"Blue Forest"

.

.

.

.

.

Chapter Eight :

-Douma Is Comeback-

.

.

.

.

.

Main Character :

-Aoi Kanzaki-

X

-Inosuke Hashibira-

.

.

.

.

.

Other Character :

-2nd Upper Moon : Douma-

-Shinobu Kochou-

X

-Tomioka Giyuu-

-Tokito Muichiro-

.

.

.

.

.

Kimetsu no Yaiba - Fanfiction

.

.

.

.

.

Warning (!)

OOC : Inosuke Being A Bucin Boy

.

.

.

.

.

This is My Fourth Fanfiction I Published

I Hope You Like It

Don't Forget To Review After Read

Regards, Aletha.

"Eugh..." Mata biru itu terbuka kala merasakan sesuatu disalah satu bagian tubuhnya.

Aoi mengusap kedua matanya, berusaha beradaptasi dengan sinar rembulan yang tersorot masuk karena jendela ruangan rawatnya sedikit terbuka.

Ketika melirik ventilasi, Aoi baru menyadari bahwa saat ini menunjukkan waktu tengah malam atau bisa dibilang dini hari.

Merasakan kembali sesuatu dibagian bawah tubuhnya, Aoi bergerak gelisah dan langsung memutar tubuhnya.

Sedikit terburu-buru, Aoi mencoba menurubi ranjangnya sendirian.

Namun ketika kakinya hampir menyentuh lantai yang terbuat dari kayu itu, tangan Aoi yang memegang selimutnya terlepas begitu saja.

"Ha-mph!"

Aoi hampir berteriak tertahan ketika tubuhnya bersiap mencium dinginnya lantai kayu, tapi hal itu kalah cepat dengan sebuah tangan yang sudah terlebih dahulu menahan pinggangnya.

Aoi membuka matanya kemudian menoleh cepat kearah belakang dan mendapati Inosuke yang terlihat berantakan karena terbangun dalam keadaaan tiba-tiba.

Helaan nafas lega langsung keluar dari bibir mungilnya, Inosuke menarik Aoi kembali berada diatas ranjang dengan posisi normal.

"Apa yang menganggu mu ditengah malam seperti ini? Sebelum tidur tadi aku sudah mengatakan bukan jika kau perlu sesuatu bangunkan saja aku." Inosuke duduk disisi ranjang Aoi sambil mengomel pelan pada gadisnya itu.

Aoi menggembungkan pipinya, "Lagi pula Shinobu-San sudah mengatakan bahwa perkembangan ku cukup baik setelah tiga hari yang lalu." Balasnya enteng.

Mata Inosuke menajam mendengar penuturan Aoi yang tergolong menyepelekan kondisinya yang bahkan hanya pulih sekedar bisa menggerakkan badannya lebih banyak.

"Lalu kau mencoba menuruni kasur sendirian, terpleset. Kalau aku tidak bangun, mungkin saja kau sudah kembali tidak sadarkan diri kembali saat ini."

Omelan Inosuke yang kini berbalik keadaan memarahinya itu membuat raut wajah Aoi dipenuhi rasa bersalah.

"Gomen..." Lirihnya pelan sembari memainkan selimutnya dengan jarinya.

Inosuke mengusap wajahnya lelah, berusaha tidak memarahi Aoi lebih dari ini. Akhirnya ia memilih mengalihkan pembicaraan.

"Jadi apa yang menganggu mu di tengah malam seperti ini?" Tanyanya dengan nada mulai melembut.

Aoi langsung menatap Inosuke kembali.

Ah iya dirinya jadi lupa tujuan awalnya menuruni ranjang sendirian. Rasa aneh dibagian bawah tubuhnya itu kembali terasa mengusiknya.

Pipi Aoi memerah sempurna tersorot cahaya rembulan yang masuk lewat ventilasi. Inosuke mengernyitkan dahinya bingung, ia menanyakan hal normal yang biasa namun apa yang salah dengan Aoi.

Tangan Aoi yang memainkan selimut itu perlahan-lahan berhenti, Aoi menatap Inosuke malu-malu. Membuat pikiran Inosuke semakin menjalar kemana-mana.

Apa yang salah dengan kekasih manisnya ini? Aoi tidak dalam keadaan menginginkan sesua-

"Kamar mandi." Lirih Aoi hampir tidak terdengar.

"Huh?" Inosuke mendekatkan wajahnya pada Aoi guna mendengar kan lebih jelas penuturan Aoi.

"Apa yang kau ucapkan? Bisa ulangi?"

Wajah Aoi semakin memerah kala wajah Inosuke yang begitu dekat dengannya memberikan pertanyaan.

"Aku ingin buang air kecil, ke kamar mandi. Inosuke."

Membeku.

Wajah keduanya kini seolah menjadi tomat.

Wajah Aoi memerah tidak karuan, gadis itu menutup matanya dengan tangan yang meremas erat selimutnya.

Tak jauh beda, Inosuke merasakan wajahnya memanas dan menjalar hingga telinganya.

"Oh baiklah... Kemarilah..."

Tanpa aba-aba Inosuke sudah menarik tubuh Aoi dalam gendongan ala pengantinnya. Cukup mudah mengingat tubuh Aoi yang benar-benar ringan dengan lengannya yang kekar.

Berjalan keluar ruangan rawat, Inosuke membawa Aoi.

Kemana? Tentu saja kamar mandi.

Jangan tanyakan keadaan Aoi, yang terlihat saat ini adalah gadis itu mati-matian menahan detak jantungnya yang tidak karuan dan wajahnya yang memerah. Aoi menyembunyikan wajahnya pada dada bidang Inosuke yang terbuka karena piyamanya tidak terkancing. Kebiasaan laki-laki Hashibira itu.

Satu hal yang Aoi sadari dalam gendongannya pada Inosuke saat ini.

Detak jantung laki-laki itu juga sama tidak beraturannya seperti dirinya.

Tentu saja hal itu semakin membuat wajah Aoi lebih memerah dan hampir menyamai warna udang yang biasa dimasak tempura kesukaaan Inosuke itu.

Sial, dirinya ingin menghilang saja dari muka bumi saat ini.

-Blue Forest-

"Panggil saja aku jika kau telah selesai, aku menunggumu didepan pintu. Jangan takut."

Cklek.

Inosuke menutup pintu kayu kamar mandi tempat Aoi berada setelah ia mengucapkan kalimat itu.

Menghela nafas panjang, Inosuke menyenderkan tubuhnya didinding kemudian menguap pelan.

Sebenarnya kejadian terbangunnya tadi itu bukanlah atas dasar kesadaran Inosuke sendiri.

Saat itu Inosuke kebetulan sedang berbalik posisi tidurnya.

Karena gerakan berbaliknya, tentu Inosuke sedikit membuka matanya dalam keadaan setengah sadar.

Namun ketika ia melihat Aoi mencoba menuruni ranjang, mata Inosuke terbuka sempurna.

Baru saja ia bersiap bangun, Aoi terpleset membuat Inosuke langsung melompat cepat menuju ranjang Aoi untuk menahan pinggang gadis itu.

Berhasil, dan selanjutnya kalian tahu sendiri bukan?

Sebenarnya Inosuke cukup emosi melihat Aoi yang benar-benar membahayakan dirinya sendiri.

Padahal sejak tiga hari yang lalu, setiap akan tidur Inosuke sudah memberitahu Aoi jika gadis itu membutuhkan sesuatu ditengah malam dia bisa membangunkan Inosuke.

Apa yang tidak untuk Aoi? Semua hal akan Inosuke lakukan untuknya. Hanya terkhusus untuk Aoi.

Tapi sepertinya Aoi lebih keras kepala dan menganggap seluruh perkataan Inosuke sekedar angin lalu. Dan seolah-olah hal itu memental dari pendengarannya.

Astaga Inosuke sungguh tidak habis pikir, padahal sebelum kejadian di Hutan belakang markas pilar itu Aoi tidak seperti ini.

Entah perasaannya saja atau memang hal ini yang tengah terjadi, Inosuke merasa Aoi lebih kekanak-kanakan dan melawan dirinya.

Mungkin kebalikan dari sifatnya sebelumnya, bisa dibilang dulu Inosuke yang selalu bertingkah seperti anak-anak dan melawan seluruh perkataan Aoi.

Apakah ini balasan dari kelakuannya yang dulu selalu membuat Aoi kehilangan kesabaran?

Sepertinya Inosuke sudah melakukan kesalahan besar dan kini mendapatkan balasannya.

Haish ini semakin membuat kepalanya pening.

Inosuke mengacak rambutnya pelan, matanya kembali memberat.

Bangun ditengah malam bukanlah kebiasaannya, tentu Inosuke tidak terbiasa dengan hal seperti ini.

"Inosuke..." Panggilan pelan Aoi menbuat tubuh Inosuke langsung menegak.

Ia maju satu langkah sebelum membuka pintu.

"Apa sudah selesai? Aku akan membuka pintunya."

"..."

Menganggap itu sebagai jawaban 'Iya' Inosuke membuka pintu kayu itu dan memasuki ruangan dingin didalamnya.

-Blue Forest-

"Baiklah, sekarang kembalilah tidur. Jangan macam-macam lagi tanpa sepengetahuan ku." Inosuke mengusak poni Aoi pelan setelah gadis itu berbaring sepenuhnya.

"Tapi aku tidak berjanji akan hal itu." Balas Aoi menantang Inosuke.

Inosuke berdecak, gadis ini masih sempat-sempatnya saja memulai perdebatan dengannya ditengah mata Inosuke yang bahkan hampir tertutupi sepenuhnya saat ini.

Inosuke pun mencubit hidung Aoi gemas membuat gadis manis itu meringis tidak terima.

"Ittai...!" Aoi mendorong tangan Inosuke paksa membuat laki-laki itu tertawa.

"Jangan bermain-main dengan ucapan ku. Bahkan hal seperti itu saja kau sudah meringis, apalagi terluka kembali?" Inosuke menarik selimut Aoi hingga leher gadis itu.

Aoi memutar bola matanya, "Berlebihan, aku tidak mungkin melukai diri ku sendiri. Hanya babi bodoh seperti mu yang melakukan hal konyol itu."

"Banyak bicara, diamlah. Lagi pula walaupun babi bodoh seperti ini, kau menyukai ku bukan?" Tanya Inosuke menggoda Aoi.

Aoi menggeleng, "Itu hanya pemikiran mu, aku sudah tahu jika aku menolak mu kau pasti akan memaksa ku juga. Jadi sama saja." Ungkapnya santai.

Inosuke tersenyum lebar, "Tetap saja kau sudah menerima ku tanpa perlu pemaksaan dari ku."

Muach.

Inosuke menjatuhkan kecupan manis dan waktu singkat pada bibir tipis Aoi.

"Oyasuminasai, Aoi Hashibira." Bisik Inosuke, Aoi mengangguk dengan wajahnya yang memerah.

Laki-laki itu pun langsung melompat dan berbaring diatas ranjang, tanpa selimut dan posisi yang diatur terlebih dahulu Inosuke sudah memejamkan matanya. Mulai beranjak menuju alam mimpi.

Aoi yang berada diranjang sebelahnya, tersenyum tipis. Gadis itu mengatur ritme detak jantungnya yang tidak terkontrol, ah laki-laki itu selalu saja membuatnya selemas ini.

Aoi merutuki Inosuke. Namun mengingat kembali bahwa banyak hal yang telah Inosuke berikan padanya membuat Aoi menoleh pada laki-laki Hashibira yang sudah tertidur diatas ranjangnya tanpa selimut itu.

Dasar bodoh, merasa angkuh mentang-mentang dirinya sering tidur didalam hutan huh?

Aoi berdecak, sayang sekali dirinya tidak bisa beranjak dari kasurnya. Padahal Aoi ingin menyelimuti Inosuke, rasa kemanusiaannya masih ada.

Tapi mengingat keadaan kakinya yang masih belum pulih membuat Aoi membuang pikirannya itu.

Toh juga Inosuke bahkan kadang-kadang tertidur di dalam hutan tanpa memakai pakaian atasan, apa yang perlu Aoi khawatir kan?

Aoi tersenyum geli kemudian mulai memejamkan matanya, bersiap untuk tidur menyusul Inosuke yang sudah berada didalam mimpinya.

Dua menit...

Tiga menit...

Lima menit...

Tujuh menit...

Sepuluh menit...

Mata itu terbuka dan menampilkan iris biru yang terang bagaikan rembulan malam. Aoi tidak merasakan rasa kantuk didalam dirinya.

Disitu titik paniknya mulai menjalar.

Pemikiran Aoi berjalan kemana-mana.

Astaga, jangan sampai Aoi terjaga semalaman hanya karena dirinya yang tidak bisa tertidur di dini hari saat ini.

Bagaimana ini...? Aoi tidak mungkin membangunkan Inosuke yang baru tertidur selama kurang lebih 10 menit.

Apa yang harus Aoi lakukan?

-Blue Forest-

Terhitung sudah keduabelas kalinya Aoi berbalik posisi tidurnya kearah kanan ataupun kiri.

Helaan nafas panjang akhirnya keluar dari mulutnya. Aoi memejamkan matanya sejenak lalu membukanya kembali.

Terlihat jelas raut frustasi tampak diseluruh wajahnya. Aoi meremas selimutnya untuk menyalurkan seluruh emosinya.

" Mattaku... Apa aku benar-benar akan tetap terjaga hingga pagi hari nanti?" Aoi mengusap wajahnya pelan.

Ia menoleh kesamping dan pemandangan nya tetap sama. Inosuke yang tertidur dalam posisinya, sesekali terdengar dengkuran halus dari lelaki itu. Astaga Inosuke...

Aoi jadi iri, sial andai saja ia bisa secepat tidur seperti Inosuke yang menjatuhkan badan kemudian langsung tertidur lelap.

Sayangnya kali ini rasa kantuk itu tidak berpihak padanya. Aoi jadi kesal.

Baru saja akan kembali menatap langit-langit ruangan rawatnya, Aoi dikejutkan dengan suara jendela yang perlahan-lahan terdorong keluar hingga akhirnya terbuka sepenuhnya.

Angin malam yang dingin pun langsung memasuki ruangan rawat Butterfly Mansion, menyibak kain penutup jendela itu sepenuhnya hingga kini pemandangan luar terlihat sepenuhnya.

Aoi menatap hal itu cukup lama, entah mengapa bulu kuduknya merinding seketika.

Apa ini karena angin malam yang menerpa tubuhnya?

Aoi meremas selimutnya gelisah, kenapa keadaannya memaksa dirinya untuk tidak bisa menutup jendela itu kembali.

Tidak bisa dipungkiri Aoi merasa ketakutan saat ini. Bukan karena apa, tapi entah mengapa Aoi merasakan sesuatu hal buruk mendekati ruangan rawatnya dari dekat jendela.

"Aoi-Chan..."

Menutup matanya, Aoi meramalkan mantra pelindung sebaik-baiknya. Astaga mungkin esok hari dirinya sudah berada dalam dunia surgawi.

Bukan suara Inosuke, Aoi yakin itu. Apalagi suara samar-samar itu sangat terasa terbawa angin hingga masuk kedalam telinganya.

"Aoi-Chan..."

Sekali lagi, Aoi semakin mengeratkan genggamannya pada selimut tebalnya.

Suara itu memang terasa sangat tidak asing, Aoi seperti pernah mengenalnya.

Kriet...

Deg

Deg

Deg

Jantung Aoi berpacu secepat-cepatnya mendengar bunyi jendela yang sengaja dibuka itu.

" Aoi-Chan... Ternyata kau berada disini..."

Wush~

Angin malam terasa menerpa dirinya. Aoi masih memejamkan matanya erat, sampai sesuatu yang tipis mendarat di punggung tangannya.

Awalnya bersikap tidak peduli, namun ketika merasakan kulit punggung tangannya sedikit tergores, Aoi langsung membuka matanya.

Melirik benda yang mendarat di punggung tangannya, mata Aoi melebar melihat itu.

Sebuah kelopak teratai es yang sangat ia kenali.

Tidak lain dan tidak bukan adalah teratai es milik...

Seseorang yang terlihat di siluet jendela ruang rawatnya saat ini.

Jantung Aoi berdegup tidak karuan melihat siluet lelaki dewasa yang sangat ia kenali postur tubuhnya itu.

"Inosuke..." Tanpa sadar ia melirih pelan sambil melirik Inosuke yang tertidur lelap.

Laki-laki Hashibira itu tentu tidak bisa menyadari apa yang terjadi pada Aoi saat ini. Hal ini membuat Aoi semakin di Landa ketakutan.

Bibirnya sangat ingin memanggil nama Inosuke, bagaimanapun juga Aoi ingin keadaan mencekam saat ini segera berakhir.

Tapi sayangnya hati kemanusiaan Aoi lebih besar dibandingkan rasa ketakutannya. Dirinya merasa sudah terlalu banyak merepotkan Inosuke. Aoi kasihan kepadanya, Inosuke selalu berjuang demi dirinya.

Kali ini tidak lagi, Aoi tidak akan membangunkan Inosuke.

Dirinya harus belajar mandiri.

Tentu. Dan peringatan tegas Inosuke agar membangunkan dirinya kala Aoi merasa butuh sesuatu, kini memental jauh dari telinga gadis Kanzaki ini.

Mattaku...

Menarik selimutnya hingga menutupi seluruh tubuhnya, dan wajahnya juga. Aoi pun berdoa dalam hatinya agar kali ini ia benar-benar tertidur lelap dengan cepat.

Sial, cepat lah berlalu keadaan menyebalkan ini. Aoi sangat malas berurusan dengan oknum iblis bulan atas itu.

"Aoi-Chan... Aku merindukanmu... Kita bahkan belum sempat bermain saat itu bukan...?"

Deg. Deg. Deg.

Tubuh Aoi menegang dan keringat dingin mulai bercucuran dari dahinya.

Suara itu... benar-benar suara iblis bulan atas... Douma...

Terbawa angin...

Seolah pikirannya hilang karena kepanikan, Aoi tanpa sadar membuka selimutnya sedikit demi sedikit.

Ketika sorotan rembulan itu mulai terlihat, Aoi menoleh pelan kearah jendela.

!?

Mata birunya langsung melebar melihat seorang lelaki dewasa berambut pirang dan mata pelangi yang tengah berdiri di luar jendela.

Mengipasi dirinya dengan kipas emasnya, dan jangan lupakan sorotan matanya yang menatap penuh tusukan mendalam pada diri Aoi saat ini.

Aoi menahan nafasnya yang mulai tidak teratur. Detak jantungnya berdetak kencang.

Jangan sampai ia terculik lagi. Aoi sangat trauma akan hal itu. Tolong lindungi dirinya saat ini.

Semoga ini hanya mimpi... Hanya mimpi...

Aoi memejamkan matanya dan membuang mukanya.

Tolong katakan padanya bahwa keadaan saat ini adalah mimpi buruk.

"Hihi..."

Tapi sepertinya hal itu tidak mungkin terjadi...

GREP.

Secepat kilat kini tiba-tiba Aoi sudah berada dalam gendongan Douma. Benar-benar tidak dapat di deskripsikan secepat apa gerakan yang mengalahkan kecepatan cahaya itu.

Douma menarik dagu Aoi lembut mendekati wajahnya.

"Senangnya... Kita bertemu lagi putri manis ku..."

"INOSUKE--HMPHHHH"

Mata hijau itu langsung terbuka ketika teriakan Aoi terdengar. Inosuke melompat dari kasurnya dan menoleh kearah kasur Aoi yang kosong. Jantungnya berpacu cepat. Ketika menoleh kearah jendela, Inosuke melihat bayangan seseorang yang tampak baru saja berlari keluar jendela.

"Kusso!"

Langkah lebar dan beringasnya langsung membawa Inosuke berlari keluar ruangan rawatnya ini lewat jendela.

Begitu keluar yang pertamakali ia lihat adalah punggung lebar seseorang yang tengah membawa paksa kekasihnya untuk diculik kedua kalinya.

"Aoi!" Inosuke berlari mengejar seseorang yang membawa gadisnya itu, siapa lagi kalau bukan Douma.

Indera binatang liar Inosuke tidak pernah salah.

.

Douma berdecak kala menyadari bahwa seseorang telah mengetahui niat jahatnya. Karena teriakan Aoi, kini Inosuke mengejarnya. Benar-benar menyebalkan.

"Lepaskan aku brengsek!" Aoi meronta-ronta sambil memukul-mukul punggung Douma keras. Posisinya saat ini di bawa paksa ala karung beras.

"Tidak. Kau sudah menghancurkan rencana ku. Aku tidak akan melepaskan mu sampai kita puas bermain."

Mata Aoi melotot. "Laki-laki bajingan!"

Darah Douma mendidih mendengar makian Aoi pada dirinya. Gadis itu lebih kasar daripada saat rencana menculik pertamanya beberapa hari yang lalu.

"Aku tidak pernah menyuruh mu bersikap seperti ini dasar tidak berguna!" Douma menarik rambut Aoi kuat hingga dapat mengangkat tubuh mungil gadis itu sekaligus.

"Apa-! Apa yang kau lakukan!? Lepaskan!" Kepala Aoi mendadak pening. Jambakan Douma yang erat ditambah dengan diangkatnya dirinya menambah sensasi skait yang tidak main-main.

"Aku sudah bilang bukan untuk tidak bersikap seperti ini!?" Douma mulai marah dan mencengkeram erat dagu Aoi.

"Lepaskan!" Aoi memegang tangan Douma yang mengcengkram dagunya erat.

"Tidak sebelum dirimu meminta maaf pada ku!" Douma semakin menekan wajah Aoi membuat gadis itu kesakitan.

Aoi memejamkan matanya erat, ia tidak dapat mengeluarkan suara. Rasa sakit yang menekan pipinya beserta dagunya benarlah tidak main-main.

Douma tersenyum lebar melihat wajah kesakitan Aoi yang tampak semakin menggemaskan dihadapannya. Hah, sungguh iblis keji.

"Ternyata kau semakin cantik saja. Namun bibir tipis ku ini berkata sebaliknya. Siapa yang mengajari mu berbahasa kasar, gadis manis ku?"

Aoi menggeleng kuat sambil menepuk-nepuk punggung tangan Douma.

"Heum apa?"

Sret!

Douma lengah dan itu dipakai kesempatan laki-laki yang wajahnya memerah menahan amarah itu untuk menarik bagian belakang baju Douma erat.

"AKU YANG MENGAJARINYA BERBAHASA KASAR! KAU TIDAK PERLU BERSIKAP SEPERTI ITU DAN KETAHUILAH BAHWA AOI BUKANLAH GADIS MANIS MU! DASAR IBLIS BAJINGAN!

BUGH.

Inosuke berhasil meninju dagu Douma dengan kekuatan binatang liarnya dan berhasil menarik Aoi dalam pelukannya ketika Douma lengah karena tinjuannya.

" Daijoubu-Ka? Aku benar-benar minta maaf telah melalaikan diri mu untuk kedua kalinya." Inosuke bertanya cepat pada Aoi yang tampak syok bercampur kesakitan itu.

Gadis itu benar-benar masih syok hingga tidak dapat menjawab pertanyaan Inosuke.

"Gomen...Gomen..." Inosuke memeluk Aoi erat. Rasa bersalah benar-benar menyelimuti dirinya.

Sret!

"Masalah mu kini dengan ku dan jauhkan gadis ku terlebih dahulu!"

Pelukan itu terlepas karena sebuah tangan tiba-tiba memisahkan keduanya.

Douma kini memegang kedua dagu pasangan muda itu dengan tangan kiri dan kanannya. Douma menatap Inosuke yang kini kesakitan berusaha melepaskan diri darinya.

"Tidak semudah itu, Kono Inoshishi! Sekarang lawan dulu diriku sebelum kau berani menyebut Aoi adalah gadis mu!"

Douma melempar Aoi keatas tanah dengan jarak yang cukup jauh darinya saat ini, tentu itu membuat tubuh Aoi terbanting dan menghantam kerasnya tanah.

"AKKHHHHHH!"

Darah Inosuke mendidih mendengar teriakan Aoi, ia memukul-mukul tangan Douma agar segera melepaskan cengkramannya dari dagunya.

Namun seolah itu bukanlah apa-apa Douma malah menendang perut Inosuke keras agar laki-laki Hashibira itu diam.

"Uhuk-!" Saking kerasnya, Inosuke tidak sadar ia batuk dan mengeluarkan darah kental yang mengalir dari mulutnya.

"Kau tahu sendiri akibatnya bukan?" Tanya Douma mengejek. Tenaga Inosuke mulai habis karena apa yang Douma lakukan padanya barusan.

Cklek!

Kriet!

"Apa yang terjadi malam- ASTAGA AOI!"

-Blue Forest-

Douma menoleh dengan nyalang ketika mendengar suara teriakan itu.

Shinobu Kochou baru saja keluar dari kamarnya yang terletak didekat halaman tempat Douma menyiksa Aoi dan Inosuke saat ini.

Adik Kanae Kochou itu menutup mulutnya tidak percaya dan segera menghampiri Aoi yang tampak hampir kehilangan kesadarannya di tengah halaman.

Tidak hanya Shinobu, pintu lain terbuka lagi dan menampilkan Tomioka Giyuu bersama Tokito Muichiro yang sepertinya ikut terbangun karena mendengar kegaduhan yang Douma buat.

"Apa yang terjadi--!" Muichiro berhenti didepan teras kamarnya ketika melihat kehadiran Douma yang tengah mengangkat tubuh Inosuke saat ini.

"Koitsu-Ka..." Muichiro menatap Douma tidak percaya.

Bagaimana bisa penjagaan ketat di markas Hashira dan Butterfly Mansion selengah ini hingga iblis seperti Douma dapat masuk dengan mudah?

"Shinobu, apa yang terjadi?" Giyuu ikut keluar dan bertanya pada kekasihnya yang tengah memeluk Aoi itu, ia belum menyadari keberadaan Douma.

"Aku tidak mengerti Giyuu-Kun... Tapi kali ini terjadi lagi... "

Arah tatapan nyalang Shinobu, Giyuu ikuti hingga ia tersadar sesuatu.

"Douma-!"

Giyuu berdiri dan bersiap berlari menyerang Douma namun gerakannya terhenti kala Douma langsung melempar tubuh Inosuke kearahnya.

Inosuke ambruk dalam tubuh Giyuu, Hashira Air itu menoleh pada keberadaan iblis tingkat atas itu, dan sungguh cepat! Douma telah lenyap dari tempatnya.

Dasar pecundang, Douma tak lebih dari seorang iblis bodoh yang hanya berani bermain dalam persembunyiannya. Apa dirinya tidak berniat mengakui, bahwa kemampuannya selemah itu?

Jika Douma memang iblis bulan tingkat atas, harusnya ia berani melawan saat ini. Lagi pula Shinobu, Giyuu, maupun Muichiro tidak dalam kondisi membawa senjata.

Cih. Sekali pecundang memang lah pecundang.

"Kusso..." Lirih Giyuu tertahan, ia kemudian menatap Inosuke yang terengah-engah.

"Daijobou-Ka?" Tanya nya dengan nada sedikit khawatir. Bagaimanapun juga Giyuu tetap senior yang memiliki perasaan kemanusiaan pada juniornya juga.

"Ha'i..." Inosuke melepaskan dirinya dari rangkulan Giyuu kemudian menoleh pada Aoi yang tengah menangis dalam pelukan Shinobu.

"Aoi-!" Inosuke langsung berjalan cepat menuju Aoi hingga dirinya terjatuh karena tubuhnya dalam keadaan terluka.

Aoi tersadar panggilan itu ia menoleh dan melebarkan matanya ketika melihat Inosuke yang terluka kini tengah berada dihadapannya.

"Inosuke...!"

Grep.

Inosuke mendekap Aoi erat ketika tubuh lemah itu jatuh dalam pelukannya.

Tangis Aoi lepas didalam pelukan Inosuke. Gadis itu menahan sakitnya sambil terus terisak tiada habisnya.

"Ino... Inosuke..." Ucapnya terputus-putus karena sesak nafas dan sesenggukan bersamaan.

Inosuke mengelus rambut Aoi lembut sambil mencium puncak kepala gadisnya itu lama. Air matanya lolos.

Inosuke kembali menyalahkan dirinya seburuk-buruknya.

Bodoh. Laki-laki tidak bertanggung jawab, Inosuke dengan gampangnya mengklaim Aoi sebagai gadisnya. Namun sama sekali tidak bisa menunjukkan bahwa dirinya seorang kekasih yang bisa melindungi gadisnya.

Inosuke sangat buruk. Aoi selalu dalam bahaya ketika dirinya tidak sadar. Kenapa dirinya tidak bisa melindungi Aoi lebih baik?

Gadis itu sudah tiga kali terluka karenanya. Inosuke benar-benar seolah seperti laki-laki bodoh yang hanya bisa membuat hubungan tanpa menjalankan peran yang ia dapatkan.

Shinobu menatap iba Aoi yang sangat ketakutan kini dalam pelukan Inosuke. Sebuah tepukan di pundaknya membuat Shinobu menoleh dan mendapati Giyuu.

Ia pun berdiri dan kini bersebelahan dnegan Giyuu.

Menatap Aoi dan Inosuke yang saling berpelukan dengan keadaan sama-sama terluka.

Muichiro yang menatap keduanya dari depan kamarnya terdiam melihat itu semua. Ia menatap ke sekeliling dan tidak menemukan adanya keberadaan iblis selain Douma.

"Entah apa yang terjadi... Tapi aku bersyukur tidak ada korban." Muichiro menghela nafasnya pelan.

Ketika ia bersiap kembali masuk kedalam kamarnya, dan menutup pintu... Sebuah suara membuatnya terdiam.

"Aish~ Menyebalkan sekali... Kenapa harus gagal? Padahal Muzan-Sama telah menunggu kedatangan gadis kupu-kupu itu..."

Deg. Deg. Deg.

Muichiro merinding dan spontan menoleh kebelakang. Tidak ada hal yang aneh.

Namun suara yang terbawa tiupan angin itu sangatlah terdengar jelas.

Ia kemudian beralih menatap Shinobu dan Aoi. Muichiro mulai khawatir akan keadaan gadis-gadis Butterfly Mansion.

"Semoga saja tidak ada hal buruk yang terjadi..." Lirihnya pelan kemudian mendorong pintu dan memasuki kamarnya kembali.

Bersiap untuk kembali tidur di dinihari ini.

*

TBC

WOHOOO AKU KEMBALI DENGAN CHAPTER DELAPAN BLUE FOREST HSHSH

KALIAN NUNGGUIN GAK?

Of course engga pastinya. Memangnya adakah yang masih inget cerita ini?

:")

Okei jadi setelah UAS ku bulan Desember kemarin, otak ku buntu cara pembawaan adegan di chapter delapan ini. Lama banget aku gak tau harus selanjutnya gimana.

Sampe akhirnya minggu kemarin ini aku dapet pencerahan buat selanjutnya gimana.

Karena pencerahan yang aku dapet adalah adegan datengnya Douma kembali buat culik Aoi. Jadi aku mutusin buat selesain Blue Forest ini dalam 10 Chapter.

Plin-plan banget emang TT

Tapi gapapa. Kalo aku ending-in disini malah gantung jadinya. So, aku harap kalian bakalan bisa sambut dua chapter tambahan dengan senang hati.

Mohon maaf kalo chapter ini mungkin kurang nge-feel

Aku akhir-akhir ini soalnya kebiasaan nulis cerita Non-Baku dan udah lama gak nulis cerita Baku kayak gini.

Soalnya juga aku hampir lupa alur ceritanya juga :"

It's okay, good news-nya aku bisa selesain ini dengan lancar dan berhasil. Itu cukup bikin aku puas.

Selain itu juga aku juga punya rencana pingin up cerita baru setelah Blue Forest habis.

Mohon di tunggu yaaa, tugas sekolah ku juga banyak soalnya. Jadi aku nulis kalo waktu luang aja hshs.

Tapi harapan ku semoga cepet selesai ini huft~

Mungkin segini dulu deh buat Chapter 8 kali ini. Aku harap kalian suka chapter kali ini

Terima kasih banyak~

Jaga kesehatan biar bisa baca lanjutan cerita ku ini~

Stay Safe~

And~

Arigato~