat.
Puk.
Menepuk pelan kepala laki-laki Hashibira itu. Inosuke mematung.
Aoi tersenyum kecil, "Rambut mu bertambah panjang, Inosuke."
Inosuke hampir melompat tidak percaya saat itu juga, ia meraih tangan Aoi cepat lalu mengenggam nya erat.
"Apakah ini benar-benar dirimu?" Tanya Inosuke masih tidak percaya.
Aoi menatapnya kemudian mengangguk lemas. Mengukirkan senyuman tipis pada bibirnya itu.
GREP.
Aoi hampir terbatuk ketika dalam hitungan Inosuke sudah menarik tubuhnya keatas dan dalam pelukan erat lelaki itu.
"Kenapa kau selalu membuat ku khawatir...? Berjanjilah ini untuk terakhir kalinya." Inosuke melirih dengan wajahnya yang menyelusup masuk kedalam sisi leher Aoi.
Aoi yang keadaannya belum pulih sempurna langsung memukul-mukul dada Inosuke. Harusnya laki-laki itu tahu bahwa berbicara saja Aoi susah payah.
Tapi seolah kebodohannya masih bersarang dalam otaknya, Inosuke tanpa beban memeluk Aoi erat. Yang sialnya itu membuat punggung, dada, dan tangan Aoi terasa retak.
"Dama...re... Baka..." Aoi mati-matian mendorong tubuh Inosuke menjauh.
Inosuke langsung melepaskan pelukannya dan menatap Aoi bingung.
"Apa...? Apa kau tidak merindukan ku...?"
Pertanyaan bodoh yang keluar dari mulut Inosuke. Membuat Aoi yang tengah meremas piyama bagian dadanya, terbatuk.
"Uhuk..."
Mata Inosuke melebar melihat itu, ia langsung mendekatkan dirinya pada Aoi yang kini wajahnya memerah karena menahan sakit pada beberapa titik tubuhnya.
"Aoi? Daijoubu-Ka?"
Aoi menggeleng cepat lalu terus terbatuk. Membuat Inosuke panik saat itu juga.
"Bertahanlah sebentar. Kumohon jangan kembali membuat ku khawatir." Inosuke menyisipkan surai hitam Aoi kebelakang telinga gadis itu.
Kemudian berlari cepat menuju pintu ruangan rawat Butterfly Mansion tempatnya ia dan Aoi saat ini.
Cklek.
Inosuke membuka pintu cepat, menoleh kanan-kiri. Ia mengumpat kesal.
"Kusso!"
Inosuke langsung berlari kencang membelah lorong Butterfly Mansion yang kosong tanpa adanya seseorang disana.
Tujuannya saat ini hanya satu.
Kochou Shinobu.
Hanya pilar serangga itu yang paham kondisi buruk Aoi saat ini.
Padahal hal itu penyebab utamanya juga Inosuke sendiri.
.
"Tomioka-"
"Giyuu-Kun. Hentikan panggilan informal itu, Shinobu."
Giyuu menatap Shinobu memerintahkan. Membuat pilar serangga itu tertawa kecil.
"Ara-ara Giyuu-Kun. Tapi kau harus memanggilku dengan Shinobu-Chan juga." Balas Shinobu santai.
Entahlah, sejak kejadian perdebatan berujung manis itu hubungan Shinobu dan Giyuu menjadi lebih lengket.
Tersenyum manis, wajah Shinobu berubah menjadi merajuk ketika Giyuu menggelengkan kepalanya. Pertanda tidak menyetujui perkataan Shinobu.
"Aku tidak bisa menyetujui untuk itu."
"Ck... Mattaku..."
Shinobu memajukan bibirnya kesal. Giyuu yang melihat itu langsung mensejajarkan tingginya dengan gadis dihadapannya ini.
Tak lupa bibirnya mengukirkan senyum tipis yang menambah ketampanan berkali-kali lipat.
Giyuu menarik dagu Shinobu lembut.
"Tapi tanpa perlu aku panggil -Chan, kau tetap gadis manis dihadapan ku."
"Giyuu-Kun!"
Pipi Shinobu memerah sempurna, ia bersiap memukuli Giyuu. Namun kedua tangannya langsung pilar air itu kunci.
Giyuu menarik Shinobu dalam dekapannya, ia memeluk gadis itu dari belakang dengan erat. Membuat Shinobu mati-matian menahan detak jantungnya yang sudah tidak terkendali itu.
Tanjirou dan Kanao yang tengah menjemur sekeranjang selimut putih itu menghentikan kegiatan mereka.
Fokus mereka sama-sama terkunci pada dua Hashira yang kini tengah bergurau senda. Pemandangan yang cukup asing, mengingat keduanya biasanya sangat bertolak belakang dalam kategori sifat.
Benar-benar... Bahkan Shinobu dan Giyuu melupakan tujuan awal mereka berada di halaman Butterfly Mansion ini yang seharusnya berlatih.
"Shinobu Nee-Chan terlihat bahagia bersama Giyuu-San." Kanao bergumam pelan.
Tanjirou menoleh mendengar itu.
"Apa maksudmu Kanao? Bukannya setiap hari Shinobu selalu tersenyum, itu menunjukkan bahwa dirinya selalu bahagia bukan?"
Kanao menarik sunggingan tipisnya, "Eum. Shinobu Nee-Chan, memang selalu bahagia. Demo... kali ini Giyuu-San lah yang bisa membuat Nee-Chan sebahagia itu."
Tanjirou terdiam mendengar hal itu, tentunya ia cukup paham. Mengingat Kanao sudah bersama Shinobu dan Kanae juga sejak gadis itu masih anak-anak.
Kanao memejamkan matanya, ia sekali lagi teringat kapan terakhir kali Shinobu menampilkan senyum manisnya yang bahagia itu.
Waktu dimana Kanae Kochou masih bersamanya dan juga Shinobu.
Kanao sangat ingat Shinobu selalu tersenyum bahagia, berbeda dari biasanya.
Karena senyuman manis yang biasa Shinobu tampilkan hanyalah senyum palsu, untuk menunjukkan bahwa dirinya baik-baik.
Faktanya Shinobu bahkan selalu menangis dalam diam ketika dalam keadaan depresiz ia selalu mengingat Kanae dan merasa ingin menyusulnya.
Tapi kini berbeda, Kanao rasa Shinobu mulai menunjukkan sisi aslinya lagi.
Senyuman bahagia yang telah lenyap sejak beberapa tahun itu kini kembali pada bibir Shinobu. Dan hal itu hanya seorang Tomioka Giyuu yang bisa melakukannya.
Kanao yakin Shinobu perlahan-lahan akan terhindar dari depresinya. Karena Giyuu adalah lelaki yang bisa mempertahankan senyuman Shinobu.
Kanae Nee-Chan, sepertinya Shinobu Nee-Chan kini kembali menjadi sebahagia dulu. Aku harus berterimakasih pada Giyuu-San nanti, bukan begitu Nee-Chan?
Kanao tersenyum kecil kemudian mendongak menatap hamparan awan putih dilangit yang cerah pagi ini.
Ah dirinya menjadi merindukan Kanae saat ini.
Kanao menggeleng cepat, Kanae sudah bahagia di alam yang berbeda. Berarti saat ini ia harus bahagia juga sama sepertinya dan Shinobu juga.
Benar, Kanao kini juga memiliki sumber energi kebahagiaan sendiri.
Menoleh kesamping menatap lelaki yang sibuk menjemur selimut terakhir dari keranjang.
Kamado Tanjirou, laki-laki yang selalu mengkhawatirkan keadaan nya.
Melihatnya membuat Kanao menjadi senyum-senyum sendiri.
Astaga apakah ini yang biasa disebut budak cinta. Bagaimana bisa Kanao mengalami hal ini.
Benar-benar, mungkin kedepannya ia bahkan akan melampaui kedua Hashira yang selalu bersenda gurau itu.
Dirinya sama saja.
"SHINOBU-SAN!!"
Keempat kepala itu sontak menoleh kearah teras Butterfly Mansion yang pintunya baru saja di geser kasar oleh laki-laki berambut panjang itu.
Terutama Shinobu yang menghentikan gerakannya bersender pada Giyuu. Gadis itu menatap Inosuke penuh tanda tanya.
Inosuke mendapati keberadaan Shinobu, ia langsung melompat turun begitu saja dengan cepat.
Shinobu melepaskan diri pada Giyuu ketika Inosuke berlari menujunya.
Puk.
Kedua tangan lelaki Hashibira itu mendarat pada pundak Shinobu, membuat pilar serangga itu mengerutkan keningnya menatap Inosuke yang bernafas tidak teratur dengan penuh keringat.
"Apa yang terjadi Inosuke-Kun?" Shinobu bertanya dengan senyum manisnya.
Giyuu yang berada dibelakangnya juga ikut menatap Inosuke menunggu jawaban pengguna pernapasan binatang buas itu.
Begitu juga dengan Kanao dan Tanjirou yang penasaran akan hal apa yang membuat Inosuke sepanik ini mencari Shinobu.
Inosuke menarik nafasnya panjang. Kemudian menghembuskannya pelan.
"Aoi... Aoi... Dia... Sekarat..."
Keempat pemburu iblis yang sejak tadi menanti perkataan Inosuke itu melebarkan matanya tidak percaya.
Terutama Shinobu yang langsung menaikkan nada bicaranya.
"INOSUKE-KUN JANGAN BERCANDA!"
"AKU TIDAK BERCANDA! AOI SANGAT KESAKITAN BAHKAN TIDAK DAPAT BERBICARA!"
Dalam sekejap Shinobu telah lenyap dari hadapan Inosuke.
Inosuke terkejut dan langsung menyusul kepergian Shinobu diikuti oleh ketiga remaja yang berstatus temannya itu.
-Blue Forest-
PLETAK.
"ITTAI! NANDAYO KISAMA!?"
"Aku yang harusnya bertanya seperti itu Baka! Bagaimana bisa kau mengatakan bahwa Aoi sekarat tapi hal itu penyebab utamanya adalah dirimu sendiri!"
Inosuke bungkam. Tidak berani membalas omelan berapi-api Shinobu.
"Seharusnya kau tau Inosuke-Kun, bahwa keadaan Aoi masih lemah. Tubuhnya belum bisa menerpa pelukan mu yang jauh dari kata lembut itu."
"..."
Shinobu menghela nafasnya pelan, "Haish mattaku..."
Jadi setelah kedatangan Shinobu bersama yang lainnya tadi, Shinobu tanpa banyak pikir langsung memeriksa keadaan Aoi.
Sebenarnya ia cukup terkejut karena Aoi sadar bukan dalam keadaan tenang, tapi merasa kesakitan.
Padahal prediksi Shinobu tidak seburuk ini. Ia telah melakukan pemeriksaan kepada Aoi dengan seluruh kemampuannya, dan Shinobu sendiri mengatakan bahwa Aoi akan sadar tanpa merasakan rasa sakit berlebih.
Ditengah kebingungannya, Aoi mengatakan bahwa dirinya kesakitan bukan karena sadar dari tidur panjangnya. Melainkan karena pelukan erat dan mendadak Inosuke yang serasa meretakkan tulang-tulangnya.
Tentu saja setelah mendengar itu, Shinobu langsung menarik telinga Inosuke dan menyeretnya keluar kamar rawat Butterfly Mansion.
Ditemani Giyuu, disinilah Shinobu sekarang. Mengomeli pemuda Hashibira itu dengan segala macam kemarahannya karena membuat Shinobu khawatir akan keadaan Aoi.
Ia membiarkan Kanao dan Tanjirou tetap berada bersama Aoi. Agar tidak menimbulkan kecurigaan berlebihan dalam pikiran Aoi kenapa Shinobu menyeret Inosuke, jadi lebih baik jika kedua orang berstatus sahabatnya itu menemani Aoi. Shinobu yakin keduanya dapat mengalihkan pikiran Aoi.
"Seharusnya kau memahami kondisi Aoi, Inosuke-Kun. Tubuhnya menerima banyak bantingan dan luka, ditambah lagi racun dan darah iblis Douma yang terkontaminasi kedalam tubuhnya. Aoi baru sadar dari tidur panjangnya, setidaknya kau bisa memberinya kelembutan sedikit." Shinobu berucap lembut, berusaha memberikan pengertian pada Inosuke yang kini menundukkan kepalanya merasa bersalah.
"Ara-ara, aku mengerti kalau dirimu merindukannya. Tapi kau bisa menunjukkan hal itu tanpa memeluknya, Aoi juga senang bisa melihat mu kembali."
Hingga Shinobu berbicara panjang lebar seperti itu Inosuke masih menunduk, tidak berniat membalas perkataan Shinobu.
Shinobu menggembungkan pipinya, kesal.
Bisa-bisanya laki-laki Hashibira ini membuat Shinobu jengkel sebanyak tiga kali dalam satu hari ini.
Puk.
Shinobu menoleh, dan mendapati Giyuu yang tersenyum kecil padanya seraya menunjuk Inosuke menggunakan dagunya.
Mengerti maksud laki-laki yang mendadak dekat dengannya akhir-akhir ini, Shinobu langsung menghela nafasnya pelan.
Ia kembali menampilkan senyuman manisnya.
"Angkat kepala mu Inosuke-Kun." Perintah yang didasari nada lembut tanpa adanya kemarahan didalamnya itu sukses membuat Inosuke mendongak.
Hal pertama yang iris hijaunya tangkap adalah, Shinobu yang tersenyum manis padanya.
"Aku akan memberi tahu keadaan Aoi, kuharap setelah ini kau bisa lebih berhati-hati dan menjaganya dengan baik."
Berhasil. Inosuke langsung menampilkan wajah penasarannya.
"Bagaimana keadaan Aoi? Aku berjanji setelah ini akan menjaganya lebih baik lagi dan tidak akan menyakitinya kembali."
Shinobu menyipitkan matanya, menandakan senyuman senang terpatri pada bibir cherry nya. Giyuu yang melihat itu pun ikut tersenyum tipis.
"Aoi saat ini masih dalam kondisi lemah. Kedua kakinya mengalami lumpuh sementara, karena racun Kanao yang tercampur dengan darah iblis milik Douma. Kondisinya juga tidak akan secepat itu untuk kembali seperti semula."
Inosuke menahan nafasnya mendengar seluruh perkataan Shinobu.
Belum sempat membuang nafasnya kembali, Inosuke kembali mematung ketika perkataan Shinobu berlanjut.
"Aoi sama sekali tidak boleh kelelahan, kau tau maksud ku bukan Inosuke-Kun?"
Shinobu tersenyum pada Inosuke, lalu meraih telapak tangan laki-laki itu.
"Aku yakin kau bisa menjaganya lebih baik setelah ini. Jangan ulangi kesalahan yang sama, kau mengerti itu bukan?"
Mengelus tangan Inosuke pelan. Shinobu kemudian melepaskan genggamannya dan beralih menoleh pada Giyuu.
"Kau bisa pergi ke kamar rawatnya sekarang. Ayo Giyuu-Kun." Shinobu menggandeng Giyuu yang sejak tadi hanya menyimak.
Keduanya berlalu meninggalkan Inosuke yang masih diam ditempatnya.
Pikirannya melayang tinggi. Memori perkataan Shinobu beberapa detik yang lalu tidak bisa berhenti memutari otak Inosuke.
Menjaga Aoi...?
Astaga apa yang membuat Inosuke seragu ini? Bukannya dirinya sendiri yang mengatakan akan selalu menjaga gadis itu dengan segala kemampuannya.
Menggeram pelan, Inosuke menggeleng tidak setuju pada pemikirannya itu.
Bukan hal yang sulit, aku yakin dirinya akan selalu dalam perlindungan ku.
Ya seperti biasa, sifat percaya dirinya kembali.
Inosuke yang beringas dan penuh kepercayaan diri telah kembali.
Sekali lagi, hanya seorang Aoi Kanzaki yang bisa membuat Inosuke seperti ini.
Huft, dasar budak cinta.
-Blue Forest-
"Tapi sekarang keadaan mu sudah tidak apa-apa bukan?" Tanjirou bertanya pada Aoi yang sudah lebih baik setelah Shinobu periksa tadi.
Aoi mengangguk dengan senyuman tipis, "Lebih baik daripada sebelumnya."
Matanya beralih melirik Kanao yang sejak awal diam berdiri disebelah Tanjirou.
"Kemarilah, aku merindukan dirimu Kanao."
Aoi melebarkan tangannya, memberikan isyarat untuk Kanao menerpa erat tubuhnya.
Kanao tersenyum kecil lalu mengambil tempat disamping kanan Aoi kemudian merangkul gadis itu, tidak memilih membalas isyarat pelukan yang Aoi berikan.
"Tubuhmu masih lemah, jangan macam-macam." Ucap Kanao lembut.
Aoi menoleh padanya kemudian membalas rangkulan Kanao.
"Tapi kau tidak mungkin melakukan hal yang sama seperti baka inoshishi itu." Balasnya santai.
Kanao menggeleng, "Memang tidak, tapi tetap saja kau masih dalam kondisi yang lemas. Jangan lah membantah." Ucap Kanao tegas.
Aoi tersenyum geli lalu mengeratkan rangkulannya pada Kanao.
Tanjirou yang melihat kedua gadis pemimpin Butterfly Mansion itu kini bisa kembali bersama dan saling tersenyum bahagia, membuat hatinya menghangat.
Akhirnya Aoi dan Kanao dapat berbincang ria kembali.
Terbukti keduanya kini Aoi sedang menggoda Kanao, senyuman manis terpasang indah di kedua bibir mereka.
Tanjirou tersenyum senang, setidaknya Kanao lebih baik dari beberapa hari yang lalu. Gadis Tsuyuri itu pasti kesepian tanpa adanya Aoi, tapi kini dia bisa kembali ceria.
Ikatan persahabatan yang erat.
"Nee Kanao... Semua luka pada tubuh mu telah hilang, kau benar-benar hebat bisa pulih begitu cepat." Ucap Aoi memperhatikan seluruh wajah dan tangan Kanao yang tampak biasa.
Maksudnya adalah luka-luka yang ia terima dari pertempuran melawan Douma itu telah menghilang begitu cepat, tanpa meninggalkan bekas.
"Eum?" Kanao melirik tangannya yang dalamn genggaman Aoi.
"Penyembuhan diri mu menakjubkan. Nee , Tanjirou?" Aoi bertanya pula pada Tanjirou untuk meyakinkan pernyataannya.
Tanjirou tersentak dari lamunannya lalu mengangguk, " Nee. Demo, kau juga pasti bisa sembuh lebih cepat Aoi." Balas Tanjirou menyemangati Aoi.
Kanao mendongak dan menatap Aoi lalu mengangguk diiringi senyumannya.
" Soudana. Kau juga pasti bisa sembuh lebih cepat dibandingkan diri ku." Kanao menambahkan.
"Eum." Aoi hanya tersenyum kecil lalu memainkan jari-jemari Kanao yang berada dalam genggamannya.
Ketika ia menoleh ke arah pintu masuk, mata Aoi melebar melihat pantulan dirinya di kaca yang berada di dinding sebelah pintu.
Seolah tertampar kenyataan, genggaman tangannya pada Kanao terlepas. Tubuh Aoi bergetar saat melihat pantulan dirinya.
Wajahnya yang dulu terbilang manis dan cantik kini penuh dengan bekas semua serangan Douma yang belum menghilang.
Aoi kemudian perlahan menarik ujung piyama pasiennya.
Dan air matanya langsung mengalir saat itu juga. Tubuh Aoi membeku melihat beberapa luka goresan yang belum menghilang juga di lengannya. Masih terlihat memerah walaupun sudah mengering.
Apa dirinya selemah ini hingga proses penyembuhannya termakan waktu cukup lama?
Kanao menoleh menyadari Aoi yang tidak bersuara kembali, dan ia langsung melebarkan matanya ketika melihat Aoi tengah menunduk dengan lengan piyamanya yang tertarik. Menampilkan lukanya yang belum menghilang itu.
Kanao mulai gelisah, ia melirik Tanjirou.
Tanjirou bersiap akan membuka mulutnya tapi Kanao langsung mengisyaratkan untuk diam. Gadis itu memberikan kode agar Tanjirou melihat keadaan Aoi saat ini.
Saat itu juga Tanjirou sama-sama melebarkan matanya.
Astaga bagaimana bisa Aoi mengetahui luka-luka ditubuhnya itu? Bukannya sejak tadi Aoi hanya berbincang ringan dengan dan juga Kanao.
Tapi bagaimana bi...sa...
Netra Tanjirou terfokus pada kaca di dinding sebelah pintu.
Saat itu juga ia mengerti.
"Ano... Aoi..." Kanao mencoba meraih tangan Aoi, namun gadis itu langsung menjauhkan tangannya.
Hati Kanao langsung terluka melihat gerakan menolak Aoi.
Aoi menarik nafasnya panjang kemudian mengusap kedua pipinya cepat, ia mendongak dan menatap kedua pemburu iblis yang tengah mengkhawatirkan suasana hatinya.
Aoi berusaha menampilkan senyum manisnya yang menunjukkan bahwa dirinya 'baik-baik' saja.
"Kanao, Tanjirou. Terima kasih telah mendukung ku agar cepat sembuh, sekarang kalian bisa meninggalkan ku? Aku merasa kelelahan." Aoi bertanya dengan nada bergetar, berusaha mempertahankan senyumannya dan menahan air matanya agar tidak tumpah.
"Aoi... Gomen..." Kanao akan menarik tangan Aoi kembali, namun gadis itu kini langsung menggeser tubuhnya.
"Penyembuhan diri ku tidak secepat dirimu Kanao... Jadi biarkan aku beristirahat."
Mata Kanao berkaca-kaca mendengar penuturan Aoi.
Walaupun dalam hatinya Aoi memaki-maki dirinya sendiri yang begitu terlihat lemah.
Memang sejak dulu sepertinya ia tidak ditakdirkan menjadi pemburu iblis. Kondisi tubuhnya benar-benar lemah.
"Aoi... Ini bukan karena keadaan mu... Tapi darah iblis Douma juga salah satu penyebab lambatnya proses penyembuhan mu. Kau tahu itu bukan?" Tanya Tanjirou sembari menjelaskan hal sejujurnya pada Aoi.
" Nee Tanjirou-San, Kanao. Wakkateru, tapi mungkin keadaan fisik ku tidak sebagus Kanao dan Inosuke."
"Jangan berkata seperti itu!" Kanao menatap Aoi tajam agar gadis itu menghentikan perkataannya yang menyakiti dirinya sendiri.
Aoi menggeleng, "Aku berbeda dari dirimu Kanao... Biarkan aku beristirahat saat ini."
"Demo Aoi..."
"Kanao, diamlah." Aoi memutuskan berucap tegas padanya.
Kanao bungkam saat itu juga, ia menghela nafasnya.
Perlahan-lahan bangun dari posisinya dan berdiri sepenuhnya. Kanao meraih lengan Tanjirou.
"Gomen ne Aoi..." Kanao berucap pelan, Aoi tidak membalas dan hanya membuang muka.
Lagi-lagi Kanao menghela nafasnya. Ia mengajak Tanjirou pergi.
"Ayo Tanjirou-San." Kanao langsung menarik Tanjirou pergi.
Tanjirou bingung dan akhirnya memilih mengalah dan mengikuti langkah Kanao.
Sampai di ambang pintu, Tanjirou menoleh sekali lagi pada Aoi yang masih menunduk dalam.
"Kau bisa bercerita pada ku ataupun bersama siapapun Aoi, jangan memendamnya sendirian."
Hal itu yang terakhir Aoi dengar setelah kepergian Tanjirou dan Kanao karena permintaannya.
Helaan nafasnya yang panjang terdengar, air mata Aoi mengalir deras.
Kini ia benar-benar menangis sesenggukan dengan wajah yang tertutupi tangannya.
Sisi lemahnya sekali lagi terlihat.
-Blue Forest-
Inosuke tersentak ketika ia baru saja akan memasuki lorong Butterfly Mansion yang menuju Kamar Rawat dirinya dan juga Aoi.
Kanao dan Tanjirou yang berjalan keluar lorong hampir menabraknya. Inosuke memundurkan tubuhnya spontan.
Menatap keduanya bingung.
"Cepat sekali? Kukira kalian mengobrol banyak dengan Aoi." Tanya Inosuke merasa aneh pada keduanya.
Kanao menunduk tidak bergeming. Inosuke semakin kebingungan, sasaran fokusnya kini jatuh pada laki-laki disebelah gadis Tsuyuri itu.
"Aku tahu kau mengerti apa yang aku tanyakan, Gonpachiro." Inosuke menyilangkan kedua tangannya dan menatap Tanjirou meminta jawaban.
Tanjirou menghela nafasnya panjang. Kemudian menarik senyum tipis.
"Inosuke-Wa, saat ini mungkin yang butuh lebih banyak waktu untuk mengobrol dengan Aoi adalah kau." Tanjirou berucap dengan nada lembutnya.
Tak lupa matanya menyipit karena senyumannya.
Inosuke tidak paham pernyataan Tanjirou. Baru saja ia akan membuka mulut, gerakan bibirnya kalah cepat dengan Kanao.
"Nee, Inosuke. Aku tidak yakin kau bisa melakukan hal ini atau tidak, tapi menurutku hanya dirimu yang bisa memberikan dukungan pada Aoi."
Tambahan kalimat yang meluncur dengan lancar di wajah yang tersenyum palsu itu semakin membuat Inosuke tidak paham keadaan saat ini.
"Kami pergi dulu Inosuke." Kanao lagi-lagi menarik Tanjirou pergi dan melewati Inosuke yang masih kebingungan saat ini..
Otak Inosuke dipenuhi pertanyaan-pertanyaannya mengenai apa yang terjadi antara Aoi, Kanao, dan Tanjirou saat ini.
Sial, baru saja ia khawatir karena keadaan gadis Kanzaki itu. Kini Inosuke kembali dibuat panik oleh seseorang yang sama.
Dengan langkah lebar, pemuda berpiyama yang tidak terkancing itu langsung berlari kencang menuju kamar rawat Butterfly Mansion.
Sekali lagi Inosuke merutuk.
Aoi, bisakah kau tidak membuat ku khawatir satu waktu saja?
.
Inosuke membuka pelan pintu masuk Kamar Rawat Butterfly Mansion.
Tidak berniat mengeluarkan suara, Inosuke perlahan-lahan masuk dan langsung menoleh pada ranjang dimana gadis yang ia cari itu berada.
"Hiks... Hiks... Hiks..."
Inosuke mematung ketika fokusnya jatuh pada Aoi yang tidur memiring dengan wajah tertekan sepenuhnya dibantalnya. Menangis sesenggukan yang suaranya terendam.
Lagi-lagi hati Inosuke kembali terluka, bahkan dirinya belum mengetahui permasalahan yang dihadapi Aoi tapi Inosuke sudah terlanjur diselimuti rasa bersalah.
Perlahan-lahan langkahnya mendekat pada ranjang Aoi, tepat disebelah pinggir ranjang gadis itu. Inosuke berdiri.
Aoi yang masih menangis dengan wajahnya yang tertutupi bantal sama sekali tidak menyadari keberadaan Inosuke.
Hingga sebuah tangan tiba-tiba menarik telapak tangan Aoi untuk membuka wajahnya yang awalnya tertutupi itu.
Aoi membuka perlahan-lahan matanya, merasa kesal pada seseorang yang menganggu waktunya. Tapi begitu melihat keberadaan Inosuke yang kini berjongkok disebelah ranjangnya sembari mengenggam tangannya, Aoi sontak menghentikan tangisannya.
"Inosuke..." Lirihnya serak.
Inosuke menatap Aoi yang kini wajahnya basah dengan air mata dan memerah karena mungkin terlalu lama menangis.
Mengusap pelan anak rambut yang menempel pada pipi Aoi lewat tangan kirinya.
"Apa yang terjadi? Jangan pernah membuang air mata berharga mu tanpa menceritakan masalah mu dengan ku terlebih dahulu." Inosuke mengusap pipi Aoi yang masih mengalirkan sungai kecil air matanya.
Aoi menepis kedua tangan Inosuke dan kembali menarik bantalnya untuk menutupi wajahnya saat ini.
Rasa malunya seketika tercipta, mau ditaruh dimana harga diri Aoi sebagai gadis galak yang dikenal garang di Butterfly Mansion?
Tapi gerakannya kalah cepat oleh Inosuke yang mengunci kedua tangannya.
Aoi tersentak dan spontan meringis, karena lelaki itu terlalu keras mengunci pergelangan tangannya yang masih dalam keadaan terluka.
"Sakit..."
Inosuke langsung melepaskan cekalannya pada Aoi dan mengelus kedua pergelangan gadis itu yang sedikit memerah karena ulahnya.
Untuk kedua kalinya Inosuke menyakiti gadis itu.
"Maaf."
"Hiks... Hiks... Hiks..." Aoi kembali menangis.
Bukan karena kesakitan, tapi melihat Inosuke yang merasa bersalah karenanya.
Inosuke langsung mengusap cepat air mata Aoi yang kembali mengalir keluar itu.
"Hentikan. Sudah kubilang jangan menangis sebelum kau menceritakan masalah mu kepada mu."
Aoi menggeleng kuat, ia berusaha untuk menepis tangan Inosuke namun lelaki itu sepertinya keras kepala.
"Aku lelah Inosuke. Bisa kah kau pergi?"
Inosuke terdiam mendengar penuturan Aoi yang begitu melirih.
"Demo..."
"Keadaan fisik ku tidak sebagus dirimu. Akan lebih baik jika aku banyak beristirahat agar luka-luka ini segera sembuh. Mengertilah."
Otak Inosuke bekerja dua kali ketika Aoi melanjutkan kalimat lirihnya.
Astaga jadi begitu maksudnya.
"Kemarilah, hentikan pemikiran buruk mu itu." Inosuke meraih tangan Aoi lembut dan mengenggamnya.
Dengan tangan yang satunya lagi Inosuke menyibak rambut Aoi yang menutupi wajah gadis itu.
"Aku mengerti maksud mu. Sekarang tataplah mata ku sebentar saja." Inosuke berucap lembut pada Aoi yang masih menutup matanya erat.
"Pergilah." Balas Aoi serak.
Inosuke menggeleng. "Aoi, kumohon..."
Penuturan lembut yang disertai nada sedikit berat itu bagaikan sihir. Aoi menbuka matanya sedikit dan langsung mendapati wajah Inosuke yang berfokus padanya.
"Menangis lah jika memang itu membantu meringankan beban pikiran mu. Tapi saat ini dengarkan aku terlebih dahulu."
Saat itu juga tangis Aoi semakin melepas. Ia sesenggukan dihdapan Inosuke yang menatapnya sayu.
Hampir satu menit dialog keduanya didominasi oleh tangisan Aoi. Akhirnya Inosuke menarik nafasnya panjang ketika tangisan gadis itu mulai mereda.
"Keadaan fisik mu tidak bagus? Jadi ini yang menganggu pikiran mu sejak awal hm?" Dengan nada lembut yang tidak pernah ia tunjukan pada siapapun, Inosuke bertanya pada Aoi.
Tidak menjawab, Aoi masih gemar mendiamkan Inosuke dengan isakkannya.
"Souka..." Inosuke mengangguk-anggukan kepalanya, karena diamnya Aoi baginya adalah jawaban 'Iya'.
Tangannya masih setia mengelus punggung tangan Aoi.
Bersiap mengatakan kalimat selanjutnya, darah Inosuke mendadak mendidih.
"Dengarkan aku Aoi, apapun yang kau alami saat ini adalah murni dari kejahatan iblis brengsek itu. Shinobu-San sendiri yang mengatakan bahwa campuran darah iblisnya dan racun katana Kanao yang membuat penyembuhan mu cukup lama."
"Jangan membuang-buang air mata mu untuk kejahatan iblis yang telah membuat mu menderita pada saat ini. Apa perlu aku pergi untuk bertarung dengannya agar hati mu puas?" Tanya Inosuke yang benar-benar di titik termarahnya dengan Douma.
Masih diam dengan isakkannya. Inosuke langsung bersiap berdiri, sekali lagi diamnya Aoi baginya adalah jawaban 'Iya'.
Jika memang ini bisa memuaskan gadisnya, apapun akan Inosuke lakukan. Bahkan jika dirinya akan mati pada akhirnya.
Aoi yang menyadari Inosuke akan berdiri spontan meremas tangan lelaki itu yang mengenggamnya.
"Diamlah Inosuke, jangan bertingkah kekanak-kanakan." Akhirnya suaranya yang sedikit serak karena terlalu banyak menangis itu terdengar.
Aoi menatap Inosuke yang sedang menahan emosinya saat ini.
Ia mengelus punggung tangan lelaki itu yang kokoh, Aoi merasa bersalah jadinya.
"Maafkan aku, sebenarnya aku yang kekanak-kanakan bukanlah dirimu. Aku hanya berpikiran pendek dan menolak mengetahui fakta sebenarnya. Gomen..."
Inosuke memejamkan matanya mendengar seluruh curahan hati Aoi. Mengatur nafasnya sampai akhirnya ia kembali menatap gadis itu.
"Seharusnya kau memahami itu sejak awal."
Aoi semakin diselimuti rasa bersalahnya.
"Gomen, Inosuke..."
Pertahanan Inosuke runtuh, ia tidak bisa lebih lama lagi bersifat cuek pada Aoi.
Mata hijaunya menatap iris biru Aoi lembut. Inosuke mengenggam kedua tangan Aoi dengan kedua tangannya.
"Seharusnya aku yang meminta maaf, kehebatanku belum cukup untuk menjaga mu tetap baik-baik saja."
Aoi menggeleng cepat, "Aku bukan siapa-siapa bagi mu, Inosuke. Berhentilah merasa bersalah karena keadaan yang aku terima."
Mata Inosuke menyalang mendengar penuturan Aoi yang merasa dirinya tidak berhak menjaga Aoi hanya karena gadis itu bukanlah siapa-siapanya.
Apa perlu Inosuke melabeli Aoi sebagai kekasihnya saat ini juga?
"Jadi menurut mu kau bukan siapa-siapa bagi ku hm?" Inosuke bertanya dengan suara rendahnya.
"Karena aku memang bukan siapa-siapa bagimu." Aoi mengangguk menyetujui perkataan Inosuke.
Inosuke tersenyum kecil kemudian mendekatkan dirinya pada Aoi.
Muach
Muach
Muach
Muach
Muach
Chu~
Aoi melotot ketika Inosuke mengecup setiap luka di tubuhnya yang belum menghilang. Lengan, jari, pergelangan tangan, pelipis, pipinya.
Hingga yang terakhir mendarat pada bibirnya, cukup lama. Aoi ingin memberontak tapi entah mengapa perasaannya mendadak bahagia karena ciuman Inosuke.
Tubuh Aoi melemas, dan itu seolah memberikan lampu hijau bagi Inosuke.
Lelaki itu menggerakkan bibirnya pelan dan melumat bibir cherry Aoi lembut.
Hingga ketika 1 menit berlalu, Inosuke langsung melepaskan bibirnya dari bibir Aoi.
Nafas keduanya memburu, wajah Aoi memerah. Gadis itu berupaya keras menghindari tatapan Inosuke yang tersorot fokus padanya.
Tak jauh beda dari Aoi, telinga Inosuke memerah sempurna. Maklum saja, ini kali pertama Inosuke melakukan hal romantis seperti ini. Dan ia melakukan langsung dengan gadis yang sebentar lagi akan ia ubah nama belakangnya dengan Hashibira.
Inosuke tersenyum geli melihat Aoi yang membuang mukanya, gadis itu menggemaskan sekali karena malu padanya.
Kembali mengulurkan tangannya, Inosuke menarik dagu Aoi lembut.
Sukses membuat wajah menggemaskan yang seperti tomat merah itu kini menghadapnya.
"Mulai saat ini kau harus terbiasa dengan ku yang akan memanggil mu dengan nama belakang ku. Karena sebentar lagi marga nama mu akan benar-benar berubah menjadi Hashibira, Aoi-Chan."
Otak Aoi berhenti bekerja saat itu juga, perkataan Inosuke yang tercampur dengan wajah lelaki itu yang kini berkali-kali lipat lebih tampan sukses besar membuat Aoi kehilangan seluruh pikirannya.
Inosuke kembali menarik dagu Aoi.
Wajah keduanya kini hanya tersisa beberapa cm saja.
"Sekarang berhentilah menyalahkan dirimu sendiri. Karena kau adalah tanggung jawab ku mulai hari ini, jika kau merasa bersalah maka aku yang akan lebih merasa gagal menjaga mu. Kau mengerti itu bukan Aoi Hashibira?"
Chu~
Bersamaan jatuhnya kembali bibir Inosuke pada bibir tipisnya. Aoi terbang ke angkasa hayalannya saat itu juga.
Kini ciuman itu lebih terasa membahagiakan pada Aoi. Dan tanpa sadar dirinya membalas lumatan Inosuke yang ditujukan pada bibirnya.
Aoi Hashibira...?
Tidak buruk juga.
Tunggu! Apa maksudnya Aoi menerima pernyataan Inosuke!?
Seolah menjawab isi hatinya, Aoi hanya tersenyum kecil seraya memejamkan matanya. Menikmati detik-detik berharganya dengan laki-laki beringas yang kini telah melabeli dirinya sebagai kekasihnya.
Ah sungguh dasar walaupun seorang pemburu iblis dan ahli medis. Tetap saja Inosuke dan Aoi adalah remaja muda yang masih dalam tahap beranjak dewasa.
Jadi hal seperti ini cukup lumrah bagi keduanya bukan?
*
TBC
HAI!!!
KEMARIN ADA YANG NYARIIN AKU, WIDIH SEKANGEN ITU YA SAMA CERITA KU?
Tau kok kalian pengen aku cepet-cepet update, aku juga pengen nya gitu.
Tapi tugas sekolah udah kayaknya sayang banget sama aku. Jadinya aku cuma bisa nulis pas mau tidur aja.
So this is for you, aku nulis ini seminggu. Semoga dari 4000 kata ini bisa bikin kalian puas okayyy :D
Inget masih ada satu chapter lagi, jangan tinggalin book ini dulu yaaa
Ini up terakhir sebelum aku PAS seminggu besok, selesainya aku bakalan habisin waktu buat nulis chapter kedelapan alias chapter terakhir.
Chapter kali ini udah puas kan sama uwu-uwu nya? InoAoi, GiyuuShino, TanKana juga dapet dikit-dikit. Semuanya aku bagi rata.
Galupa juga aku kasih sedikit adegan
16 plus
Mana nih penyuka scene kisseu-kisseu? Tunjuk tangan ayoo
Semangat buat yang besok PAS! Semoga hasilnya memuaskan yaa
Biar semangat, makanya di chapter ini aku bikin Inosuke-Aoi udah resmi official!
Ayok ucapkan selamat dulu ke mereka yaa xixixi.
Jangan bosen-bosen sama cerita-cerita ku okayy
Aku sayang sama kalian yang ngikutin cerita ini dari awal
Sekarang aku pamit dulu, kita bakalan ketemu mungkin 2/3 minggu lagi
See You~
And.
Arigato~
